Mata Laporan Kasus Keratitis - Gina.docx

  • Uploaded by: valentino
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mata Laporan Kasus Keratitis - Gina.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,242
  • Pages: 24
Laporan Kasus

KERATITIS OCULUS SINISTRA e.c BAKTERIAL

Oleh: Regina Friska Sulangi - 17014101370

Supervisor Pembimbing dr. Novanita Satolom, Sp.M

Residen Pembimbing dr. Georgina Gosal

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2019

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul:

KERATITIS OCULUS SINISTRA e.c BAKTERIAL

Oleh Regina Friska Sulangi – 17014101370 Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada : Maret 2019

Mengetahui, Supervisor Pembimbing

dr. Novanita Satolom, Sp.M

Residen Pembimbing

dr. Georgina Gosal

BAB I PENDAHULUAN

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata depan dan terdiri dari 5 lapisan yaitu epitel, membrane Bowman, stroma, membran Descement, dan endotel. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgenses. Epitel yang terdapat pada kornea ini adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, sebaliknya cedera epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.1,2 Infiltrasi sel radang pada kornea akan menyebabkan keratitis, hal ini mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kekeruhan ini akan menimbulkan gejala mata merah dan tajam penglihatan akan menurun. Keratitis dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti infeksi, mata yang kering, keracunan obat tetes, reaksi alergi, sinar ultraviolet (UV) dan juga penggunaan lensa kontak. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3,4,5 Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis numularis dan keratitis neuroparalitik.3 Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri tersering seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moraxella.4 Insidensi dari keratitis di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju. Di Nepal diperkirakan mencapai 799 per 100.000 orang per tahun. Keratitis yang disebabkan oleh jamur terjadi sekitar 6% dari pasien yang berada di iklim tropis. Keratitis yang disebabkan oleh infeksi mikroba akan mengganggu lapangan pandang mata sehingga membutuhkan diagnosis 1

segera dan pengobatan untuk mencegah hasil yang semakin memburuk. Insidensi dari kondisi ini bervariasi dari 11 per 100.000 orang per tahun di Amerika Serikat.6 Agen-agen mikroba yang paling sering menyebabkan keratitis dari bakteri gram positif adalah

coagulasenegative

staphylococcus

(67,27%),

Corynebacterium

sp

(18,18%),

Staphylococcus aureus (9,09%), Streptococcus sp (3,6%), dll (1,8%). Bakteri gram negatif yang tersering adalah Pseudomonas sp (55,17%), Pseudomonas aeruginosa (22,4%), Pseudomonas fluorescens (7%), Serratia sp (25,86%), Enterobacter aerogenes (8,62%), Klebsiella sp (1,72%), Proteus mirabilis (1,72%), Citrobacter freundii (1,72%), Achromobacter xyloxidans (1,72%), Alcaligenes sp (1,72%), Moraxella sp (1,72%), sedangkan penyebab jamur yang tersering adalah Candida sp (75%), dan Aureobasidium pullulans (25%).7 Insidensi keratitis noninfeksi bergantung pada etiologi yang menyertainya. Pada penelitian yang dilakukan Aravind Eye Hospital di India terdapat sekitar 56% trauma mata disebabkan padi dan debu. Selanjutnya pada penelitian yang berbeda ditemukannya kultur yang positif pada ulkus kornea dengan spesimen yang ditemukan berupa golongan bakteri dan jamur pada 297 orang penderita yang mengalami trauma mata.8 Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata merah, rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang terutama pada pasien yang masih muda.1,2,3 Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis “Keratitis Oculus Sinistra” pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI KORNEA Kornea merupakan jaringan avaskular, transparan, mempunyai tebal 0,54 mm di tengah 0,65 mm di tepi dan diameter 11,5 mm. Kornea memberikan kontribusi ¾ dari total kekuatan refraksi mata dan setara dengan 40 dioptri dari total 50 dioptri mata manusia Asupan nutrisi dan pembuangan produk metabolik terutama melalui humor akuos di posterior dan lapisan air mata di anterior, dengan gradien oksigen yang menurun secara anterior-posterior. 1,2,9

Gambar 1. Anatomi kornea

Kornea memiliki ujung-ujung saraf terbanyak, dengan pleksus subepitel dan lapisan dalam stroma dimana keduanya dipersarafi oleh divisi pertama nervus trigeminalis. Dari anterior ke posterior, kornea terdiri 5 lapisan yang berbeda-beda sebagai berikut:3,4 1. Epitel 

lapisan paling luar kornea dan berbentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Ini terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel

3

poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5% (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. 

Lapisan in berasal dari ectoderm pemukaan, daya regenerasi epitel cukup besar.

2. Membran Bowman 

Membran Bowman terletak di bawah epitel bersifat jernih dan aselular. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma.



Lapisan ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap trauma, namun tidak memiliki daya regenerasi. Apabila terjadi trauma akan menimbulkan jaringan parut.



Tebal lapisan ini sekitar 12 µm.

3. Stroma 

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea, yang merupakan lapisan tengah pada kornea.



Bagian ini terdiri atas lamel fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea.



Stroma bersifat higroskopis yang menarik air dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma kurang lebih 70%.

4. Membran Descemet 

Lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening



Terletak di bawah stroma dan mempunyai tebal kurang lebih 40 mm.



Lapisan ini merupakan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah.

5. Endotel 

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20 – 40 mm melekat erat pada membran Descemet melalui taut.



Lapisan endotel tidak mempunyai daya regenerasi. 4



Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus.

Gambar 2. Histologi Lapisan Kornea

B. DEFINISI KERATITIS Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan stroma.2 C. KLASIFIKASI KERATITIS Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan:2 1. Berdasarkan Lapisan Kornea a. Keratitis Pungtata Superfisial3 

Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang dapat terletak superfisial dan subepitel.



Etiologi: adalah infeksi bakteri (chlamydial, staphylococcal), devisiensi vitamin B2, infeksi virus (herpes), trauma kimia dan sinar ultra violet.



Gejala klinis dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.

5



Hasil pemeriksaan mata dapat ditemukan kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji fluoresein merupakan sebuah tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea.



Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi. Dapat diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid.

Gambar 3. Keratitis Pungtata Superfisial b. Keratitis Marginal3 

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.



Etiologi: Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia.



Gejala klinis adalah rasa sakit, seperti kelilipan, lakrimasi, disertai fotofobia berat.



Hasil pemeriksaan mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal ataupun multipel, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.



Penatalaksanaan diberikan antibiotika yang sesuai dengan penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. 6

Gambar 4. Keratitis Marginal

c. Keratitis Interstisial 

Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Keratitis ini juga disebut sebagai keratitis parenkimatosa.



Gejala: fotofobia, lakrimasi, kelopak meradang, sakit dan menurunnya visus.



Etiologi: bakteri, virus dan jamur, dapat terjadi akibat trauma



Hasil pemeriksaan mata: Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau apa yang disebut “salmon patch” dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah cerah. Kelainan ini biasanya bilateral.3

Gambar 5. Keratitis Interstisial 7

2. Berdasarkan Organisme Penyebab a. Keratitis Bakterialis2,3,10 Penyebab Keratitis Bakterialis antara lain adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemoniae, koliformis, pseudomonas dan haemophilus. Gejala klinis dari keratitis bakterialis adalah mengeluh mata merah, lakrimasi, nyeri, penglihatan silau (fotofobia), adanya sekret purulen dan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi putih kelabu batas tegas di kornea. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan kultur bakteri, pewarnaan Gram. Penatalaksanaan konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotik topikal (ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram positif dan bakteri gram negatif sampai hasil kultur patogen dan resistensi diketahui. b. Keratitis Jamur1,2,3,11 Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis. Etiologi keratitis jamur antara lain adalah Furasium sp, Cladosporium sp, Candida albicans, Cryptococcus sp. Gejala klinis keratitis jamur adalah pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair, penglihatan menurun dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrat kelabu, disertai hipopion, peradangan, ulserasi superfisial dan lesi satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel dengan plaque tampak bercabang-cabang, gambaran satelit pada kornea, dan lipatan descement. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea. Dapat dilakukan pewarnaan KOH 10%, Gram, dan Giemsa. Hasil dari kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa. Pengobatan konservatif berupa anti mikotik topikal seperti natamycin, nystatin dan amphoterisin B, sedangkan tindakan pembedahan berupa keratoplasti jika dengan pengobatan konservatif gagal dan keadaan makin memburuk. 8

Gambar 6. Keratitis Jamur

c. Keratitis Virus i. Keratitis Virus Herpes Simpleks2,5,10 Etiologi: Herpes Simplex Virus (HSV). Gejala yang timbul biasanya adalah iritasi, fotofobia dan hiperlakrimasi., sekret serous/encer. Bila kornea bagian sentral terkena, juga terjadi sedikit gangguan penglihatan. Lesi paling khas adalah ulkus dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea, memiliki pola percabangan linier khas dengan tepian kabur, dan memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya. Ditemukan sensitifitas kornea menurun dan dapat berkembang menjadi keratitis stromal. Keratitis stromal ini mempunyai epitel yang intak, pada pemerikasaan slitlamp menunjukkan infiltrat kornea disirformis sentral. Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena virus herpes simplex terdapat pada humor aquos yang menyebabkan pembengkakan sel endotel. Pengobatan keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus di dalam kornea, sambil mengurangi efek merusak respon radang. Agen antiviral topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine dan acyclovir.

9

ii. Keratitis Herpes-Zooster1,2,5,10 Etiologi: Varicella-zooster Virus (VZV). Keratitis herpes zooster mengenai stroma dan uvea anterior sejak awal terjadinya. Lesi epitelnya amorf dan bebercak, sesekali terdapat pseudodendrit linea yang agak mirip dendrit sejati pada keratitis HSV. Kekeruhan stroma disebabkan oleh edema dan infiltrasi sel ringan yang pada awalnya hanya subepitelial. Keadaan ini dapat diikuti penyakit stroma dalam, disertai nekrosis dan vaskularisasi. Dapat ditemukan kehilangan sensasi kornea. Penatalaksanaan yang diberikan adalah obat antiviral IV dan oral seperti acyclovir atau vancyclovir. Pengobatan simtomatik dapat diberikan seperti analgetika, vitamin dan antibiotik topical atau umum untuk mencegah infeksi sekunder.

Gambar 7. Keratitis Herpes Simplex dan Keratitis Herpes Zooster d. Keratitis Acanthamoeba2,5,10 Keratitis yang berhubungan dengan Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak, setelah terpapar air atau tanah yang tercemar. Gejala awal adalah rasa nyeri yang tidak sebanding dengan temuan klinisnya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinis yang khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan infiltrat perineural tetapi sering kali hanya ditemukan perubahan-perubahan yang terbatas pada epitel kornea. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas media khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik

10

menampakkan bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dan kontak lensa harus dibiak. Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain adalah debridement epitel bisa bermanfaat pada tahap awal penyakit. Terapi dengan obat umunya dimulai dengan isethionate propamidine topikal (larutan 1%) dan tetes mata neomycin Forte.

D. DIAGNOSIS BANDING KERATITIS 1. Konjungtivitis Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis menunjukkan gejala yaitu hiperemis konjungtivi bulbi, lakrimasi, terdapat eksudat dengan sekret berlebihan pada mata, psudoptosis akibat kelopak mata membengkak dan mata terasa seperti ada benda asing.

2. Uveitis Anterior Uveitis merupakan radang uvea yang terdiri atas iris koroid, dan badan siliar. Uveitis bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, parasit. Gejalanya sama seperti keratitis ada nyeri, fotofobia, lakrimasi, blefarospasme, penurunan visus dan mata merah. Yang membedakan keratitis dan uveitis adalah uveitis sering terjadi hipopion, yaitu endapan pus akibat keratic precipitate (KP) dan adanya sinekia anterior dan posterior, yaitu perlengketan di bilik mata depan atau belakang.3,5 E. KOMPLIKASI KERATITIS2,3 Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endoftalmitis sampai hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya: 1. Hipopion: sebagai proses perluasan pada kasus keratitis yang tidak diobati, jaringan uveal anterior yang disusupi limfosit, sel-sel plasma dan PMNL bermigrasi melalui iris ke kamera oculi anterior.

11

2. Penyembuhan yang membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi sebelumnya sekiranya jejas terjadi melebihi epitel, melewati stroma. Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3, yaitu leukoma (di stroma), makula (di subepitel), nebula (di epitel) 3. Ulkus kornea 4. Perforasi kornea F. PROGNOSIS KERATITIS12 Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya. Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari: -

Virulensi organisme

-

Luas dan lokasi keratitis

-

Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

12

BAB III LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien Nama

: Tn. KS

Umur

: 47 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Tombatu

Pekerjaan

: Pedagang

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

Agama

: Kristen

Suku

: Minahasa

Tanggal Pemeriksaan : 07 Maret 2019

B. Anamnesis 1. Keluhan Utama: Mata kiri nyeri dan merah 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan mata kiri merah sejak ± 2 hari sebelum datang ke ruamh sakit. Awalnya ± 2 hari sebelum yang lalu saat pasien sedang berjualan di pasar, pasien merasa ada benda asing yang masuk ke mata kiri, riwayat menggosok mata disangkal. Dua hari kemudian, saat pasien bangun tidur, mata kiri pasien nyeri (+), mata merah (+), berair (+), rasa mengganjal (+), pandangan kabur (+), mata rasa berkelilipan dan rasa silau bila terkena cahaya. Pasien juga mengeluh terdapat cairan kental warna putih pada mata kiri. Pasien sempat menggunakan tetes mata erlamycetin namun tidak mengalami perbaikan. Riwayat penggunaan lensa kontak (-). Riwayat menggunakan kacamata (-)

13

3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-), Riwayat diabetes melitus (-), riwayat hipertensi (-), riwayat asam urat (-), riwayat alergi (-).

4. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien.

5. Riwayat Kebiasaaan Pasien berkerja sebagai petani, setiap hari pasien bertani. Pasien tidak pernah memakai kacamata pelindung saat berkerja.

C. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum

: cukup

Keadaan sakit

: sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 86 x/menit, reguler, isi dan tekanan cukup

Pernafasan

: 22 x/menit

Suhu

: 36,5oC

Kelenjar Getah Bening

: Dalam batas normal

2. Status Oftalmikus OD

Pemeriksaan

OS

6/6

Visus

6/15 Pin hole (-)

n/palpasi

Tekanan Intra Okuli

n/palpasi

Orthophoria

Posisi

Orthophoria

14

Normal

Gerak bola mata

Normal

Edema (-), hiperemi (-), sekret (-), massa (-), ptosis (-), laserasi (-), nyeri tekan (-), krusta (-), blefarospasme (-)

Palpebra

Edema (-), hiperemi (-), sekret (-), massa (-), ptosis (-), laserasi (-), nyeri tekan (-), krusta (-), blefarospasme (+)

Hiperemis (-), sekret (-), injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), perdarahan subkonjungtiva (-), pterigium (-), folikel (-)

Konjungtiva dan sklera

Hiperemis (+), sekret (+), injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (+), perdarahan subkonjungtiva (-), pterigium (-), folikel (-)

Jernih

Kornea

Terdapat infiltrate pungtata epithelial

Dalam

Bilik Mata Depan

Dalam

Bulat, refleks cahaya (+)

Pupil

Bulat, refleks cahaya (+)

Warna cokelat, kripte (+)

Iris

Warna cokelat, kripte (+)

Jernih

Lensa

Jernih

Refleks fundus (+), papil: bulat, batas tegas, warna vital, retina normal, refleks fovea (+) normal

Funduskopi

Refleks fundus (+), papil: bulat, batas tegas, warna vital, retina normal, refleks fovea (+) normal

3. Pemeriksaan Fluoresensi: OS (+) infiltrat pungtata epitelial 4. Pemeriksaan Sensibilitas Kornea: ODS: Normal D. Diagnosis OS

: Keratitis Oculus Sinistra e.c Bakterial

15

E. Diagnosis Banding -

Keratitis Virus

-

Keratitis Jamur

-

Konjungtivitis

-

Uveitis Anterior

F. Tatalaksana -

Levofoloxacin ED 6 x 1 gtt OS

-

Lyteers ED 6 x 1 gtt OS

-

Vitamin C 3x1

-

Gentamisin salep mata 2x1 oles

G. Edukasi -

Meneteskan obat mata secara teratur untuk mempercepat proses penyembuhan.

-

Jangan menggosok-gosok mata jika terasa ada yang mengganjal pada mata.

-

Mencuci tangan setelah melakukan aktifitas.

-

Menggunakan salep secara teratur

16

H. Prognosis  ad vitam

: dubia ad bonam

 ad sanationam

: dubia ad bonam

 ad fungsionam

: dubia

I. Resume Seorang pasien laki-laki, umur 47 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tanggal 07 Maret 2019 dengan keluhan utama mata kanan merah yang dialami sejak ± 2 hari yang lalu. Pasien merasa ada yang mengganjal pada mata kiri (+), nyeri (+), lakrimasi (+), sekret (+) kental warna putih, silau bila terkena cahaya (+), pandangan kabur (+) dan rasa berkelilipan. Riwayat pengobatan menggunakan tetes mata erlamcyetin namun tidak ada perbaikan. Status generalis dalam batas normal. Status Oftalmologi didapatkan VOD 6/6, VOS 6/15, TIODS normal. Pada pemeriksaan segmen anterior oculus sinistra didapatkan pada palpebra terdapat blefarospasme (+), sekret (+), pada konjungtiva ditemukan hiperemis (+), injeksi siliar (+), pada kornea ditemukan infiltrat pungtata epitelial, lensa jernih, iris berwarna coklat, kripte (+), refleks cahaya (+). Pada segmen anterior oculus dextra didapatkan semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan segmen posterior oculi dextra dan sinistra didapatkan refleks fundus (+), papil: bulat, batas tegas, warna vital, refleks fovea (+) normal. Pada pemeriksaan sensibilitas kornea normal dan pemeriksaan fluoresensi pada mata kiri didapatkan infiltrat pungtata epitelial berwarna hijau. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis dengan keratitis oculus sinistra e.c bacterial. Pasien ini diberikan pengobatan dengan levofloxacin eye drop, lyteers eye drop, vitamin c, dan gentamisin salep mata.

17

BAB IV PEMBAHASAN

Untuk menegakkan diagnosis keratitis yaitu berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Diagnosis keratitis pada pasien dapat ditegakkan saat pasien datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasme).2 Dari anamnesis dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing dan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.2 Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan mata kiri merah ± sejak 2 hari sebelum dating ke rumah sakit, rasa mengganjal (+), nyeri (+), berair (+), pandangan kabur (+), sekret (+) kental warna putih, silau bila terkena cahaya (+), dan rasa berkelilipan. Gejala nyeri yang dialami pasien terjadi oleh karena kornea memiliki banyak serabut saraf yang tidak bermielin sehingga setiap lesi pada kornea baik luar maupun dalam akan memberikan rasa sakit dan rasa sakit ini diperhebat oleh adanya gesekan palpebra pada kornea. Pada pasien mengeluh silau bila terkena cahaya (fotofobia) dimana yang terjadi pada pasien ini karena akibat jaringan epitel yang rusak, cahaya terlalu banyak yang masuk ke dalam mata akibat kerusakan pada jaringan epitel kornea yang seharusnya membantu menapis cahaya yang masuk, dan akibat banyak cahaya yang masuk ke dalam mata, saraf di mata coba berkompensasi dengan mengedipkan mata sebanyak mungkin agar cahaya yang masuk dapat dikurangkan sehingga terjadi blefarospasme. Blefarospasme juga terjadi karena terjadi defek pada epitel kornea, menyebabkan saraf di kornea bereaksi hebat dan glandula lakrimalis akan memproduksi lebih banyak air mata untuk mengurangkan iritasi pada kornea dan palpebra superior berperan penting untuk memastikan

18

air mata di hantar ke seluruh kornea dengan cara mengedipkan mata lebih sering secara involunter sehingga pada pasien mengeluh mata berair.3 Gejala penglihatan kabur pada pasien disebabkan oleh karena kornea merupakan salah satu media refraksi, sehingga jika terdapat kekeruhan pada kornea akibat peradangan pada lapisan kornea maka akan memberikan gejala berupa penurunan visus disebabkan oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refraksi.3 Pada pasien visus mata kanan yaitu 6/6, artinya normal. Sedangkan visus mata kiri yaitu 6/15, artinya terjadi penurunan tajam penglihatan dimana orang normal dapat membaca dari jarak 15 meter (m) sedangkan pasien hanya bisa dari jarak 6 m. Pada pemeriksaan slitlamp dilakukan pemeriksaan untuk melihat segmen anterior mata dimana pada keratitis dapat ditemukan palpebral edema, hiperemis perikornea, injeksi konjungtiva, injeksi siliar, blefarospasme, edema kornea, dan terdapat infiltrat pada kornea. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan slitlamp dan ditemukan palpebra terdapat blefarospasme (+), pada konjungtiva ditemukan hiperemis (+), injeksi siliar (+), pada kornea ditemukan infiltrat pada lapisan epitelial. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus keratitis antara lain adalah pemeriksaan fluoresense menggunakan fluoresein yaitu bahan yang berwarna orange yang bila disinari gelombang biru yaitu cobalt blue akan memberikan gelombang hijau. Bahan larutan ini dipakai untuk melihat terdapatnya defek epitel kornea. Untuk keratitis stafilokok akan menampakkan erosi-erosi kecil terpulas terutama sepertiga bawah kornea, sedangkan keratitis adenovirus akan terpulas erosi-erosi kecil difus tetapi paling mencolok di daerah pupil.1,2 Dapat juga dilakukan pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri. Polymerase chain reaction (PCR) memungkinkan dilakukan identifikasi virus-virus herpes, acanthamoeba, dan jamur dengan cepat. Kultur bakteri biasanya dilakukan pada semua kasus. Kultur untuk jamur, acanthamoeba, atau virus dapat dikerjakan bila gambaran klinisnya khas atau bila tidak ada respons terhadap terapi infeksi bakteri.1,2 Pada hasil pemeriksaan fluoresensi pada mata kiri didapatkan infiltrat pungtata epitelial dan pada pemeriksaan sensibilitas kornea didapatkan hasil normal. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang mendukung pada pasien ini untuk didiagnosis sebagai suatu keratitis oculus dextra e.c bakteri. Pada kasus ini dapat didiagnosis banding dengan keratitis virus, 19

keratitis jamur, konjungtivitis dan uveitis anterior. Perbedaan keratitis e.c bakterial dengan keratitis e.c virus dapat dilihat dari sekret pada mata, infeksi virus biasanya ditandai dengan sekret yang cair/serous sedangkan pada bakteri sekret biasanya purulen. Pada keratitis e.c virus yang khas didaptkan lesi dendritik lesi epitel yang bercabang, ditemukan juga sensibilitas kornea menurun. Pada keratitis jamur biasanya didapatkan lesi satelit dan hipopion dan terdapat riwayat trauma terutama akibat tumbuhan. Perbedaan keratitis dengan konjungtivitis adalah pada konjungtivitis ditemukan injeksi konjungtiva dan pada kornea jernih dan tidak terdapat infiltrat. Pada uveitis anterior biasa ditemukan keratic percipitate merupakan timbunan sel radang di atasa endotel kornea, sinekia posterior merupakan perlekatan permukaan anterior lensa dengan iris.2,3 Pada penatalaksanaan diberikan obat tetes mata, levofloxacin diberi sebagai terapi antibiotik golongan fluorokuinolon generasi ketiga yang mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif. Pasien juga diberikan lyteers ED 6 x 1 gtt OD. Lyteers merupakan sediaan steril tetes mata bekerja sebagai pembasah/lubricants pada mata yang kering dan berfungsi untuk mempertahankan agar permukaan mata tetap basah. Dari anamnesis, pasien menyatakan memakai salep mata erlamycetin selama satu hari. Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan. Prognosis tergantung pada beberapa faktor yaitu virulensi organisme, luas dan lokasi keratitis.2,10

\

20

BAB V KESIMPULAN

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis yang ditemukan keluhan mata kiri merah sejak ± 2 hari sebelum dating ke Poliklinik Mata. Pasien merasa kedua matanya seperti ada yang mengganjal, terasa nyeri, berair, pandangan kabur, sekret (+) purulen warna putih, silau bila terkena cahaya, dan sering berkelilipan. Pada pemeriksaan visus didapatkan visus oculi dextra 6/6 dan visus oculi sinistra 6/6. Pada pemeriksaan oftamologis ditemukan palpebra blefarospasme (+), injeksi siliar (+) dan terdapat infiltrat pada lapisan epitelial kornea. Pada pemeriksaan fluoresensi didapatkan infiltrat pungtata epitelial dan sensitifitas kornea normal. Dengan tanda-tanda demikian maka dapat ditegakkan diagnosis yaitu keratitis oculus sinistra e.c bakterial. Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan. Prognosis tergantung pada beberapa faktor yaitu virulensi organisme, luas dan lokasi keratitis.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San Fransisco 2008-2009. p. 179-90 2. Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2009. 3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. p.113–116. 4. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466. 5. Khurana KA. Diseases of the Cornea. In, Khurana KA, editors. Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age International. 2007. p. 51 - 82. 6. Whitcher J.P., Srinivasan M. and Upadhyay M.P. (2001). Corneal blindness: a global perspective. Bull. World Health Organ, 79, 214-221. 7. Moriyama AS. Contact Lense-associated Microbal Keratitis. Arq Bras Oftalmol. 2008;71(6 Sulp):32-6 8. Aldy, F., 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata di Kabupaten Tapanuli Selatan. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6381/1/10E00180.pdf 9. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014. 10. Biswell, R., 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 11. Susetio, B., 1993. Penatalaksaan Infeksi Jamur pada Mata. In: Cermin Dunia Kedokteran No.87.

Available

from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11InfeksiJamur087.pdf/11InfeksiJamur087.pdf 12. Lopez

FHM.

Bacterial

Keratitis.

August

28th,

http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview

22

2014.

Available

at:

Related Documents


More Documents from "desi"

A 48.docx
November 2019 26
Biodiversiti 9.docx
November 2019 15
Isi.docx
November 2019 19
Bab Ii_dwi Arianti.pdf
October 2019 22