Master Kusntifikasi Pertumbuhan Kalus Dan Evaluasi Potensi Pelestarian P6.docx

  • Uploaded by: Windri Meiladisa
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Master Kusntifikasi Pertumbuhan Kalus Dan Evaluasi Potensi Pelestarian P6.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,186
  • Pages: 7
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PRODUKSI METABOLIT PERCOBAAN VI KUANTIFIKASI PERTUMBUHAN KALUS DAN EVALUASI POTENSI PELESTARIAN

Disusun oleh : Nama

: Monica Yunita Letoaty

NIM

: 13/346169/FA/09646

Kelas

: FBA 2013

Golongan/ Kelompok

: II/ A

Hari/ jam praktikum

: Selasa/ 07.00-11.00

Dosen Pembimbing

: Djoko Santoso, S.Si., M.Si.

Asisten Jaga

: Khusnul dan Rasta

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN LABORATORIUM KULTUR SEL DAN JARINGAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2016

KUANTIFIKASI PERTUMBUHAN KALUS dan EVALUASI POTENSI PELESTARIAN I.

Tujuan Mahasiswa mampu melakukan kuantifikasi pertumbuhan kalus dan mengevaluasi produksi metabolit yang dihasilkan dibandingkan dengan sumber tanaman

II.

Dasar Teori Potensi pelestarian dapat dilihat dari kemampuan suatu hasil kultur untuk mempertahankan dan melestarikan sifat-sifat tanaman induk, terutama kandungan kimianya. Kandungan kimia tanaman dapat dipengaruhi oleh genetik, lingkungan serta umur tanaman. Hasil dari suatu kultur dapat dieksptesikan dalam deskripsi kulitatif seperti pola kromatogram, sedangkan kuantifikasi kalus dapat menggunakan kriteria seperti berat basah, berat kering,cell count, packed cell volume,mitotic index serta hasil densitometri dari kromatogram Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis ialah teknik yang secara luas digunakan untuk analisis kualitatif

senyawa

organic,

isolasi

senyawa

tunggal

dari

campuran

multikomponen, analisis kuantitatif (digabungkan dengan analisis secara densitometri), dan isolasi skala preparatif (Waksmundzka-Hajnos, et al., 2008). Mekanisme pemisahan pada KLT melibatkan interaksi partisi dan adsorbs atau gabungan keduanya, tergantung fase diam dan fase gerak yang digunakan. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) hingga jarak rambat tertentu. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985). Deteksi paling sederhana senyawa yang dipisahkan adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (254 nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi di fluorosensi radiasi UV gelombang pendek atau gelombang panjang (Stahl, 1985). Lapisan tipis plat KLT sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk membantu penampakkan bercak

berwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar jika disinari dengan sinar ultraviolet yang berpanjang gelombang tertentu. Jadi, lapisan yang mengandung indikator fluoresensi akan bersinar jika disinari pada panjang gelombang yang tepat. Jika senyawa pada bercak yangakan ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik jenis apa saja, sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi, dan tidak ada cahaya yang dipancarkan. Cara ini sangat peka dan tidak merusak senyawa yang ditampakkan (Gritter, 1991). Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Dalam KLT, perbandingan jarak rambat bercak senyawa tertentu terhadap jarak rambat fase gerak diukur dari titik penotolan dinyatakan sebagai harga Rf (Retention factor). Jika sampel yang dianalisis diduga mengandung senyawa pembanding yang digunakan, maka harus ada bercak senyawa yang memiliki harga Rf yang sama dengan senyawa pembanding. Evaluasi kandungan kimia pada potensi pelestarian menggunakan KLT

III.

Alat dan bahan a.

IV.

Alat

b. Bahan

-

Kapiler

-

5 gumpalan kalus

-

Bejana pengembang KLT

-

Lempeng silika F254

-

Lampu UV

-

Metanol

Cara kerja Kalus dan serbuk tanaman induk ditimbang masing-masing 200 mg ↓ Masing-masing diletakkan di tabung dan diekstraksi dengan metanol 5 mL dengan metode refluks semi mikro di penangas air sambil sesekali digojog (10 menit) ↓ Ekstrak kalus dan tanaman induk ditotolkan pada fase diam silika gel F254 dan dielusi dengan fase gerak heksana-etil asetat (8:2 v/v)

↓ Hasil elusi dideteksi pada UV 366 nm, diberi pereksi semprot anisaldehid-asam sulfat, dipanaskan 100oC selama 5 menit ↓ Diamati kembali pada sinar tampak dan UV 366 nm, dibandingkan antara kalus dan tanaman induk

V.

Hasil

Dengan penotolan 3 x dan jarak elusi Penotolan 5 x 8 cm

Totolan 3 x

Totolan 5 x

Penotolan 3x

Jarak elusi (cm) 2

Rf

warna

0,25

Kuning

3

0,375

Kuning

4

0,5

Kuning

2

0,25

Kuning

2,6

0,325

Kuning

3,5

0,438

Kuning

5x

1. Untuk Y, Z, dan IV pada masing-masing penotolan mempunyai Rf yang sama tertera pada diatas, semua mempunyai kandungan kimia yang sama 2. Tidak dibandingankan dengan tanaman induk

VI.

Pembahasan Analisis metabolit sekunder dari kalus daun selasih dilakukan dengan kromatografi lapis tipis. Analisis yang dilakukan hanya berupa analisis kualitatif saja. Analisis metabolit sekunder yaitu terkait dengan evaluasi potensi kelestarian. Evaluasi potensi kelestarian dilakukan dengan cara membandingkan

profil kromatogafi lapis tipis metabolit sekunder dari kultur suspensi sel dengan profil kromatografi lapis tipis metabolit sekunder dari tanaman induk. Apabila memiliki profil KLT metabolit sekunder yang sama maka dapat disimpulkan bahwa antara kultur suspensi sel dengan tanaman induk memiliki DNA yang sama yang mampu menyandi protein yang sama sehingga menghasilkan metabolit sekunder yang sama. Sebelumnya perlu dilakukan ekstraksi terhadap kalus untuk digunakan sebagai sampel KLT. Ekstraksi digunakan adalah dengan menggunakan metode mikro-refluks. Pertama-tama, kalus kering ditambah dengan 5 ml etanol p.a. dalam tabung reaksi 10 ml. Tabung reaksi yang berisi kalus ditutup dengan tabung reaksi kecil yang sebelumnya sudah diberi air. Air disini berfungsi sebagai pendingin dalam proses mikro-refluks. Mikro-refluks dilakukan selama 60 menit, dan sesekali dilakukan penggojogan selama proses mikro-refluks berlangsung. Hasil refluks disaring dan diletakkan dalam cawan porselen. Diuapkan solven pada filtrat hingga tersisa 1 ml. Kemudian dilanjutkan dengan kormatografi lapis tipis. Fase diam yang digunakan pada KLT adalah silika gel F254 dan fase geraknya adalah campuran heksana dan etil asetat dengan perbandingan 8:2 v/v. Kemudian chamber dijenuhkan oleh fase gerak. Kertas saring digunakan untuk mengetahui apakah chamber sudah jenuh. Apabila seluruh bagian kertas saring pada chamber sudah terlihat basah oleh uap fase gerak maka chamber tersebut sudah jenuh. Kemudian filtrat hasil refluks ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Selanjutnya plat KLT dielusikan sampai mencapai batas akhir. Pengamatan dilakukan pada sinar tampak, UV 254, dan UV 366 dan dicatat Rf-nya.Digunakan pereaksi semprot anisaldehid asam sulfat yang dapat mendeteksi senyawa terpenoid. Kemudian diamati kembali pada sinar tampak dan UV 366. Metabolit sekunder yang diamati dari kultur suspensi sel daun selasih berupa minyak atsiri. Dalam tanaman selasih terdapat minyak atsiri dalam kadar yang cukup tinggi sehingga mudah untuk dideteksi. Minyak atsiri merupakan senyawa yang tersusun dari berbagai macam senyawa terpen yang merupakan senyawa relatif nonpolar.

Dalam plat KLT, digunakan pembanding yang berasal dari tanaman induk eksplan. Apabila terdapat bercak dengan Rf dan kenampakan yang sama antara tanaman induk dengan hasil kultur suspensi sel maka dapat disimpulkan bahwa hasil kultur suspensi sel memiliki potensi kelestarian. Potensi kelestarian diukur dg KLT/kandungan kimia karena keturunan berasal dari genetik, genetik dari DNA. Dilihat kandungan kimianya karena dari Dna mRNAprotein1. struktural, 2. Enzim, dengan Enzim untuk membuat metabolit sekunder(end point)

VII.

Kesimpulan 1. Sel kultur suspensi belum bisa dilihat potensi kelestariannya meskipun mengandung senyawa yang diduga terpenoid karena tidak dibandingkan dengan senyawa tanaman induknya

VIII. Daftar pustaka Gritter, R. J., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi ke-1, ITB, Bandung Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB, Bandung. M., 1999, Pelunjuk Laboratorium, Pemuliaan Tanaman Secara In vitro, PAU UGM, Yogyakarta. Syamsuhidayat, S. S dan Hutapea, J. R, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, edisi kedua, Departemen Kesehaan RI, Jakarta. Van Steenis, C. G., 1975, Flora untuk Sekolah di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta. Waksmundzka-Hajnos, Monika, et. al., 2008, Thin Layer Chromatography in Phytochemistry, CRC Press, New York.

Related Documents


More Documents from "indri septianiputri"