MASALAH ETIK DALAM PELAYANAN KESEHATAN
I.
PENDAHULUAN Perawat sebagai profesi yang ikut serta dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan fisik, material dan mental spiritual bagi masyarakat, selalu berpedoman pada sumbernya, yaitu kebutuhan pelayanan keperawatan masyarakat. Perawat dibutuhkan secara universal bagi klien. Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan perawat harus baik dan benar. Melaksanakan tugas yang profesional perawat harus berdaya guna serta ikhlas memberikan pelayanan yang bermutu dengan memelihara dan meningkatkan integritas pribadi yang luhur. Keputusan Musyawarah Nasional VI Persatuan Perawat Indonesia telah memberlakukan kode etik keperawatan Indonesia bagi semua warga keperawatan pada tanggal 14 April 2000.(Suhaemi, 2002:1) Faktor teknologi yang semakin berkembang mempengaruhi kehidupan manusia. Contoh meningkatnya teknologi, abortus, pencangkokan organ, euthanasia, bayi tabung dan masih banyak lagi. Tenaga medis diharapkan mampu memelihara dan melakukan tindakan sesuai dengan kode etik yang telah ada. Dalam melaksanakan tugas keperawatan, seorang perawat harus mengambil keputusan dalam upaya palayanan keperawatan klien. Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan dan kemampuan secara ilmiah dan beretika. Hal yang baik bagi pelayanan keperawatan dapat dilihat dari norma, standar professional dan keyakinannya. Menurut American Ethics Commision Bureun on Teaching, tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan, membentuk strategi dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan, dan menghubungkan prinsip moral yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri,orang lain dan Tuhan.
II.
MASALAH KEPERAWATAN
A.
Berkata Jujur Berkata jujur yaitu mengatakan hal yang benar. Memberikan informasi dan memberikan jawaban yang benar sesuai dengan pertanyaan atau memberikan penjelasan informasi sesungguhnya. Dalam konteks berkata jujur ada istilah yang disebut desepsi yang artinya membuat orang lain tidak percaya terhadap suatu hal yang tidak benar, meniru atau membohongi. Berkata bohong merupakan tindakan desepsi dimana seseorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang diyakini salah. Tindakan desepsi secara etika tidak dibenarkan. Kejujuran merupakan prinsip etis yang mendasar. Berkata jujur bersifat tidak mutlak, sehingga desepsi pada keadaan tertentu diperbolehkan. Berkata jujur hal yang penting dalam hubungan saling percaya perawat dan klien.
Contoh Kasus Berkata Jujur Tuan dan nyonya Harun yang berusia 65 dan 60 tahun, pada hari minggu pergi mengunjungi anaknya dengan mobil pribadi. Mobil tersebut dikemudikan sendiri oleh suaminya yang berusia 65 tahun. Ditengah perjalanan, mobil tersebut mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Ny. Harun meninggal dunia setelah dibawa kerumah sakit. Sedangkan Tn. Harun tidak sadarkan diri setelah 2 hari dirawat Tn. Harun baru sadarkan diri lalu bertanya kepada perawat yang bertugas tentang keberadaan istrinya .Bila perawat berterus terang mengatakan bahwa istrinya telah meninggal, maka ia akan khawatir dampak nya terhadap kesehatan Tn. Harun karena secara klinis, keadaan fisik atau mental Tn. Harun masih sangat lemah. Bila perawat tidak mengatakan sebenarnya, hal ini berarti perawat tidak jujur ataupun berbohong. Hal-hal seperti itu sangat dilematis bagi perawat.disattu sisi perawat harus berkata jujur, disisi lain perawat dituntut untuk menjadi pembela bagi hak-hak Tn. Harun yang masih lemah kondisi fisik maupun mentalnya. Dalam hal ini, kejujuran dapat berakibat fatal bagi diri Tn. Harun. Dari kasus ini dapat dilihat bahwa perawat mengalami konflik. Perawat harus berkata jujur atau harus berbohong. Perawat harus berkata secara bijakasana bahwa kesehatan Tn. Harun
lebih penting untuk dipertahankan. Perawat juga harus mempertahankan pendapatnya, baik terhadap keluarga pasien, petugas lain maupun teman sejawat. Menurut Free, secara professional perawat mempunyai kewajiban tidak melakukan hal yang merugikan klien dan desepsi mungkin mempunyai manfaat untuk meningkatkan kerjasama dan kesehatan klien.
B.
AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV .Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Perawat bertanggung jawab dalam merawat klien AIDS. Perawat yang merawat penderita AIDS mengalami berbagai stress pribadi termasuk takut tertular, serta emosi pada klien fase terminal.
Contoh Kasus HIV/AIDS Tn. P adalah seorang sopir bus antar provinsi. Ia telah bekerja selama 20 tahun sebagai seorang sopir. Akhir-akhir ini Tn. P sering demam, diare, dan menderita sariawan yang tidak sembuh-
sembuh sudah hampir 2 bulan, berat badan turun lebih dari 5 Kg. Tn P tidak menganggap serius penyakitnya sehingga dia hanya berusaha minum obat warung dan belum sembuh juga akhirnya keluarganya membawa Tn. P ke RS. Tn. P meminta kepada Ners Ratna untuk segera memberitahu hasil pemeriksaannya. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Tn. P positif menderita
HIV.
Ners Ratna yang merawat Tn.P kebetulan sudah bekerja selama 10 tahun di bangsal B20 ini. Keluarga meminta Ners Ratna untuk tidak memberitahukan mengenai penyakit ini kepada pasien ataupun kepada para pembesuknya. Keluarga takut kalau pasien di beritahu keluarga takut Tn.P akan frustasi, tidak bisa menerima kondisinya, dan akan dikucilkan oleh masyarakat. Ners Ratna mengalami dilema etik dimana di satu sisi dia harus memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain Ners Ratna harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. P. Jika dilihat dari pengalaman Ns. Ratna masa lalu dimana pasien mengalami dampak psikologis yang berat. Sehingga perawat berniat untuk membicarakan hal ini pada keluarga untuk menindak lanjuti dengan pendekatan informasi seperti apa yang harus diberikan pada Tn. P supaya Tn. P tidak terlalu merasa kaget dan rendah diri sehingga pasien dapat membantu dalam proses penyembuhannya. Kemungkinan lain yang terjadi. Perawat mencoba meminta kepada keluarga pasien untuk tetap memberikan informasi kepada Tn. P karena hal ini akan berdampak pada proses penyembuhan dan dampak psikologisnya. Bila keluarga pasien tetap tidak setuju dan tetap nekat dengan keputusannya maka perawat sebaiknya:
Tetap berusaha menerangkan kepada keluarga tentang dampak dan resiko apabila pasien tidak mengetahui kondisi kesehatannya.
Perawat membuat perjanjian dengan keluarga bahwa dampak yang akan ditimbulkan dari keputusan tersebut diluar tanggungjawab perawat
Perawat melakukan pendekata dari hati ke hati . Hal ini dapat melunakkan hati keluarga pasien supaya tidak ada masalah perampasan hak pasien. Tindakan ini dilakukan dengan harapan dapat mencegah masalah tidak terjadi lagi. Perawat perlu menghubungi tim etik RS.
C.
Abortus Abortus telah menjadi salah satu masalah etika. Berbagai pendapat baik yang pro maupun kontra. Abortus secara umum dapat diartiakan sebagai penghentian kehamilan secara spontan. Pihak yang pro mengatakan bahwa aborsi adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan, sedangkan pihak antiaborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang tidak bersalah. Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”
Yang menerima hukuman adalah: 1. Ibu yang melakukan aborsi 2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi 3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi Beberapa pasal yang terkait adalah: Pasal 229 1.
Barang supaya
siapa
diobati,
dengan dengan
sengaja
mengobati
diberitahukan
atau
seorang ditimbulkan
wanita
atau
harapan,
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
menyuruhnya bahwa
karena
paling lama empat
tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2.
Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3.
Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 341 Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Contoh Kasus Abortus Ada seorang calon ibu yang sedang hamil muda tetapi mempunyai penyakit jantung kronik yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.Ketika dia datang memeriksakan dirinya pada seorang Dokter. Dokter pun sepakat kalau janin tersebut tetap dipertahankan menurut dugaan kuat atau hampir bisa dipastikan nyawa ibu tidak akan selamat atau mati.Dalam kondisi seperti ini,kehamilannya boleh dihentikan dengan cara menggugurkan kandungannya.Di gugurkan jika janin tersebut belum berusia enam bulan,tetapi kalau janin tersebut tetap dipertahankan dalam rahim ibunya,maka nyawa ibu tersebut akan terancam.Di samping itu,jika janin tersebut tidak digugurkan ibunya akan meninggal,janinnya pun sama padahal dengan janin tersebut,nyawa ibunya akan tertolong. Hal ini dilakukan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya.Sang calon ibu pun sangat takut dan bersedih dengan masalah yang dia alami.Tetapi ini semua sudah atas pertimbangan medis yang matang dan tidak ada jalan keluar lain lagi. Secara medis,penghentian kehamilan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu tersebut.Sementara menurut hukum agama sendiri,hal ini sangat bertentangan. Menggugurkan kandungan sama dengan membunuh jiwa.Secara umum pun pengguguran kandungan tersebut dinyatakan dalam konteks pembunuhan atau penyerangan terhadap janin.
D.
Menghentikan pengobatan, Cairan dan Makanan Masalah etika dapat muncul pada kejadian ketidakjelasan antara memberi atau menghentikan makanan dan minuman, serta ketidakpastian tentang hal yang lebih menguntungkan klien. Ikatan perawat Amerika (ANA, 1988) menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian makanan kepada klien oleh perawat secara hokum diperbolehkan, dengan pertimbangan tindakan ini menguntungkan. Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia. Memenuhi kebutuhan makanan dan miuman adalah tugas perawat.Selama perawatan sering perawat menghentikan pemberian makanan dan minum, terutama bila pemberian tersebut justru membahayakan klien misalnya pada pra- dan pascaoperasi.
E.
Eutanasia Eutanasia merupakan masalah bioetis. Eutanasia terdiri atas euthanasia volunteer, involunter, aktif dan pasif. Pada kasus euthanasia volunteer, klien secara sukarela dan bebas memilih untuk meninggal dunia. Pada euthanasia involunter, tindakan yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar persetujuan klien dan sering kali melanggar keinginan klien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan sengaja yang menyebabkan klien meningggal, misalnya dengan menginjeksi obat dosis letal. Eutanasia aktif merupakan tindakan yang melanggar hokum dan dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359. Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan hidupnya. Eutanasia pasif sering disebut sebagai euthanasia negative. Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun. Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP. http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia.
Contoh Kasus Euthanasia Tn. C berusia 40 tahun. Seeorang yang menginginkan untuk dapat mengakhiri hidupnya (memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C mengalami henti jantung, dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini dilakukan oleh pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam penanganan pasien di rumah sakit tersebut.
Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong. Namun keluarga menuntut atas tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk kepentingan hak meninggal klien. Saat ini klien mengalami koma. Rumah sakit akhirnya menyerahkan kepada pengadilan untuk kasus hak meninggal klien tersebut. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat pada kasus tuan C, yang dapat membuat keputusan adalah manajemen rumah sakit dan keluarga. Rumah sakit harus menjelaskan seluruh konsekuensi dari pilihan yang diambil keluarga untuk dapat dipertimbangkan oleh keluarga. Tugas perawat adalah tetap memberikan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar klien. Kewajiban perawat seperti yang dialami oleh tuan C adalah tetap menerapkan asuhan keperawatan sebagai berikut: memenuhi kebutuhan dasar klien sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia, mengupayakan suport sistem yang optimal bagi klien seperti keluarga, dan teman terdekat,. Selain itu perawat tetap harus menginformasikan setiap perkembangan dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan kewenangan perawat. Perawat tetap mengkomunikasikan kondisi klien dengan tim kesehatan yang terlibat dalam perawatan klien Tuan C. Pengambilan keputusan pada kasus ini memiliki resiko dan konsekuensinya kepada klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling tepat dan menguntungkan untuk klien. Namun sebelum keputusan tersebut diambil perlu diupayakan alternatif tindakan yaitu merawat klien sesuai dengan kewenangan dan kewajiban perawat. Jika tindakan alternatif ini tidak efektif maka melaksanakan keputusan yang telah diputuskan oleh pihak manajemen rumah sakit bersama keluarga klien (informed consent).
F.
Transplantasi Organ Pada saat ini kemajuan teknologi semakin berkembang. Transplantasi organ yang dahulu dilakukan di luar negeri untuk saat ini dapat dilakukan di Indonesia misalnya, transplantasi kornea, ginjal dan sumsum tulang. Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ketubuh yang lain.Pemindahan dapat dilakukan dari donor hidup atau donor setelah meninggal. Transplantasi dutujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tidak berfungsi pada penerima degan organ lain yang masih berfungsi.
Jenis-Jenis Transplantasi Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan , baik berupa cel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut: a. Transplantasi Autologus. Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi, b. Transplantasi Alogenik Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
c. Transplantasi Singenik Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik. d. Transplantasi Xenograft Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya. Dari segi hukum ,transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu tindak pidana penganiayaan.tetapi mendapat pengecualian hukuman,maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut :
Pasal 1. c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
Pasal 1 : d. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
Pasal 1: e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau
jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
G.
Inseminasi Artifisial Inseminasi merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan ataua tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. Artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Pada masa paling subur dari seorang wanita, yakni sekitar 24-48 jam sebelum ovulasi terjadi.
a.
Intravaginal Insemination (IVI) IVI adalah jenis inseminasi yang paling sederhana, dan melibatkan penempatan sperma ke dalam vagina wanita. Idealnya, sperma harus ditempatkan sedekat mungkin dengan leher rahim. Metode inseminasi ini dapat digunakan bila menggunakan sperma donor, dan ketika tidak ada masalah dengan kesuburan wanita. Namun, tingkat keberhasilan IVI tidak sesukses IUI, dan ini merupakan proses inseminasi yang tidak umum.
b.
Intracervical Insemination (ICI) Dengan proses ICI, sperma ditempatkan secara langsung di dalam leher rahim. Sperma tidak perlu dicuci, seperti dengan IUI, karena air mani tidak langsung ditempatkan di dalam rahim. ICI lebih umum daripada IVI, tapi masih belum sebaik IUI dari prosentase keberhasilannya. Dan lagi, biaya inseminasi dengan ICI biasanya lebih rendah daripada IUI karena sperma tidak perlu dicuci.
c.
Intratubal Insemination (ITI) Proses ITI merupakan penempatan sperma yang tidak dicuci langsung ke tuba fallopi seorang wanita. Sperma dapat dipindahkan ke tabung melalui kateter khusus yang berlangsung melalui leher rahim, naik melalui rahim, dan masuk ke saluran tuba. Metode lainnya dari ITI adalah dengan operasi laparoskopi. Sayangnya, inseminasi melalui ITI memiliki resiko lebih besar untuk infeksi dan trauma, dan ada perdebatan dikalangan ahli tentang kefektifannya daripada IUI biasa. Karena sifatnya invasif, biaya ITI lebih tinggi, dan tingkat keberhasilannya tidak pasti.
Dengan adanya proses inseminasi ini, banyak pasangan yang akhirnya berhasil memiliki buah hati. Namun, sering kali kemajuan teknologi ini disalahgunakan. Yang paling populer adalah dengan adanya donor sperma, terutama bagi kalangan lesbian atau penganut kebebasan hidup. Dilihat dari segi hukum pendonor sperma melanggar hukum. Contoh kasus pada bulan Juni 2002, pengadilan di Stockholm, Swedia menjatuhkan hukuman kepada laki-laki yang mengaku sebagai pendonor sperma kepada pasangan lesbian yang akhirnya bercerai. Dan diberi sanksi untuk memberi tunjangan terhadap 3 orang anak hasil inseminasi spermanya, sebesar 2,5 juta perbulan. Dalam kasus ini akan timbul sikap etis dan tidak etis. Sikap etis timbul dilihat dari sikap pendonor sperma yang telah memberikan spermanya kepada pasangan lesbian, karena berusaha untuk membantu pasangan tersebut untuk mempunyai anak. Sedangkan sikap tidak etis muncul dari pasangan lesbian yang bercerai, karena telah menuntut pertanggungjawaban kepada pendonor sperma yang mengaku sebagai ayahnya untuk memberikan tunjangan hidup bagi ke-3 anak hasil inseminasi spermanya.
III.
KESIMPULAN Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah klien. Dalam membuat keputusan terhadap masalah dilema etik, perawat dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien. Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.