Mari Menunaikan Zakat Fithri - Fatwa Syaikh Bin Baz

  • Uploaded by: abu abdirrahman
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mari Menunaikan Zakat Fithri - Fatwa Syaikh Bin Baz as PDF for free.

More details

  • Words: 4,864
  • Pages: 13
1

Mari Menunaikan Zakat Fithri Sebentar lagi Ramadhan akan berakhir, suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang berpuasa adalah zakat fithri. Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai zakat fithri dan beberapa kesalahan di dalamnya. Hikmah Disyari’atkan Zakat Fithri Di antara hikmah zakat fithri adalah sebagai kafaroh (tebusan) bagi orang yang berpuasa karena mungkin dalam berpuasa terdapat kekurangan di sana-sini disebabkan melakukan maksiat, berkata dusta dan berkata kotor. (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/183, Asy Syamilah). Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

ِ‫ث وَطُعْ َمةً ِللْمَسَاكِي‬ ِ ‫ زَكَا َة اْلفِ ْطرِ ُط ْهرَ ًة لِلصّاِئمِ مِنَ ال ّل ْغ ِو وَالرّ َف‬-‫صلى ال عليه وسلم‬- ِ‫ض رَسُولُ ال ّله‬ َ َ‫َفر‬ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberikan makan orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan) Selain itu juga, zakat fithri akan mencukupi kaum fakir dan miskin sehingga tidak meminta-minta pada hari raya ‘idul fithri. Dengan ini, mereka dapat bersenangsenang dengan orang kaya pada hari tersebut. Syari’at ini juga bertujuan agar kebahagiaan ini merata, dapat dirasakan oleh semua kalangan. (Lihat Minhajul Muslim, 23, Darus Salam dan Majelis Syahri Ramadhan, 142, Darul ‘Aqidah) Hukum Zakat Fithri Zakat Fithri adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,

ِ‫ َأ ْو صَاعًا مِ نْ َشعِيٍ َعلَى اْلعَ ْبد‬، ‫ زَكَا َة اْلفِ ْطرِ صَاعًا مِ نْ تَ ْم ٍر‬- ‫ صلى ال عل يه و سلم‬- ِ‫َفرَ ضَ رَ سُولُ اللّ ه‬ َ‫سلِ ِمي‬ ْ ُ‫ي مِنَ الْم‬ ِ ِ‫ي وَاْلكَب‬ ِ ِ‫صغ‬ ّ ‫ وَال‬، ‫ وَالذّ َك ِر وَا ُلنْثَى‬، ّ‫حر‬ ُ ‫وَاْل‬ ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa.” (HR. Bukhari no. 1503). Catatan : Perlu dipehatikan bahwa shogir (anak kecil) dalam hadits ini tidak termasuk di dalamnya janin. Karena ada sebagian ulama seperti Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa janin juga wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini kurang tepat karena janin tidaklah disebut shogir dalam bahasa Arab juga secara ‘urf (anggapan orang Arab) (Lihat Shifat Shaum Nabi, 102). Namun, jika ada yang mau membayarkan zakat fithri untuk janin tidaklah mengapa karena dahulu sahabat Utsman bin ‘Affan pernah mengeluarkan zakat fithri bagi janin dalam kandungan. (Lihat Majelis Syahri Ramadhan, 142)

2

Yang Berkewajiban Membayar Zakat Fithri Zakat fithri ini wajib ditunaikan oleh : [1] Setiap muslim sedangkan orang kafir tidak wajib untuk menunaikannya, namun mereka akan dihukum di akhirat karena tidak menunaikannya, [2] Yang mampu mengeluarkan zakat fithri. Menurut mayoritas ulama, batasan mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini berarti dia mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫« مَنْ َسأَ َل وَعِ ْندَ ُه مَا ُيغْنِيهِ َفإِنّمَا يَسْتَكِْث ُر مِنَ النّا ِر » َفقَالُوا يَا رَسُو َل ال ّلهِ َومَا ُيغْنِيهِ قَالَ « أَنْ يَكُو َن َلهُ ِشبَع‬ .» ٍ‫َي ْو ٍم وَلَ ْي َلةٍ َأوْ لَ ْي َل ٍة وََي ْوم‬ “Barangsiapa meminta-minta, padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah mengumpulkan bara api.” Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah, bagaimana ukuran mencukupi tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Seukuran makanan yang mengenyangkan untuk sehari-semalam.” (HR. Abu Daud no. 1435. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Abi Daud) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/80) Bagaimana dengan anak dan istri yang menjadi tanggungan suami, apakah perlu mengeluarkan zakat sendiri-sendiri? Menurut An Nawawi, kepala keluarga wajib membayar zakat fithri keluarganya. Bahkan menurut Imam Malik, Syafi’i dan mayoritas ulama wajib bagi suami untuk mengeluarkan zakat istrinya karena istri adalah tanggungan nafkah suami. (Syarh Nawawi ‘ala Muslim, 3/417, Asy Syamilah). Kapan Seseorang Mulai Terkena Kewajiban Membayar Zakat Fithri? Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri pada saat terbenamnya matahari di malam hari raya. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Syafi’i dan An Nawawi dalam Syarh Muslim 3/417, juga dipilih oleh Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Majelis Syahri Ramadhan. Alasannya, karena zakat ini merupakan saat berbuka dari puasa Ramadhan. Oleh karena itu, zakat ini dinamakan demikian (disandarkan pada kata fithri) sehingga hukumnya juga disandarkan pada waktu fithri tersebut. Misalnya adalah apabila seseorang meninggal satu menit sebelum terbenamnya matahari pada malam hari raya, maka dia tidak punya kewajiban dikeluarkan zakat fithri. Namun, jika ia meninggal satu menit setelah terbenamnya matahari maka wajib untuk mengeluarkan zakat fithri darinya. Begitu juga apabila ada bayi yang lahir setelah tenggelamnya matahari maka tidak wajib dikeluarkan zakat fithri darinya, tetapi dianjurkan sebagaimana perbuatan Utsman di atas. Namun, jika bayi itu terlahir sebelum matahari terbenam, maka zakat fithri wajib untuk dikeluarkan darinya (Lihat Majelis Syahri Ramadhan, 142). Macam Zakat Fithri

3

Benda yang dijadikan zakat fithri adalah berupa makanan pokok, baik itu kurma, gandum, beras, kismis, keju, dsb dan tidak dibatasi pada kurma atau gandum saja (Lihat Majelis Syahri Ramadhan, 142 & Shohih Fiqh Sunnah, II/82). Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa, namun hal ini diselisihi oleh Hanabilah. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau gandum karena ini adalah makanan pokok penduduk Madinah. Seandainya itu bukan makanan pokok mereka tetapi mereka mengkonsumsi makanan pokok lainnya, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu tidak akan membebani mereka mengeluarkan zakat fithri yang bukan makanan yang biasa mereka makan. Sebagaimana juga dalam membayar kafaroh diperintahkan seperti ini. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

ْ‫ط مَا تُ ْطعِمُونَ َأ ْهلِي ُكم‬ ِ َ‫ي مِنْ َأوْس‬ َ ِ‫شرَ ِة مَسَاك‬ َ َ‫فَكَفّارَُتهُ إِ ْطعَامُ ع‬ “Maka kafaroh (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (QS. Al Maidah [5] : 89). Dan zakat fithri merupakan bagian dari kafaroh. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/82) Ukuran Zakat Fithri Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar di atas bahwa zakat fithri adalah seukuran satu sho’ kurma atau gandum. Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran ‘empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang’ sebagaimana yang disebutkan dalam Kamus Al Muhith. Dan apabila ditimbang akan mendekati ukuran 3 kg. Jadi kalau di Jawa makanan pokoknya adalah beras, maka ukuran zakat fithrinya sekitar 3 kg dan inilah yang lebih hati-hati. (Lihat pendapat Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa-nya V/92 atau Majalah Al Furqon Th. I, ed 2) Bolehkah Mengeluarkan Zakat Fithri dengan Uang ? Berikut kami sarikan fatwa Syaikh ‘Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz selaku Ketua Umum Dewan Pengurus Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Pembimbingan Kerajaan Saudi Arabia (Ro’is Al ‘Aam Li-idarot Al Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyad). Alhamdulillahi robbil ‘alamin wa shollallahu wa sallam ‘ala ‘abdihi wa rosulihi Muhammad wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in Wa ba’du : Beberapa saudara kami pernah menanyakan kepada kami mengenai hukum membayar zakat fithri dengan uang. Jawabannya : Tidak ragu lagi bagi setiap muslim yang diberi pengetahuan bahwa rukun Islam yang paling penting dari agama yang hanif (lurus) ini adalah syahadat ‘Laa ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah’. Konsekuensi dari syahadat laa ilaha illallah ini adalah seseorang harus menyembah Allah semata. Konsekuensi dari syahadat ‘Muhammad adalah Rasul-Nya’ yaitu seseorang hendaklah menyembah Allah hanya dengan menggunakan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Telah kita ketahui bersama) bahwa zakat fithri adalah ibadah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Dan hukum asal ibadah adalah tauqifi (harus berlandaskan dalil). Oleh karena itu,

4

setiap orang hanya dibolehkan melaksanakan suatu ibadah dengan menggunakan syari’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah mengatakan mengenai Nabi-Nya ini,

‫َومَا َينْطِقُ عَنِ اْل َهوَى إِ ْن ُهوَ إِلّا وَحْيٌ يُوحَى‬ “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm [53] : 3-4) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

ّ‫مَنْ أَ ْح َدثَ فِى َأ ْمرِنَا َهذَا مَا َل ْيسَ مِ ْنهُ َف ُهوَ َرد‬ “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718) Dalam riwayat Muslim, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ّ‫مَنْ عَ ِملَ عَمَلً لَ ْيسَ َعلَ ْيهِ َأ ْمرُنَا َف ُه َو َرد‬ “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan mengenai penunaian zakat fithri –sebagaimana terdapat dalam hadits yang shohih- yaitu ditunaikan dengan 1 sho’ bahan makanan, kurma, gandum, kismis, atau keju. Bukhari dan Muslim –rahimahumallah- meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata,

ِ‫ َأ ْو صَاعًا مِ نْ َشعِيٍ َعلَى اْلعَ ْبد‬، ‫ زَكَا َة اْلفِ ْطرِ صَاعًا مِ نْ تَ ْم ٍر‬- ‫ صلى ال عل يه و سلم‬- ِ‫َفرَ ضَ رَ سُولُ اللّ ه‬ ‫ وََأ َمرَ بِهَا َأ نْ ُت َؤدّى قَبْلَ ُخرُو جِ النّا سِ إِلَى‬، َ‫سلِ ِمي‬ ْ ُ‫ي مِ نَ الْم‬ ِ ِ‫ي وَاْلكَب‬ ِ ِ‫صغ‬ ّ ‫ وَال‬، ‫ وَالذّ َك ِر وَا ُلنْثَى‬، ّ‫حر‬ ُ ‫وَاْل‬ ِ‫لة‬ َ ّ‫الص‬ ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan zakat ini sebelum orangorang berangkat menunaikan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari no. 1503). Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

، ٍ‫ َأ ْو صَاعًا مِ نْ َشعِي‬، ٍ‫ َأ ْو صَاعًا مِ نْ تَ ْمر‬، ٍ‫صلّى اللّ هُ َعلَيْ ِه وَ َس ّل َم صَاعًا مِ ْن َطعَام‬ َ ّ‫كُنّا ُنعْطِيهَا فِي زَمَ نِ النّبِي‬ ٍ‫َأوْ صَاعًا مِ ْن زَبِيب‬

5

“Dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kami menunaikan zakat fithri berupa 1 sho’ bahan makanan, 1 sho’ kurma, 1 sho’ gandum atau 1 sho’ kismis.” (HR. Bukhari no. 1437 dan Muslim no. 985) Dalam riwayat lain dari Bukhari no. 1506 dan Muslim no. 985 disebutkan,

ٍ‫َأوْ صَاعًا مِنْ َأقِط‬ “Atau 1 sho’ keju.” Inilah hadits yang disepakati keshohihannya dan beginilah sunnah (ajaran) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menunaikan zakat fithri. Telah kita ketahui pula bahwa ketika pensyari’atan dan dikeluarkannya zakat fithri ini sudah ada mata uang dinar dan dirham di tengah kaum muslimin –khususnya penduduk Madinah (tempat domisili Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen)-. Namun, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan kedua mata uang ini dalam zakat fithri. Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita). Allah Ta’ala berfirman,

ٌ‫َل َقدْ كَانَ لَ ُك ْم فِي رَسُو ِل ال ّلهِ أُ ْسوَةٌ حَسََنة‬ “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al Ahzab : 21) Allah Ta’ala juga berfirman,

ّ‫وَال سّاِبقُونَ اْلَأوّلُو َن مِ نَ الْ ُمهَا ِجرِي َن وَاْلأَنْ صَارِ وَاّلذِي َن اتَّبعُوهُ مْ ِبإِحْ سَا ٍن رَضِ يَ اللّ هُ عَ ْنهُ ْم َورَضُوا َعنْ هُ وََأ َعد‬ ُ‫حَتهَا اْلأَْنهَارُ خَاِلدِي َن فِيهَا أََبدًا ذَِلكَ اْل َف ْوزُ اْلعَظِيم‬ ْ َ‫جرِي ت‬ ْ َ‫َل ُهمْ جَنّاتٍ ت‬ “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah [9] : 100)

6

Dari penjelasan kami di atas, maka jelaslah bagi orang yang mengenal kebenaran bahwa menunaikan zakat fithri dengan uang tidak diperbolehkan dan tidak sah karena hal ini telah menyelisihi berbagai dalil yang telah kami sebutkan. Aku memohon kepada Allah agar memberi taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin untuk memahami agamanya, agar tetap teguh dalam agama ini, dan waspada terhadap berbagai perkara yang menyelisihi syari’at Islam. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/208-211) Peringatan : Melalui penjelasan di atas kami rasa sudah cukup jelas bahwa pembayaran zakat fithri dengan uang tidaklah tepat. Inilah pendapat mayoritas ulama termasuk madzhab Syafi’iyah yang dianut oleh kaum muslimin Indonesia. An Nawawi mengatakan, “Mayoritas pakar fikih tidak membolehkan membayar zakat fithri dengan qimah (dicocokkan dengan harganya), yang membolehkan hal ini hanyalah Abu Hanifah.” (Syarh Muslim, 3/417). Namun, sayangnya kaum muslimin Indonesia yang mengaku bermadzhab Syafi’i menyelisihi imam mereka dalam masalah ini. Malah dalam zakat fithri, mereka manut madzhab Abu Hanifah. Ternyata dalam masalah ini, kaum muslimin Indonesia tidaklah konsisten dalam bermadzhab. Kami hanya bisa menghimbau kepada saudara-saudara kami selaku Badan Pengurus Zakat agar betul-betul memperhatikan hal ini. Tidakkah kita merindukan syi’ar Islam mengenai zakat ini nampak? Dahulu, di malam hari Idul Fithri, banyak kaum muslimin berbondong-bondong datang ke masjid-masjid dengan menggotong beras. Namun, syiar ini sudah hilang karena tergantikan dengan uang. Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memudahkan mereka mengikuti syari’at-Nya. (Perkataan Nabi Syu’aib) : ‘Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan.’ Penerima Zakat Fithri Penerima zakat fithri hanya dikhususkan untuk orang miskin dan bukanlah dibagikan kepada 8 golongan penerima zakat (sebagaimana terdapat dalam surat At Taubah:60). Inilah pendapat Malikiyah dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyelisihi mayoritas ulama. Pendapat ini lebih tepat karena lebih cocok dengan tujuan disyariatkannya zakat fithri yaitu untuk memberi makan orang miskin sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas di atas,” ... untuk memberikan makan orang-orang miskin”. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/85) Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad, II/17 mengatakan bahwa berdasarkan petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam zakat fithri itu hanya dikhususkan kepada orang miskin. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membagikan zakat fithri ini kepada 8 ashnaf (sebagaimana yang terdapat dalam Surat At Taubah : 60) dan beliau juga tidak pernah memerintahkan demikian, juga tidak ada seorang sahabat pun dan tabi’in yang melakukannya.

Waktu Mengeluarkan Zakat Fithri Zakat fithri disandarkan kepada kata ‘fithri (berbuka artinya tidak berpuasa lagi)’. Oleh karena itu, zakat fithri ini dikaitkan dengan waktu fithri tersebut. Ini berarti zakat fithri tidaklah boleh didahulukan di awal Ramadhan.

7

Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat itu ada dua macam : Pertama adalah waktu utama (afdhol) yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied. Dan kedua adalah waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, 640 & Minhajul Muslim, 231) Ibnu Abbas berkata,

ِ‫ث وَطُعْ َمةً ِللْمَسَاكِي‬ ِ ‫ زَكَا َة اْلفِ ْطرِ ُط ْهرَ ًة لِلصّاِئمِ مِنَ ال ّل ْغ ِو وَالرّ َف‬-‫صلى ال عليه وسلم‬- ِ‫ض رَسُولُ ال ّله‬ َ َ‫َفر‬ .ِ‫ص َدقَات‬ ّ ‫ص َد َقةٌ مِنَ ال‬ َ َ‫لةِ َفهِى‬ َ ّ‫مَنْ َأدّاهَا قَبْ َل الصّلَ ِة َفهِ َى زَكَا ٌة َمقْبُوَلةٌ َومَنْ َأدّاهَا َب ْعدَ الص‬ “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberikan makan untuk orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘ied, maka itu adalah zakat yang diterima. Namun, barangsiapa yang menunaikannya setelah salat ‘ied maka itu hanya sekedar shodaqoh.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan) Hadits ini merupakan dalil bahwa pembayaran zakat fithri setelah shalat ‘ied tidak sah karena hanya berstatus sebagaimana sedekah pada umumnya dan bukan termasuk zakat fithri (At Ta’liqot Ar Rodhiyah, I/553). Namun kewajiban ini tidak gugur di luar waktunya. Kewajiban ini harus tetap ditunaikan walaupun statusnya hanya sedekah. Abu Malik Kamal (Penulis Shohih Fiqh Sunnah) mengatakan bahwa pendapat ini merupakan kesepakatan para ulama yaitu kewajiban membayar zakat fithri tidaklah gugur apabila keluar waktunya. Hal ini masih tetap menjadi kewajiban orang yang punya kewajiban zakat karena ini adalah utang yang tidak bisa gugur kecuali dengan dilunasi dan ini adalah hak sesama anak Adam. Adapun hak Allah, apabila hak tersebut diakhirkan hingga keluar waktunya maka tidak dibolehkan dan tebusannya adalah istigfar dan bertaubat kepada-Nya. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/84). Wallahu a’lam bish showab. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

wa

shallallahu

[Disusun oleh : Muhammad Abduh Tuasikal. Dikoreksi ulang oleh : Ustadz Aris Munandar, S.S.]

‘ala

8

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh Mohon bantuan dari ustadz pembina atau yang mengetahui jawaban dari beberapa pertanyaan saya berikut ini : 1. Bagaimanakah hukum wanita hamil yang meninggalkan puasa ramadhan, apakah hanya membayar fidyah ? ataukan harus mengqodlo puasa sejumlah yang ditinggalkan walaupun telah membayar fidyah ? 2. Bagaimana zakat harta yang berada di tangan orang lain (piutang) atau pun uang yang berasal dari orang lain (hutang) ? Siapa yang membayar zakatnya kalau telah m,encapai nishobnya? Terima kasih. wassalam eko priyanto

Wa'alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuh, Semoga Allah selalu menjaga bapak sekeluarga. Mengenai masalah fidyah bagi wanita hamil kami akan menjelaskannya berikut ini. Jika wanita hamil takut terhadap janin yang berada dalam kandungannya dan wanita menyusui takut terhadap bayi yang dia sapih karena sebab keduanya berpuasa, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa. Hal ini disepakati oleh para ulama. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ‫ص ْومَ َأوِ الصّيَام‬ ّ ‫إِ ّن ال ّلهَ َع ّز وَجَ ّل َوضَعَ عَنِ الْمُسَا ِفرِ شَ ْطرَ الصّلَ ِة وَعَ ِن الْمُسَا ِفرِ وَالْحَامِ ِل وَالْ ُم ْرضِعِ ال‬ “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan) Namun apakah mereka memiliki kewajiban qodho ‘ ataukah fidyah? Dalam masalah ini ada lima pendapat. Pendapat pertama: wajib mengqodho’ puasa dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad.

9

Namun menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, jika wanita hamil dan menyusui takut sesuatu membahayakan dirinya (bukan anaknya), maka wajib baginya mengqodho’ puasa saja karena keduanya disamakan seperti orang sakit. Pendapat kedua: cukup mengqodho’ saja. Inilah pendapat Al Auza’i, Ats Tsauriy, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Abu Tsaur dan Abu ‘Ubaid. Pendapat ketiga: cukup memberi makan kepada orang miskin tanpa mengqodho’. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu ‘Umar, Ishaq, dan Syaikh Al Albani. Pendapat keempat: mengqodho’ bagi yang hamil sedangkan bagi wanita menyusui adalah dengan mengqodho’ dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Malik dan ulama Syafi’iyah. Pendapat kelima: tidak mengqodho’ dan tidak pula memberi makan kepada orang miskin. Inilah pendapat Ibnu Hazm. Pendapat yang terkuat adalah pendapat ketiga yang mengatakan bahwa cukup dengan fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin tanpa mengqodho’. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,

‫رخص للشيخ الكبي والعجوز الكبية ف ذلك وها يطيقان الصوم أن يفطرا إن شاءا ويطعما كل يوم‬ ‫ ( فمن شهد منكم الشهر فليصمه ) وثبت للشيخ‬: ‫مسكينا ول قضاء عليهما ث نسخ ذلك ف هذه الية‬ ‫الكبي والعجوز الكبية لذا كانا ل يطيقان الصوم والبلى والرضع إذا خافتا أفطرتا وأطعمتا كل يوم‬ ‫مسكينا‬ “Keringanan dalam hal ini adalah bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta dan mereka mampu berpuasa. Mereka berdua berbuka jika mereka mau dan memberi makan kepada orang miskin setiap hari yang ditinggalkan, pada saat ini tidak ada qodho’ bagi mereka. Kemudian hal ini dihapus dengan ayat (yang artinya): “Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Namun hukum fidyah ini masih tetap ada bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta jika mereka tidak mampu berpuasa. Kemudian bagi wanita hamil dan menyusui jika khawatir mendapat bahaya, maka dia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan.” (Dikeluarkan oleh Ibnul Jarud dalam Al Muntaqho dan Al Baihaqi. Lihat Irwa’ul Gholil 4/18) Dari Ibnu ‘Abbas, beliau dulu pernah menyuruh wanita hamil untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Beliau mengatakan,

‫ فأفطري وأطعمي عن كل يوم نصف صاع من حنطة‬، ‫أنت بنلة الكبي ل يطيق الصيام‬

10

“Engkau seperti orang tua yang tidak mampu berpuasa, maka berbukalah dan berilah makan kepada orang miskin setengah sho’ gandum untuk setiap hari yang ditinggalkan.” (Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razaq dengan sanad yang shahih) Begitu pula hal yang sama dilakukan oleh Ibnu ‘Umar. Dari Nafi’, dia berkata,

‫كانت بنت لبن عمر تت رجل من قريش وكانت حامل فأصابا عطش ف رمضان فأمرها إبن عمر أن‬ ‫تفطر وتطعم عن كل يوم مسكينا‬ “Putri Ibnu Umar yang menikah dengan orang Quraisy sedang hamil. Ketika berpuasa di bulan Ramadhan, dia merasa kehausan. Kemudian Ibnu ‘Umar memerintahkan putrinya tersebut untuk berbuka dan memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan.” (Lihat Irwa’ul Gholil, 4/20. Sanadnya shahih) Tidak diketahui ada sahabat lain yang menyelisihi pendapat Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar ini. Juga dapat kita katakan bahwa hadits Ibnu ‘Abbas yang membicarakan surat Al Baqarah ayat 185 dihukumi marfu’ (sebagai sabda Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam). Alasannya, karena ini adalah perkataan sahabat tentang tafsir yang berkaitan dengan sababun nuzul (sebab turunnya surat Al Baqarah ayat 185). Maka hadits ini dihukumi sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sudah dikenal dalam ilmu mustholah. Wallahu a’lam.

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Saudaraku, coba kembali anda mengingat betapa hangat dan indahnya pelukan ibunda semasa anda masih kecil. Kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan sekejap menyelimuti diri anda tatkala anda berada di pangkuan dan pelukan ibunda tercinta. Bukankah demikian? Pernahkah anda merasakan kedamaian, kehangatan dan kebahagian yang melebihi kedamaian berada dalam pelukan dan belaian ibunda? Kuasakah anda melupakan kasih sayang dan kehangatan pelukan ibunda? Coba sekali lagi anda mengingat-ingat dan membayangkan diri anda yang sedang berada dalam pelukan ibunda. Ia membelai rambut anda, mengecup kening anda, dan memeluk dengan hangatnya tubuh anda yang kecil mungil. Betapa indahnya lamunan dan gambaran yang hadir dalam benak anda, seakan hati anda tak kuasa untuk berpisah dari lamunan indah ini. Sekali lagi, coba kembali anda membayangkan apa yang dilakukan ibunda semasa anda demam atau sakit? Dengan tabah ia menunggu anda, merawat anda, dan mungkin saja tanpa ia sadari tetes air matanya berderai karena tak kuasa menahan rasa kawatir terhadap kesehatan

11

anda. Mungkinkah masa-masa indah bersama ibunda tercinta ini dapat anda lupakan? Mungkinkah hati anda kuasa untuk menahan rasa rindu kepadanya? Tidakkah anda pernah bertanya: Mengapa ibunda melakukan itu semua kepada anda? Jawabannya hanya ada satu: kasih sayang. Benar, hanya kasih sayang beliaulah yang mendasari perilakunya itu. Tulus tanpa pamprih sedikitpun. Satu-satunya harapan ibunda ialah anda tumbuh dewasa dan menjadi orang yang beriman, bertakwa, sehingga berguna bagi agama, negara dan kedua orang tuanya. Pernahkah, ibunda anda sekarang ini meminta balasan atau upah atas segala jerih payahnya merawat dan mengasuh anda? Jawabannya pasti: tidak dan tidak mungkin ia melakukannya. Saudaraku! Coba kembali anda berusaha mereka-reka gambaran ibunda sedang menggendong dan menimang-nimang tubuh anda yang kecil-mungil. Mungkinkah ibunda tercinta tega menjatuhkan diri anda atau bahkan mencampakkan anda ke dalam api? Jawabannya pasti tidak, bahkan kalaupun harus memilih, saya yakin ibunda akan memilih menceburkan dirinya ke api asalkan anda selamat, daripada menceburkan anda ke dalamnya sedangkan dirinya selamat. Bukankah demikian? Benar-benar gambaran seorang ibu yang penyayang dan cinta terhadap putranya. Pada suatu hari didatangkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam segerombolan tawanan perang. Tiba-tiba ada seorang wanita dari tawanan perang itu yang menemukan seorang anak kecil. Spontan wanita itu memeluknya dengan hangat dan segera menyusuinya. Menyaksikan pemandangan yang demikian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabatnya: "Mungkinkah wanita ini tega mencampakkan putranya itu ke dalam api?" Para sahabatpun spontan menjawab: "Selama ia kuasa untuk tidak melakukannya, mustahil ia melakukan perbuatan itu." Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‫ متفق عليه‬.‫ح ُم ِبعِبَادِ ِه مِنْ َهذِهِ بِوََلدِهَا‬ َ ْ‫لَُّ َأر‬ "Sungguh Allah lebih sayang terhadap hamba-hamba-Nya dibandingkan wanita ini terhadap putranya." (Muttafaqun 'alaih) Ketahuilah saudaraku! Kasih sayang ibunda yang pernah anda rasakan, hanyalah secuil atau setetes dari lautan kasih sayang Allah yang di turunkan ke muka bumi. ً‫حمَة‬ ْ ‫لرْضِ َر‬ َ ‫ل ِم ْنهَا فِى ا‬ َ َ‫جع‬ َ َ‫ض ف‬ ِ ْ‫سمَاءِ وَالَر‬ ّ ‫ق مَا بَيْنَ ال‬ َ ‫طبَا‬ ِ ٍ‫حمَة‬ ْ َ‫حمَ ٍة كُلّ ر‬ ْ َ‫ض مِائَةَ ر‬ َ ْ‫لر‬ َ ‫سمَوَاتِ وَا‬ ّ ‫ق يَوْمَ خَلَقَ ال‬ َ َ‫خل‬ َ َّ‫إِنّ ال‬ ‫ متفق عليه‬.ِ‫حمَة‬ ْ ّ‫ن يَوْمُ الْ ِقيَامَةِ َأ ْكمََلهَا ِب َهذِهِ الر‬ َ ‫ض فَِإذَا كَا‬ ٍ ْ‫ضهَا عَلَى َبع‬ ُ ْ‫طيْ ُر َبع‬ ّ ‫حشُ وَال‬ ْ َ‫َف ِبهَا َتعْطِفُ ا ْلوَاِلدَةُ عَلَى وََلدِهَا وَالْو‬

12

"Sesungguhnya tatkala Allah menciptakan langit dan bumi, Ia menciptakan seratus kasih sayang (kerahmatan). Masing-masing kerahmatan sebesar langit dan bumi. Selanjutnya Ia menurunkan satu kasih sayang (kerahmatan) saja ke muka bumi. Dengan satu kasih sayang inilah seorang ibu menyayangi putranya, binatang buas dan burung-burung menyayangi sesama mereka. Dan bila kiamat telah tiba, maka Allah akan mengenapkan kesembilan puluh sembilan kerahmatan yang tersisa di sisi-Nya dengan satu kerahmatan yang telah Ia turunkan ke bumi." (Muttafaqun 'alaih) Pada riwayat lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ِ‫حمَةً لَوِْليَائِه‬ ْ ‫سعِينَ َر‬ ْ ِ‫سعَةً َوت‬ ْ ِ‫خ َر ت‬ َ َ‫س َع ْتهُمْ إِلَى آجَاِلهِمْ َوذ‬ ِ َ‫ض فَو‬ ِ ْ‫حدَ ًة َبيْنَ أَ ْهلِ الَر‬ ِ ‫حمَةً وَا‬ ْ ‫حمَةٍ َوِإنّهُ َقسَمَ َر‬ ْ ‫ل مِائَةُ َر‬ ّ َ‫لِّ عَزّ َوج‬ .ِ‫حمَةٍ لَ ْوِليَائِهِ يَ ْومَ الْ ِقيَامَة‬ ْ ‫ن َفيُ َكمُّلهَا مِائَةَ َر‬ َ ‫سعِي‬ ْ ّ‫سعَةِ وَالت‬ ْ ّ‫لرْضِ إِلَى الت‬ َ ‫س َمهَا َبيْنَ أَهْلِ ا‬ َ ‫حمَةَ اّلتِى َق‬ ْ ّ‫ض تِ ْلكَ الر‬ ٌ ِ‫ل قَاب‬ ّ َ‫وَالُّ عَزّ وَج‬ ‫رواه أحمد‬ "Allah Azza wa Jalla memiliki seratus kasih sayang (kerahmatan) . Dan Sesungguhnya Allah telah membagi-bagi satu kasih-sayang-Nya kepada seluruh penduduk bumi, dan itu telah mencukupi mereka hingga masing-masing mereka dijemput oleh ajalnya. Allah masih menyisihkan sembilanpuluh sembilah kerahmatan buat para wali-Nya (hamba-hamba-Nya yang sholeh). Dan kelak pada hari kiamat Allah mengambil kembali satu kerahmatan yang telah Ia turunkan itu guna disatukan dengan kesembilan puluh sembilan kerahmatan yang ada di sisi-Nya untuk selanjutnya diberikan kepada para wali-wali-Nya (orang-orang yang sholeh)." (Riwayat Ahmad) Bila setetes dari satu kasih sayang dan kerahmatan yang berhasil dimiliki anda rasakan dari ibunda terasa begitu indah dan begitu membahagiakan, maka betapa indah dan bahagianya bila anda berhasil mendapatkan satu kerahmatan secara utuh? Dan betapa indah dan bahagianya bila anda berhasil merasakan keseratus kerahmatan Allah kelak di hari kiamat. Saudaraku! Anda penasaran, ingin tahu siapakah berhak mendapatkan keseratus kerahmatan dan kasih sayang Allah? Jawabannya terdapat pada firman Allah Ta'ala berikut: 156 ‫ العراف‬. َ‫سَأ ْكتُ ُبهَا لِّلذِينَ َيتّقُونَ َويُ ْؤتُونَ ال ّزكَـاةَ وَاّلذِينَ هُم بِآيَاتِنَا يُ ْؤ ِمنُون‬ َ َ‫ي ٍء ف‬ ْ َ‫ت كُلّ ش‬ ْ ‫س َع‬ ِ َ‫ح َمتِي و‬ ْ َ‫َور‬ "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orangorang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayatayat Kami." (Qs. Al A'araf: 156) Anda merasa tertantang dan bermimpi untuk menjadi salah satu dari orang-orang yang dapat merasakan keseratus kerahmatan dan kasih sayang Allah di hari kiamat? Inilah saatnya anda mewujudkan dan mengukir impian anda. Bulan suci ramadhan adalah peluang anda merintis terwujudnya impian dan harapan besar anda. ‫ رواه مسلم‬.ِ‫حمَة‬ ْ ّ‫حتْ َأبْوَابُ الر‬ َ ّ‫ن ُفت‬ ُ ‫ِإذَا كَانَ َرمَضَا‬

13

"Bila Ramadhan telah tiba, maka pintu-pintu kerahmatan dibuka." (Riwayat Muslim) Sekarang inilah saatnya anda memasuki pintu-pintu kerahmatan Allah yang telah dibuka lebar-lebar untuk anda. Akankah kesempatan emas ini berlalu begitu saja dari kehidupan anda? Mungkinkah pintu-pintu kerahmatan Allah Ta'ala yang telah terbuka lebar-lebar untuk anda ini ditutup kembali sedangkan tak sedikitpun bekal untuk memasukinya berhasil anda ukir? Saudaraku! singsingkan lengan bajumu, kencangkan ikat pinggangmu dan ayuhlah langkahmu menuju pintu kerahmatan Allah yang telah dibuka untukmu. Bila anda bertanya: Apakah perbekalan yang harus saya bawa agar dapat menggapai pintu kerahmatan Allah yang telah terbuka? Dengarlah kembali jawabannya: 156 ‫ العراف‬. َ‫سَأ ْكتُ ُبهَا لِّلذِينَ َيتّقُونَ َويُ ْؤتُونَ ال ّزكَـاةَ وَاّلذِينَ هُم بِآيَاتِنَا يُ ْؤ ِمنُون‬ َ َ‫ي ٍء ف‬ ْ َ‫ت كُلّ ش‬ ْ ‫س َع‬ ِ َ‫ح َمتِي و‬ ْ َ‫َور‬ "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orangorang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayatayat Kami." (Qs. Al A'araf: 156) Wujudkanlah ketakwaan dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Tunaikanlah zakat dan kokohkanlah keimanan anda kepada setiap ayat-ayat Allah Ta'ala. Dengan berbekalkan ketiga hal ini, niscaya pada bulan suci ini anda berhasil memasuki pintu kerahmatan Allah. Selamat berjuang melangkahkan kaki menuju kerahmatan Allah, semoga Allah Ta'ala mempertemukan kita di dalamnya. Amiin. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya, amiiin. *** Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A. Artikel www.pengusahamuslim.com

Related Documents


More Documents from "Lukman bin Ma'sa"