Mari Belajar Askep Fraktur.docx

  • Uploaded by: agus wahyu
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mari Belajar Askep Fraktur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,852
  • Pages: 22
Mari Belajar ASKEP Sabtu, 19 November 2016

ASKEP Fraktur Femur ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM M USKULOSKELETAL : PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR MAKALAH disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Muskuloskeletal

oleh: Kelompok 1 Sri Ayu Sa’adah

(1113057)

Ghina Darma W

(1114017)

Nurfitri Laila

(1114020)

Melfa Martina P.S

(1114022)

Esa Oktavia

(1114029)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI BANDUNG 2016 Kata Pengantar Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Pada Pasien dengan Fraktur Femur” bisa selesai dengan tepat waktu. Adapun penulisan makalah ini sebagai tugas diskusi kelompok. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini. Tanpa adanya bantuan dari semua pihak, makalah ini tidak akan selesai pada tepat waktu.

Dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna . maka dari itu kami masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dan semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, Amin . Bandung,23 Maret 2016

Penyusun

Daftar Isi Kata Pengantar ...................................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................................... ii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................................. 2 BAB II : Tinjauan Teoritis 2.1

Definisi............................................................................................................... 3

2.2

Etiologi............................................................................................................... 4

2.3

Klasifikasi Fraktur ............................................................................................. 5

2.4

Patofisiologi ....................................................................................................... 6

2.5

Manifestasi Klinis .............................................................................................. 7

2.6

Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................... 8

2.7

Penatalaksanaan Medis ...................................................................................... 8

2.8

Komplikasi ......................................................................................................... 9 BAB III : Tinjauan Kasus

3.1

Kasus.................................................................................................................. 10

3.2

Pengkajian .......................................................................................................... 11

3.3

Kebutuhan Dasar................................................................................................ 12

3.4

Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 13

3.5

Analisa Data ....................................................................................................... 14

3.6

Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 15

3.7

Implementasi Keperawatan ................................................................................ 16 BAB IV : Penutup

4.1

Kesimpulan ........................................................................................................ 20

4.2

Saran .................................................................................................................. 20 Daftar Pustaka ....................................................................................................... 21 BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang akhir-akhir ini menyita perhatian

masyarakat. Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menjadikan alat transportasi sebagai kebutuhan primer. Di Indonesia, mobilitas yang tinggi dan faktor kelalaian manusia menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Menurut data kepolisian RI tahun 2012, terjadi 109.038 kasus kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia, sedangkan menurut data badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2011, kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai menjadi pembunuh ketiga setelah penyakit jantung koroner dan tuberculosis paru. Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diintegritas tulang. Penyebab terbanyak Fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005). Salah satu akibat dari kecelakaan adalah fraktur. Fraktur dapat terjadi pada semua kalangan usia baik anak, dewasa, dan lanjut usia (Lansia). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia, kejadian fraktur akibat kecelakaan mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta (Depkes 2007). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat

kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia. Pencegahan dini yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk fraktur adalah menggunakan alat pengaman keselamatan yang lengkap selama berkendara, mematuhi peraturaan lalu lintas, dan menyimpan benda tajalam dengan baik. Perawat yang juga termasuk dalam pemberi pelayanan kesehatan harus mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami fraktur serta memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi. Berdasarkan paparan diatas maka dalam makalah ini akan membahas asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan sistem muskuluskeletal akibat Fraktur Femur. 1.2

Tujuan Penulisan 1.

Tujuan Umum

Mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan Fraktur Femur. 2. a.

Tujuan Khusus

Mampu memahami pengertian dari FrakturFemur.

b. Mampu memahami penyebab dari Fraktur Femur. c.

Mampu memahami patofisiologi Fraktur Femur.

d. Mampu memahami manifestasi klinis dari Fraktur Femur. e.

Mampu memahami klasifikasi Fraktur Femur.

f.

Mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari Fraktur Femur.

g. Mampu memahami penatalaksanaan medis dari Fraktur Femur. h. Mampu memahami komplikasi dari Fraktur Femur. i.

Mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien Fraktur Femur.

BAB II Tinjauan Teoritis 2.1 Definisi Femur merupakan tulang terbesar dan terkuat dalam tubuh manusia, diselubungi oleh otot terbesar dan terpanjang, fraktur femur biasanya diakibatkan oleh kekuatan yang sangat besar. Fraktur ini memiliki implikasi pada penatalaksanaan keperawatan karena besarnya trauma yang dialami dan kemungkinan untuk cidera lain. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale Julia.2011) Batang femur didefinisikan sebagai bagian yang memanjang dari trokanter hingga kondil. Seperti gambar dibawah ini :

Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau trauma industri, khususnya kecelakaan hyang melibatkan kecepatan tinggi atau kekuatan besar. (McRae & Esser,2002 dalam buku Kneale Julia.2011) Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price 7 Wilson, 2006 dalam buku Nurarif Amin Huda.2015)) Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah). Fraktur femur disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Paha mendapat distribusi darah dari percabangan arteri iliaka. Secara anatomis pembuluh darah arteri mengalir disepanjang paha dekat dengan tulang paha, sehingga apabola terdapat fraktur femur juga akan menyebabkan cidera pada arteri femoralis yang berdampak pada banyak nya darah yang keluar sehingga beresiko tinggi terjadi nya syok hipovolemik. Distribusi saraf feriver berjalan pada sepanjang tulang femur sehingga adanya fraktur femur akan mengakibatkan saraf terkompresi, menyebabkan respon nyeri hebat yang beresiko terhadap kondisi syok neurogenik pada fase awal trauma. Respon dari pembengkakan hebat terutama pada fraktur femur area dekat persendian akan memberikan respon sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan terjebaknya otot,

pembuluh darah, dan jaringan saraf karena pembengkakan local yang melebihi kemampuan suatu kompartemen atau ruang lokal. (Helmi Noor Zairin, 2012) 2.2 Etiologi Penyebab fraktur femur menurut Rendy, M Clevo.2012 yaitu : A. Trauma atau tenaga fisik B. Fraktur fatologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara sepontan atau akibat trauma ringan. C. Fraktur stress terjadi adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas D. Osteoforosis 2.3 Klasifikasi Fraktur Menurut Smelzer.2001 dalam buku Jitowiyono Sugeng.2010: A. Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar B. Fraktur tebuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit dimana potensial untuk terjadinya infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat: 1. Derajat I a.

Luka kurang dari 1cm

b. Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk c.

Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan

d. Kontaminasi ringan 2. Derajat II a.

Laserasi lebih dari 1cm

b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse c.

Fraktur komuniti sedang

3. Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi C. Fraktur complete

Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal). D. Fraktur incomplete Patah hanya terjadi pada sebagian terjadi pada sebagian garis tengah tulang 2.4 Patofisiologi Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosterium serta pembuluh darah didalam korteks, dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami disrupsi. Hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung patahan tulang serta dibawah periosterum, dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma tersebut. Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak disekitarnya serta akan menginvasi daerah fraktur dan aliran darah keseluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-sel osteoblast didalam periosteum, dan endosteum akan memproduksi osteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel osteoklast mereabsorpsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan transformasi menjadi osteosit (sel-sel tulang yang matur). (Kowalak,P Jennifer,2012) 2.5 Manisfestasi Klinis Tanda dan gejala menurut Jutowiyono.Sugeng.2010: A. Tidak dapat menggunakan anggota gerak B. Nyeri pembengkakan C. Terdapat trauma seperti (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, penganiayaan, tertinpa benda berat, kecelakaan kerja) D. Gangguan pada anggota gerak E. Deformitas F. Kelainan gerak G. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

H. Odema : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. I.

Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Menurut Rendy,M Clevo.2012: A. Radiologi foto polos dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan pada tulang femur B. Skor tulang tomography dapat digunakan untuk menidentifikasi kerusakan jaringan lunak C. Arterogtram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler D. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat atau menurun. 2.7 Penatalaksanaan Medis A. Reduksi dan imobillisasi fraktur 1. Reduksi fraktur dilakukan untuk menurunkan nyeri dan membantu emncegah formasi hematum reduksi dapat dilakukan dengan menggunakan traksi. 2. Bidai pneumatik dipasang untuk menurunkan kehilangahan darah dengan memberikan tekanan dan tamponadeu pada formasi hematum. Traksi diperlukan untuk menahan tulang paha agar tidak memberikan tekanan pada jaringan lunak akibat kontraksi massa otot paha yang besar dan kuat pada saat mengalami spasme. B.

Pemberian analgesik yang tepat managemen nyeri harus segera diberikan. Apabila status hemodinamik baik, maka pemberian narkotika intravena biasanya dapat menurunkan respon nyeri.

C. Profilaksis antibiotik D.

Transfusi darah, terutama pada fraktur femur terbuka dengan adanya penurunan kadar hemoglobin.

E. Lakukan pemasangan foley kateter F. Radigrafi harus segera dilakukan untuk mendeteksi patologi. G. Konsultasi ortopedi untuk intervensi reduksi terbuka 2.8 Komplikasi A. Trauma syaraf B. Trauma pembuluh darah

Indikasi ischemia post trauma: pain, pulseless, parasthesia, pale, paralise menjadi kompartemen syndrome : kumpulan gejala yang terjadi karena kerusakan akibat trauma dalam jangka waktu 6 jam pertama, jika tidak dibersihkan maka sampai terjadi nekrose yang menyebabkan terjadinya amputasi. C. Komplikasi tulang : 1. Delayed union : penyatuan tulang lambat 2. Non union (tidak bisa nyambung) 3. Mal union (salah sambung) 4. Kekakuan sendi 5. Nekrosis avaskuler 6. Osteoarthritis 7. Reflek simpatik distrofi D. Stres pasca traumatik E. Dapat timbul emboli lemak setelah patah tulang, terutama tulang panjang

BAB III Tinjauan Kasus 3.1 Kasus Ny. A. umur 31 thn datang kerumah sakit pada tanggal 10 oktober 2011, klien di diagnosa menderita fraktur femur dextra dengan keluhan yang dirasakan saat ini nyeri pada paha sebelah kanan yang disebabkan adanya luka fraktur ( saat ini pasien sudah dioperasi dan dipasang pen). Hal yang memperbaiki keadaan adalah istirahat, membatasi pergerakan terutama didaerah fraktur, dan terapi analgetik, hal ini yang memperberat. Keadaan saat melakukan pergerakan dan aktivitas, terutama pada daerah fraktur mengakibatkan terganggunya ganguan aktivitas. Hal ini dirasakan klien sejak tanggal 05 oktober 2011 dan nyeri muncul secara bertahap tetapi juga kadang spontan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 10 oktober 2011 dengan keadaan umum sedang dengan tanda vital sign TD : 100/60 mmHg, RR : 22 x/i, HR : 76x/i, TEMP : 36 derajat celcius berdasarkan hasil penilaian ekstermitas bawah terutama pada ekstermitas bawah kanan disimpulkan bahwa nilai kekuatan otot

: 2, sehingga klien mengalami keterbatasan dalam

pergerakan sehingga susah memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari, pola makan klien 3x1 sehari, selera makan dan porsinya menurun, klien tidak mampu untuk berjalan memenuhi kebutuhan eliminasi dan personal hygien sehingga kebutuhan ini dibantu oleh perawat dan keluarga. Pola istirahat tidur klien setelah sakit berubah/mengalami penurunan dimana tidur malam + 5 jam, tidur siang + 1 jam, hal ini terjadi akibat nyeri yang timbul sehingga klien tidak bisa tidur dengan nyenyak. Klien mengatakan skala nyeri kadang 4 kadang hingga 6 jika digunakan untuk bergerak, nyeri terasa seperti diremas-remas, nyeri hilang timbul karena gerakan, lama nyeri 10-15 menit. 3.2 Pengkajian A. Identitas pasien Nama

: Ny. A

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal masuk RS

: 10 Oktober 2011

Usia

: 31 thn

Status perkawinan

:

Suku bangsa

: Tidak terkaji

Alamat

: Tidak terkaji

Agama

: Tidak terkaji

Pekerjaan

: Tidak terkaji

Pendidikan

: Tidak terkaji

B. Penanggung jawab Nama

: Tidak terkaji

Agama

: Tidak terkaji

Pendidikan

: Tidak terkaji

Pekerjaan

: Tidak terkaji

Status perkawinan

: Tidak terkaji

Alamat

: Tidak terkaji

Hubungan dengan klien

: Tidak terkaji

C. Riwayat keperawatan sekarang 1. Keluhan utama

Nyeri paha sebelah kanan 2. Riwayat penyakit sekarang Pada saat masuk rumah sakit dilakukan pemeriksaan fisik dengan vital sign TD : 1/60 mmHg, RR : 22x/mnt, HR : 76x/mnt, suhu : 36⁰C. Pasien datang dengan keluhan Nyeri yang dirasakan oleh pasien berada di sebelah kanan bagian paha. Hal yang memperingan pasien biasanya dengan istirahat karena dapat membatasi pergerakan terutama didaerah fraktur, dan terapi analgetik. Hal yang memperberat biasanya jika pasien melakukan aktivitas sehari- hari dengan skala nyeri 4 bahkan bisa sampai 6 jika digunakan untuk bergerak, nyeri terasa seperti diremas-remas, nyeri hilang timbul karena gerakan, lama nyeri 10-15 menit.. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah mengalami fraktur femur sebelumnya. 4. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mengalami fraktur femur sebelumnya 3.3 Kebutuhan dasar A. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Selama ini apabila pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit maka akan periksa ke dokter ataupun di bawa ke rumah sakit. B. Pola Nutrisi metabolik Sebelum sakit pasien makan 3x1, pasien mengatakan selera makan dan porsinya menurun sejak sakit biasanya hanya makan pagi dan sore saja dan paling hanya 4-5 sendok makan. C. Pola eliminasi Sebelum sakit pasien biasanya BAB 1x /hari BAK: 4-6x/hari Pada saat dikaji pasien tidak mampu untuk berjalan memenuhi kebutuhan eliminasi dan personal hygien sehingga kebutuhan ini dibantu oleh perawat dan keluarga. D. Pola tidur dan istirahat Sebelum sakit pasien tidur sekitar pukul 19.30 s.d 05.00, tidur siang 2x dengan konsistensi 1 jam, pola istirahat tidur klien setelah sakit berubah/mengalami penurunan dimana tidur malam + 5 jam, tidur siang + 1 jam, hal ini terjadi akibat nyeri yang timbul sehingga pasien tidak bisa tidur dengan nyenyak. E. Pola aktivitas dan latihann

Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dalam aktifitasnya, dapat bekerja, setelah sakit pasien mengalami keterbatasan dalam pergerakan sehingga susah memenuhi kebutuhan aktivitas seharihari F. Pola persepsi kognitif Tidak ada keluhan tentang penglihatan, penciuman, pendengaran dan perabaan, pasien berumur 31 tahun kemampuan kognitifnya baik. G. Pola persepsi dan konsep diri pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali pulang ke rumah. H. Pola peran hubungan dengan sesama Hubungan dengan keluarga, dengan orang lain dan perawat baik. I.

Pola reproduksi dan seksualitas pasien berjenis kelamin laki – laki usia 31 tahun.

J.

Pola nilai dan kepercayaan Tidak ada nilai-nilai keluarga yang bertentangan dengan kesehatan.

K. Pola koping dan stress 3.4 Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum

: Compos mentis.

2. Tanda – tanda vital Tekanan Darah

: 100/60mmHg

Suhu

: 360 C

Respirasi

: 22 x/menit

Nadi

: 76 x/menit

3. Pemeriksaan fisik

:

a. Kepala

: Warna rambut hitam, lurus, tersisir rapi dan bersih.

b. Mata

: Simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, Pupilnormal berbentuk

bulat, dan reflek cahaya langsung. c. Hidung d. Mulut kering.

: Tidak ada polip, rongga hidung bersih, tidak ada cuping hidung : Mulut bersih, tidak berbau, bibir berwarna merah muda, lidah bersih, mukosa

e. Telinga

: Daun telinga simetris antara kanan dan kiri, bersih tidak terdapat

serumen, fungsi pendengaran baik. f. Leher

: Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, tidak ditemukan distensi vena

jugularis. g. Dada : Inspeksi

: Bentuk simetris,

Palpasi

: fremitus normal antara sisi kanan dan kiri.

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi :suara dasar vesikuler, tidak terdapat bunyi ronchi h. Perut : Inspeksi

: Perut datar, lemas.

Auskultasi

: Peristaltik usus normal 12 x/ menit.

Palpasi

: Tidak ada pembesaran hepar

Perkusi (usus) : Timpani i. Ekstremitas Ekstremitas atas : tangan simestris, tidak ada tremor tidak ada kelemahan otot. Ektremitas bawah mengalami fraktur femur sudah dioperasi dan dipasang pen dengan nilai kekuatan otot 2. 3.5 Analisa data No

Data DS:

-

Pasien mengeluh nyeri pada paha sebelah kanan

1

Pasien mengeluh nyeri seperti diremas-remas DO:

-

Pasien terlihat meringis kesakitan

-

Pasien mengatakan skala

Etiologi

Masalah

Diskontinuitas tulang ↓ Pergeseran fragmen tulang dan terjadi proses inflamasi ↓ Menekan ujung saraf bebas ↓ Noniseptor ↓ Merangsang medulla spinalis

Nyeri akut

nyeri 6 (1-10). -

Pasien terlihat cemas

-

Pasien sangat berkeringat

-

Pasien tampak menahan nyeri dengan meremas alat tenun

-

↓ Pesan di sampaikan ke korteks serebri ↓ Nyeri akut

Pasien terlihat berhati hati dengan kakinya untuk melindunginya

-

Pasien terlihat tidak dapat beristirahat DS :

-

Pasien mengeluh nyeri

-

Pasien mengeluh tdak bisa tidur DO :

2

Pasien terlihat meringis kesakitan dengan skala 6 (110).

-

Pasien tampak cemas

-

Pasien tidur ± 5 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari

Pergeseran fragmen tulang dan terjadi proses inflamasi ↓ Menekan ujung saraf bebas ↓ Noniseptor ↓ Merangsang medulla spinalis ↓ Pesan di sampaikan ke korteks serebri ↓ Nyeri akut ↓ Gangguan Pola Tidur

DS: 3-

Pasien mengeluh nyeri

-

Pasien mengatakan tidak bisa melakukan pergerakan

Diskontuinitas tulang ↓ Perubahan jaringan sekitar

Gangguan Pola Tidur

bebas -

Pasien mengatakan nyeri hilang timbul karena gerakan. DO:

-

Kekuatan otot : 2

-

Pasien memiliki keterbatasan gerak

-

Pasien memerlukan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

-

Pasien tidak mampu

↓ Kerusakan fragmen tulang

Gangguan mobilitas

↓ Deformitas tulang ↓ Gangguan fungsi ekstremitas ↓ Terapi dengan pemasangan pen ↓ Gangguan mobilitas

berjalan untuk memenuhi kebutuhan eliminasi dan personal hygiene DS : DO : -

Terpasang pen pada ekstremitas bawah (femur)

Diskontuinitas tulang ↓ Perubahan jaringan sekitar ↓ Kerusakan fragmen tulang ↓

4

Deformitas tulang ↓ Gangguan fungsi ekstremitas ↓ Terapi dengan pemasangan pen ↓ Resiko infeksi

Resiko infeksi

DS: DO: -

Cedera jaringan atau kulit ↓ Diskontinuitas tulang

Tanda-tanda vital :



TD : 100/60 mmHg

Perubahan jaringan sekitar

RR : 22x/menit HR : 76x/menit Suhu : 36°C -

Adanya tanda-tanda infeksi

-

Adanya edema

5

Pasien terlihat tidak mengganti baju

↓ Spasme otot ↓ Peningkatan tekanan kapiler ↓ Pelepasan histamine ↓

Kerusakan integritas

Protein plasma hilang ↓ Edema ↓ Penekanan pembuluh darah ↓ Kerusakan integritas kulit

3.6 Diagnosa keperawatan A. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (00132) B. Gangguan mobilitas berhubungan dengan gamngguan muskuloskeletal (00092)

kulit

C. Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan fragmen tulang ditandai dengan pemasangan pen (00004) D. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penonjolan tulang (00046)

3.7 Implementasi Keperawatan No Dx

Tujuan Setelah

1

Intervensi

dilakukan

proses 1. Kaji karakteristik nyeri

diharapkan nyeri berkurang atau

terjadinya komplikasi 2.

Memperlihatkan

2. Pantau tanda-tanda vital pengendalian

Memperlihatkan teknik relaksasi 3. Berikan posisi nyaman (semi fowler) secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan

Melaporkan kemampuan untuk 4. Ajarkan latihan nafas dalam mempertahankan perfoma peran dan hubungan interpersonal

menunjukkan

mengalami nyeri

Duduk tinggi memung

dan memudahkan pern

4. Untuk meningkatkan ve oksigenasi 5.

4. Melaporkan pola tidur yang baik

dapat

Perubahan frekuensi j darah

3.

2. Menunjukkan tingkat nyeri

5.

Untuk membantu intervensi,

nyeri

3.

1.

keperawatan selama 2x24 jam

hilang dengan kriteria: 1.

Rasio

Untuk meningkatkan pasien terhadap nyeri

6. Untuk meredakan nyer

5. Ajarkan distraksi relaksasi

6. Kolaborasi pemberian obat analgetik Setelah

2

dilakukan

proses 1.

Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual 1. Untuk menetap kemam

keperawatan selama 7x24 jam terhadap aktivitas

pasien dan memudahka

diharapkan pasien menunjukkan

2. Untuk menentukan inte

penghematan

3.

energi,

dengan 2. Kaji penyebab kelemahan

pada pasien yaitu respo

kriteria hasil: 1.

3. Kaji tanda-tanda vital Mencapai mobilitas di tempat tidur,

yang

dibuktikan

perubahan tekanan da

dan suhu berhubung

oleh

kelemahan tubuh kare

pengaturan posisi tubuh, kemauan sendiri,

gerakan

pergerakan

Untuk mengetahui pe

sendi

terkoordinasi, aktif,

mobilitas yang memuaskan

dan

aktivitas tubuh 4.

Untuk memastikan k sumber energi

5. Lingkungan yang nyam

2.

3.

Mendemonstrasikan

mobilitas,

reaksi terhadap stim

yang dibuktikan oleh indikator (14. Pantau asupan nutrisi

meningkatkan relaksa

10)

dapat beristirahat deng

Melakukan rentang pegerakan 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman

6.

penuh seluuruh sendi 4.

meminimalk

membantu

Berbalik sendiri di tempat tidur

keseimba

kebutuhan oksigen

atau memerlukan bantuan pada

7.

tingkat yang realistis 5.

Untuk

Untuk merencanaka meningkatkan asupan

6. Meminta bantuan reposisi sesuai

Bantu aktivitas pasien sesuai kemampuan energi pasien

dengan kebutuhan

7. Kolaborasi dengan ahli gizi Setelah

3

dilakukan

proses 1. Kaji tanda-tanda infeksi

1.

keperawatan selama 7x24 jam diharapkan tidak terjadi resiko 2. Pantau tanda-tanda vital

infeksi 2.

Perubahan frekuensi j darah

infeksi dengan kriteria hasil: 1.

Untuk mengetahui

menunjukkan

mengalami nyeri hilang, 3. Berikan lingkungan yang bersih dan nyaman 3. Untuk meminimalkan t dibuktikan oleh pengendalian risiko 4. Untuk membantu m komunitas, keparahan infeksi, 4. Kolaborasi pemberian obat antibiotik infeksi pengendalian resiko, dan Faktor

infeksi

akan

penyembuhan luka 2.

Terbebas dari tanda dan gejala infeksi

3.

Memperlihatkan hygiene personal yag adekuat

4.

Menggambarkan

faktor

yang

menunjang penularan infeksi 4

Setelah

dilakukan

proses 1. Ubah posisi pasien dengan sering

keperawatan selama 7 x 24jam: diharapkanm meminimalkan

pasien 2. Kaji posisi cincin bebat pada otot traksi terjadinya

1.

Meminimalkan resiko kulit (dekubitus)

2. Posisi yang tidak tepat cedera kulit

1.

kerusakan integritas kulit dengan 3.

Beri bantalan dibawah kulit yang terpasang 3.

kriteria hasil :

pen

Mendemonstrasikan

4. aktivitas

perawatan kulit rutin yang efektif 2.

Memiliki nadi kuat dan simetris 5. (60-100 x/menit)

3.

Memiliki suhu tubuh normal (366. 37⁰C)

4.

Mengkonsumsi makanan secara adekuat

untuk

integritas kulit

meningkatkan

Meminimalkan tekan terpangan pen

Lakukan perawatan pada area kulit yang 4. Mencegah terjadinya ke terpasang

pen

ataupun

yang

dilakukan

tindakan bedah Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan topikal

5. Mempercepat proses p

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit

6. Mempercepat proses p

BAB IV Penutup 4.1 Kesipulan Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh darah). Penyebab nya adalah trauma atau tenaga fisik, fraktur fatologis, faktor stress, dan osteoforosis. Klasifikasi fraktur ada 4 yaitu fraktur terbuka, fraktur tertutup, fraktur clomplete dan fraktur incomplete. Tanda-tanda dan gejala yang khas pada fraktur femur adalah tidak dapat menggunakan anggota gerak, nyeri pembengkakan, terdapat trauma,

gangguan pada anggota gerak,

deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain. Pemeriksaan diagnostik yang utama adalah radiologi poto polos pada bagian fraktur. 4.2 Saran A. Bagi mahasiswa Diharapkan mngerti tentang konsep yang ada pada teori. Dan dapat menerapkannya dilapangan. B. Bagi perawat 1. Memaksimalkan peralatan dalam proses tindakan keperawatan pada pasien. 2. Menyediakan pemeriksaan disesuaikan dengan jumlah pasien. C. Bagi keluarga pasien 1.

Ikut penatalaksanaan tindakan keperawatan sehingga tindakan keperawatan mandiri untuk proses keperawatan di rumah setelah Pasien pulang.

2. Menanyakan langsung kepada perawat atau dokter yang merawat Pasienjika ada yang ingin diketahui masalah penyakit Pasien. Daftar Pustaka Helmi,Zairin Noor.2012.Buku Saku Kedaruratan Di Bidang Bedah Ortopedi.Jakarta:Salemba Medika. Herdman,T Hearther.2013.NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta:EGC. Jitowiyono,Sugeng.,Weni

kristiyani.2010.Asuhan

Keperawatan

Operasi.Yogyakarta:Nuha Medika. Kowalak.,Welsh.,dan Mayer.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC

Post

Nugroho,Taufan.2011.Asuhan keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika. Nurarif,Amin Huda.,Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.Yogjakarta:MediAction. Rendy,M Clevo.,Margareth TH.2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika Diposting oleh Sri Ayu Saadah di 07.48 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar: Posting Komentar Posting Lama Beranda Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Sri Ayu Saadah Lihat profil lengkapku

Arsip Blog 

▼ 2016 (4) o ▼ November (4)  ASKEP Fraktur Femur  Askep TBC Paru  ASKEP Diabetes Insipidus dan Tumor Pituitary  ASKEP Keloid dan Sebrheic Keratosis

Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Related Documents

Mari Belajar Bersolat
April 2020 19
Mari Belajar Berwudhuk
April 2020 22
Mari
October 2019 54
Mari Mari Nine Muralida
November 2019 49

More Documents from ""