PANDANGAN FILSAFAT TENTANG MANUSIA http://xiahougunkz.blogspot.com/2013/01/pandangan-filsafat-tentang-manusia.html Pandangan Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat Modern yang menempatkan manusia dengan segala kemampuan rasionalnya sebagai subject yang sentral dalam pemecahan masalah dunia. Rasionalitas menjadi ukuran tunggal kebenaran, tolak ukur dari segala sesuatu. Jadi pandangan descartes terhadap manusia adalah Humanisme atau antroposenterisme. Ia memandang berpikir positif kepada diri dan rasio manusia dalam membangun dunia kearah yang lebih baik. Descartes mewakili semangat zamannya yakni Modernisme yang memandang cerah masa depan umat manusia seiring dengan bergulirnya renaissance. Manusia adalah mahluk yang berakal dan bertanggung jawab dengan akalnya. Pandangan descartes terhadap manusia adalah positif ia memandang jiwa manusia pada dasarnya baik karena didominasi oleh fungsi akal atau intelek. Arthur Scopenheour (1788-1868) mengemukakan pendapat yang berlawanan, ia adalah seorang filosof pesimistis. Berlawanan dengan filosof-filosof sebelumnya seperti Descartes yang menyatakan bahwa hakikat jiwa manusia adalah intelek atau rasio. Scopenheour mengkritik pandangan tersebut yang dianggapnya terlalu menyembunyikan sisi gelap dari diri manusia. Ia beranggapan bahwa rasio dan kesadaran pada hakikatnya hanyalah permukaan dari jiwa kita. Dibawah intelek/rasio terdapat kehendak(nafsu) yang tidak sadar. Suatu Daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu kehendak dari keinginan yang kuat. Rasio kadang-kadang memang mengendalikan kehendak namun hanya sebagai pembantu yang mendorong tuannya. “kehendak adalah orang kuat yang buta yang menggendong orang lumpuh yang melek (rasio). Intinya kehendak (nafsu) merupakan pusat dari organ fikiran. Artinya hati dan bukan kepala yang berkuasa. Ia memandang bahwa terjadinya perang dalam setiap episode sejarah dan banyaknya pembunuhan dan kejahatan merupakan bukti bahwa rasio manusia merupakan alat dari kehendak buta (nafsu). Sehingga ia berpandangan pesimis terhadap masa depan umat manusia yang akan cerah dan baik. Ia lebih cenderung melihat masa depan umat manusia suram dan gelap dengan banyak pertumpahan darah dan kekerasan. Filsafat Scopenheour merupakan filsafat yang kelam dan pesimis yang menafikan dan meniadakan unsur dan potensi kebaikan yang besar dalam diri manusia. Pandangannya terlalu berat sebelah kepada sisi negatif manusia. Friedrich Nietzsche (1844-1900) yang disebut-sebut telah menutup proyek modernisme, dan sekaligus membuka wawasan baru yang disebut postmodernisme. Ia bergerak lebih jauh dari Scopenheour dengan mendekonstruksi oposisi biner ( yakni kategorisasi benar/salah, rasional/irasional, baik/buruk) dan membiarkannya tercerai berai dalam kondisi nihil. Proses Nihilisme mempresentasikan suatu kondisi, kematian tuhan sebagai sumber absolut nilai-nilai atau makna. Dan proses Devaluasi nilai tertinggi tesebut (tuhan) telah membiarkan manusia hidup dalam dunia tanpa nilai dan makna yang disebabkan hilangnya oposisi biner. Sehingga nietzche memandang bahwa subjek (manusia) bukanlah sesuatu yang dapat menentukan landasan diskursusnya sendiri, akan tetapi selamanya subjek berada dalam bayang-bayang ada. Hal ini menandakan kehadiran kembali mitos, sebagai bahasa simbolik pusat dunia. Heideiger (1889- 1976) memandang dengan perkembangan teknologi informasi (TV, Internet, Game) yang semakin maju di zaman sekarang memungkinkan manusia untuk hidup didalam satu ruang., dimana mitos atau ada telah melebur didalam dunia citraan. Dalam ruang postmodern representasi media massa, dalam televisi merupakan sebuah ajang bagi subjek untuk mencari dan menyatakan
eksistensinya didunia…”jadi wajar orang sekarang berebut masuk TV hingga rela mengerjakan segala perbuatan konyol sampai menjual dirinya sekalipun”. Dengan didevaluasinya nilai tertinggi yakni tuhan maka satu-satunya nilai yang mendominasi dalah NILAI TUKAR,..Alias UANG Jadi eksistensi manusia hanya sekedar citraan dengan nilai yang dikejar adalah nilai tukarnya yakni rupiah atau dollar semakin gelap SAJA akhirnya perkembangan eksistensi manusia dalam filsafat. MANUSIA MENURUT FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan Filsafat Pendidkan Islam, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai). PERSPEKTIF AL-QURAN http://jafarmusaddad.blogspot.com/2013/02/makalah-manusia-dalam-perspektif-al.html Telaah ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang manusia, memberi gambaran kontradiktif menyangkut keberadaannya. Disatu sisi manusia dalam al-Quran sering mendapat pujian Tuhan. Seperti pernyataan terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya, kemudian penegasan tentang dimuliakannya makhluk ini dibanding dengan kebanyakan makhluk-makhluk lain. Sedang di sisi lain sering pula manusia mendapat celaan Tuhan. Seperti bahwa ia amat aniaya dan ingkar nikmat, dan sangat banyak membantah serta bersifat keluh kesah lagi kikir.
Gambaran kontradiktif itu bukanlah berarti bahwa ayat-ayat yang berbicara perihal manusia bertentangan satu sama lain, melainkan justru menandakan bahwa makhluk yang bernama manusia itu unik, makhluk yang serba dimensi, dan makhluk yang berada di antara predisposisi negatif dan positif. Hal ini dapat difahami dengan mengkaji asal-usul kejadiannya, proses penciptaannya dan keragaman terminologinya dalam al-Quran.
Asal-usul kejadian manusia. Generasi manusia yang ada sampai sekarang, dalah berasal dari manusia pertama yang bernama Adam dengan istrinya yang populer bernama Hawa. Diantara ayat yang secara jelas menyatakan bahwa Adam dan Hawa adalah ayah dan ibu generasi manusia setelahnya, adalah:
َ ش ْي َّ ج َك َما ال ل آ َد ََم بَنِي يَا ََ طانَُ يَ ْفتِنَ َّن ُك َُم ََ ْال َجنَّة مِ نََ أَبَ َو ْي ُك َْم أ َ ْخ َر
“Hai anak-anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan, sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu-bapakmu dari surga” (QS. Al-A’raf : 27)
Adam sendiri diciptakan dari tanah sebagaimana diceritakan oleh Allah SWT dalam beberapa firmanNya yang salah satunya pada firman berikut:
َل ِإ َّن ََ َ سى َمث ََِّ ل َِ َ ن َخلَقَ َه ُ آ َد ََم َك َمث َْ ِل ث ََُّم ت ُ َرابَ م ََ ن لَ َهُ قَا َْ ن ُك َُ فَيَ ُكو َ ّللا ِع ْن ََد عِي “Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah adalah semisal Adam. Allah menciptakan-Nya dari tanah, kemudian berfirman kepadanya, ‘Jadilah’ maka jadilah dia” (QS. Ali Imran : 59)
Ayat ini secara explisit merupakan bantahan terhadap para pengagum Isa as yang menilainya sebagai anak Tuhan, karena beliau tidak lahir melalui seorang ayah, melainkan melalui kalimat Allah. Tetapi secara implisit menjelaskan kejadian Isa as yang semisal dengan kejadian Adam as yaitu diciptakan dari tanah melalui proses yang mudah dan cepat sesuai dengan kehendak Allah SWT. Kata ‘kun’ pada ayat di atas tidaklah benar bila dijadikan dasar bahwa Adam as diciptakan dalam sekejap tanpa proses sebagaimana yang difahami kebanyakan orang. Karena disamping dalam hal mencipta Allah SWT, tidak memerlukan sesuatu apapun untuk mewujudkan apa yang dikehendaki-Nya, termasuk tidak perlu mengucapkan ‘kun’. Juga karena pada ayat yang lain Allah SWT melukiskan, bahwa Dia menciptakan Adam as dari tanah, dan setelah Dia sempurnakan kejadiannya, Dia tiupkan ruh ciptaan-Nya. س َّو ْيت ُ َهُ فَإِذَا َْ ِاجدِين لَ َهُ فَقَعُوا ُروحِ ي م ِ س َ َُن فِي َِه َونَفَ ْخت َ “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya (Adam), dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS. al-Hijr :29)
Maka kata ‘kun’ pada ayat di atas, disebutkan hanyalah sekedar untuk menggambarkan kemudahan dan kecepatan wujud apa yang dikehendaki Allah SWT. Dan ayat tersebut, sama sekali tidak menjelaskan apa yang terjadi dan proses apa yang dilalui antara penciptaan dari tanah dengan penghembusan ruh ciptaan-Nya. Jika diibaratkan penciptaan dari tanah sama dengan A, dan penghembusan ruh ciptaan-Nya sama dengan Z, maka antara A dan Z tidak dijelaskan baik materi maupun waktunya. Melalui ayat QS. Ali Imran : 59 pula, Allah SWT membantah keyakinan umat Nasrani yang bersikeras mengatakan bahwa tidak mungkin Isa as lahir tanpa memiliki seorang ayah. Karena Dzat yang mampu menciptakan Adam as tanpa seorang ayah dan seorang ibu, tentu saja lebih mampu untuk menciptakan Isa as dengan hanya dari seorang ibu.Dr. G.C. Goeringer, Direktur Kursus dan Profesor Kepala Embriologi Kedokteran di Departemen Biologi Sel Sekolah Kedokteran Universitas Georgetown Washington D.C mengatakan bahwa sains modern saat ini membuktikan bahwa banyak binatang dan makhluk hidup di dunia ini yang terlahir dan berkembang biak tanpa proses pembuahan pihak laki-laki (pejantan) dari spesiesnya. Sebagai contoh, seekor lebah jantan tidak lebih dari sekedar telur yang belum dibuahi, sedangkan telur yang telah dibuahi (oleh pejantannya) berkembang menjadi lebah betina (ratu). Selain itu, lebah-lebah jantan tercipta dari telur-telur ratu lebah yang tidak dibuahi oleh pejantannya. Ada banyak sekali contoh yang demikian di dunia hewan. Selain itu, manusia saat ini memiliki sarana sains untuk merangsang telur dari beberapa organisme sehingga telur-telur ini berkembang tanpa pembuahan dari pejantannya. Lebih lanjut Goeringer menyatakan: Dalam beberapa contoh pendekatan, telur-telur yang tidak dibuahi dari beberapa spesies amfibi dan mamalia tingkat rendah dapat diaktifkan secara mekanik (seperti penusukan dengan sebuah jarum), secara fisik (seperti kejutan panas), atau secara kimia dengan pencampuran dari beberapa substansi kimia yang berbeda, dan berlanjut ke tahap perkembangan. Dalam beberapa spesies, tipe perkembangan secara parthenogeneticseperti ini adalah alami. Selanjutnya kejadian generasi manusia setelah Adam as, penciptaannya diisyaratkan dalam ayat :
اس أَيُّ َها َيا َُ َّن َخلَقَ ُك َْم الَّذِي َربَّ ُك َُم اتَّقُوا الن َْ ِث زَ ْو َج َها مِ ْن َها َو َخلَقََ َواحِ َدةَ نَ ْفسَ م ََّ ال مِ ْن ُه َما َو َب ًَ ِيرا ِر َج ً ساء َكث َ َو ِن “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya. Allah mengembang biakkan dari keduanya laki-laki yang banyak dan perempuan” (QS. an-Nisa : 1)
Para Mufassir terdahulu memahami kata ‘nafsin wahidah’ (diri yang satu) pada ayat ini dalam arti Adam as. Akan tetapi para Mufassir kontemporer seperti al-Qasimi, Syekh Muhammad Abduh memaknainya dalam arti jenis manusia lelaki dan wanita. Sehingga ayat ini kandungannya sama dengan firman Allah SWT :
ُ ل اس أَيُّ َها يَا َُ َّن َخلَ ْقنَا ُك َْم إَِنَّا الن َْ ِشعُوبًا َو َجعَ ْلنَا ُك َْم َوأ ُ ْنثَى ذَكَرَ م ََ ِارفُوا َوقَبَائ َ َِلتَع
“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal” (QS. al-Hujurat : 13)
Maka kedua ayat di atas pada prinsipnya berbicara sama yaitu tentang asal kejadian manusia dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum ibu. Hanya tekanannya saja yang berbeda. Jika ayat pertama dalam konteks menjelaskan banyak dan berkembang biaknya manusia dari seorang ayah dan ibu, maka ayat kedua konteksnya adalah persamaan hakikat kemanusian orang perorang, dimana setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi unsur dan proses kejadian mereka sama. Sehingga tidak dibenarkan seseorang menghina atau merendahkan orang lain.
Dengan memaknai kata ‘nafsin wahidah’ dalam arti diri (jenis) yang satu,Thabathaba’i dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat tersebut juga memberi penegasan bahwa pasangan (isteri Adam) yang ditunjuk kata ‘zaujaha’ diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam yakni dari tanah dan hembusan ruh Ilahi. Menurutnya sedikitpun ayat itu tidak mendukung faham yang beranggapan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebagaimana yang difahami para Mufassir terdahulu.
Akan halnya hadis riwayat Abi Hazm dari Abi Hurairah ra yang kerap digunakan untuk memperkuat faham itu, selain tertolak kesahihannya sehingga tidak dapat digunakan hujjah (argumentasi), juga – sebagaimana mayoritas ulama kontemporer mengatakan - hadis tersebut tidaklah tepat jika difahami dalam pengertianharfiah, melainkan harus difahami dalam pengertian metafora. Maka konteksnya dalam rangka mengingatkan kepada kaum laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, mengingat ada sifat dan kodrat bawaan mereka yang berbeda. Tidak ada seorangpun yang mampu mengubah kodrat bawaan itu. Kalaupun ada yang berusaha, maka akibatnya akan fatal seperti upaya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Walhasil makhluk yang bernama manusia, dari mulai manusia pertama Adam as dan istrinya Hawa, juga Isa as, serta generasi manusia setelahnya berasal dari bahan baku yang sama yaitu dari unsur tanah dan hembusan ruh Ilahi. Hanya model penciptaannya saja yang berbeda. Penciptaan manusia – sebagaimana disimpulkanQuraish Shihab – terdiri dari empat model penciptaan. Model pertama menciptakan dengan tanpa ayah dan ibu, yaitu Adam as. Kedua menciptakan setelah disampingnya ada lelaki, yaitu isteri Adam as. Model ketiga menciptakan hanya dengan ibu tanpa ada ayah, yaitu Isa as. Dan yang terakhir menciptakan melalui pertemuan lelaki dan perempuan yaitu generasi manusia setelah Adam as.
Ali Syari’ati[8] menafsirkan tanah - sebagai salah satu unsur kejadian manusia - merupakan simbol kerendahan dan kenistaan, sedang unsur yang lain yaitu ruh Allah adalah simbol kemuliaan dan
kesucian tertinggi. Yusuf Qardawi - sebagaimana dikutipJalaluddin Rahmat[9] – membahasakan manusia adalah gabungan kekuatan tanah dan hembusan ruh Ilahi (baina qabdhat al-thin wa nafkhat al-ruh). Manusia adalah zatbidimensional (bersifat ganda) terdiri atas sifat material (jasmani) dan sifat spiritual (ruhani). Sifat materialnya cenderung dan menarik manusia ke arah kerendahan, dan sifat spiritualnya mengarahkan dirinya menaiki puncak setinggi-tingginya. Satu hal yang menarik adalah kedua anasir yang bertentangan itu harus selalu berada dalam keseimbangan. Tidak boleh seseorang mengurangi hak-hak tubuh untuk memenuhi hak ruh. Begitu pula tidak boleh ia mengurangi hak-hak ruh untuk memenuhi hak tubuh.