LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR MANDIBULA DI RUANG BEDAH PRIA RUMAH SAKIT M. DJAMIL PADANG
PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
OLEH TUTI ANGGRAINI BP. 1841312097
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN 2019
A. Landasan Teoritis penyakit 1.
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial, yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Trauma yang terjadi pada mandibula sering menimbulkan fraktur yang menganggu fungsi pengunyahan. Fraktur mandibula adalah salah satu cedera wajah yang sering ditemukan dan biasanya disebabkan oleh trauma langsung. Korpus mandibula Merupakan bagian tengah yang melengkung horizontal, yang membentuk dagu dan tempat tersusunnya gigi geligi rahang bawah. Pada permukaan eksternal korpus dapat terlihat sebuah tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mandibula yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang. Bagian yang menonjol pada sisi kiri dan kanan simfisis, pada daerah bawah mandibula disebut mental tubercles. Pada sisi anterolateral dari korpus mandibula terdapat suatu saluran terbuka yang disebut foramen mental. Foramen ini dilalui oleh arteri, vena dan nervus mentalis. Korpus mandibula mempunyai dua buah pinggir, Tulang alveolar yang Merupakan tempat perlekatan dari gigi geligi dan Basis mandibula Bagian inferior dari korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan tebal. Sepertiga fraktur mandibula terjadi di daerah kondilar-subkondilar, sepertiga terjadi di daerah angulus, dan sepertiga lainnya terjadi di daerah korpus, simfisis, dan parasimfisis. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah lemah pada mandibula. Angulus
diperlemah oleh adanya gigi molar ketiga dan ke anterior, daerah parasimfisis diperlemah oleh akar gigi taring yang panjang, dan daerah subkondilar merupakan daerahyangtipis.
2. Etiologi Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda motor. Sebab lain yang umum adalah trauma pada muka akibat kekerasan, olahraga. Berdasarkan penelitian didapatkan data penyebab tersering fraktur mandibula adalah : 1. Kecelakaan berkendara 43% 2. Kekerasan 34% 3. Kecelakaan kerja 7% 4. Jatuh 7% 5. Olahraga 4% 6. Sebab lain 5% Fraktur mandibula dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan sistemik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur patologis seperti pada pasien dengan osteoporosis imperfekta. Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar dibandingkan dengan tulang wajah lainnya (Nahum, 1995). Meskipun demikian fraktur mandibula lebih sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya. Arah serta tipe impak lebih penting dalam mempertimbangkan fraktur mandibula dibandingkan dengan fraktur di daerah lain pada skeleton fasial, karena faktor ini dipakai untuk menentukan pola injuri mandibular. Fraktur mandibula adalah akibat dari : 1) Kecelakaan langsung (direct violence) 2) Kecelakaan tidak langsung (indirect violence) 3) Kontraksi otot yang sangat berlebihan Dilihat dari bentuk mandibula, maka setiap kecelakaan langsung yang mengenai satu tempat, akan menghasilkan kekuatan dimensi tidak langsung yang mengenai bagian lain dan biasanya pada bagian yang berlawanan dari tulang. Kecelakaan tidak langsung sudah cukup untuk menyebabkan terjadinya fraktur yang kedua atau ketiga.
3. Manifestasi klinik Pasien dengan fraktur mandibula umumnya datang dengan adanya deformitas pada muka, baik berupa hidung yang masuk kedalam, mata masuk kedalam dan sebagainya. Kondisi ini biasa disertai dengan adanya kelainan dari fungsi organ – organ yang terdapat di muka seperti mata terus berair, penglihatan ganda, kebutaan, anosmia, kesulitan bicara karena adanya fraktur mandibula, maloklusi sampai kesulitan bernapas karena hilangnya kekuatan untuk menahan lidah pada tempatnya sehingga lidah menutupi rongga faring. Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas. Jika penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika menggerakkan rahang. Pembengkakan pada posisi fraktur juga dapat menentukan lokasi fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan, terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut, hipersalivasi dan haloitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan 4. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan rontgen Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Timbulnya kecurigaan fraktur mandibula tergantung dari jenis frakturnya, apakah cedera tunggal atau multipel. Jika dicurigai cedera tunggal, pemeriksaan dapat dimulai dengan foto AP, Towne, dan oblik. 2) CT Scan CT scan dapat digunakan untuk mengidentifikasi fraktur kondilus kompleks, terutama fraktur sagital atau dislokasi fossa glenoid. CT scan juga berguna pada pasien dengan cedera serius, seperti luka tembak atau fraktur komunitif. 3) Studi Imaging Penelitian radiologis yang paling informative digunakan dalam mendiagnosis fraktur mandibula adalah radiograf panoramic.
-
Panoramic menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam satu radiograf.
-
Panoramic membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan melihat secara detai area TMJ, simfisis dan gigi/ daerah prosesus alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan periapikal dapat membantu. -
Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angulus, fraktur pada corpus posterior. Bagian kondilus. Bicuspid dan daerah simfisis seringkali tidak jelas.
-
Tampilan oklusal mandibula menujukkan perbedaan di posisi tengah dan lateral fraktur body.
-
Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial atau lateral ramus, sudut, tubuh atau fraktur simfisis.
5. Penatalaksanaan Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal yang bersifat kedaruratan seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulaation), penaganana luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai. 1. Menggunakan kawat Menggunakan kawat : kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar dua buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah yang patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah, hasil akhirnya adalah. Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk memperoleh fiksasi yang kuat. Imobilisasi
fraktur
mandibula
dengan
batang
lengkung
karet
Menggunakan batang lengkung dan karet : batang lengkung, batang dipasang pada gigi maxilla dan juga pada semua gigi mandibula yang patah. Mandibula ditambatkan seluruhnya pada maxilla dengan karet pada kait di batang lengkungan atas dan bawah.
Penanganan dari fraktur mandibula dengan pemasangan plat pada batas inferior garis fraktur, pemasangan plat ini bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah fraktur, sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior. Setelah plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maksila. Dengan catatan pemasangan screw pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu kuat. Karena dengan pemasangan screw yang terlalu kuat akan mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat pelepasan, oleh karena itu, pemasangan dengan tekhnik yang tidak terlalu menekan lebih di pilih dalam pemasangan plat pada fraktur mandibula. Penanganan fraktur mandibula jika terjadi pada darerah sudut mandibula, gigi geraham ke tiga dihilangkan sebagai jalan dari penanganan open reduction ini. Plat untuk fiksasi yang berukuran lebih kecil dipasang pertama kali dengan menggunakan monocortical screw. Plat yang lebih panjang diletakkan di bawah plat pertama dengan tekhnik yang tidak terlalu menekan. Setelah pemasangan kedua plat, fiksasi dapat dikatakan
sudah
stabil,
tanpa
harus
melakukan
fiksasi
intermaksila.
Prosedur penanganan fraktur mandibula : Fraktur yang tidak ter-displace dapat ditangani dengan jalan reduksi tertutup dan fiksasi intermaxilla. Namun pada prakteknya, reduksi terbuka lebih disukai paada kebanyakan fraktur. 2. Fraktur dikembalikan ke posisi yang sebenarnya dengan jalan reduksi tertutup dan arch bar dipasang ke mandibula dan maxilla. 3. Kawat dapat dipasang pada gigi di kedua sisi fraktur untuk menyatukan fraktur 4. Fraktur yang hanya ditangani dengan jalan reduksi tertutup dipertahankan selama 4-6 minggu dalam posisi fraktur intermaxilla. 5. Kepada pasien dapat tidak dilakukan fiksasi intermaxilla apabila dilakukan reduksi terbuka, kemudian dipasangkan plat and screw. Bila fraktur pada pasien adalah fraktur tertutup dan tidak disertai adanya dislokasi atau ada dislokasi kondilus yang minimal, maka dapat ditangani dengan pemberian analgetik, diet cair dan pengawasan ketat. Pasien dengan fraktur prosesus koronoid dapat ditangani dengan cara yang sama. Pada pasien ini juga perlu diberikan latihan mandibula untuk mencegah terjadinya trismus. Kunci utama untuk penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan stabilisasi. Pada pasien dengan fraktur stabil cukup dengan melakukan wiring untuk menyatukan gigi atas dan bawah. Untuk metode ini dapat dilakukan berbagai tindakan. Yang paling banyak
dilakukan adalah dengan menggunakan wire dengan Ivy loops dan dilakukan MMF (maxillomandibular fixation).
b. keperawatan peran perawat dalam penatalaksanaan pre operatif, intraoperatif dan post operatif pre operatif meliputi 1) Informen concern yang telah ditandatangani pasien dan keluarga 2) Keadaan umum meliputi seluruh respiratory dan cardiovaskular 3) Persiapan mental dengan support mental dan pendidikan kesehatan tentang jalannya operasi 4) Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan pembedahan terutama telah dilakukan tiredoiktomi total berhubungan dengan minum obat suplemen tiroid seumur hidup Post operasi 1) Observasi tanda-tanda vital klien (GCS) dan jaga tetap stabil 2) Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi 3) Sesegera mungkin beri tahu penderita bahwa operasi telah selesai dilakukan setelah penderita sadar dari pembiusan untuk lebih menenangkan penderita 4) Lakukan perawatan lanjutan setelah penderita pindah keruang umum
6. Komplikasi Komplikasi setelah dilakukannya perbaikan pada fraktur mandibula umumnya jarang terjadi. Komplikasi yang paling umum terjadi pada fraktur mandibula adalah infeksi atau osteomyelitis, yang nantinya dapat menyebabkan berbagai kemungkinan komplikasi lainnya. Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union. Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union. Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi, kemudian aposisi yang kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga
disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk merekonstruksi bentuk lengkung mandibula. Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya komplikasi antara lain sepsis oral, adanya gigi pada garis fraktur, penyalahgunaan alkohol dan penyakit kronis, waktu mendapatkan perawatan yang lama, kurang patuhnya pasien dan adanya dislokasi segmen fraktur. Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu : 1. Komplikasi yang timbul selama perawatan a) Infeksi b) Kerusakan saraf c) Gigi yang berpindah tempat d) Komplikasi pada daerah ginggival dan periodontal e) Reaksi terhadap obat 2. Komplikasi lanjut a) Malunion b) Union yang tertunda c) Nonunion
7.
WOC
B. Landasan Teori Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka kemungkinan fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis, dll). Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai, keadaan kardiovaskuler maupun system respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat anastesi.
b. Pola fungsional gordon 1) Pola persepsi kesehatan dan manajemen Kesehatan. Bagaimana penanganan klien saat sakit, apakah klien pernah mencari pertolongan dengan mencoba obat tradisional terlebih dahulu. 2) Pola Nutrisi / Metabolik Biasanya klien juga mengeluhkan selera makan berkurang karena adanya gangguan menelan pada saat mengunyah. Pada sebagian juga terjadi penurunan berat badan. 3) Pola Eliminasi BAB dan BAK klien biasanya lancar, selama tidak disertai dengan penyakit yang berhubungan dengan ginjal. 4) Pola Aktivitas saat beraktivitas klien mengeluhkan
merasa lemah, lelah, kaku, hilang
keseimbangan. Dan nyeri pada mandibula. 5) Pola Tidur dan Istirahat Klien biasanya dapat terbangun karena nyeri akut 6) Pola Perseptual / Kognitif Bagaimana persepsi terhadap panca indra :gangguan komunikasi verbal. Klien juga sulit dalam berbicara. Biasanya suara klien serak. 7) Pola Persepsi Diri / Konsepsi Diri
Klien dapat merasa terisolasi karena keadaan dirinya, terutama jika tumor sudah membesar. 8) Pola Peran / Hubungan Hubungan teman tetangga dan orang lain, merasa terasing, tidak dapat melaksanakan aktifitas sosial. 9) Pola Seksual /Reproduksi Menggambarkan kepuasan/ masalah dalam seksualitas–reproduksi. Pada pasien wanita termasuk masalah menstruasi. 10) Pola Koping Toleransi klien dapat merasa kurangnya percaya diri,citra diri terganggu,merasa putus asa. apakah ada perubahan besar dalam kehidupan dalam beberapa tahun terakhir 11). Pola Nilai Kepercayaan Menggambarkan spirutual, nilai, sisitem kepercayaan dan tujuan dalam hidup klien. 4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kepala,
: sedang dan Kesadaran
: composmentis
inspeksi : Bentuk kepala Simetris kiri/kanan ,Kulit kepala Tampak
berminyak,
rambut mudah rontok, Palpasi
: tidak Terdapat nyeri tekan
Wajah dan leher Pemeriksaan Fisik fokus -
Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior, diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.
-
Palpasi : nyeri tekan pada daerah fraktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi : biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle dan bila perlu dapat ditiadakan.
-
Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
-
Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus, urinarius dan pelvis.
-
Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur yang berupa pulsus arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah ke kapiler.
Hidung dan sinus parasinalis Inspeksi: kepatenan rongga hidung ,Nasal septum Berada di tengah,secret Tidak ada Concha Lateral rongga hidung, Tidak ada obstruksi atau hambatan pernafasan. Palpasi :sinus maksilaris Tidak ada nyeri tekan, Sinus frontalis Tidak ada nyeri tekan
Mulut dan Orofaring Inspeksi : Bibir pucat kering dan pecah-pecah karena kurang nutrisi, Tidak ada lesi, Warna gusi pucat, lidah Merah muda ,tidak ada lesi di area mulut.
Leher Inspeksi: warna Sama dengan anggota tubuh
lainnya , terdapat benjolan ,trakea
Terletak ditengah, Palpasi : terdapat masa, teraba benjolan di area leher, terdapat nyeri tekan
Thoraks Inspeksi,: bentuk dada Normal chest, simetris kiri dan kanan, tidak terdapat alat bantu Palpasi : fremitus Perkusi : sonor Auskultas : tidak terdapat suara nafas tambahan ,(vesikuler)
Abdomen Inspeksi, perut tidak buncit, tidak ada lesi Palpasi, setiap kuadran nyeri tekan : tidak ada Auskultasi, bising usus (positif).
3
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah perencanaan keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip objektifitas, reliabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evalusi proses/formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil/sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan, dan dilakukan pada akhir asuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, ( 2002 ), Buku Ajar Perawatan Medikal Bedah, Volume 2, Edisi 8, Alih Bahasa : dr. Andry Hartono, dr. H.Y.Kuncara, Elyna S. Laura Siahan, S.kp dan Agung waluyo, S.Kp. Jakarta : EGC Bulechek, M gloria. Nursing Interventions Classification (NIC). six edition. Louis : elsevier mosby Bobak ,dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC Herdman, T.H & Kamitsuru, S 2014. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification (NANDA) 2015 – 2017. Tenth edition . Oxford : Willey Blackwell Moorhead, sue. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. Copy raight Mosby 2013. Elsivier Muttaqin,Arif. (2011).Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi Pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC
2. Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa
Kriteria hasil
Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan NOC :
NIC :
Pain Level
pembedahan
Pain control,
Batasan karakteristik:
Comfort level
dengan
-
proses
Perubahan selera
makan
1. Pain Management
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
-
Perilaku distraksi
nyeri,
-
Perilaku ekspresif
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
-
Ekspresi wajah nyeri
mencari bantuan)
-
Sikap tubuh
melindungi -
Putus asa
-
Fokus menyempit
-
Perilaku protektif
-
Keluhan tentang
nyeri
mampu
menggunakan
tehnik
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan
terapeutik
untuk
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
frekuensi dan tanda nyeri)
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang dalam
komunikasi
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
vital
teknik
mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan manajemen nyeri
Tanda
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
rentang
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
normal
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
non farmakologi dan inter personal)
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Tingkatkan istirahat
berkurang Tanda vital dalam rentang normal
2. Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 3. Manajemen medikasi
Tentukan obat yang dibutuhkan dan mengelola sesuai dengan kewenangan atau protokol.
Tentukan kemampuan pasien untuk mengobati diri sendiri yang sesuai
Monitor Efektivitas modalitas administrasi pengobatan
Monitor Pasien untuk efek terapi obat
Pantau adanya tanda dan symtomps toksisitas obat
Pantau efek samping obat 4. Manajemen lingkungan : kenyamanan
Memberikan
pertimbangan
penempatan
pasien
dibeberapa kamar tempat tidur (teman sekamar dengan masalah lingkungan yang sama bila memungkinkan) Mencegah
gangguan
yang
tidak
perlu
dan
memungkinkan untuk waktu istirahat Menciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung Menyediakan lingkungan yang aman dan bersih 5. Distraction
Dorong individu untuk memilih teknik distraksi ( misalnya
musik,
ngobrol,
bercerita,
imajinasi
terbimbing, bercanda, latihan nafas dalam, atau fokus pada objek)
Ajarkan pasien bagaimana untuk distraksi
Sarankan pasien untuk mempraktikan teknik distraksi 6. Manajemen energi
Aktivitas:
Kaji status fisiologis
Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan mengenai keterbatasan yang dialami
Perbaiki defisit fisiologis
Monitor intake
Monitor sistem kardiorespirasi
Kurangi ketidaknyamanan yang dialami
Tingkatkan tirah baring 7. Monitor tanda-tanda vital
Aktivitas:
Monitor tekana darah
Monitor nadi
Monitor suhu
Monitor frekuensi napas
Monior kelmbapan kulit
Monitor adanya sianosis
Monitorwarna kulit
Monitor pola pernapasan abnormal 8. Pengaturan posisi
Aktivitas:
Tempatkan pasien diatas tempat tidur terapeutik
Dorong pasien tuk terlibat dalam perubahan posisi
Monitor status oksigenasi
Tempatkan pasien dlam posisis terapeutik
Posisikan pasien untuk mengurangi dyspnea
Sokong leher dengan tepat
Tinggikan kepala tempa tidur 9. Terapi oksigen
Aktivitas:
Bersihkan mulut dan hidung pasien
Pertahankan kpatenan jalan napas
Siapkan peralatan oksigen
Monitor aliran oksigen
Monitor peralatan oksigen
Pastikan pergantian kanul dan masker secara berkala
Amati tanda-tanda hipoventilasi
Pantau tand-tanda keracunan oksigen 10. Pengurangan kecemasan
Aktivitas:
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Jelaskan semua prosedur
Berikan informasi terkait diagnosis, prognosis dan perawatan
2. Bersihan jalan napas Status respirasi : kepatenan jalan nafas tidak
efektif Indikator:
Berada disisi klien untuk meningkatkan rasa aman
Kontrol stimulus untukebutuhan kline
Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi
Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan
1.
Managemen jalan napas
Aktifitas :
rata- rata pernafasan dalam rentang normal
- Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
Adanya sekret di dalam
ritme pernafasan dalam rentang normal
bila perlu
bronkus, Eksudat dalam
kemampuan membersihkan sekresi
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
berhubungan
dengan
alveoli
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas Status respirasi : ventilasi
buatan
Indikator :
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
rata-rata pernafasan
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
atau sumbatan dari saluran
ritme perafasan
- Berikan bronkodilator bila perlu
pernapasan
kedalaman inspirasi
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
mempertahankan
suara perkusi
- Monitor respirasi dan position O2
kebersihan jalan napas
volume tidal
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan
sekresi
untuk
kapasitas vital
2. Pemberian obat : inhalasi - Tentukan pemberian 6 benar obat - Catat riwayat alergi - Bantu pasien untuk menggunakan inhaler sesuai order - Bantu pasien untuk memposisikan inhaler pada mulut dan hidung - Miringkan kepala sedikit kebelakang dan buang napas sepenuhnya - Minta pasien secara pelan, melakukan nafas dalam, tahan sebentar dan pernafasan pasif saat menggunakan nebulizer - Minta pasien menahan nafas 10 detik - Minta pasien nafas perlahan melalui hidung atau bibir. 3. Penghisapan jalan napas 1. Tentukan kebutuhan untuk penghisapan oral atau trakea 2. Auskultasi nafas sebelum dan sesudah pengisapan. 3. Memberitahukan kepada pasien dan keluarga tentang pengisapan. 4. Gunakan tindakan pencegahan universal : sarung tangan, pelindung mata, dan masker yang sesuai. 5. Masukkan nasal airway untuk memudahkan penyerapan
nasotrakea. 6. Ajarkan pasien untuk mengambil nafas dalam sebelum pengisapan nasotrakea dan menggunakan oksigen sebagai pelengkap, yang sesuai. 7.
Gunakan peralatan yang steril untuk setiap prosedur suction trakea.
8.
Ajarkan pasien secara pelan-pelan, ambil nafas dalam selama memasukkan kateter suction melalui rute nasotrakea.
9.
Catat jenis dan jumlah volume sekresi.
10. Gunakan sekresi untuk kultur dan sensitivitas tes 4. Monitor pernafasan Aktivitas : -
Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas
-
Catat pergerakkan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, dan supraklavikula dan retaksi otot intercostal
-
Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne stokes, apnu, biot dan pola ataksi.
5. Terapi Oksigen Aktivitas: 1. Bersihkan sekresi mulut, hidung, dan trakea 2. Jaga kepatenan jalan napas 3. Sediakan peralatan oksigen 4. Pantau aliran oksigen 5. Secara teratur, pantau jumlah oksigen yang diberikan pasien sesuai dengan indikasi 6. Cek oksigen secara teratur untuk meyakinkan bahwa konsentrasi yang dianjurkan sudah mengalir. 3. Kerusakan jaringan dengan
integritas Tissue
Integrity
:
Skin
and
Mucous
6. Pressure Management
berhubungan Membranes pengangkatan
bedah jaringan
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan pada tempat tidur
bisa
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
elastisitas,
Monitor kulit akan adanya kemerahan
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Monitor status nutrisi pasien
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman dalam proses
Kriteria Hasil :
Integritas
kulit
dipertahankan
perbaikan
yang (sensasi,
kulit
baik
7. Perawatan Daerah Insisi dan
mencegah
Periksa
kondisi
luka
untuk
kemerahan,
pembengkakan , atau tanda-tanda dehiscence atau
terjadinya sedera berulang
pengeluaran isi dan
Catat setiap karakteristik drainase
mempertahankan kelembaban kulit dan
Pantau proses penyembuhan dari luka
perawatan alami
Bersihkan daerah sekitar insisi dengan larutan
Mampu
melindungi
kulit
pembersih yang tepat
Monitor tanda & gejala infeksi luka
Gunakan
kapas
-
tip
aplikator
steril
untuk
membersihkan secara efisien – kawat jahitan dengan tepat , luka yang dalam dan sempit , atau luka dengan cekungan 8. Perawatan Luka
Membuang balutan dan pita perekat
Memantau karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran dan bau
Bersihkan dengan saline normal
Berikan perawatan ulkus kulit, sesuai kebutuhan
Gunakan balutan, yang cocok untuk jenis luka
Memperkuat balutan, sesuai kebutuhan
Menjaga teknik pembalutan steril ketika melakukan perawatan luka, yang sesuai
Periksa luka setiap mengganti balutan
9. Pengawasan Kulit
Periksa
kulit
kemerahan,
dan
membran
kehangatan
mukosa
ekstrim,
edema
untuk atau
drainase/ cairan yang dikeluarkan.
Periksa kondisi insisi bedah, yang sesuai
Pantau warna dan suhu kulit
Pantau kulit dan membran mukosa untuk daerah perubahan warna, memar dan kerusakan
Monitor kulit untuk ruam dan lecet 10. Administrasi Pengobatan
Ikuti enam benar dari administrasi pengobatan
Periksa dosis pemberian obat.
Monitor kemungkinan dari alergi obat, interaksi dan kontraindikasi 11. Pengendalian infeksi
-
Cuci tangan sebelum dan sesudah setiap kegiatan perawatan pasien
-
Anjurkan pasien untuk minum antibiotik , seperti yang ditentukan
-
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi
12. Identifikasi resiko Aktivitas:
Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
Kaji ulang data yang didapatkan dari penkajian resiko
Identifikasi resiko
Pertimbangkan status pemenuhan kebutuhan sehai-hari
Rencanankan monitor resiko kesehatan 13. Monitor tanda vital
Aktivitas:
Monitor tekana darah
Monitor nadi
Monitor suhu
Monitor frekuensi napas
Monior kelmbapan kulit
Monitor adanya sianosis
Monitorwarna kulit
Monitor pola pernapasan abnormal 14. Pengajaran proses penyakit
Aktivitas:
Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait proses penyakit
Jelaskan patofisiologi penyakit
Jelaskan tanda dan gejala penyakit
Jelaskan proses penyakit
Diskusikan pilihan terapi
Jelaskan alasan dibalik manajemen terapi
Jelaskan komplikasi yang mungkin ada
Edukasi pasien untuk mengontrol atau meminimalkan gejala 15. Perawatan Tekanan Ulkus
Monitor warna, suhu, edema, kelembaban dan tampilan disekitar kulit Jaga
kelembaban
ulkus
untuk
membantu
penyembuhan Menggunakan panas yang lembab untuk ulkus untuk memperbaiki perfusi darah dan suplai oksigen di area Bersihkan kulit disekitar ulkus dengan sabun yang lembut dan air Bersihkan ulkus dengan solusi nontoksik yang tepat, kerjakan dengan gerakan sirkular dari tengah.
.