MANAJEMEN STRESS
I.
PENDAHULUAN Stres merupakan fenomena psikofisis yang manusiawih artinya stres itu bersifat inheren pada diri setiap orang dalam menjalankan kehidupan sehari – hari. Stress dialami setiap orang dengan tidak mengenal jenis kelamin,usia,kedudukan,jabatan, atau status social-ekonomi. Stres biasa dialami oleh bayi,anak- anak,remaja atau dewasa,pejabat atau warga masyarakat biasa,pengusaha atau karyawan ,seriap pria maupun wanita. Stres dapat memberikan pengeruh positif maupun negative terhadap individu. Pengeruh positif dari stress adalah mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah menimbulkan perasan – perasan tidak peraya diri, dan penolakan ,marah atau depresi, yang kemudian memicu mumculnya penyakit seperti sakit kepala,sakit perut,insomnia tekanan darah tinggi atau stroke.
II. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
RUMUSAN MASALAH Apa Teori stress ? Bagaimana Stress pada setiap periode kehidupan ? Bagaimana Gejala stress ? Apa saja Factor-faktor penyebab atau pemicu stress Bagimana Pengelolaan (manajemen) stress ? Apa saja Macam-macam coping ?
III. PEMBAHASAN 1. Teori Stress Stress merupakan fenomena psikofisik yang manusiawi. Artinya, stress itu bersifat inheren pada diri setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-sehari. Stress dialami oleh setiap orang dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosialekonomi. Stress bisa dialami oleh bayi, anak-anak, remaja, atau dewasa; pejabat atau warga masyarakat biasa; pengusaha atau karyawan; serta pria maupun wanita. Dr Selye mencatat adanya tiga bentuk stress: A. Eustress Adalah bahan penting dalam memotivasi kita untuk melakukan pekerjaan istimewa. Hal itu adalah stress positif yang memberi energy kepada kita dan meningkatkan focus dari kemotivasian kita. Stress itu ditimbulkan oleh situasi yang akan tingkat emosinya dapat kita kendalikan, seperti presentasi makalah dan pertunjukkan music. Bila dikondisikan, stress itu cenderung meningkatkan kreativitas dan produktivitas kita. B. Distress Adalah trespon stress yang destruktif dan negative. Distress ditimbulkan oleh respons kita terhadap situasi yang tampaknya di luar kendali dan pengaruh kita. Ketika kita merasakan takut, butuh melepas zat yang memicu urutan kejadian yang meningkatkan denyut nadi kita, yang oleh beberapa orang dinamakan fenomena “melawan atau kabur.
C. Hyperstess Adalah keadaan distress terus menerus yang mengakibatkan dampak negative terhadap hubungan, kesehatan dan kinerja. Hyperstress menyebabkan kelelahan, sakit lambung, serangan jantung dan gangguan psikologis. Stress dapat memberikan pengaruh positif dan negative terhadap individu. Pengaruh positif dari stress adalah mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah menimbulkan perasaanperasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi, yang kemudian memicu munculnya penyakit seperti sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke. Teori dasar tentang stress dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok, yaitu : a. Variabel stimulus Variabel ini dikenal pula dengan engineering approach (pendekatan rekayasa), yang mengonsepsikan stress sebagai uatu stimulus atau tuntutan yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini, stress dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal, baik sedikit maupun banyak. b. Variabel respons Variabel inidisebut pula dengan physiological approach (pendekatan fisiologis) yang didasarkan pada model triphase dari Hans Selye. Ia mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap stressor, yang ia namakan GAS (general adaption syndrome),yaitu mekanisme respons tipikal tubuh dalam merespons rasa sakit, ancaman, atau stressor lainnya. GAS terdiri atas tiga tahap. Pertama, reaksi alarm, yang terjadi ketika organisme merasakan adanya ancaman, yang kemudian meresponsnya dengan fight atau flight. Kedua, resistance, yang terjadi apabila stress itu berkelanjutan. Di sini, terjadi perubahan fisiologis yang melakukan keseimbangan sebagai upaya mengatasi ancaman. Ketiga, exhaustion,yang terjadi apabila stress terus berkelanjutan di atas periode waktu tertentu, sehingga organisme mengalami sakit (menurut Selye, organisme memiliki keterbatasan untuk melawan stress). Selye mendefinisikan stress sebagai the state which manifests itself by the GAS, atau the nonspecific response of the body to any demand made upon it. Selanjutnya, ia mengemukakan bahwa stress merupakan hal yang esensial bagi kehidupan. Tanpa stress tidak ada kehidupan, namun kegagalan dalam mereaksi stressor merupakan pertanda kematian. c. Variabel interaktif Variabel ini meliputi dua teori, yaitu : 1). Teori interaksional Teori ini memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan hakikat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengsn kebebasan mengambil keputusan. 2). Teori transaksional Teori ini memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif dan afektif individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, serta gaya-gaya “coping” yang dilakukannya. 2. Stress pada Setiap Peiode Kehidupan A. Stress pada masa bayi Situasi stress yang umumnya dialami oleh bayi merupakan pengaruh lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar). Selain itu, juga karena adanya keharusan bagi bayi untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan aau peraturan orang tua. Dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan tersebut, ia harus mengendalikan dorongan-dorongan alamiah atau nalurinya. Tuntutan atau peraturan yang harus diikuti bayi itu di antaranya menerima penyapihan dari ibunya, belajar cara makan dan mematuhi jadwal waktunya, serta berlatih buang air pada tempatnya dan bercebok setelahnya (toilet raining). Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut ternyata tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui proses yang tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada proses penyesuaian diri inilah, bayi sering mengalami stress. Factor lain yang dapat menyebabkan stress pada bayi adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu yang ditandai dengan perlakuan ibu yang kasar, marah-marah, atau kurang memperhatikan kebutuhannya. B. Stress pada masa anak Stress pada anak-anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya. Stress yang bersumber dari keluarga antara lain kurangnya curahan kasih sayang dari orang tua dan perubahan status keluarga (seperti dari serba kecukupan menjadi serba kekurangan, atau broken home). Sedangkan sumber stress yang berasal dari sekolah di antaranya sikap atau perlakuan guru yang kasar, kurang berhasil dalam bidang akademis, tidak naik kelas, kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas dari guru, dan keadaan sekolah yang kurang kondusif untuk belajar (seperti bising, kumuh, atau kurang sehat). C. Stress pada masa remaja Ada kepercayaan yang sudah popular di masyarakat bahwa masa remaja merupakan masa stress dalam perjalanan hidup seseorang. Sumber utama terjadinya stress pada masa ini adalah konflik atau pertentangan antara dominasi peraturan dan tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas atau independence dari peraturan tersebut. Banyaknya reaksi penyesuaian remaja yang negative merupakan pernyataan dari upayaupaya untuk mencapai kebebasan tersebut. Gejala-gejala umum tentang kesulitan remaja dalam menyesuaikan diri ini antara lain membolos dari sekolah, bersikap keras kepala atau melawan dan berbohong. D. Stress pada masa dewasa Stress yang dialami oleh orang dewasa pada umumnya bersumber dari beberapa factor. Di antaranya adalah karena kegagalan perkawinan, ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga, masalah nafkah hidup atau kehilangan pekerjaan (seperti di-PHK), ketidakpuasan dalam hubungan seks, penyimpangan seksual suami atau istri, perselingkuhan suami atau istri, keadaan hamil, menopause, gangguan kesehatan fisik dan anak yang nakal. 3. Gejala Stress Gejala stress digolongkan menjadi dua yangi golongan fisik dan psikis. Gejala fisik di antaranya ditandai dengan sakit kepala, sakit lambung (maag), hipertensi (darah tinggi), saking jantung atau sakit berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan sering buang air kecil. Sedangkan gejala psikis dari stress meliputi rasa gelisah atau cemas, kurang dapat berkonsentrasi dalam belajar atau bekerja, sikap apatis (masa bodoh), sikap pesimis, hilang rasa humor, bungkam seribu bahasa, malasa belajar atau bekerja, sering melamun, dan sering marahmarah atau bersikap agresif (baik secara verbal, seperti kata-kata kasar dan menghina; maupun nonverbal, seperti menampar, menendang, membanting pintu, dan memecahkan barang-barang.
4. Faktor-Faktor Penyebab atau Pemicu Stress (Stressor) Factor pemicu stress diklarifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu sebagai berikut: A. Stressor fisik biologis Beberapa factor penyebab stress dari fisik antara lain penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau salah satu anggota tubuh kurang berfungsi, wajah yang tidak cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk). B. Stressor psikologis Stressor psikologi ditandai dengan negative thinking atau berburuk sangka, frustasi (kekecewaan karena gagal dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan), iri hati atau dendam, sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan di luar kemampuan. C. Stressor sosial Stressor sosial meliputi tiga hal. Pertama, ilkim kehidupan keluarga, seperti hubungan antara anggota keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang nakal (seperti suka melawan kepada orang tua, sering membolos dari sekolah, mengonsumsi minuman keras, dan menyalahgunakan obat-obat terlarang), sikap dan perlakuan orang tua yang keras, salah seorang anggota keluarga mengidap gangguan jiwa, dan tingkat ekonomi keluarga yang rendah. Kedua, factor pekerjaan, seperti kesulitan mencari pekerjaan, pengengguran, terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan, serta penghasilan yang tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari. Ketiga, iklim lingkungan, seperti maraknya kriminalitas (pencurian, perampokan, dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar, mahasiswa, atau warga masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas atau dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor, (bau sampah di mana-mana) atau kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas, bertempat tinggal di daerah banjir atau rentang longsor, serta kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil. Keterkaitan antara stressor, respons, dan dampak stress dapat dilihat pada bagan berikut : Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan ketiga macam respons tersebut terhadap stress sebagaimana dalam gambar tersebut : a. Respons emosional Untuk mengetahui hubungan antara stress dengan emosi, Caspi, Bolger, dan Ecken (Weitten&Lloyd, 1994) melakukan penelitian terhadap 96 orang wanita sekitar tahun 1980 mengenai pengalaman stress dan suasana hati mereka. Diketahui stress dapat menimbulkan suasana hati yang negative (tidak nyaman). Menurut Wolfook dan Richardson (1978), reaksi emosi itu meliputi perasaan kesal, marah, cemas, takut, murung, sedih, dan duka cita. b. Respons fisiologis Respons fisiologis meliputi beberapa hal sebagai berikut : 1) The fight or flight respons, yaitu reaksi fisiologis terhadap ancaman dengan memobilisasi organisme untuk melawan (fight) atau menghindari (flight) anacaman atau sesuatu yang membahayakan. 2) The general adaptation syndrome, yaitu respons tubuh terhadap stress, yang terdiri atas tiga tahap : alarm, resistance, dan exhaustion.
3) Brain-body pathway, dilakukan dengan dua jalan yaitu jalan pertama ditempuh melalui system saraf otomatis dan jalan kedua melibatkan komunikasi langsung antara otak dan system endocrine. c. Respons behavioral Respons behavioral (tingkah laku atau aktivitas) terhadap stress umumnya melibatkan coping, yaitu berbagai upaya untuk menuntaskan, mengurangi, atau menoleransi tuntutan-tuntutan yang menyebabkan stress. Factor-factor yang mengganggu kestabilan stress organisme berasal dari dalam yang terdiri dari bilogis dan psikologis, maupun dari luar yang terdiri dari factor lingkungan. Berikut penjelasannya : 1) Factor biologis. Stressor biologis meliputi factor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologi, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan, penyakit, dan abnormalitas adaptasi. 2) Factor psikologis. Factor psikologis yang diduga menjadi pemicu stress di antaranya sebagai berikut persepsi, perasaan dan emosi, situasi, pengalaman hidup, keputusan hidup, perilaku (behavior), respons perlawanan (fight) dan melepaskan atau melarikan diri (flight), reaksi perlawanan (fight reaction), reaksi melepaskan diri (flight reaction), dan diam (immobility). 3) Factor lingkungan. Factor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, biotik, dan sosial. 5. Pengelolaan (Manajemen) Stress Pengelolaan stress disebut juga dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus dan Folkman: coping adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban karena di luar kemampuan individu. Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi pada kegiatan dan dan intrapsikis untuk mengelola (seperti menuntaskan, tabah, mengurangi, atau menimbulkan) tuntutan internal dan eksternal serta konflik di antaranya. Faktor-faktor yang mempengarui copingI sebagai upaya mereduksi atau mengatasi stress adalah sebagai berikut : A. Dukungan sosial Dukungan sosial dapat diartikan sebagai pemberian bantuan atau pertolongan terhadap seseorang yang mengalami stress dari orang lain yang memiliki hubungan dekat (saudara atau teman). Menurut Rietschlin (Shelley E. Taylorm, 2003), dukungan sosial berarti pemberian informasi dari orang lain yang dicintai atau mempunyai kepedulian, serta memiliki jaringan komunikasi atau kedekatan hubungan, seperti orang tua, suami istri, teman, dan orang-orang yang aktif dalam lembaga keagamaan. House (1981) mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki empat fungsi, di antaranya adalah sebagai berikut : a.
Emotional support, yang meliputi pemberian curahan kasih sayang, perhatian, dan kepedulian.
b. Appraisal support, yang meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, termasuk usaha-usaha untuk mengklarifikasi hakikat masalah tersebut, dan memberikan umpan balik tentang hikmah dibalik masalah tersebut. c.
Informational support, yang meliputi nasihat dan diskusi bagaimana mengatasi atau memecahkan masalah.
d. Instrumental support, yang meliputi bantuan material, seperti memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang, dan menyertai berkunjung ke biro layanan sosial. B. Kepribadian Tipe atau karakteristik kepribadian seseorang mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap coping atau usaha mengatasi stress yang dihadapi. Di antara tipe atau karakteristik keperibadian tersebut adalah sebagai berikut : a.
Hardiness (ketabahan atau daya tahan) Hardiness dapat diartikan sebagai tipe kepribadian yang ditandai dengan sikap komitmen, internal locus control, dan kesadaran terhadap tantangan (challenge). Suzanne, Kobasa (1979), sebagai pencetus istilahhardiness, menjelaskan ketiga karakteristik tersebut : Commitment, yaitu keyakinan seseorang tentang sesuatu yang seharusnya ia lakukan.Internal locus control, yaitu dimensi kepribadian tentang keyakinan atau persepsi seseorang bahwa keberhasilan atau kegagalan yang dialami disebablan oleh factor internal (berasal dari dirinya sendiri) sedangkaneksternal locus control merupakan keyakinan seseorang bahwa kesuksesan atau kegagalam yang dialaminya berasal dari factor luar.Challenge, yaitu kecenderungan persepsi seseorang terhadap situasi, atau tuntutan yang sulit atau mengancam sebagai suatu tantangan, (peluang) yang harus dihadapi.
b. Optimis (optimism) Optimis merupakan kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik (Weitern atau Lloyd, 1994:90). Sikap optimis memungkinkan seseoramg dapat mengcope secara lebih afektif, dan dapat mereduksi dampaknya, yaitu jatuh sakit. c.
Humoris Orang yang senang terhadap humor (humoris) cenderung lebih toleran dalam menghadapi situasi stress daripada orang yang tidak senang humor (orang yang bersikap kaku, dingin, pemurung, atau pemarah). Dalam studinya tentang beberapa cara coping, McCrae (1984) menenmukan bahwa 40% sikap humor itu dapat mengurangi stress. Dixon (1980) mengemukakan bahwa humor, joke, atau kecewa berfungsi upaya untuk menilai kembali situasi stress dengan cara yang kurang mengancam, dan dapat melepaskan emosi-emosi negative yang terpendam (seperti perasaan marah).
6. Macam-Macam Coping Coping terhadap stress itu ada yang positif atau konstruktif, ada juga yang negative. Berikut penjelasan masing-masing : A. Coping negative Menurut Weitten Lloyd, coping negative meliputi beberapa hal. Pertama,giving up (withdraw), melarikan diri dari kenyataan atau situasi stress, yang bentuknya seperti sikap apatis, kehilangan semangat, atau perasaan tak berdaya, dan meminum-minuman keras atau mengonsumsi obat-obat terlarang. Kedua, agresif, yaitu berbagai perilaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Ketiga,memanjakan diri sendiri (indulging yourself) dengan berperilaku konsumerisme yang berlebihan, seperti makan yang
B.
a.
b.
c.
d.
enak, merokok, menenggak minuman keras, dan menghabiskan uang untuk berbelanja.Keempat, mencela diri sendiri (blaming yourself), yaitu mencela atau menilai negative terhadap diri sendiri sebagai respons terhadap frustasi atau kegagalan dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan. Kelima, mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), yang bentuknya seperti menolak kenyataan dengan cara melindungi diri dari suatu kenyataan yang tidak menyenangkan (seorang perokok mengatakan bahwa rokok merusak kesehatan hanya teori belaka); berfantasi, rasionalisasi, danovercompensation. Coping positif Coping positif atau coping yang konstruktif diartikan sebagai upaya-upaya untuk menghadapi situasi stress secara sehat. Coping yang positif-konstruktif ini memiliki beberapa ciri : Pertama, menghadapi masalah secara langsung, mengevaluasi alternative secara nasional dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Kedua, menilai atau mempersepsi situasi stress didasarkan kepada pertimbangan yang rasional. Ketiga,mengendalikan diri (self-control) dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Coping yang konstruktif dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan atau metode, di antaranya adalah sebagai berikut : Rational-emotive therapy Terapi ini merupakan pendekatan terapi yang memfokuskan pada upaya untuk ubah pola berpikir klien yang irasional sehingga mengurangi gangguan emosi atau perilaku yang maladaptive. Meditasi Meditasi merupakan latihan mental untuk memfokuskan kesadaran atau perhatian dengan cara nonanalisis. Relaksasi Menurut penelitian para ahli seperti Lehrer & Woolfook (1984), relaksasi dapat mengatasi kekalutan emosional dan mereduksi masalah fisiologis (gangguan atau penyakit fisik). Mengamalkan ajaran agama sebagai wujud keimanan kepada Tuhan Orang yang taat beragama atau memiliki keimanan kepada Tuhan mampu mengelola hidup dan kehidupannya secara sehat, wajar, normative, serta dapat menghadapi situasi stress secara positif dan konstruktif.
IV. KESIMPULAN Dari materi yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwa stress merupakan fenomena psikofisik yang manusiawi. Artinya, stress itu bersifat inheren pada diri setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-sehari. Stress dialami oleh setiap orang dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial-ekonomi. Stress bisa dialami oleh bayi, anak-anak, remaja, atau dewasa; pejabat atau warga masyarakat biasa; pengusaha atau karyawan; serta pria maupun wanita. V. PENUTUP Demikian makalah yang bisa kami sampaikan tentang “Manajemen Stress”.Sekiranya isi dalam makalah ini dapat memberikan pemahaman dalam khazanah intelektual kita. Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan dalam makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA [1] Farid Mashudi, Psikologi Konseling (Jogjakarta : IRCiSoD, 2013). Hlm 184 [2] Dale Carnegie & Associates, Overcoming Worry and Stress, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2016). Hlm 106107 [3] Farid Mashudi, Psikologi Konseling (Jogjakarta : IRCiSoD, 2013). Hlm 185-233