BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan pembangunan dewasa ini, telah mendorong kita untuk berusaha memajukan industri yang mandiri dalam rangka mewujudkan Era Industrialisasi. Proses industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme elektrifikasi dan modernisasi. Dalam keadaan yang demikian maka penggunaan mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan berbahaya semakin meningkat. Kemajuan ini tentunya membawa dampak positif bagi kehidupan manusia, selain itu juga menambah jumlah dan ragam sumber bahaya apabila dalam pelaksanaannya tidak menggunakan sistem yang terkontrol, antara lain akan terjadi lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses, dan sifat pekerjaan yang berbahaya, serta peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan (Depnaker dan Transmigrasi RI, 2003).
Smart people learn from experience, wise people learn from experience of others. Kalimat bijak ini jika dikaitkan dengan industri jasa kesehatan, berarti menghendaki kita bukan saja menimba pengalaman dari insideninsiden yang terjadi agar tidak terulang kembali, tetapi menambah ilmu-ilmu lainnya agar menjadi orang bijak yang dapat mengidentifikasi bahaya sebelum menjadi insiden (Gunawan, 2008).
Bahaya yang ada oleh karena unsafe act dan unsafe condition dilakukan identifikasi tidak hanya agar kecelakaan tidak terulang lagi, tetapi masih ada faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap terjadinya kecelakaan tersebut. Adanya penyelidikan tambahan agar menjadi evaluasi sehingga dihasilkan langkah koreksi yang lebih sempurna dan tepat. Bahkan hampir celaka (near miss incident) harus dibuat dan didukung data yang lengkap, agar menjadi perbaikan di kemudian hari (Gunawan, 1998).
IBPR (Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko) dan Pengendalian Risiko merupakan elemen pokok dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya. IBPR dilakukan diseluruh aktivitas organisasi untuk menentukan
kegiatan
organisasi
mengandung
potensi
bahaya
dan
menimbulkan dampak serius terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli, 2009).
Selanjutnya hasil IBPR menjadi masukan untuk penyusunan obyektif dan target K3 yang akan dicapai yang dituangkan dalam program kerja. Dimana IBPR merupakan titik pangkal dari pengelolaan K3. Jika IBPR tidak dilakukan dengan baik maka penerapan K3 akan salah arah (misguided), acak atau virtual karena tidak mampu menangani isu pokok yang ada dalam organisasi (Ramli, 2009).
RS PELNI merupakan tempat pelayanan terhadap kesehatan. Dalam proses produksinya terdapat berbagai potensi bahaya yang ditimbulkan oleh faktor pekerjaan pada manusia, peralatan atau mesin dan lingkungan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Maka dari itu perlu penetapan risiko yang signifikan untuk menentukan langkah pengendalian yang tepat.
Melalui kegiatan observasi dan survey di RS PELNI, Tim MFK mencoba untuk mengidentifikasi sumber-sumber yang berpotensi bahaya yang ada, menilai risiko dan mengendalikannya melalui laporan dengan judul ”Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko di RS PELNI”.
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks, tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya. Kerumitan yang meliputi segala hal tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, risiko ini juga membahayakan pengunjung rumah
sakit tersebut. Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit.Rumah sakit mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan.
Risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan.Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa tak ada hidup tanpa risiko sebagaimana tak ada hidup tanpa maut. Jadi dengan demikian setiap hari kita menghadapi risiko, baik sebagai perorangan, maupun sebagai perusahaan. Orang berusaha melindungi diri tehadap risiko, demikian pula badan usaha pun harus berusaha melindungi diri terhadap risiko.Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko rumah sakit atau perusahaan salah satunya yaitu menerapkan Manajemen Risiko.
Secara garis besar yang menjadi latar belakang perlunya sebuah manajemen risiko antara lain adalah sbagai berikut : tuntutan masyarakat tentang peningkatan Good Corporate Governance, perubahan lingkungan, dan persyaratan investor dan regulator.
1.2.
Tujuan dan Manfaat
Kerangka manajemen risiko yang dibangun dalam suatu organisasi dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang dibagi dalam 4 kategori, yaitu: 1.
Strategic; goal tingkat tinggi yang diarahkan untuk mendukung misi yang dimiliki organisasi.
2.
Operations; pemanfaatan yang efektif dan efisien dari sumber-sumber yang tersedia.
3.
Reporting; dapat diandalkan atau dipercayanya laporan baik internal maupun eksternal.
4.
Compliance;
ketaatan
terhadap
berbagai
undang-undang
dan
peraturan yang berlaku.
1.2.1. 2.
Tujuan : Mengidentifikasi seluruh risiko strategis dan operasional yang penting mencakup seluruh rumah sakit, termasuk area klinis.
3.
Mengendalikan seluruh strategis dan operasional yang penting mancakup seluruh area rumah sakit termasuk area klinis.
4.
Memastikan adanya sistem yang kuat dan menjamin terdapatnya system untuk mengendalikan dan mengurangi risiko.
1.2.2.
Manfaat :
2.
Keputusan yang lebih efektif
3.
Efektivitas dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan
4.
Efektivitas pengalokasian dan penggunaan sumber daya
5.
Standar yang tinggi dalam pelayanan pelanggan
6.
Standar yang tinggi dalam akuntabilitas
7.
Kreativitas dan inovasi dalam praktik manajemen
8.
Peningkatan kapasitas
9.
Peningkatan moral organisasi
10.
Transparansi
1.3.
Batasan Operasional
1.
Risiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh negative terhadap perusahaan. (ERM)
2.
Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
3.
Risiko non klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.
4.
Manajemen
risiko
adalah
mengimplementasikan
proses
strategi,
untuk
menciptakan
meminimalkan
kerugian
dan akibat
kecelakaan pada manusia, sarana prasarana fasilitas dan keuangan rumah sakit melalui identifikasi dan penilaian potensi kehilangan asset rumah sakit, dan melakukan seleksi sesuai asumsi kerugian, transfer, mekanisme pengendalian dan pencegahan. 5.
Manajemen risiko adalah proses strategis untuk mengkreasikan dan menerapkan secara langsung untuk meminimalisasi kejadian tidak diharapkan.
6.
Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai
dan
menyusun
prioritas
risiko,
dengan
tujuan
untuk
menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. 7.
Pendekatan manajemen risiko difokuskan pada kejadian yang telah terjadi (reaktif) dan potensial terjadi (proaktif) dengan menerapkan manajemen risiko terintegrasi yang memprioritaskan keselamatan pasien, melalui revisi pengembangan proses, fungsi dan layanan.
8.
Konsekuensi adalah Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan
merugikan
atau
menguntungkan.
Bisa
juga
berupa
rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu kejadian.
9.
Biaya adalah dari suatu kegiatan, baik langsung dan tidak langsung, meliputi berbagai dampak negatif, termasuk uang, waktu, tenaga kerja, gangguan, nama baik, politik dan kerugian-kerugian lain yang tidak dinyatakan secara jelas.
10.
Kejadian adalah suatu peristiwa (insiden) atau situasi, yang terjadi pada tempat tertentu selama interval waktu tertentu.
11.
Analisis Urutan Kejadian adalah suatu teknik yang menggambarkan rentangan kemungkinan dan rangkaian akibat yang bisa timbul dari proses suatu kejadian.
12.
Analisis Urutan Kesalahan adalah suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan kombinasi-kombinasi yang logis dari berbagai keadaan sistem dan penyebab-penyebab yang mungkin bisa berkontribusi terhadap kejadian tertentu (disebut kejadian puncak).
13.
Frekuensi adalah Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang dinyatakan sebagai jumlah peristiwa suatu kejadian dalam waktu tertentu. Terlihat juga seperti kemungkinan dan peluang.
14.
Bahaya (hazard) adalah Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan mempunyai potensi untuk menimbulkan kerugian.
15.
Monitoring/
Pemantauan
adalah
Pengecekan,
Pengawasan,
Pengamatan secara kritis, atau Pencatatan kemajuan dari suatu kegiatan, tindakan, atau sistem untuk mengidentifikasi perubahanperubahan yang mungkin terjadi. 16.
Probabilitas digunakan sebagai gambaran kualitatif dari peluang atau frekuensi. Kemungkinan dari kejadian atau hasil yang spesifik, diukur dengan rasio dari kejadian atau hasil yang spesifik terhadap jumlah kemungkinan kejadian atau hasil. Probabilitas dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1, dengan 0 menandakan kejadian atau hasil yang tidak mungkin dan 1 menandakan kejadian atau hasil yang pasti.
17.
Risiko Ikutan adalah Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen risiko dilakukan.
18.
Risiko adalah Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran. Ini diukur dengan hukum sebab akibat. Variabel yang diukur biasanya probabilitas, konsekuensi dan juga pemajanan.
19.
Penerimaan Risiko (acceptable risk) adalah Keputusan untuk menerima konsekuensi dan kemungkinan risiko tertentu.
20.
Analisis risiko adalah sebuah sistematika yang menggunakan informasi yang didapat untuk menentukan seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan besarnya konsekuensi tersebut.
21.
Penilaian risiko adalah Proses analisis risiko dan evalusi risiko secara keseluruhan.
22.
Penghindaran risiko adalah Keputusan yang diberitahukan tidak menjadi terlibat dalam situasi risiko.
23.
Pengendalian risiko adalah bagian dari manajemen risiko yang melibatkan penerapan kebijakan, standar, prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang kurang baik.
24.
Evaluasi
risiko
adalah
proses
yang
biasa
digunakan
untuk
menentukan manajemen risiko dengan membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah ditentukan, target tingkat risiko dan kriteria lainnya. 25.
Identifikasi Risiko adalah Proses menentukan apa yang dapat terjadi, mengapa dan bagaimana.
26.
Pengurangan Risiko adalah Penggunaan/ penerapan prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang tepat secara selektif, dalam rangka mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau konsekuensinya, atau keduanya.
27.
Pemindahan Risiko (risk transfer) adalah Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu kelompok/ bagian lain melalui jalur hukum, perjanjian/ kontrak, asuransi, dan lain-lain. Pemindahan risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik dan bagiannya ke tempat lain.
BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini disampaikan definisi Manajemen Risiko dari beberapa sumber :
Definisi Manajemen Risiko menurut Enterprise Risk Management – COSO: A process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy-setting and across enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives (COSO) Definisi Manajemen Risiko menurut AS/NZS 4360: 2004 : The culture, processes,
structures
that
are
directed
towards
realizing
potential
opportunities while managing adverse effects ISO 31000 adalah suatu standar implementasi manajemen risiko yang diterbitkan oleh International Organization for Standardization pada tanggal 13 November 2009. Standar ini ditujukan untuk dapat diterapkan dan disesuaikan untuk semua jenis organisasi dengan memberikan struktur dan pedoman yang berlaku generik terhadap semua operasi yang terkait dengan manajemen risiko. Menurut ISO 31000, manajemen risiko suatu organisasi harus
mengikuti 11 prinsip dasar agar dapat dilaksanakan secara efektif. Berikut penjabaran prinsip-prinsip tersebut. 1.
Manajemen risiko menciptakan nilai tambah (creates value) Manajemen risiko berkontribusi terhadap pencapaian nyata objektif dan peningkatan, antara lain, kesehatan dan keselamatan manusia, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, penerimaan publik, perlindungan lingkungan, kinerja keuangan, kualitas produk, efisiensi operasi, serta tata kelola dan reputasi perusahaan.
2.
Manajemen risiko adalah bagian integral proses dalam organisasi (an integral part of organizational processes) Manajemen risiko adalah bagian tanggung jawab manajemen dan merupakan suatu bagian integral dalam proses normal organisasi seperti juga merupakan bagian dari seluruh proses proyek dan manajemen perubahan. Manajemen risiko bukanlah merupakan aktivitas yang berdiri sendiri yang terpisah dari aktivitas-aktivitas utama dan proses dalam organisasi.
3.
Manajemen risiko adalah bagian dari pengambilan keputusan (part of decision making) Manajemen
risiko
membantu
pengambil
keputusan
mengambil
keputusan dengan informasi yang cukup. Manajemen risiko dapat membantu memprioritaskan tindakan dan membedakan berbagai pilihan alternatif tindakan. Pada akhirnya, manajemen risiko dapat membantu memutuskan apakah suatu risiko dapat diterima atau apakah suatu penanganan risiko telah memadai dan efektif. 4.
Manajemen risiko secara eksplisit menangani ketidakpastian (explicitly addresses uncertainty)
Manajemen risiko menangani aspek-aspek ketidakpastian dalam pengambilan keputusan, sifat alami dari ketidakpastian itu, dan bagaimana menanganinya. 5.
Manajemen risiko bersifat sistematis, terstruktur, dan tepat waktu (systematic, structured and timely) Suatu pendekatan sistematis, tepat waktu, dan terstruktur terhadap manajemen risiko memiliki kontribusi terhadap efisiensi dan hasil yang konsisten, dapat dibandingkan, serta andal.
6.
Manajemen risiko berdasarkan informasi terbaik yang tersedia (based on the best available information) Masukan untuk proses pengelolaan risiko didasarkan oleh sumber informasi seperti pengalaman, umpan balik, pengamatan, prakiraan, dan pertimbangan pakar. Meskipun demikian, pengambil keputusan harus terinformasi dan harus mempertimbangkan segala keterbatasan data atau model yang digunakan atau kemungkinan perbedaan pendapat antar pakar.
7.
Manajemen risiko dibuat sesuai kebutuhan (tailored) Manajemen risiko diselaraskan dengan konteks eksternal dan internal organisasi serta profil risikonya.
8.
Manajemen risiko memperhitungkan faktor manusia dan budaya (takes human and cultural factors into account) Manajemen risiko organisasi mengakui kapabilitas, persepsi, dan tujuan pihak- pihak eksternal dan internal yang dapat mendukung atau malah menghambat pencapaian tujuan organisasi.
9.
Manajemen risiko bersifat transparan dan inklusif (transparent and inclusive)
Pelibatan para pemangku kepentingan, terutama pengambil keputusan, dengan sesuai dan tepat waktu pada semua tingkatan organisasi, memastikan
manajemen
perkembangan. kepentingan
Pelibatan
untuk
cukup
risiko ini
tetap juga
terwakili
relevan
dan
memungkinkan dan
mengikuti pemangku
diperhitungkan
sudut
pandangnya dalam menentukan kriteria risiko. 10.
Manajemen risiko bersifat dinamis, iteratif, dan responsif terhadap perubahan (dynamic, iterative and responsive to change) Seiring dengan timbulnya peristiwa internal dan eksternal, perubahan konteks dan pengetahuan, serta diterapkannya pemantauan dan peninjauan, risiko-risiko baru bermunculan, sedangkan yang ada bisa berubah atau hilang. Karenanya, suatu organisasi harus memastikan bahwa manajemen risiko terus menerus memantau dan menanggapi perubahan.
11. Manajemen risiko memfasilitasi perbaikan dan pengembangan berkelanjutan organisasi (facilitates continual improvement and enhancement of the organization) Organisasi harus mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk memperbaiki kematangan manajemen risiko mereka bersama aspek-aspek lain dalam organisasi mereka.
Komponen Manajemen Risiko terdiri dari 8 komponen yang saling berhubungan. Komponen ini diambil dari cara bagaimana manajemen melaksanakan organisasinya dan diintegrasikan dengan proses manajemen. Kedelapan komponen manajemen risiko ini adalah:
1.
Internal Environment a.
Filosofi manajemen risiko; seperangkat keyakinan dan perilaku yang
dirasakan
bersama,
yang
mencirikan
bagaimana
organisasi ini mempertimbangkan risiko dalam segala aspek di organisasi b.
Risk appetite; risiko dalam wawasan dan tingkatan yang luas di mana organisasi masih dapat menerimanya
c.
Direksi dan komisaris; struktur, pengalaman, independensi, dan peran pengawasan yang dimainkan oleh dewan
d.
Integritas dan nilai-nilai etika; terutama standar perilaku dan gaya kepemimpinan serta berbagai tindakan yang secara etika diterima dan berlaku di organisasi
e.
Komitmen terhadap kompetensi; pengetahuan dan keahlian yang
dibutuhkan
dibebankan.
untuk
melaksanakan
tugas-tugas
yang
f.
Struktur organisasi; suatu kerangka untuk merencanakan, melaksanakan,
mengendalikan,
dan
memantau
berbagai
aktivitas. g.
Pembebanan wewenang dan tanggung jawab; tingkatan di mana setiap individu dan tim diberikan wewenang dan didorong untuk menggunakan insiatif untuk mengarahkan berbagai isu dan memecahkan masalah-masalah, sebatas apa yang menjadi tanggung jawabnya • Standar atau kriteria sumber daya manusia; praktik-praktik berkenaan dengan rekrutmen, orientasi, pelatihan, evaluasi, konseling, promosi, kompensasi, dan tindakan –tindakan perbaikan yang diambil
2.
Objective Setting a.
Tujuan ditetapkan di tingkat strategi dan menjadi dasar untuk menentukan tujuan operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Setiap organisasi menghadapi berbagai macam risiko baik yang berasal dari sumber internal maupun eksternal.
b.
Penetapan tujuan merupakan prasyarat untuk efektifnya proses identifikasi kejadian, penilaian risiko, dan respon terhadap risiko.
c.
Tujuan
menjadi
acuan
untuk
menentukan
risk
appetite
organisasi yaitu sebagai batas toleransi risiko bagi organisasi yang dapat diterima. Sedangkan, risk tolerance adalah tingkat ukuran yang dapat diterima berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi. 3.
Event Identification a.
Manajemen mengidentifikasi kejadian yang berpotensi terjadi, dan jika memang terjadi akan mempengaruhi entitas dan menentukan apakah kejadian-kejadian tersebut merupakan peluang atau ancaman yang mempengaruhi pencapaian tujuan. Kejadian-kejadian yang berdampak negatif merupakan risiko yang
mungkin
dapat
menghambat
organisasi
mencapai
tujuannya. b.
Sementara, kejadian-kejadian yang memberikan dampak positif merupakan peluang yang harus segera direspon organisasi untuk memperlancar pencapaian tujuan. Dalam mengidentifikasi
kejadian, berbagai faktor baik internal maupun eksternal harus dipertimbangkan 4.
Risk Assessment a.
Penilaian risiko (risk assessment) memungkinkan suatu entitas mempertimbangkan luasnya kejadian-kejadian potensial memiliki pengaruh untuk suatu pencapaian tujuan.
b.
Manajemen menilai kejadian dari 2 (dua) perspektif, yaitu: kemungkinan terjadi (likelihood) dan dampak (impact).
c.
Umumnya, penilaian risiko menggunakan metode kuantitaf atau kualitatif, atau kombinasi di antara keduanya.
d.
Dampak dari kejadian potensial harus diuji, baik secara tersendiri atau kategori, lintas entitas.
e.
Risiko dinilai baik dari hal yang melekat (inherent) dan sisanya (residual).
f.
Inherent risk adalah risiko yang melekat di organisasi sebelum upaya tindakan untuk mengubah kemungkinan dan dampak risiko.
g.
Residual risk adalah risiko yang tetap ada setelah manajemen merespon risiko, misal dengan mengurangi atau memindahkan risiko.
h.
Penilaian risiko pertama harus dilakukan terhadap inherent risk. Setelah respon terhadap risiko dikembangkan, manajemen kemudian mempertimbangkan residual risk (relatif pada risk appetite organisasi).
5.
Risk Response Setelah risiko dinilai, manajemen menentukan bagaimana risiko tersebut direspon.
Berbagai model merespon risiko, diantaranya
adalah:
6.
a.
Menghindari risiko (avoiding);
b.
Mengurangi (mitigating);
c.
Memindahkan (sharing/transferring);
d.
Mengendalikan (controlling);
e.
Mengoptimalkan (exploiting).
Control Activities
Kegiatan pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang dapat membantu memastikan bahwa respon terhadap risiko yang dilakukan manajemen dilaksanakan. Berapa contoh kegiatan pengendalian, yaitu: a.
Review
oleh
pimpinan
(misal:
review
terhadap
budget,
monitoring tindakan komptetior) b.
Fungsi atau aktivitas langsung manajemen (misal: rekonsiliasi)
c.
Pemrosesan informasi (misal: pengendalian operasi sistem, pengendalian atas sistem implementasi, pembuatan disaster recovery plan).
d.
Pengendalian fisik (misal: penghitungan fisik kas, pengamanan langsung)
e.
Penggunaan indikator kinerja (misal: analisis dan tindak lanjut penyimpangan dari target atau kinerja yang direncanakan)
f.
Pemisahan tugas (misal: pemisahan wewenang dan tanggung jawab
antara
petugas
yang
mengotorisasi
rekanan,
membayarkan, dan mencatat transaksi yang berkaitan). 7.
Information and Communication a.
Informasi harus cukup dalam konsistensinya dengan kebutuhan entitas untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespon risiko, dengan tetap dalam risk tolerance-nya.
b.
Sistem informasi yang digunakan secara internal, berasal dari dari data dan informasi yang berasal dari sumber eksternal, menyajikan informasi untuk mengelola risiko dan membuat keputusan yang informatif berkaitan dengan pencapaian tujuan.
c.
Pada akhirnya, informasi harus cukup berkualitas untuk pengambilan
keputusan.
Kualitas
informasi
berhubungan
dengan: 1)
Informasi tepat waktu dan tersedia setiap saat jika dibutuhkan.
Informasi
selalu
baru,
mencerminkan
informasi keuangan dan operasional yang paling terkini. 2)
Informasi harus akurat dan dapat diandalkan (dipercaya)
3)
Informasi mudah untuk diakses oleh siapa pun yang memiliki otorisasi untuk mengakses dan membutuhkan informasi tersebut
8.
Monitoring a.
Proses
manajemen
risiko
harus
dimonitor,
yaitu
dinilai
keberadaan dan berfungsi efektifnya untuk setiap komponen yang ada di dalamnya secara terus menerus. b.
Model yang digunakan untuk melakukan monitoring adalah melalui monitoring kegiatan secara terus menerus, penilaian terpisah, atau kombinasi di antara keduanya.
c.
Monitoring secara terus menerus dilakukan dan melekat dalam aktivitas rutin manajemen.
d.
Ruang lingkup dan frekuensi penilaian terpisah tergantung terutama pada hasil penilaian risiko dan efektifitas prosedur monitoring yang terus menerus.
e.
Kelemahan
atau
kekurangan
program
manajemen
risiko
dilaporkan ke atas dan untuk permasalahan yang sangat serius harus dilaporkan kepada direksi dan komisaris
Pemilik risiko adalah orang atau entitas yang dengan akuntabilitas dan kewenangannya untuk mengelola risiko (ISO Guide 73)
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan untuk diangkat dalam pembahasan Manajemen Risiko, antara lain : 1. High Risk a. Merujuk pada area yang rawan atau tidak stabil. b. Mempertimbangkan tertentu,
potensial
risiko-risiko
perawatan
dampak
pada
kegagalan
populasi pemberian
tindakan/pengobatan yang salah. c. Kategori ini termasuk pasien eksperimental atau intervensi khusus yang berisiko. 2. High Volume a. Yaitu pelayanan yang frekuensinya besar b. Demografis pasien berperan dalam hal ini. c. Pasien apa yang paling sering dilayani di Rumah Sakit. 3. Problem Prone a. Prosedur atau proses yang dapat menghasilkan outcome yang tidak diharapkan, misalnya : pasien jatuh dua kali di Unit Kerja yang sama b. Berikan perhatian khusus pada area dimana proses tidak berjalan baik atau outcome tidak konsisten
Ruang lingkup proses pengelolaan manajemen risiko terdiri dari: 1.
Identifikasi risiko,
2.
Analisis risiko,
3.
Evaluasi risiko,
4.
Pengendalian risiko,
5.
Pemantauan dan telaah ulang,
6.
Koordinasi dan komunikasi.
Pengelolaan Manajemen Risiko
A. Identifikasi Risiko Adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara financial.
B. Analisis Risiko Penilaian risiko meliputi
1. Bagaimana risiko bisa terjadi 2. Apa dampaknya bila sudah terjadi 3. Bagaimana hal tersebut bisa dikurangi Penilaian
dan
rangking
risiko
dilakukan
menggunakan
kategori
kemungkinan dan konsekuensi.
C. Evaluasi dan Peringkat Risiko Mengevaluasi risiko dan membandingkan kriteria risiko yang diterima untuk dikembangkan dalam daftar prioritas risiko yang akan ditindak lanjuti. Melakukan evaluasi risiko dan prioritas risiko dengan cara membandingkan tingkat risiko yang ditemukan selama analisis dengan kriteria risiko yang ditentukan sebelumnya, dan mengembangkan daftar prioritas risiko untuk menentukan tindak lanjut. Saat menyusun evaluasi kriteria layanan kesehatan, harus dilakukan identifikasi untuk menentukan tingkat risiko secara internal maupun eksternal yang siap diterima rumah sakit. Kriteria risiko digunakan untuk menilai dan menentukan peringkat risiko, yang menunjukkan bahwa bila risiko diterima rumah sakit, maka harus berhasil dilaksanakan. Dalam mengevaluasi kriteria risiko mungkin dipengaruhi oleh persepsi internal, eksternal dan persyaratan hukum.
D. Pengelolaan Risiko Bila memungkinkan paparan risiko perlu dieliminasi. Contohnya memperbaiki alat yang rusak, memberikan pendidikan pada staf medis yang belum mendapatkan edukasi tentang prosedur pengoperasian alat. Bila risiko tidak dapat dieliminasi, maka perlu dicari teknik lain untuk menurunkan risiko kerugian. Setelah dilakukan identifikasi dan analisa risiko, maka satuan tugas manajemen resiko harus menangani dan mengendalikan risiko tersebut. Ada dua pendekatan dasar: 1. Mengendalikan risiko (risk control). Risiko sedapat mungkin dihindari karena rumah sakit tidak berani mengambil risiko dengan metode berikut:
a. Menghindari risiko (risk avoidance), adalah menghindarkan harta, orang atau kegiatan dari pajanan terhadap risiko dengan cara: (1) Menolak risiko atau menerima dan melaksanakan suatu kegiatan walaupun hanya untuk sementara (2) Meninjau kembali risiko yang telanjur diterima atau segera menghentikan kegiatan itu begitu diketahui mengandung risiko. b. Mengendalikan kerugian dengan mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya insiden yang menimbulkan kerugian dengan cara mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian. 2. Menanggung risiko (risk retention). Risiko diterima dan ditangani sendiri oleh rumah sakit. Artinya rumah sakit mentolerir terjadinya kerugian untuk mencegah terganggunya kegiatan operasional rumah sakit dengan menyediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya.
E. Monitor dan Review Memantau dan meninjau risiko yang sedang berjalan, penting untuk memastikan bahwa rencana organisasi manajemen risiko puskesmas tetap relevan. Mengingat bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan “kemungkinan dan dampak risiko” setiap saat, maka manajemen risiko harus melakukan pemantauan berulang kali, serta meninjau kembali setiap langkah dalam proses manajemen risiko. Penentuan
prioritas
risiko
dan
perencanaan
kegiatan,
memperhitungkan laporan insiden internal, informasi audit, keluhan dan isu-isu perorangan, serta persyaratan dan panduan tingkat nasional. Pimpinan unit layanan secara sistematis harus menyusun prioritas risiko menurut keparahan risiko (sesuai warna/ bands risiko), dan melakukan kontrol di tingkat unit layanan.Tindak lanjut dilakukan oleh manajer level tertentu tergantung tingkat keparahan risiko (sesuai warna/ bands risiko). Tujuan utama pemantauan adalah: 1. Untuk mengembangkan sebuah daftar risiko (risk register) secara komprehensif yang diprioritaskan untuk membuat rencana tindakan terhadap risiko yang signifikan dan moderat.
2. Untuk mengembangkan daftar risiko internal dan rencana kegiatan untuk semua unit layanan. 3. Untuk mengembangkan profil utama risiko dan risiko signifikan yang mungkin timbul dari kegiatan rumah sakit serta untuk menganalisis risiko yang berdampak terhadap keuangan, kemungkinan risiko yang mungkin muncul menjadi insiden dan kemungkinan untuk mengontrol risiko.
F. Komunikasi dan Konsultasi Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.
BAB III ASESMEN RISIKO
3.1.
Identifikasi Risiko Mencari informasi/data potensi bahaya. Upaya ini dapat dilakukan
misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan. Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian resiko meliputi :
a. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari internal RS PELNI atau dibantu oleh petugas lain di luar perusahaan (eksternal) yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan.
Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
b. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian atau departemen, jenis pekerjaan, proses produksi , bisnis proses dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.
c. Kunjungan/Inspeksi tempat kerja (gemba) Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan
mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
3.1.1. Pembagian Risiko 1.
Risiko Operasional
2.
Risiko Hazard
3.
Risiko Finansial
4.
Risiko Strategik
3.1.2. Ruang lingkup Manajemen Risiko Rumah Sakit
1.
2.
3.
Pelayanan kesehatan, khususnya perawatan terhadap pasien. a.
Kerahasiaan medis
b.
Perlindungan fisik, psikis dan privacy.
c.
Diskriminasi.
Petugas medis dan non medis. a.
Legalisasi.
b.
Kompetensi.
c.
Tuntutan hukum.
d.
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Fasilitas, properti dan lingkungan Rumah Sakit. a.
Keselamatan dan Keamanan 1)
Keselamatan Suatu
tingkatan
halaman/ground
keadaan dan
tertentu
peralatan
dimana
rumah
gedung,
sakit
tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf dan pengunjung 2)
Keamanan
Proteksi dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau akses
serta
penggunaan
oleh
mereka
yang
tidak
berwenang b.
c.
d.
Bahan berbahaya 1)
B3 medik
2)
B3 umum
Manajemen emergensi 1)
Wabah
2)
Bencana
3)
Kondisi gawat darurat
Pengamanan kebakaran Properti dan penghuninya dilindungi dari kebakaran dan asap. Antara lain :
e.
1)
Hydrant
2)
Sprinkler
3)
Heat detector
4)
Smoke detector
5)
APAR
6)
Siamise connection
7)
Fire alarm
Peralatan medis 1)
Peralatan radiologi dan intervensi.
2)
Peralatan laboratorium.
3)
Peralatan Kamar Tindakan / Kamar Operasi.
4)
Peralatan Gizi.
5)
Peralatan Rehabilitasi Medik.
6)
Peralatan Farmasi.
7)
Peralatan Rawat Inap.
8)
Peralatan Rawat Jalan.
9)
Peralatan Emergency.
10) Peralatan Hemodialisa. f.
Sistem utilitas Sistem pendukung lainnya dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, antara lain :
1)
Teknologi Informasi (hardware, software, CCTV)
2)
Listrik (termasuk genset didalamnya)
3)
Elektrikal (tata suara, TV, Telepon, AC, nurse call)
4)
Mekanikal (pompa)
5)
Air (air bersih dan air kotor)
6)
Lift
7)
Limbah (padat dan cair)
8)
Penangkal petir
9)
Pembersih gedung (gondola)
10) Transportasi dalam bangunan (gerobak, trolley) 11) Plumbing (pipa) 4.
Keuangan
5.
Sarana dan prasarana penunjang pelayanan yang lain.
Risiko di rumah sakit dibagi menjadi 2, yaitu risiko klinis dan risiko non klinis. 1. Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif. Pelayanan medis/ klinis menimbulkan risiko klinis (clinical risk) seperti: a. Risiko kesalahan medis (medical errors) b. Risiko kejadian-kejadian kritis (critical incidents) c. Risiko complain pasien d. Risiko klaim pasien e. Risiko infeksi nosokomial f. Risiko K3
2. Risiko non klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi. Kegiatan sebagai Corporate menimbulkan risiko perusahaan, seperti: 1) Risiko asset 2) Risiko pendapatan bisnis 3) Risiko tuntutan hukum
4) Risiko kelalaian karyawan 5) Risiko akibat kelemahan system operasional 6) Risiko korupsi, tindak criminal, ketidakjujuran.
Risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan proaktif) dan insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif/ responsive) Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai macam sumber, misalnya: 1. Informasi internal (rapat bagian / koordinasi, audit, incident report, klaim, komplain) 2. Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga penelitian). 3. Pemeriksaan atau audit eksternal.
Contoh risiko potensial berdasarkan area pelayanan: 1. Akses Pasien: a. Proses pemulangan pasien lama b. Pasien pulang paksa c.
Kegagalan merujuk pasien
d. Ketidaktersediaan tempat tidur e. Proses transfer pasien yang tidak baik 2. Kecelakaan: a. Tersengat listrik b. Terpapar dengan bahan berbahaya c. Tertimpa benda jatuh d. Tersiram air panas e. Terpeleset 3. Asesmen dan Terapi a. Kesalahan identifikasi pasien b. Reaksi transfusi darah c. Kesalahan pelabelan spesimen laboratorium d. Kegagalan konsultasi interdisiplin pasien
e. Code blue 4. Masalah administrasi keuangan pasien a. Kesalahan estimasi biaya b. Pengenaan tagihan yang sama 2 x c. Kesalahan input data tagihan d. Perbedaan tarif dan tagihan e. Transaksi tidak terinput 5. Kejadian Infeksi a. Kegagalan / kontaminasi alat medis b. Infeksi luka operasi c. Needlestick injury d. Kesalahan pembuangan limbah medis e. Infeksi nosocomial 6. Rekam medik a. Kegagalan memperoleh informed consent b. Kesalahan pelabelan rekam medik c. Kebocoran informasi rekam medik d. Ketidaklengkapan catatan dalam rekam medik e. Kehilangan / kesalahan penyimpanan rekam medik 7. Obat a. Penulisan resep yang tidak baik b. Riwayat alergi obat tidak teridentifikasi c. Kesalahan dosis obat d. Obat rusak / expired e. Kesalahan identifikasi pasien dalam pemberian obat f. Kegagalan memonitor efek samping obat 8. Keamanan a. Pencurian b. Pasien hilang c. Lingkungan yang tidak aman
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui : 1) Inspeksi / survey / gemba tempat kerja rutin.
2) Informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit serta absensi. 3) Laporan dari P2K3 RS PELNI (Panitia Pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja), supervisor, kepala unit kerja atau keluhan pekerja. 4) Lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet / MSDS)
3.2.
Analisa Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis risiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan (severity) frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi resiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sistematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
3.2.1. Metode
Metode yang dipilih adalah deskriptif kualitatif, ditujukan untuk; 1). Mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci. 2). Mengidentifikasi risiko. 3). Membuat analisa dan evaluasi. 4). Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
Dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menyajikan gambaran utuh mengenai hubungan fenomena yang diuji.
3.2.2. Jenis Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan paper ini adalah sebagai berikut : 1.
Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, dilakukan dengan metode: -
Wawancara dengan unit-unit terkait
2.
Observasi langsung ke lapangan
Data Sekunder, diperoleh dari dokumen contohnya kebijakan manajemen, struktur organisasi, uraian pekerjaan serta data internal objek (Standar Prosedur Operasional / SPO, buku-buku yang diperlukan untuk tujuan memperoleh pemahaman tentang objek penulisan paper.
3.2.3. Sumber Data
Data dan informasi yang digunakan dalam studi model bisnis ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu: a. Sumber internal, yaitu data yang diperoleh dari internal perusahaan, seperti pengumpulan data observasi dan wawancara kepada unit-unit kerja RS PELNI. A. Pelaporan Risiko
Laporan insiden RS (internal) Pelaporan secara tertulis setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga, pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di Rumah Sakit.
Laporan insiden keselamatan pasien external Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap kondisi potensial cedera dan insiden keselamatan pasien yang terjadi pada pasien, dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
Jenis-jenis insiden adalah sebagai berikut :
Kondisi Potensial Cedera (KPC) Suatu kondisi atau situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tapi belum terjadi insiden.
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien
Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak menimbulkan cedera
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Suatu insiden yang mengakibatkan pasien cedera
Siapa yang bertanggungjawab dalam pelaporan insiden :
Staf RS yang pertama menemukan kejadian atau supervisornya
Staf RS yang terlibat dengan kejadian atau supervisornya
b. Sumber eksternal, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber di luar perusahaan, seperti data dari studi sebelumnya, studi literatur, website, jurnal dan lain sebagainya.
3.2.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam upaya mengumpulkan data antara lain adalah sebagai berikut : -
Wawancara kepada para Kepala Divisi, Kepala Bagian / Instalasi , Kepala Urusan / Koordinator, Supervisi, Ketua Tim, Case Manager dan Pelaksana.
-
Observasi langsung ke lapangan.
-
Studi dokumen, dengan cara membaca beberapa dokumen RS PELNI, dan mengutip dokumen tersebut, untuk mendapatkan data kebijakan dan struktur organisasi serta uraian pekerjaan.
3.2.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data
Semua data dan informasi yang diperoleh, dikumpulkan dan dilakukan pengolahan, melalui tahapan sebagai berikut: a. Mendalami setiap dokumen-dokumen yang terkait dengan studi ini. b. Membuat rangkuman untuk hal-hal penting dan saling berhubungan dengan studi ini. c. Membuat kesimpulan dari dokumen yang ada.
d. Menganalisa data yang diperoleh, baik data primer maupun data sekunder.
3.3.
Evaluasi Risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian resiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
Metode evaluasi resiko antara lain adalah :
1) Menghitung peluang insiden (probability)
Dalam menentukan peluang insiden yang terjadi di tempat kerja kita dapat menggunakan skala berdasarkan tingkat potensinya.
2) Menghitung tingkat keparahan (severity)
3) Mengkombinasikan perhitungan peluang dan konsekuensi untuk menentukan tingkat resiko.
Level atau tingkatan resiko ditentukan oleh hubungan antara nilai hasil identifikasi peluang bahaya dan konsekuensi.
Hubungan ini dapat kita gambarkan dalam matriks berikut :
Berdasarkan matrik rangking tersebut kita dapat mengidentifikasi atau menentukan tindakan yang akan kita lakukan terhadap setiap risiko. Ketentuan tindak lanjutnya sebagai berikut :
HAZARD AND VULNERABILITY ASSESMENT TOOLS EVENTS INVOLVING HAZARDOUS MATERIALS SEVERITY = (MAGNITUDE - MITIGATION) PROBABILITY EVENT Likelihood this will occur
SCORE
AVERAGE
0 = N/A 1 = Low 2 = Moderate 3 = High
0.00
HUMAN IMPACT
PROPERTY IMPACT
BUSINESS IMPACT
Possibility of death or injury
Physical losses and damages
0 = N/A 1 = Low 2 = Moderate 3 = High
0.00
0 = N/A 1 = Low 2 = Moderate 3 = High
0.00
PREPARE D-NESS
INTERNAL RESPONSE
EXTERNAL RESPONSE
Interuption of services
Preplanning
Time, effectivness, resouces
Community/ Mutual Aid staff and supplies
0 = N/A 1 = Low 2 = Moderate 3 = High
0 = N/A 1 = High 2 = Moderate 3 = Low or none
0 = N/A 1 = High 2 = Moderate 3 = Low or none
0 = N/A 1 = High 2 = Moderate 3 = Low or none
0.00
0.00
0.00
0.00
*Threat increases with percentage. 0
RISK = PROBABILITY * SEVERITY
0
0.00
0.00
0.00
a) Risiko rendah Risiko dapat diterima, pengendalian tambahan tidak perlu dilakukan. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian telah dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar.
b) Risiko sedang Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan harus diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan risiko harus diterapkan dalam jangka waktu yang ditentukan.
c) Risiko tinggi Kegiatan tidak boleh dilaksanakan sampai risiko telah direduksi. Perlu pertimbangan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi risiko. Apabila risiko terdapat dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih berlangsung, maka tindakan harus segera dilakukan.
d) Ekstrim Kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan sampai risiko telah direduksi. Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi risiko dengan sumber daya yang terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan (Ramli, 2009).
Penilaian risiko ini bersifat subyektif. Tetapi pengelompokan angka nilai risiko seperti diatas akan mengurangi tingkat kesubyektifan dari penilaian ini. Dan jika penilaian risiko dilakukan oleh tim atau kelompok, akan lebih memperkecil kesubyektifan.
BAB IV RISIKO HAZARD
Menurut Tarwaka (2008), potensi bahaya (hazard) adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat menyebabkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Potensi bahaya dapat dikelompokkan berdasarkan katagori-katagori umum atau di dalam bab lain juga disebut sebagai energi potensi bahaya sebagai berikut : a. Potensi bahaya dari bahan-bahan berbahaya (Hazardous Substances) b. Potensi bahaya udara bertekanan (Pressure Hazards) c. Potensi bahaya udara panas (Thermal Hazards) d. Potensi bahaya kelistrikan (Electrical Hazards) e. Potensi bahaya mekanik (Mechanical Hazards) f.
Potensi bahaya gravitasi dan akselerasi (Gravitational and Acceleration Hazards)
g. Potensi bahaya radiasi (Radiation Hazards) h. Potensi bahaya mikrobiologi (Microbiological Hazards) i.
Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi (Vibration and Noise Hazards)
j.
Potensi bahaya ergonomi (Hazards relating to human Factors)
k. Potensi bahaya lingkungan kerja (Enviromental Hazards) l.
Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses produksi, properti, image publik, dan lain-lain.
Menurut Ramli (2009), bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atas tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya.
Jenis bahaya, antara lain sebagai berikut :
1) Bahaya Mekanis Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk dan lain-lain. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan, dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong atau terkelupas.
2) Bahaya Listrik Bahaya listrik adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti
kebakaran,
sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.
3) Bahaya Kimiawi Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain keracunan yang bersifat racun (toxic), iritasi, kebakaran, peledakan, polusi dan pencemaran lingkungan.
4) Bahaya Fisik Bahaya yang berasal dari faktor fisik antara lain : a) Bising b) Tekanan c) Getaran d) Suhu panas atau dingin e) Cahaya atau penerangan f) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultraviolet atau infra merah.
5) Bahaya Biologis Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Faktor bahaya ini ditemukan dalam industri jasa kesehatan, makanan, farmasi, pertanian, kimia, pertambangan, dan lain-lain.
2.2. Sumber Informasi Bahaya
Bahaya dapat diketahui dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber antara lain dari peristiwa atau kecelakaan yang terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara dengan pekerja di lokasi kerja, informasi dari pabrik atau asosiasi industri, data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lainnya (Ramli, 2009).
Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada proses produksi harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu, harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem (Ramli, 2009).
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008).
Langkah pertama untuk menghilangkan atau mengendalikan bahaya adalah dengan mengidentifikasi atau mengenali kehadiran bahaya di tempat kerja. (Tarwaka, 2008)
Menurut Soehatman Ramli (2009) teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas :
a. Teknik Pasif Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalami secara langsung. Metoda ini sangat rawan, karena tidak semua bahan dapat menunjukan eksistensi sehingga dapat terlihat. Sebagai contoh, di dalam
suatu rumah sakit atau pabrik bahan kimia, terdapat berbagai jenis bahan dan peralatan. Melakukan identifikasi pasif, ibarat menyimpan bom waktu yang dapat meledak setiap saat.
b. Teknik Semi Proaktif Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak perlu mengalami sendiri setelah itu baru mengetahui adanya bahaya. Namun kurang efektif karena : 1) Tidak semua bahaya telah diketahui 2) Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan ke pihak lain 3) Kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian.
c. Teknik Proaktif Teknik terbaik untuk mengidentifikasi bahaya dengan mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Teknik proaktif memiliki kelebihan : 1) Bersifat preventif 2) Bersifat peningkatan berkelanjutan karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan. 3) Meningkatkan kepedulian 4) Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan.
Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan : a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi
Kegiatan ini dilaksanakan melalui : a. Konsultasi orang yang mempunyai pengalaman dalam bidang pekerjaan yang mereka sukai dan menimbulkan kegiatan bahaya. b. Pemeriksaan-pemeriksaan fisik lingkungan kerja. c.
Catatan
sakit
dan
cidera-cidera
insiden
waktu
yang
lalu
yang
mengakibatkan cidera dan sakit, menjelaskan sumber bahaya yang potensial.
d. Informasi identifikasi bahaya memerlukan nasehat, penelitian dan informasi dari seseorang ahli. e. Analisa tugas dengan membagi kedalam unsur-unsurnya maka bahaya yang berhubungan dengan tugas dapat diidentifikasikan. f. Sistem formal analisa bahaya, misalnya Hazop atau Hazard (Depnaker, 1996).
Kegunaan identifikasi bahaya adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bahaya-bahaya yang ada. b. Untuk mengetahui potensi bahaya tersebut, baik akibat maupun frekuensi terjadinya. c. Untuk mengetahui lokasi bahaya. d.
Untuk
menunjukkan
bahwa
bahaya-bahaya
tersebut
telah
dapat
memberikan perlindungan. e. Untuk menunjukkan bahwa bahaya tertentu tidak akan menimbulkan akibat kecelakaan sehingga tidak diberikan perlindungan. f. Untuk analisa lebih lanjut.
Untuk dapat mengidentifikasi bahaya dengan baik dan dapat menangkap sebanyak mungkin bahaya, kita harus melakukannya dengan teknik yang benar. Di bawah ini adalah beberapa contoh teknik dalam mengidentifikasi bahaya : a. Berjalan berkeliling ke unit kerja (gemba) dan memperhatikan hal-hal yang dapat menjadi sumber kecelakaan (observasi). b. Memperhatikan hal-hal yang sepele, memusatkan perhatian pada sesuatu yang dapat menyebabkan insiden serius (observasi). c. Menanyakan kepada pekerja mengenai pendapat mereka tentang bahaya dari pekerjaan yang dilakukan (wawancara). d. Mencermati instruksi kerja yang dibuat oleh rumah sakit. e.
Mempelajari catatan insiden dan catatan kesehatan pekerja di tempat tersebut.
f.
Mempelajari hasil temuan inspeksi terdahulu.
g. Melakukan pengamatan, terutama pada sumber-sumber energi. h. Mencermati semua jenis pekerjaan yang ada di lokasi tersebut.
i.
Mempertimbangkan keberadaan orang lain yang tidak selalu berada di lokasi tersebut.
j.
Memperkirakan semua orang yang dimungkinkan bisa terluka akibat dari kegiatan di lokasi tersebut.
k.
Memperhatikan jumlah orang dan lamanya terkena paparan bahaya tersebut dari setiap bahaya yang teridentifikasi
Kita dapat mengidentifikasi bahaya dengan melihat catatan-catatan insiden yang pernah terjadi dan catatan hasil inspeksi terdahulu di lokasi tersebut. Pokok-pokok yang harus dicermati dari catatan insiden, antara lain: a.
Benda yang menjadi sumber kecelakaan (spuit, scalpel, pisau, jarum, gunting, palu, sling, plat besi, dan lain-lain).
b. Jenis kecelakaan yang terjadi : * Struck against : menabrak/membentur benda diam/bergerak * Struck by : terpukul/tertabrak oleh benda bergerak * Fall to : jatuh dari tempat yang lebih tinggi * Fall on : jatuh di tempat yang datar * Caught in : tusuk, jepit, cubit benda runcing * Caught on : terjepit, tertangkap, terjebak diantara obyek besar * Caught between : terpotong, tersayat, hancur, remuk * Contact with : listrik, kimia, radiasi, panas, dingin * Overstress : terlalu berat, cepat, tinggi, besar * Equipment failure : kegagalan mesin, peralatan * Environmental release : masalah pencemaran
c.
Kondisi tidak standar yang menimbulkan insiden (licin, tajam, sempit, berdebu, dan lain-lain).
* Pelindung / pembatas tidak layak * APD kurang / tidak layak * Peralatan rusak * Ruang kerja sempit / licin / terbatas / berdebu * Sistem peringatan kurang * Bahaya kebakaran * Kebersihan dan kerapihan kurang * Kebisingan * Terpapar radiasi * Temperatur ekstrim * Penerangan tidak layak * Ventilasi tidak layak * Lingkungan tidak aman * Peralatan tajam
d. Tindakan tidak aman yang menimbulkan insiden : * Operasi tanpa otorisasi * Gagal memperingatkan * Gagal mengamankan * Kecepatan tidak layak * Membuat alat pengaman tidak berfungsi * Memakai alat rusak * Tidak memakai APD / memakai APD tidak layak * Muatan tidak layak * Penempatan tidak layak * Mengangkat tidak layak * Posisi tidak aman * Tidak menservice atau kalibrasi alat * Bercanda / bermain-main * Mabuk / minum alkohol / narkotika * Tidak / gagal mengikuti prosedur
e. Bagian tubuh yang cedera (kepala, tubuh, kaki, tangan, dan lain-lain).
f. Seksi-seksi mana yang sering ditemukan penyimpangan / deviasi pada catatan inspeksi terdahulu, g.
Jenis-jenis deviasi / penyimpangan yang ditemukan dari hasil inspeksi terdahulu,
h.
Daerah-daerah kritis mana yang sering terlepas dari pengawasan supervisor.
Dengan bantuan catatan insiden dan inspeksi terdahulu, kita dapat lebih fokus dalam mengidentifikasi bahaya.
ANALISA DAN HASIL
4.1. Analisa
Hasil dari penilaian risiko akan memudahkan kita dalam melihat tingkat kekritisan dari bahaya, sehingga kita dapat mendudukkan bahaya-bahaya tersebut sesuai urut-urutan dari yang memiliki tingkat kekritisan tinggi sampai yang memiliki kekritisan rendah.
Penilaian
risiko
terutama
ditujukan
untuk
menyusun
prioritas
pengendalian bahaya yang telah diidentifikasi. Semakin tinggi nilai risiko yang dikandung suatu bahaya, semakin kritis sifat bahaya tersebut, dan berarti menuntut tindakan perbaikan atau pengendalian yang sesegera mungkin.
BAB V PENGENDALIAN RISIKO
Bahaya yang sudah diidentifikasi dan dinilai, maka selanjutnya harus dilakukan perencanaan pengendalian risiko untuk mengurangi risiko sampai batas maksimal
. Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Di dalam hirarki pengendalian risiko terdapat 2 (dua) pendekatan, yaitu : a. Pendekatan ”Long Term Gain” yaitu pengendalian berorientasi jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian substitusi,
eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri. b. Pendekatan ”Short Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yag bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian risiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri menuju ke atas sampai dengan substitusi (Tarwaka, 2008).
Hirarki Pengendalian Risiko merupakan suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Salah satunya dengan membuat rencana pengendalian antara lain :
a. Eliminasi (Elimination) Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan obyek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Cara pengendalian yang baik dilakukan adalah dengan eliminasi karena potensi bahaya dapat ditiadakan.
b. Substitusi (Substitution) Cara pengendalian substitusi adalah dengan menggantikan bahan bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih aman.
c. Rekayasa Teknik (Engineering Control) Pengendalian rekayasa teknik termasuk merubah struktur obyek kerja untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya. Cara pengendalian yang dilakukan adalah dengan pemberian pengaman mesin, penutup ban
berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-lain.
d. Isolasi (Isolation) Cara pengendalian yang dilakukan dengan memisahkan seseorang dari obyek kerja, seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup (control room) menggunakan remote control.
e. Pengendalian Administrasi (Admistration Control) Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya yang tergantung dari perilaku pekerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini. Metode ini meliputi penerimaan tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3.
f. Alat Pelindung Diri (Administration Control) Alat
pelindung
diri
yang
digunakan
untuk
membatasi
antara
terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima oleh tubuh. Dalam menentukan pengendalian risiko atas bahaya yang kita identifikasi, harus diperhatikan hal-hal di bawah ini : 1). Apakah telah ada control / pengendalian resiko yang telah lalu? 2). Jika telah ada, apakah kontrol tersebut telah memadai atau belum? 3). Jika belum memadai, tentukan tindakan pengendalian baru untuk menghilangkan atau menekan resiko sampai pada tingkat serendah mungkin.
BAB VI PENUTUP
Beberapa
hal
berikut
adalah
kunci
keberhasilan
pengelolaan
manajemen risiko, antara lain : 1.
Dukungan penuh manajemen dan staf
2.
Ketersediaan informasi dan proses yang mudah dipahami
3.
Tanggung jawab dari pelaksana/pemilik kegiatan/pemilik risiko
4.
Sumberdaya
yang
memadai
untuk
mendukung
pelaksanaan
manajemen risiko 5.
Komunikasi dan pelatihan yang berkelanjutan
6.
Sarana untuk mengukur hasil yang dicapai
7.
Penegakan peraturan
8.
Pemantauan yang berkesinambungan
Hal terpenting dalam melakukan penilaian risiko adalah berpikir logis, artinya tidak melebih-lebihkan kekhawatiran kita akan bahaya yang kita nilai, tetapi jangan pula menganggap sepele dari bahaya tersebut .
Dalam
penilaian
risiko,
ada
beberapa
hal
yang
harus
kita
memperhatikan antara lain : 1.
Bahaya mempunyai sifat spesifik, tergantung pada ruang/tempat, waktu, dan massa. Sehingga satu jenis bahaya, dapat mempunyai nilai risiko yang berbeda.
2.
Besarnya angka dari risiko tidak begitu penting. Yang terpenting adalah langkah pengendalian risiko yang kita lakukan.
3.
Lakukan tindakan perbaikan segera, jika ditemukan bahaya dengan tingkat kekritisan sangat tinggi .
Secara umum, Manajemen Risiko menggambarkan suatu sistem yang dirancang untuk mencegah dan mengendalikan kerugian pada pasien, meningkatkan mutu, mempromosikan keselamatan dan memperkecil kerugian sehubungan klaim malpraktek medis. Jelas terdapat beberapa keadaan yang tumpang tindih diantara ketiga hal tersebut dalam hal melindungi organisasi dari kerugian. Tetapi tumpang tindih ini dapat bersinergi bila pimpinan organisasi dapat mengintegrasikan pengelolaannya sehingga Manajemen Risiko dan Gerakan Keselamatan Pasien dapat memfasilitasi usaha perbaikan mutu.
DAFTAR PUSTAKA Kepmenaker No. 51 / MEN / 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Pemberian tanda Penghargaan dalam Bidang Keselamatan kerja. Narbuko. 2005. Metode Penelitian. Surakarta : Bumi Aksara.
2003. Modul Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko. Jakarta Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 2008. Modul Teori Dasar Kecelakaan Kerja. Jakarta
Permenaker No. Per-02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik.
Ramli, Soehatman. 2009. Pedoman Praktis Manajemen Resiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta : PT. Dian Rakyat
Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta : PT. Dian Rakyat. Suma’mur. 1993.
Keselamatan
Kerja
dan
Pencegahan
Kecelakaan.
Jakarta : CV Haji Masagung Suma’mur. 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta : Sagung Seto
Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta : Harapan Press
UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). 2017. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1. Jakarta.