Manajemen Perubahan.pdf

  • Uploaded by: Fani Andyna
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Manajemen Perubahan.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 62,715
  • Pages: 250
MA NA_MDA -F) vs-rum?..44-1-41•1

M ODUL 4

Implementasi Perubahan: Faktor Manusia dan Kepemimpinan Drs. Achmad Sobirin, MBA., Ph.D. PEN DAH U LUAN

etelah memperoleh pemahaman tentang konsep dan model serta berbagai macam pendekatan yang biasa digunakan untuk menganalisis manajemen perubahan, kini giliran mahasiswa diajak untuk memahami elemen-elemen penting yang menentukan keberhasilan implementasi perubahan oiganisasi seperti konteks, konten dan proses. Tanpa mengurangi arti penting clemenelemen tersebut, fokus bahasan pada modul ini akan dititikberatkan pada faktor manusia dengan pertimbangan manusia sering dianggap sebagai penentu utama keberhasilan perubahan organisasi. Tentunya fokus perhatian pada faktor manusia sekali lagi tidak dimaksudkan untuk menafikan peran penting elemen-elemen selain manusia dalam perubahan organisasi, tetapi lebih dimaksudkan untuk menegaskan bahwa manusia adalah aktor utama di dalam kehidupan organisasi sehingga berubah tidaknya scbuah organisasi sangat bergantung pada manusianya. Hal ini misalnya ditegaskan oleh Morrison (1994) "for organizations to change, people must change — agar organisasi bisa berubah maka orang-orangnya hams -berubah". Morrison selanjutnya mengatakan pula "for leaders to help people change they don't need to understand change, they need to understand people — agar para pimpinan bisa membantu orang-orangnya berubah mereka tidak perlu memahami perubahan, yang mereka perlukan adalah memahami orangorangnya". Dalam bahasa yang lebih sederhana, organisasi sesungguhnya tidak berubah, yang berubah adalah manusianya. Pandangan yang kurang lebih sama juga dikemukakan Schneider et al. (1996) dan Tom Karp (2006). Scheider et al. misalnya menyatakan "if people don't change there is no organizational change — jika manusia tidak bcrubah maka tidak ada perubahan organisasi". Perubahan pada hierarki organisasi, teknologi maupun network dan beberapa perubahan elemen organisasi lainnya akan bisa berjalan secara efektif jika dan hanya jika perubahan-perubahan ini

4.2

MANAJEMEN PERUBAHAN •

dikaitkan dengan perubahan pada diri manusianya (Beer & Nohria, 2000). Sementara itu Tom Karp (2006) menyatakan bahwa inti dari perubahan organisasi adalah manusia dan kepemimpinan yang tidak lain adalah manusia juga. Ungkapan-ungkapan di atas membawa kita pada satu kesimpulan bahwa manusia memiliki peran sentral dalam perubahan organisasi. Meski demikian kajian tentang manajemen perubahan cenderung lebih menekankan pentingnya teknik-teknik perubahan ketimbang faktor manusianya (Clegg & Walsh, 2004). Para pendukung pandangan ini berargumentasi bahwa manusia dianggap selalu berpikiran rasional sehingga manakala para manajer dengan alasan yang rasional memutuskan organisasi harus berubah maka orangorang yang bekerja di dalamnya pasti akan mendukung perubahan tersebut. Boleh jadi salah persepsi terhadap manusia inilah yang menyebabkan -tingginya tingkat kegagalan perubahan organisasi karena manusia tidak selalu berpikiran rasional. Manusia tidak sera merta mau melakukan perubahan meski mereka tahu bahwa perubahan itu perlu. Oleh karena itu belakangan faktor manusia dalam perubahan organisasi mulai mendapat perhatian dan intensitasnya semakin meningkat. Atribut-atribut yang melekat pada diri seseorang seperti kepribadian, sikap, persepsi, nilai-nilai individu, emosi, perasaan dan atribut-atribut lain mulai dikaji untuk mengetahui kaitan dan pengaruhnya terhadap efektivitas perubahan organisasi. Kajian-kajian yang melibatkan faktor manusia seperti ini sering disebut sebagai manajemen perubahan dengan perspektif mikro (Bouckenooghe, 2009). Pada umumnya ketika kita membicarakan manusia di dalam organisasi manusia biasanya dikonotasikan sebagai karyawan yakni mereka yang menjadi objek manajemen dan perubahan. Pada modul ini yang dimaksudkan dengan manusia bukan hanya mereka yang menjadi objek perubahan tetapi juga mereka yang menjadi subjek perubahan yakni manajer atau pimpinan organisasi. Jadi, modul ini akan membahas dua hal — manusia dan kepemimpinan sehingga fokus bahasannya juga akan dibagi menjadi dua. Kegiatan Belajar 1 membahas faktor manusia (baca karyawan) dalam perubahan dan Kegiatan Belajar 2 membahas aspek kepemimpinan dalam perubahan organisasi. Pemilihan kedua topik ini dilandasi oleh penjelasan Tom Karp (2006) yang mengatakan bahwa berhasil atau tidaknya perubahan organisasi sangat bergantung pada kedua faktor tersebut. Argumentasi yang dikemukakan Karp adalah kegagalan demi kegagalan dalam perubahan organisasi tidak disebabkan karena lemahnya visi perubahan atau tidak adanya intensi untuk melakukan perubahan tetapi lebih disebabkan karena



EKNIA4565/MODUL 4

4.3

orang-orang yang berada di dalam organisasi tidak mau mengakui bahwa lingkungan memaksa mereka harus berubah. Karena merasa tidak ada yang perlu diubah maka mereka enggan melakulcarsperubahan meski pada dasarnya manusia tidak anti perubahan. Ungkapan berdcut ini mungkin patut diperhatikan: "Setiap orang pasti mendukung perubahan organisasi karena perubaban memberi peluang demi kemajuan organisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ilanya saja ketika perubahan tersebut menimpa diri kits biasanya dukungan terhadap perubahan akan berubah arah". Ungkapan di alas tentunya memberi peringatan kepada para manajer yang bertanggung jawab dalam memimpin perubahan. Intinya adalah perubahan bukan merupakan pekerjaan mudah terutama ketika rnenyangkut faktor manusia. Di satu sisi manusia (baca: karyawan) secara rasional akan mendukung perubahan tetapi di sisi yang lain secara emosional karyawan belum tentu memberi dukungan terhadap perubahan. Penyebabnya, meski dampak buruk bclum terealisir dan belum tentu terjadi, bayang-bayang terhadap dampak r.egatif tersebut sangat menakutkan. Oleh karena int agar para manajer berhasil memimpin perubahan mereka harus menggunakan alasan-alasan yang bersifat emosional di samping alasan yang bersifat rasional. Rasionalitas perubahan organisasi memang perlu dan barangkali panting dikedepanlcan tetapi sepertinya tidak cukup kuat untuk meugajak karyawan berpartisipasi dalam perubaban. Manusia, dalam situasi gearing ,seperti dalam kasus perubahan organisasi, sering kali justru lebih mengandalkan aspek emosional, perasaan atau nilai-nilai ins yang menjadi keyakinan mereka dalam menyikapi dan menilai NO= tidaknya perubahan organisasi. Minya tanpa memahami aspek-aspth ani diyakini bahwa para manajer akan menghadapi jalan buntu dale= menggerakkan pelubahan organisasi. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, dengan selesainya modul ini dengan demikian mahasiswa diharapkan: 1. Memahami keberhasilan implementasi perubahan organisasi. 2. Menjelaskan datnpak perubahan terhadap karyawan. 3. Menjelaskan dimensi tersembunyi dalam perubaban. 4. Menjelaskan faktor emosi dalam perubahan organisasi. 5. Menjelaskan dampak perubahan terhadap kontrak psikologis. 6. Mengelola Manusia pada Saat Implementasi Perubahan. 7. Mernahami arti pemitnpin dan kepemimpinan. 8. Menjelaskan perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen. 9. Menjelaskan pola kepemimpinan. 10. Menjelaskan kepemimpinan berorientasi perubahan. 11. Menjelaskan kepemimpinan transaksional — transformasional.

4.4

MANAJEMFN PERUBAHAN •

KEGIATAN BELAJAR 1

Faktor Manusia datam Perubahan Organisasi A. DAMPAK PERUBAHAN TERIIADAP KARYAWAN Tidak peduli pada bagian mana atau bagaimana sebuali organisasi akan diubah — apakah perubahan minor atau perubahan bcrskaia besar; apakah hanya prosedur kerja atau sistem organisasi yang diubah; apakah perubahan hanya sebatas pada iklim atau budaya organisasi; apakah perubahannya terencana atau tidak; apakah perubahannya incremental atau radikal, semuanya berpangkal dan berujung pada satu titik — manusia. Setiap perubahan organisasi pasti mclibatkan manusia dalam prosesnya, bahkan manusia bisa disebut scbagai pelaku utama dan faktor kunci kcberhasilan atau kegagalan perubahan. Penyebabnya tidak lain karena mancsin itu seudiri memiliki peran sentral dalam kehidupan organisasi. Berhasil atau tidaknya perubahan organisasi sangat bcrgantung pada kemauur manusia untuk mendulcung perubahan. Hal ini bukan berarti jika manusia (baca: karyawan) tidak mau berubah maka perubahan organisasi tidak periu terjadi. 3i ca para manaje= yakin bahwa perubahan organisasi trienipalcan suatu kehanimn, karena jika tidak berubah justru semua pihak tcrniasuk karyawan akan mengalami kerugian balk moral maupun material, maka perubahan tetap harus dilakukan. Hanya saja dalam implcmentasinya para atanajer hams mempertimbangkan secara serius dampak perubahan tersebut terhadap aspek kehidupan manusia khususnya karyawan, dan juga keluarganya, yang biasanya akan merasakan dampak langsung dari perubahan teisebut. Bagi karyawan, perubahan sesungguhnya scperti dua sisi dan satu mata uang. Di satu sisi perubahan mampu mcmbebaskan karyawan dan situasi yang membosankan, memberi peluang karyawan untuk berkembang dan memperoleh pengalaman baru, mcmberi kescmpatan karyawan memikul tanggung jawab barn dan bersinar masa depannya. Di sisi lain perubahan juga bisa membcri ancaman kcpada individu karyawan, baik riil maupun scbatas dugaan. Paling tidak perubahan organisasi menyebabkan karyawan merasa khawatir akan kehilangan masa depannya, takut akan kehilangan kcbanggaan yang sclama ini telah mercka rail► dan takut kchidupan sosialnya terganggu.



EKMA4565/MODUL 4

4.5

Oleh karena itu,.dalam mengimplementasilcan proses perubahan, sejak awal sejak sebelum melontarkan ide-idenya tentang perubahan kepada karyawan seorang manajer sebaiknya mulai memikirkan cara-cara yang tepat untuk mengatasi keinungkinan tetjadinya hal buruk (unintended consequences) dari perubahan ketimbang menganggap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Memilcirkan unintended consequences bukan berarti manajer memiliki prasangka buruk terhadap karyawan tetapi fakta menunjukkan bahwa proses perubahan selalu diawali dengan respon negatif karyawan schock misalnya (lihat kembali Modul 3 Gambar 3.6) sebelum akhirnya karyawan menyadari perlunya perubahan dam mau terlibat dalam pentbahan. Dengan demikian, agar perubahan berhasil dilaksanakan, seorang manajer terlebih dahulu hat-us lulus ujian pertama yakni mampu mengatasi respon negatif dan resistensi karyawan terhadap perubahan. Paling tidak,karyawan mampu menyesuaikan diri dengan ide-ide perubahan sehingga pada akhirnya karyawan mau bergerak lebih jauh dan berkontribusi terhadap perubahan. Berdasarkan penjelasan di atas dan untuk memperoleh gambaran lebih detail tentang dampak perubahan organisasi terhadap karyawan, uraian berikut akan difokuskan pada beberapa topilc yang terkait dengan dampak perubahan yang bersifat psikologis. Topik dimaksud di antaranya adalah: 1. Dimensi tersembunyi dalam perubahan. '2. Aspek emosi dalam perubahan. 3. Proses transisi individu. 4. Kontrak psikologis. B.' DIMENSI TERSEMBUNYI DALAM PERUBAIIAN

Dengan menggunakan metafora gunung es, Sobirin (2010) membagi organisasi menjadi dua bagian yaitu bagian yang bersifat formal rasional dan bagian yang bersifat informal behavioral. Kedua bagian tersebut memiliki sifat berbeda. Bagian pertama mudah diakses pihak luar organisasi sedang bagian kedua cenderung tersembunyi. Meski demikian keduanya selalu hadir berdampingan dan memiliki peran yang seimbang dalam memajukan kehidupan organisasi. Mengingat perubahan organisasi merupakan bagian integral dari pengelolaan organisasi menuju organisasi yang lebih efisien dan efektif, sudah seharusnya kedua bagian tersebut dikelola secara seimbang pula. Sayangnya dalam praktik perhatian terhadap aspek formal rasional biasanya lebih menonjol dibandingkan dengan perhatian terhadap aspek

4.6

MANAJEMEN PERLI AAAAA •

informal behavioral seperti emosi (Marshak, 2009). Berdasarkan pcngalamannya bcrhubungan dengan berbagai cksekutif lintas dunia, Marshak lcbih lanjut mengatakan: 1. Scbagian besar Agen perubahan lcbih mengutamakan pendckatan rasional dalam mendorong perubahan organisasi. 2. Sebagian besar inisiatif perubahan sesungguluiya mclibatkan dinamika nonrasional dan dinamika proses secara signifikan. 3. Sebagian besar Agcn perubahan tetap menuntut agar dalam menjalankan perubahan organisasi menganggap bahwa perubahan organisasi murni bersifat rasional. Akibat terlalu fokus pada aspek formal rasional, pada umumnya manajcr tidak dapat melihat sisi lain yang bersifat nonrasional. Padahal dampak yang ditimbulkan aspek nonrasional terhadap kebcrhasilan perubahan organisasi sering kali justru jauh lcbih besar. Kecenderungan seperti. inilah yang ditengarai menjadi penycbab utama kegagalan perubahan organisasi. Aspck rasional, seperti dikatakan Marshak, scsungguhnya hanya salah satu d'ari enam dimensi perubahan organisasi. Kelirna dimensi lainnya adalah politik, inspirasi, emosi, mindset dan psikodinamik. Marshak mengatakan pula, dari keenam dimensi tersebut hanya rasional atau reason yang bersifat overt (tcrbuka) scdangkan selebihnya bersifat hidden (terscmbunyi). Kecnam dimensi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 scbagai bcrikut: Tabel 4.1. Enam Dimensi Perubahan Organisasi ReasoniAkal Rasional, analitik dan logis

Politik

Inspirasi

Kepentingan individu dan kelompok

Aspirasi berbasis nilai dan visi

Emosi Perasaan afektif dan reaktif

Mindset Berpedoman pada keyakinan dan asumsi dasar

Psikodinamik Pertahanan diri berbasis pada kekhawatiran dan alam bawah sadar

Scperti pada umumnya tcrjadi pada organisasi-organisasi besar yang dikclola dengan menggunakan pendekatan manajemen modern, manajer cenderung berpikiran rasional dan pikiran tersebut mendominasi kchidupannya. Penyebabnya boleh jadi karena manajer sernata-mata



EKMA4565/MODUL 4

4.7

menganggap organisasi sebagai mesin (Morgan, 1996) yang berfungsi sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan. Akibatnya mereka terbebani oleh tanggung jawab besar untuk membawa organisasi yang dipimpinuya menjadi organisasi yang etisien dan efektif demi menyejahterakan pemilik atau investor. Karena terkungkung dengan pikiran rasional, konsekuensinya ketika memaparkan ide-idenya untuk perubahan organisasi para manajer juga rnenggunakan alusan-alasan yang rasional. Dimensi yang tersembunyi (covert dimensions) menjadi terabaikan dan tidak pernah dibicarakan secara terbuka. Barangkali manajer lupa bahwa yang memiliki kepentingan bukan hanya para pemilik atau investor. Dalam kehidupan organisasi setiap individu termasuk karyawan pada umumnya dan diri para manajer juga, masingmasing mempunyai kepentingan. Karena kepentingan masing-masing berbeda maka berpolitik di dalarn organisasi sesungguhnya mentpakan hal yang lumrah terjadi mengingat politik identik dengan kepentingan. Para manajer juga lupa menyampaikan kepada karyawan jika perubahan yang diusulkannya masilt dalani ranah nilai dan visi organisasi yang sebelumnya telah disepakati bersama. Akibatnya usulan perubahan tersebut gagal mernberi inspirasi dan memotivasi karyawan untuk merubah prilakunya karena karyawan merasa bahwa para manajer inengingkari kesepakatan yang telah mereka bust. Demikian juga apakah para manajer mempertimbangkan aspek emosi karyawan? Belum tentu atau bahkan tentu tidak. Setiap individu karyawan secara emosional pasti akan terpengaruh ketika mendengar samar-samar akan terjadi perubahan organisasi. Akibatnya meski perubahan itu sendiri belum terwujud mereka mengekspresikan pefasaannya dalam herbagai bentuk: ada yang sekedar mengahaikan isu tersebut sambil bersiap-siap mencari eara untuk balas dendam jika perubahan tersebut betul-betul dilaksanakan; ada yang seketika men yuarakan ketidaksetujuannya; dan ada juga yang bersiap-siap pindah kerja karena merasa organisasi yang sekarang bukan lagi menjadi tempat yang layak untuk meniti karir. Demikian juga, karena mengajukan ide-ide perubahan murni berbasiskan rasionalitas, sering kali para manajer justru lupa menyampaikan hal yang paling esensial datum kehidupan organisasi yakni mindset atau budaya organisasi yang terlanjur dijadikan landasan berpikir dan bertindak karyawan. Padahal terbentuknya mindset tersebut sesungguhnya para manajer pula yang menjadi pemandunya. Akibatnya tidak jarang karyawan menuduh manajer mereka bertindak tidak konsisten kalau tidak dikatakan narsis — mereka yang

4.8

MANAJEMEN PERUBAHAN •

tnendorong dan mercka pula yang mcrubah mindset. Terakhir, dimensi tersembunyi yang kcrap menyebabkan kegalauan dan menjadi sumber penurunan kinerja karyawan tetapi tidak dipikirkan para manajer da1ant perubahan organisasi adalah psikodinamika yang bcrscmayam di bawah alam sadar karyawan. Alasan paling rasional yang digunakan manajer untuk mcngajukan usulan perubahan adalah mcnurunnya kondisi organisasi. Dalam Batas-batas tertentu karyawan pun sadar akan kondisi tcrscbut. Namun ketika kondisi tersebut ditingkap secara terbuka oleh manajer justru kesadaran karyawan menyebabkan gangguan dinamika psikologis increka. Karyawan mulai sinis akan ketnampuan para manajer, comas, takut dan ujung-ujungnya stres. Dampak langsungnya adalah semangat kcrja dan kernampuan kdrja karyawan mulai menunm. Saling peran antara kelima dimcnsi perubahan yang tersembunyi tersebut sccara kesclunthan menjadi faktor penting dalam proses perubahan organisasi. Tidak tcrtanganinya kclima faktor tersebut bisa menjadi titik awat gagalnya perubahan organisasi. Oleh karcna itu sclain mcngandalkan rasionalitas dalam memimpin perubahan, scorang manajer juga diturctut memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi tcrhadap dinamika psikologi karyawan dalam menyikapi perubahan organisasi. Karyawan adalah sosok yang mcmiliki kepentingan dan emosi, serta mcnibutithkan inspirasi dan motivasi untuk bcrubah kasena scbclumnya sudah tertanam lama sebuah mindset schagai penuntun hidupnya. Kegagalan seorang manajer dalam mcnangani persoalan-persoalan ini identik dengan gagal dalam memimpin perubahan. Sebagai langkah awal, manajer perubahan perlu memahatni bagaimana terjadinya proses perubahan individu saat mereka menghadapi perubahan organisasi. Untuk itu, model perubahan individu yang dibangun olch George & Jones (2001) yang pembangunannya didasarkan pada teori schema akan dijadikan rujukan dan akan dijelaskan lebiit rinci. Karcna George & Jones (2001) dalam mcmhangun modelnya berbasis pada teori schema maka perlu dipahami terlebili dahulu apa yang dimaksud dengan schema. Per, definisi schema adalah struktur kognitif yang bersifat abstrak yang berisi pengetahuan tentang stimulus atau konsep, fitur atau atribut-atrihut dari konsep tersebut, dan saling keterkaitan di antara atrihut climaksud (lihat von Hoppe!, ci al., 1993). Sctiap individu akan mengembangkan schema ketika menghadapi stimulus yang datang secara berulang-ulang kcpadanya. Sekali sebuah schema tcrbentuk dan cocok dcngan konsep yang dikembangkannya maka schema tersebut akan



EKMA4565/MODUIL 4

4.9

digunakan untuk menginterpretasikan informasi yang diperoleh seseorang. Schema memiliki beberapa fungsi (Conover & Feldman, 1984), di antaranya (1) schema memungkinkan seseorang memiliki pengalaman dalam organisasi dalam hal orang tersebut mampu mengurutkan elemen-elemen Iingkungan yang merefleksikan struktur schema yang relevan dengan pengetahuannya, (2) schema mempengaruhi jenis-jenis informasi yang akan diingat kembali dan ingatan-ingatan yang sebelumnya telah tersimpan dalam memori, (3) struktur dan schema merupalcan dasar untuk mengisi informasi yang hilang sehingga seseorang tidak sekedar menerima informasi yang ada, (4) schema menjadi alat untuk memecahkan sebuah masalah dengan cara jalan pintas (short cut) sebagai upaya untuk menyederhanakan proses penyelesaian masalah, dan (5) dengan membandinglcan realitas dengan harapan, schema dapat digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi pengalaman seseorang. Berdasarkan teori schema seperti tersebut di atas, George & Jones mengatalcan bahwa proses perubahan individu saat menghadapi perubahan terdiri dan 7 tahapan (libat gambar 4.1) yaitu: Tahap 1 terjadi discrepancy atau inkonsistensi antara schema yang telah dibangun karyawan dengan kondisi nil karena perubahan. Tahap 2 karyawan mulai menunjukkan reaksi emosional terhadap adanya inkonsistensi. Tahap 3 karyawan mencoba menelusuri sebab-sebab terjadinya inkonsistensi. Dan sini karyawan mencoba mengarahkan perhatiannya pada hal-hal atau masalah yang membebani mereka dan melihat peluang untuk keluar dari persoalan tersebut. Tahap 4 karyawan mulai mengumpullcan informasi-informasi baru agar bisa nemahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Tahap 5 karyawan mulai mempertanyakan apakah schema yang telah dibangun sebelumnya masih relevan dengan kondisi berjalan. Tahap 6 karyawan mulai mencari tambahan infonnasi baru untuk membangun schema baru karena menganggap schema lama sudah tidak cocok lagi dengan kondisi bcrjalan. Terakhir tahap 7 terjadi perubahan schema dalam pengertian karyawan memahami bahwa schema yang telah dibangun sebelumnya dianggap tidak cocok lagi dengan kondisi saat ini saat terjadi perubahan organisasi.

4.10

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Reslatanoe: 04caecancy 1 rationalzet I resiert s2hemas

3 . - 7

Step 2 Erretenal roactbn b discrepancy

Resistance:

_L—bet4.55"51

7-1

Slop 3 Ilakratko 'maw; abeream *aced to pressing caver . problem, or coozstvitt

sit Caszreparicy or rrecneiseency

Mb pertaisanp mammas 4 enewitered

I Step Inkentation processing resseg corcem. prablean. or °maturity

Step 7 Schema chanpt Rerastanow Chalerve is Ma result clan unconirolath or unpredictable event

Res:Mame: Deraal

Step 6 Surastarclev Ina:muter, protessIng c4 cnaaeeKre

L

Step 5 Challeope to ana-taisarg tchernas

1 Rosie...ow -1 °Lbw press:rill s

07=07/

Resistance. Cliallenpe Pktyptd an exceptcn

Sumber: George Et Jones (2001) Gambar 4.1. Proses Perubahan Individu

Schema baru yang terbentuk pada tahap 7 kemudian disimpan di dalam memori karyawan. Informasi ini akan mcnjadi prioritas utama yang sewaktuwalitu diaktifkan kcmbali manakala terjadi perubahan organisasi di masa datang. Artinya ketika seorang karyawan pernah bcrhadapan dengan perubahan maka perubahan berikutnya bolch jadi akan lebih mudah karena mcreka telah memiliki schema yang tersimpan dalam memorinya terutama jika pengalaman perubahan yang pernah tcrjadi sebelumnya tidak tcrlalu membebani dirinya. Sebaliknya jika pengalaman perubahan sebelumnya berdampak negatif maka resistensi perubahan yang akan mengcmuka. Satu hal yang perlu dicatat di sini adalah proses perubahan schema bukan scbuah proses yang bcrjalan linear karena setiap tahap akan sclalu dibarengi dengan resistensi karyawan. Demikian juga setiap tahapan sclalu melibatkan cmosi karyawan. Olch karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa emosi merupakan faktor penting dalam setiap tahap perubahan individu. Emosi bukan sekedar produk samping yang diakibatkan olch proses pcntbahan. Emosi juga mcnjadi pemicu terjadinya perubahan.



EKINA4565/MODUL 4

4.11

C. FAKTOR ENIOSI DALAM PERUBAHAN ORGANISASI Sebelum memperoleh penjelasan lebih jault tentang keterkaitan antara emosi dengan perubahan organisasi ada baiknya dipahami terlcbih dahulu apa yang dimaksud dengan etnosi. Keltner & Gross (1999) mendefinisikan emosi sebagai: ....episodic, relatively short-term, biologically based patterns of perception, experience, physiology, action, and communication that occur in response to specific physical and social challenges and opportunities. Pola persepsi, pengalaman, fisiologis, tindakan dan komunikasi yang bersifat episodic dan relatif jangka pendek dan bersumber pada kondisi biologis seseorang. Pola tersebut terbentuk sebagai respon terhadap tantangan dan kesempatan yang datang dari faktor fisik maupun sosial. Definisi di atas menjelaskan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Emosi bersumbcr pada unsur biologis seseorang yang akan muncul ketika orang tersebut menghadapi tantangan atau kesempatan baik secara fisik maupun sosial. Munculnya emosi tersebut merupakan pertanda bahwa keberlangsungan hidup organisme tidak ditcntukan oleh intelektualitas seseorang melainkan oleh peran emosi. Dalam hal ini emosi akan memberi sinyal kepada organisme tentang adanya bahaya yang mengancam atau kesempatan yang menantang sehingga ada dorongan agar organisme segera mengambil tindakan. Jika dikaitkan dengan kehidupan organisasi, perubahan yang akan dan sedang terjadi, lebih-lebih perubahan radikal seperti telah diuraikan secara detail pada bagian-bagian sebelumnya, merupakan bentuk tantangan yang akan dihadapi seorang karyawan meningkat perubahan organisasi selalu dibarengi dengan ketidakpastian. Setiap karyawan tentu akan merespon dan menginterpretasikan secara berbeda setiap ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perubahan. Respon dan interpretasi itulah yang mendorong munculnya emosi seseorang. Salah satu indikator munculnya emosi adalah karyawan mengalami schock ketika mendengar bahwa organisasi akan melakukan perubahan. Reaksi emosional akan muncul dengan intensitas semakin kuat manakala karyawan mempersepsi bahwa perubahan organisasi diyakini akan berdampak negatif terhadap diri mereka. Karyawan merasa akan kehilangan

4.12

MANAJEMEN PERUBAHAN •

hanyak hal ketika organisasi mengalami perubahan. Bebcrapa bentuk kchilangan yang akan dialami karyawan, antara lain: 1. Loss of Attachment: Pcn►bahan organisasi dapat saja merubah pola hubungan yang sudah tcrbentuk selama ini, sehingga pola hubungan informal yang mcmbentuk ketcrikatan menjadi bcrubah. 2. Loss of Structure: Pcrubahan pada pola pckerjaan, struktur organisasi, kebijakan organisasi, jadwal kcrja mengalcibatkan orang merasa kehilangan atas struktur dan ketcraturan kcrja yang sclama ini diakrabinya. 3. Loss of Control: Dalam proses perubahan menuju kc arah yang diinginkan, kerap anggota organisasi mcrasa kehilangan kontrol alas pekcrjaan yang selama ini dimilikinya, lebih pada umumnya perubahan organisasi bersifat top-down. 4. Loss of Meaning: Perubahan akan mengubah makna yang selama ini menjadi pegangan anggota organisasi, sementara makna yang barn' bclum diterima dan masih terbentuk. Usaha pencarian makanya i►:i mcnyebabkan gossip menjadi meningkat dalam organisasi. 5. Loss of Future: Perubahan yang dilakukan akan mcnycbabkan kekacauan mengcnai masa depan yang sudah di►niliki anggota organisasi dalam bentuk harapan, scmcntara masa depan perubahan itu sendiri belum jclas bagi dirinya. Di sisi lain bolch jadi schagian karyawan yang lain menganggap bahwa perubahan merupakan bentuk kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Rcspon seperti ini akan mendorong seseorang sccara emosional untuk terlibat dalam perubahan. Atau dcngan kata lain, karyawan mercspon perubahan dcngan emosi positif Dcngan demikian, emosi apakah positif atau negatif mcrupakan bagian integral dari perubahan organisasi yang perlu dikelola, terutama agar tidak menimbulkan efck negatif tcrhadap perubahan. Untuk memahami bahwa emosi scbagai bagian integral dalam perubahan organisasi, maka bcberapa hal mcngcnai peran emosi dalam organisasi perlu diperjclas: 1. Emosi merupakan bagian yang tidak terpisalikan dari proses pemaknaan dalam proses kcorganisasian, termasuk perubahan organisasi. Kctika terjadi perubahan dalam organisasi maka akan tcrjadi hal-hal di luar kebiasaan sehingga para anggota merasa tcrkcjut surprise, shock, bahkan mcrasa terancam. Emosi mcrupakan rcaksi yang wajar sccara psikologis tcrhadap kejadian-kejadian terscbut, dan individu akan ben►saha



EKMA4565/MODUL 4

4.13

memberikan maim terhadap kejadian-kejadian tersebut, yang di luar kebiasaan. Pemakuaan ini tidak meliputi proses kognitif saja, tapi juga melibatkan emosi individu, dan kedua proses ini saling berperan. 2. Emosi merupakan bagian integral dari proses adaptasi dan motivasi. Dalam kajian psikologi, emosi terutama dilihat sebagai fungsi adaptif ketika terjadi sesuatu yang mengancam individu, yang membantu penyesuaian individu terhadap situasi tertentu (flight or fight reaction). Sebagian ahli mengatakan emosi merupakan komponen penting dari motivasi individu, karena emosi akan mendorong individu untuk berperilaku tertentu (Fridja, 1993; Fineman, 2001). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa emosi merupakan salah satu faktor penting dalam perubahan organisasi. Meski demikian, baru akhir-akhir ini peran penting tersebut mendapat perhatian para peneliti perubahan organisasi khususnya inereka yang berorientasi pada pendekatan Influx) atau individual. Sebclumnya emosi cenderung terpinggirkan. Dan tiga kecakapan dasar manusia (human faculties): affect/emotion, cognition (bagaimana seseorang berpikir, mengetahui dan beralasan) and will (konasi dan motivasi), hanya kognisi yang mendapat perhatian lebili (Eide, 2005). Hal ini bisa diartikan bahwa perubahan organisasi pada mulanya cenderung didekati secara kognitif dengan kacamata rasionalitasnya Max Weber. Kalaulah emosi kemudian muncul dalam kehidupan organisasi maka emosi tersebut harus dikebiri, dikendalikan dan sedapat mungkin difungsikan untuk mengamankan rasionalitas tersebut. Oleh karena itu wajar jika emosi scat itu dianggap sebagai "ugly duckling — anak itik yang bodoh" karena dianggap sebagai faktor pengganggu (Eide, 2005) yang keberadaannya perlu diminimalisir. Sekarang emosi mulai mendapatkan tempat dalam kehidupan organisasi dan bahkan dianggap sebagai invisible asset — aset yang tidak tampak (Eide, 2005) yang dapat membantu proses kehidupan organisasi. Dalam konteks perubahan organisasi dengan demikian emosi khususnya emosi positif diharapkan bisa memperlancar proses perubahan jika dikelola dengan baik. Dua paradigma dalam memperlakukan emosi di dalam kehidupan organisasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:

4.14

MANA,11 MI-.1, 1 Pr PLIFIAFIAN



Tabel 4.2. Perbandingan Paradigma Emosi

Paradigma Baru

Paradigma Larna

Asumsi Tentang Emosi:

Asumsi Tentang Emosi:

Emosi memegang peranan penting dalam interpretasi dan konstruksi makna dalam perubahan organisasi.

Emosi adalah irasional.

Emosi berkaitan dengan interpretasi kejadiankejadian yang relevan selama proses perubahan.

Emosi dan kognisi merupakan dua hal yang bertentangan.

Emosi mengarahkan tindakan & motivasi serta membantu proses penyesuaian terhadap dannak • rubahan.

Emosi negatif akan terhadap organisasi.

Asumsi Mengenai Emosi dan Perubahan:

Asumsi Mengenai Emosi dan Perubahan:

Emosi merupakan bagian penting dari pengalaman perubahan itu sendiri.

Fear and Stress mendominasi proses

Memberikan insight terhadap pengalaman perubahan itu sendiri dari perspektif individu dalam suatu konteks tertentu.

Emosi identik dengan penolakan/ resistance.

Asumsi Penn Emosi Dalam Proses Perubahan:

Asumsi Peran Emosi Dalam Proses Perubahan:

Emosi mendorong perilaku individu.

Emosi bersifat 4:Junctional dalam organisasi dan perubahannya.

Emosi constitute invidual and social change story (meaningot chang e Implikasi Penanganan Emosi Dalam Organisasi Dan Perubahan:

Emosi akan menghambat perubahan oreanisasi. Implikasi Penanganan Emosi Dalam Organisasi Dan Perubahan:

Mengakui emosi dan menanganinya secara serius sesuai dengan perspektif individu dan konteks organisasi.

Manage emotion away

Analisa emotional landscape untuk mendiferensiasikan tindakan manajerial.

berdampak

negatif

perubahan.

Emosi muncul secara bertaha•

Usahakan agar face emosional sependek mungkin. Hindarkan munculn a emosi n

atif .



EKMA4565/MODUL 4

4.15

Perubahan paradigma tenting emosi seperti tampak pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dewasa ini kehadiran emosi dalam kehidupan organisasi bisa lebih diterima dibandingkan pada periode sebelumnya. Perubahan paradigma ini botch jadi karena terjadinya perubahan lingkungan eksternal yang menuntut manajer untuk berubah dalam menyikapi faktor manusia di dalam organisasi. Sebagaimana kita sadari bersama organisasi pada era sekarang ini lebih menekankan pada jaringan (network) sehingga pendekatan command and control kurang sesuai pada masa di mana organisasi berada pada lingkungan yang cepat berubah. Koordinasi horizontal dan vertikal menghendaki sikap aktif anggota organisasi, yang lebih menekankan pada terbentuknya pola hubungan antarindividu maupun antar unit organisasi. Hal ini bisa diartikan pula bahwa anggota organisasi akan lebih mudah mengalami konflik antar sesama dan konflik selalu melibatkan faktor emosi. Kondisi seperti ini memudahkan timbulnya rasa cemburu, marah, ditolak, kekecewaan, kebencian, yang akan mewarnai kehidupan dalam organisasi. Pola hubungan yang akhirnya tercipta mengandung beberapa i►nplikasi, antara lain: 1. Tidak mudah untuk memberikan prescriptive solutions, yang menyatakan apa boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika faktor emosi ikut bermain. '2. Pola pengelolaan emosi mengandalkan hubungan dengan pola sating ketergantungan. Keterampilan sosial yang kerap dilatihkan dalam program pelatihan seyogianya memperhitungkan emosi-emosi yang muncul dalam pola-pola interaksi dalam organisasi, yang kerap bersifat specific, contextual. 3. Cam pengeloluan emosi bukanlah sesuatu yang fixed, na►nun harus bersifat fleksibel dan kontekstual. Ini dikarenakan karakteristik emosi seseorang yang tidak dapat diprekdisikan secara pasti dari satu situasi ke situasi lainnya, dari waktu kc waktu. 4. Emosi tidak jarang merupakan pendorong perilaku individu dalam organisasi. Pengakuan akan emosi dalam organisasi menjadikan organisasi lebih terbuka terhadap masalah-masalah emosional anggotanya sehingga memungkinkan dilakukan pengelolaan bersama secara sadar. 5. Pengelolaan emosi akan menjadikan organisasi lebih fleksibel, adaptif, dan memudahkan pengelolaan sating ketergantungan antar unit organisasi maupun antar individu.

4.16

MANAJEMEN PERUOAHAN •

Sementara itu dalam upayanya untuk mcnjelaskan peran emosi dalam perubahan, Huy (2005) mcmperkenalkan dua konsep organisasi berbasis emosi yaitu keseimbangan emosional (emotional balancing) dan kapabilitas emosional (emotional capability). Keseimbangan emosional mclibatkan manajemcn emosi dua kelompok di dalam organisasi: agen perubahan dan penerima perubahan. Tujuan diterapkannya kescimbangan emosional adalah agar emosi mampu mendorong tcrjadinya perubahan dan di saat yang sama kegiatan organisasi bisa terus berjalan seperti biasanya — business as usual. Menurut Huy keseitnbangan ini perlu diperhatikan karma perubahan berlebihan hanya akan menciptakan keos semcntara tidak adanya perubahan bisa menimbulkan inersia. Huy juga bcrharap agcn perubahan mernifilci komitmen untuk mernimpin dan mensulcseskan proyck perubahan sementara penerima perubahan bisa terus melanjutkan aktivitas organisasi. Meski demikian hams disadari pula bahwa bisa raja anggota organisasi mcmainkan peran berbeda dalam perubahan. Sebagian anggota organisasi bolch jadi memilih sebagai agen perubahan yang mendorong tcrjadinya perubahan radikal dan sebagiannya lagi memilih sebagai pencrima perubahan yaitg mcneruskan kegiatan organisasi. Berdasarkan pilihan emosi seperti tersebut di atas, motivasi anggota organisasi dalam menyikapi perubahan sesunggulinya bisa dikclompokkan menjadi dua. Pertama ketika fokus perhatian seseorang ditujukan pada perubahan atau pertumbuhan, muncul kcbutuhan untuk tumbuh. Mcrcka juga berupaya untuk membentuk prilaku dan konsep dirinya sejalan dengan bagaimana mereka ingin dipersepsi. Di samping itu perilakunya didominasi oleh hasrat untuk mendapat kcuntungan. Kedua, ketika fokus mereka adalah keamanan atau kontinuitas kehidupan kerja, mereka akan mengaitkan aktualisasi dirinya dengan tugas-tugas dan tanggung jawab yang selama ini mereka emban. Berdasarkan dua situasi motivasi tersebut Huy selanjutnya membuat model emosi untuk mengeksplorasi kategori emosi sescorang saat terjadi perubahan strategik (lihat Gambar 4.2).



4.17

EKMA4565/MODUL 4

Aktivasi

Mang

TerstimulaNi Kejutan

Agitasi

Tidak Nlenyenagkan Aktivasi Tinggi

Menyenagkan Aktivasi Tinggi

Ntenycnagkan

Tidak Menyrnagkan

Menyenagkan Aktivasi itendah

Tidak Mrnvenagkan .Aktivasi Rcndah

IKesal

Diam 'Fruang

Dlant

Aktivasi Rendah

Sumber: Huy (2005) p. 299

Gambar 4.2. Circumplex model of emotion

Menurut Gambar 4.2 emosi dapat dikategorikan dengan menggunakan dua dimensi yaitu dimensi hedonistik (menyenangkan vs. tidak menycnangkan) dan dimensi kesiapan bertindak (aktivasi tinggi vs. aktivasi reridah). Empat kategori emosi yang dihasilkan oleh dua dimensi tersebut adalah: (1) emosi menyenangkan aktivasi tinggi. Termasuk dalam kategori ini adalah antusiasme dan kegembiraan (excitement), (2) emosi menyenangkan aktivasi rendah. Pada kategori ini seseorang cenderung kalem dan merasa nyaman, (3) emosi tidak menyenangkan aktivasi tinggi ditunjukkan oleh kemarahan, ke khawatirkan dan rasa takut, dan (4) emosi tidak menyenangkan aktivasi rendah meliputi kondisi emosi dalatn bentuk kekecewaan, ras malu dan kesal. Selanjutnya jika aksis pada Gambar 4.2 digeser 45 derajat, emosi orang yang berorientasi pada perubahan akan bergerak sepanjang aksis riang — kesal. Sedangkan emosi orang yang fokus pada kontinuitas bergerak sepanjang aksis agitasi — diam. Empat kategori emosi yang dihasilkan oleh pertemuan dua aksis ini merefleksikan bagaimana dua sistem motivasi secara

4.18

MANAJEMEN PERUIBAHAN •

evolutif akan beroperasi. Sistem pertama mcmotivasi scseorang untuk berubah dan sistem kedua mcmotivasi orang untuk mencari aman dan bertindak sebagai penerima perubahan. Selain keseimbangan emosional, konscp kedua adalah kapabilitas emosional. Pada level organisasional yang dimaksud dengan lcapabilitas emosional adalah kemampuan organisasi untuk mengetahui, mengakui, mcmonitor, memilah dan memberi perhatian tcrhadap emosi bark yang terjadi pada dataran individu maupun organisasi. Kemampuan int hams dibangun agar pcngetahuan dan keterampilan organisasi dalam mengelola emosi selama terjadi perubahan menjadi sebualt rutinitas. Proses pcmbangunannya dapat dilihat pada Gambar 4.3. Pada gambar tampak bahwa agar ustilan perubahan bisa ditcrima dibutuhkan cmpati dan simpati. Dengan dukungan dua situasi emosi ini bisa dilakukan mobilisasi yang disertai harapan schingga hasilnya adalah perubahan yang diharapkan. Hash perubahan ini akan mcnjadi sumber pcmbclajaran bagi anggota organisasi untuk masa-masa mendatang dalam kaitannya dengan perubahan organisasi. Proses pembelajaran ini hams dilakukan dengan cara yang menyenangkan, karyawan diajak untuk mencitai organisasi dan ada unsur liberasi yang otentik.



4.19

EKMA4565/MODUL 4

E) Usulan perubahan

Mencintai Otentik

Empati

Simpati

10.1

Kesediaan menerima

IIarapan IVIenyenangkan

Gambar 4.3. Membangun Kapabilitas Emosi Kontrak Psikologis Sobirin (2009) menyatakan bahwa manusia yang berada di dalam lingkungan internal organisasi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yakni pemilik organisasi, manajer dan karyawan. Hierarki ketiga kelompok tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 sebagai berikut:

4.20

MANAJEMEN PERUMANAN •

Stockholder/pemilik modal Para manajcr Karyawan Gambar 4.4. Komposisi stakeholder yang berada di dalam organisasi Pemilik atau kadang-kadang disebut juga investor adalah scseorang atau sekelompok orang yang dengan sukarela mengucurkan dana untuk berdirinya sebuah organisasi/perusahaan. Melalui organisasi tcrscbut mereka berliarap keinginan-keinginannya bisa tcrpenuhi. Pcmilik dcngan demikian merupakan pihak yang memiliki kepentingan utama dan oleh karenanya mereka mcmiliki otoritas tertinggi dalam kehidupan organisasi. Konselcuensinya adalah mereka pula yang mencntukan arab tujuan organisasi. Oleh karcna itu jika terjadi perubahan kepemilikan sangat bolch jadi arab tujuan organisasi juga berubah. Mcski memiliki otoritas tertinggi, pemilik pada umumnya tidak terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari organisasi. Kcberadaan mereka diwakili olch sekelompok orang yang disebut "Dewan Komisaris". Sederhananya, Dewan Komisaris adalah sekelompok orang yang bertugas menjaga agar organisasi tctap cksis scsuai nilai-nilai yang dianut para pemilik dan terns berkembang seperti yang dicita-citakan pemilik. Namun sekali lagi keberadaan Dewan Komisaris di dalam kchidupan organisasi tidak untuk mengekscicusi kegiatan sehari-hari organisasi. Untuk itu Dcwan Komisaris merekrut atau menunjuk para eksekutor yang populcr disebut "Ekselcutir. Mereka biasanya adalah manajer profesional yang diberi tugas untuk menyusun rencana, mengelola, memanau dan mcngawasi organisasi beserta aset yang ditanamkan para pemilik. Sebagai pihak yang ditunjuk dan dipercaya pcmilik untuk mcngelola organisasi, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manajcr mcrupakau seorang mandataris yang memperoleb prevalensi dan pcmilik. Konsckuensi logisnya dcngan demikian seorang maim* hams mempertanggungjawabkan mandat yang diterimanya kepada pembcri mandat yakni pemilik organisasi.



EKINA4565/MODUL 4

4.21

Seorang manajer dengan demikian harus mampu memenuhi keinginankeinginan pemilik. Meski belakangan para manajer jugs dituntut secara transparan dan akuntabel untuk bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan (stakeholders) lain tetap saja pemilik adalah stakeholder utama sebuah organisasi. Scbagai mandaris manajer juga diberi keleluasaan untuk mengangkat para manajcr dengan posisi yang lebih rendah clan merekrut sejumlah karyawan dengan keahlian dan talenta berbeda untuk ditempatkan pada posisi dan pekerjaan berbeda. Semua ini bertujuan agar kegiatan organisasi berjalan lancar dan ujung-ujungnya organisasi mampu memenuhi keinginan para pemilik (efektif) dengan menggunakan sumber daya organisasi secara wajar (efisien) sehingga memberi nilai tambah yang optimal. hubungan antara pemilik dengan manajer seperti disebut di atas sering disebut sebagai hubungan keagenan di mana pemilik disebut sebagai principal dan manajer disebut sebagai agen. Semcntar4 itu hubungan antara manajer dengan karyawan disebut sebagai hubungan kerja. Dalam menjalin hubungan keagenan maupun hubungan kerja pihak-pihak yang terlibat di dalanurya biasanya mengawali hubungan tersebut dengan membuat keiepakatan-kesepakatan balk yang tertulis maupun tidak tertulis, formal maupun informal. Kesepakatan tersebut dibuat pada saat sant pihak direkrut oleh pihak lain yakni saat manajer direkrut pemilik maupun saat karyawan direkrut manajer. Meski secara umum isi dari kesepakatan tersebut sama yakni mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam kaitannya dengan hubungan keagenan maupun hubungan kerja, setiap organisasi memiliki preferensi berbeda tentang isi kesepakatan. Perbedaan ini disebabkan karena asumsi yang melatarbelakangi pcnyusunan kesepakatan tersebut berbeda terutama karena lingkungan masing-masing organisasi berbeda. Kecenderungan umum juga menunjukkan terjadinya pergeseran pola kesepakan dari satu periode ke periode berikutnya. Kissler (1994) misalnya membedakan pola kesepakatan kerja antara karyawan dengan perusahaan untuk periode sebelum tahun 1990-an dengan periode setelah tahun 1990-an seperti tampak pada label4.3 berikut ini.

4.22

MANAJCMEN PERUBAHAN •

Tabel 4.3. Kesepakatan lama vs Kesepakatan baru

Model Kesepakatan Lama •

Organisasi adalah 'prang tua' bagi karyawan di mana karyawan diperlakukan seolah-olah sebagai seorang 'anak'. • Jati diri dan harga did karyawan ditentukan oleh organisasi. • Mereka yang mau bedahan di organisasi adalah karyawan yang baik dan loyal, sebaliknya adalah karyawan yang jelek dan tidak loyal. • Karyawan yang mengerjakan sesuai dengan apa yang diperintahkan kepadanya adalah tipikal karyawan bisa bekerja sampai pensiun. • Cara paling utama seorang karyawan bisa berkembang adalah melalui jalan promosi.

Model Kesempatan Baru •









Organisasi dan karyawan menyepakati kontrak layaknya 'dua prang dewasa' yang membuat kesepakatan. Fokus dari kontrak tersebut adalah keuntungan bersama dalam jalinan pekerjaan. Jati din dan harga did karyawan ditentukan sendiri oleh karyawan , bersangkutan. Keluar masuknya seorang karyawan ke dalam sebuah organisasi merupakan sesuatu yang biasa dan dianggap sehat sehingga perlu diapresiasi. Sulit berharap seorang karyawan bekerja pada satu organisasi dalam .jangka panjang; oleh karenanya organisasi dan karyawan harus siap untuk menjalin hubungan dengan berbagai pihak yang berbeda. Cara paling utama seorang karyawan bisa berkenibang sangat tergantung pada kemampuan did untuk berprestasi

Dari Tabel 4.3 tampak bahwa isi kesepakatan kcrja mengalaini pergeseran yang sangat signifikan di mana pendulum lebib bcrpihak pada karyawan. Hal ini bisa diartikan bahwa scjak tallun 1990-an karyawan lcbih memiliki posisi tawar dibandingkan pihak perusahaan. Mcski demikian, lcpas dari siapa yang memiliki posisi tawar lcbih kuat, dengan kesepakatankesepakatan tersebut, umurn disebut kontrak kcrja, diharapkan masingmasing pihak menghormati dan menjunjung isi kontrak agar hubungan kerja di antara mcrcka bcrjalan mulus layaknya sebuah perkawinan dalam kehidupan rurnah tangga dan kcdua belah pihak mcmperoleh maniaat dari hubungan kerja tcrscbut. Sayangnya dcngan bcrjalannya waktu dan perubahan lingkungan, tidak jarang salah satu pihak inelanggar isi kontrak yang tcrkadang berakibat pada situasi organisasi yang tidak menguntungkan



EKMA4565/MODUL 4

4.23

dan bahkan kedua belah pihak tidak jarang pula hams menanggung dampak buruk dari pelanggaran kesepakatan tersebut. Banyak kasus di Indonesia yang menggambarkan situasi seperti digambarkan di atas, tnisalnya demonstrasi besar-besaran yang berlangsung cukup lama, dilalculcan oleh karyawan PTDI di Bandung, yang disebabkan karena perusahaan menc iutkan kegiatan usaha sehingga berakibat dirumahkannya sejurnlah karyawan. Penciutan kegiatan usaha atau secara umum perubahan yang terjadi di organisasi PTDI inilah yang menjadi pemicu persoalan-persoalan lcbih lanjut yang dihadapi PTDI. Yang pasti kedua belah pihak — karyawan dan PTDI menderita kerugian yang tidak sedikit. Dari contoh ini bisa ditarik kesimpulan bahwa perubahan organisasi merupakan faktor penting yang menyebabkan nmtuhnya kesepakatan kerja antara karyawan dengan perusahaan yang berdampak pada kerugian moral dan material Bari kedua belah • Kesepakatan kerja seperti telah disebutkan di muka bisa dikeloinpokkan menjadi dua yaitu: kesepakatan kerja yang bersifat formal dan tertulis dan kesepakatan kerja yang bersifat informal dan tidak tertulis. Isi dari kesepakatan kerja yang formal dan tertulis secara umum menyebutkan hakhak yang akan mereka terima dan kewajiban yang hams mereka jalankan yang semuanya terkait dengan hukum ketenagakerjaan. Kesepakatan seperti ini biasa disebut sebagai legal contract atau labor contract. Sementara itu kesepakatan kerja yang bersifat informal dan tidak tertulis pada umumnya merupakan kesepakatan yang menyangkut aspek keprilakuan. Misalnya, secara informal karyawan diharapkan mau bekerja keras, memiliki komitmen dait loyal kepada perusahaan, sedangkan perusahaan diharapkan memberi keamanan kerja bagi karyawan, dan menciptakan suasana kerja yang kondusif. Kesepakatan kerja yang bersifat keprilakuan seperti ini disebut sebagai "kontrak psikologis — psychological contract". Meski kesempatan ini '9ersifat informal dan tidak tertulis, kontrak psikologis memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan organisasi sehingga mendapat perhatian cukup serius dari ahli-ahli organisasi. Secara definitif, Kotter (1973) mengatakan bahwa kontrak psikologis adalah sebuah kontrak yang bersifat implicit dibuat dua belah pihak — antara seseorang (seorang karyawan) dengan organisasi tempat kerja, yang menjelaskan ekspektasi masing-masing pihak tentang apa yang bisa mereka berikan dan apa akan diterima dalam kaitannya dengan hubungan kerja. Sementara itu Morrison menyebutkan 5 karalcteristik kontrak psikologis.

4.24

MANAJEMEN PERUMAHAN •

Pertama, kontrak psikologis bcrsifat implicit dal= pengertian kontrak terscbut tidak tertulis secara eksplisit scperti halnya kontrak kcrja (legal contract) yang serba jclas dan dipahami masing-masing pihak yang terlibat dalam hubungan kcrja. Dalain kontrak kcrja atau legal contract tnasingmasing pihak radar akan konseknensi-konsekuensi yang ditimbulkannya karena kedua belah pihak mcnyetujui dan mcnandatangani kontrak tcrsebut. Namun tidak demikian dcngan kontrak psikologis, karena tidak diungkapkan secara cksplisit bukan tidak mungkin kontrak psikologis bcrsifat scpihak. Artinya, mungkin saja kcdua belah memahatni bahwa mercka tclah mcmbuat kontrak tempi boleh jadi pcmahaman masing-masing berbeda. Kcdua, kontrak psikologis berisi harapan-harapan dari salah sant pihak kepada pihak lainnya. Tcntunya kedua belah pihak sangat diharapkan bisa mementilit harapan-harapan tcrsebut. Hanya saja dalam praktik tidak jarang harapan kcdua belah pihak tidak sama walaupun bukan berarti harapan kedua belah pihak sclalu berbcda. Scbagai contoh, scorang lulusan S2 sebut saja bernama Hartono yang baru pertama kali bergabung dcngan pcnisahaan nasional yang terkenal. Hartono ditempatkan sebagai manajcr menengah. Dengan posisi yang cukup tinggi tcrsebut Hartono boleh jadi bcrharap memperolch mobil dinas karcna dengan mobil dinas ini la bisa mcnunjukkan kepada kcluarga dan kerabatnya bahwa la bckcrja pada perusahaan yang bonafid dan menempati posisi yang balk pula. Ilarapan Ilartono dikatakan "cocok" jika kebetulan kebijakan perusahaan mcmang memberikan fasilitas mobil dinas bagi manajcr menengah. Namun jika kebijakan pentsahaan tidak mcnycdiakan mobil dinas maks tcrjadilah "kctidakcocokan" harapan. Ketidakcocokan ini bisa dikatakan relatif kecil jika perusahaan menyediakan fasilitas antar jemput yang bagi Hartono sendiri tetap bisa mcnunjukkan gengsinya bahwa dia bukan sckedar karyawan biasa. Kctidakcocokan harapan dikatakan besar jika perusahaan sama sekali tidak mcnycdiakan fasilitas angkutan bagi siapa pun karyawannya. Kecocokan dan ketidakcocokan harapan inilah yang menunit Kotler merupakan csensi dari kontrak psikologis. Contoh tcntang harapan karyawan terhadap pentsahaan dan harapan perusahaan terhadap karyawan adalah sebagai herikut (lihat Kottcr, 1973): Ilarapan karyawan terhadap Perusahaan: 1. Pekerjaan akan memberi makna atau tujuan bagi diri karyawan. 2. Karyawan mcmiliki kesempatan untuk mengembangkan 3. Pentsahaan memberikan pelccrjaan yang sangat mcnarik.

• EKMA4565/M00UL 4

4.25

4. Perusahaan memberikan pekerjaan yang menantang. 5. Karyawan memiliki daya dan tanggung jawab terhadap pekerjaan. 6. Prusahaan memberi pengakuan dan persetujuan terhadap hasil pekerjaan yang baik. 7. Karyawan menginginkan pekerjaan yang memberikan gengsi dan status bagi dirinya. 8. Lingkungan kerja dan orang-orangnya bersahabai 9. Lingkungan kerja yang kondusif. 10. Memperoleh gaji yang memadai. 11. Perusahaan memberikan keamanan kerja. 12. Kesempatan berkembang. 13. Karyawan memperoleh umpan baik dan perusahaan dan penilaian kerja yang fair. Harapan Perusahaan terhadap Karyawan: 1. Kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas di luar pekerjaan pokok. 2. Kemampuan untuk memahami berbagai aspek pekerjaan lain selama is bekerja. 3.'. Kemampuan untuk menemulcan cara-cara baru dalam menyclesaikan pekerjaan. 4. Kemampuan untuk menyajilcan cara pandang secara efektif dan meyakinkan. 5. Kemampuan menyampailcan gagasan baik secara lisar. maupun tulisan. 6. Kemampuan untuk mensupervisi dan mengarahkan pekerja lain. 7. Kemampuan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab tanpa bantuan orang lain. 8. Kemampuan untuk membuat perencanaan kerja balk untuk dirinya maupun orang 9. Kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain secara produlctif. 10. Kemampuan untuk menggunakan waktu dan tenaga untuk kepentingan perusahaan. 11. Kemampuan untuk bias menerima tuntutan perusahaan yang tnungkin berlawan dengan kepentingan pribadi. 12. Membangun hubungan sosial dengan karyawan lain di luar pekerjaan. 13. Patuh kepada kebiasaan-kebiasaan organisasi atau kelompok kerja untuk hal-hal yang tidak secara langsung berkaitan dengan kinerja. 14. Melakukan studi lanjut di luar waktu kerja perusahaan.

4.26

MANAJEMEN PERUBAHAN •

15. Mempertahankan citra perusahaan yang balk di hadapan masyarakat umum. 16. Mengintemalisasi nilai-nilai dan tujuan perusahaan ke dalam din karyawan. 17. Kemampuan untuk memahami apa yang sehanisnya dilakukan dan memiliki inisiatif untuk melakukan kegiatan-kcgiatan yang tepat. Ketiga, kontrak psikologis bersifat saling bcrgantung (interdependent). Dikatakan demikian karena kontrak psikologis melibatkan dua pihak yang saling berinteraksi dalam hubungan kerja dan keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini bisa diartikan bahwa dalam kontrak psikologis setlap orang perlu mengetahui apa dan kepada siapa mereka harus bergantung. Sating kebergantungan ini membawa akibat salah satu pihak sangat mengandalkan dan mcmpunyai kepercayaan penuh kepada pihak lain sebagai tempat bergantung. Atau dengan kata lain, kontrak psikologis mempengaruhi' loyalitas kedua belah pihak. Keempat, kontrak psikologis mengandung unsur jarak psikologis. Di situ sisi kedua belah pihak dituntut memiliki hubungan yang sangat dekat agar bisa saling berbagi informasi sehingga hubungan kerja berjalan lancar. Kedekatan hubungan secara psikologis juga bisa mengurangi tingkat sires di antara keduanya. Di sisi lain, kedua belah pihak juga dituntut untuk menjaga jarak agar tidak merasa ada tckanan-tekanan yang mengganggu hubungan kerja. Dengan demikian, sejauh mana kedua belah perlu mendekat satu sama lain sangat bergantung pada konteks yang mcmpcngaruhi hubungan tersebut. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah tuntutan kerja, bagaimana masyarakat mendefinisikan legitimasi dan prasyarat personal masing-masing dalam hubungan kerja. kontrak psikologis tidak hanya terjadi pada saat kedua belah pihak pertama kali menjalin hubungan kerja. Kontrak psikologis juga tidak bersifat statis. Sebaliknya kontrak psikologis akan terjadi sepanjang kedua belah pihak masih menjalin hubungan kerja dan sclama itu pules kontrak psikologis akan diperbaharui baik secara langsung maupun tidak. Olch karenanya kontrak psikologis bersifat dinamik. Artinya, pada saat pertama kali kontrak disepakati, masing-masing pihak memiliki harapan tertentu kepada pihak lain. Namun sejalan dcngan perubahan waktu sangat mungkin harapan tersebut mengalami perubahan. Perubahan harapan yang menyebabkan perubahan pada kewajiban masing-masing inilah yang



EKMA4565/MODUL 4

4.27

menyebabkan perubahan kontrak psikologis. Dengan kata lain kontrak psikologis dapat berubah sctiap saat dan perubahannya biasanya dilakukan tanpa adanya pemberitahuan ke pihak lain secara formal. Robinson, Kraatz & Rousseau (1994) misalnya mengatakan selama dua tahun pertama seorang karyawan bekerja, mereka merasa kurang memiliki kewajiban kepada perusahaan; sebaliknya perusahaan merasa memiliki kewajiban lebih besar kepada karyawan. Yang juga perlu menjadi catatan di sini adalah perubahan kontrak psikologis bukan hanya terjadi karena harapan masing-masing berubah, tetapi perubahan kontrak psikologis bisa disebabkan karena perubahan organisasi. Uraian detail tentang dampak perubahan organisasi terhadap kontrak psikologis akan dibahas tersendiri. Sejalan dengan semakin populer dan maraknya kajian tentang kontrak psikologis, konsep tentang kontrak psikologis juga mengalami perkembangan. Akibatnya definisi kontrak psikologis juga mengalami penyempurnaan. Salah saw definisi yang banyak dikutip oleh pcnulis lain adalah definisi kontrak psikologis yang dikemukakan oleh Denise Rousseau dan koleganya. Rousseau (1989, 1990) dan Robinson & Rousseau (1994) misalnya menyatakan bahwa kontrak psikologis merupakan keyakinan individual tentang kewajiban timbal balik antara satu pihak dengan pihak lain yalcni antara karyawan dengan organisasi mengenai ketentuan dan kondisi tertentu. Definisi ini menegaskan bahwa kontrak psikologis pada dasarnya adalah sebuali keyakinan atau persepsi masing-masing pihak bahwa kedua belah pihak telah membuat kontrak meski sekali lagi kontrak tersebut bersifat informal dan tidak tertulis. Jadi, kontrak psikologis muncul ketika salah satu piliak (misalnya karyawan) percaya/yalcin bahwa perusahaan telah berjanji (meski bersifat implisit) tidak akan rnemPHK dirinya di waktu akan datang dan oleh karenanya is berkontribusi kepada perusahaan dengan bekerja keras maim saat itu itulah timbul kewajiban dari pihak perusahaan untuk menepati janji tersebut di waktu mendatang. Pada saat yang sama pihak perusahaan juga memiliki keyakinan sebaliknya terhadap karyawan bahwa karyawan akan memberikan yang terbaik bagi perusahaan sebagai imbalan atas fasilitas-fasilitas yang diberilcan kepadanya sehingga timbul kewajiban karyawan untuk memenuhi janjinya. Uraian di atas menunjukkan bahwa kontrak psikologis bersifat subyektif. Sering dikatakan bahwa kontrak psikologis "reside in the eyes of the beholder — bergantung bagaimana si pemegang kontrak menyepakatinya. Artinya, meski keyakinan terhadap kewajiban bersama merupakan unsur dan

4.28

MANAJEMEN PERUBAHAN •

terbentuknya kontrak psikologis, belum tentu kedua belah pihak sepakat bahwa masing-masing pihak percaya jika kontrak tcrsebut bcnar-benar ada. Sebagai contoh, dalam kontrak psikologis karyawan belum tentu yakin bahwa majikan akan memberikan imbalan sepadan mcski is sendiri telah berjanji untuk memberikan yang tcrbaik bagi perusahaan. Demikian scbaliknya, majikan belum tentu yakin bahwa karyawan akan memberikan yang terbaik manakala is memberikan imbalan yang pantas. Olch sebab itu tidak bcrlcbihan jika dikatakan kedua belah pihak sepertinya memililci keyakinan bcrbeda tentang kewajiban masing-masing tcrhadap pihak lain. Disinilah uniknya kontrak psikologis yang bersi fat implisit dan tidak tertulis, kcdua belah pihak belum tentu mempunyai pemahaman yang sama terhadap scmua isi kontrak. Masing-masing pihak hanya yakin bahwa kedua belah pihak memiliki interprctasi yang sama tcrhadap isi kontrak. Akibatnya kontrak psikologis rentan terhadap pelanggaran (violation) meski di antara mereka tidak merasa telah melakukan pclanggaran terhadap isi kontrak schingga tidak jarang pula terjadi pemutusan kontrak (contract breach). Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk melakukan perubalian organisasi misalnya, pihak perusahaan merasa tidak ada yang keliru dengan keputusan tcrsebut. Perubahan organisasi dianggap sebagai konsekuensi logis dari perubahan lingkungan yang menuntut perusahaan juga hams berubah demi kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Namun tidak demikian dengan karyawan. Bagi sekclompok karyawan perubahan organisasi mcrupakan sinyal bahwa pihak perusahaan telah melakukan pclanggaran kontrak. Bagi karyawan perubahan organisasi dianggap mengganggu kehidupan kerja dan hubungan kcrja dengan perusahaan, minimal mengganggu rutinitas kehidupan kerja mereka. Dampak lanjutannya adalah karyawan merasa saatnya untuk melakukan pemutusan kontrak psikologis. Uraian detail tentang dampak perubahan organisasi terhadap kontrak psikologis dan implilcasinya tcrhadap kinerja dan kepuasan kcrja karyawan akan dibahas pada bagian berikutnya. D. DAMPAK PERUBAIIAN ORGANISASI TERIIADAP KONTRAK PSIKOLOGIS Dampak perubahan organisasi terhadap pelanggaran kontrak psikologis misalnya dikemukakan oleh Turnley & Feldman (1998). Kcdua pcncliti ini mengelompoldcan 4 macaw respon karyawan terhadap restrukturisasi



EKMA4565/MODUL 4

4.29

perusahaan. Kelompok pertama menganggap bahwa perusahaan tempat mereka bekerja masih memiliki komitmen untuk memenuhi kontrak yang telah mereka bunt. Jadi mereka menganggap tidak ada kontrak yang dilanggar. Kelompok kedua merasa tidak ada kontrak yang dilanggar karena sejak semula mereka merasa tidak pernah membuat kontrak psikologis. Kelompok ketiga menganggap bahwa perubahan organisasi merupakan sesuatu yang normal dalam kehidupan bisnis sehingga kalaulah terjadi perubahan dalam kehidupan kerja, hal ini merupakan kejadian yang juga normal. Kelompok ini justru menganggap saat membuat kontrak karyawan salah mengeni tentang situasi bisnis yang selalu mengalami perubahan seolah-olah organisasi tidak pernah berubah dan kontrak psikologis tidak pernah berubah pula. Kelompok keempat merasa bahwa perusahaan telah membuat pelanggaran serius terhadap kontrak psikologis saat perusahaan melakukan restrukturisasi perusahaan. Kelompok terakhir ini menganggap bahwa perusahaan tclah melanggar beberapa poin panting dari isi kontrak sehingga mengganggu kepuasan kerja mereka. Tanggapan karyawan yang berbeda terhadap restrukturisasi perusahaan dan implikasikanya terhadap kontrak psikologis menunjulckan bahwa messing-masing individu memiliki pemahaman yang berbeda tentang faktorfaktor yang membentuk kontrak psikologis. Sebagian karyawan menginterpretasikan restrukturisasi perusahaan yang berakibat pada berkurangnya penerimaan seperti yang dijanjikan sebelumnya sebagai bentuk pelanggaran. Sebagian yang lain tidak menganggap demikian jika penerimaannya masih sama. Sebagian karyawan lain mencoba menelaah situasi berjalan untuk bisa memahami mengapa perusahaan tidak memegang janjinya. Sementara itu sebagian karyawan yang lain lagi menganggap bahwa perusahaan tidak bisa memegang janjinya lebih disebabkan karena situasi berjalan merupakan faktor di luar kendali mereka karena adanya tekanantekanan yang bersifat eksternal. Meski keccwa, karyawan tersebut tidak menganggap perusahaan melanggar kontrak. Di sisi lain, jika karyawan menganggap bahwa perusahaan betul-betul mengingkari komitmen dan komitmen tersebut sangat panting bagi masa depan karyawan maka karyawan merasa bahwa perusahaan telah melanggar kontrak. Turnley & Feldman (1998) selanjutnya menyatakan, ketika karyawan merasa terjadi pelanggaran terhadap kontrak psikologis sebagai akibat restrukturisasi perusahaan maka komponen kontrak yang umumnya dilanggar — menurut persepsi karyawan adalah: keamanan kerja, keputusan perusahaan

4.30

MANAJMNIEN PERUBAHAN •

yang dilakukan scpihak tanpa mclibatkan karyawan, kesempatan karyawan untuk mengembangkan diri, tunjangan kcschatan, dan kckuasaan dan tanggung jawab karyawan. Bagi karyawan yang bcrmaksud menjalin hubungan kcrja jangka panjang atau sepanjang hidup (long life employment) gangguan tcrhadap keamanan kcrja dianggap sebagai ancaman serius dalam hidup mereka. Dcmikian juga pengambilan keputusan tcntang restrukturisasi yang tidak melibatkan karyawan dianggap sebagai bcntuk arogansi perusahaan. Restrukturisasi juga dianggap akan tnenghambat karir sescorang. Tidak kalah pentingnya adalah jaminan kcsehatan yang tidak lagi akan diperolch karyawan jika sampai restrukturisasi mcngakibatkan mereka dipecat. Sclanjutnya karyawan juga mcrasa tidak lagi mcmiliki kekuasaan dalam menjalankan tugas dan kehilangan tanggung jawabnya manakala restrukturisasi mcnyebabkan dirinya diberhentikan dan pckerjaan. Walhasil sccara umum restrukturisasi perusahaan menycbabkan kehidupan karyawan terusik khususnya bagi mereka yang merasa kontrak psikologisnya dilanggar. ' E. PROSES TRANSISI INDIVIDU Dampak perubahan organisasi tcrhadap individu karyawan seperti tclah dijelaskan pada uraian scbclumnya menghasilkan dua situasi yang bcrlawanan. Di satu sisi sebagian karyawan merasa tidak ada masalah dcngan perubahan dan bahkan mereka sangat antusias untuk tcrlibat di dalamnya. Hanya saja tidak semua karyawan mcrespon perubahan secara positif. Sebaliknya. sebagian besar karyawan justru punya kecenderungan mercspon perubahan sccara negatif. Penyebabnya tidak lain karena bayangan suram tentang masa depannya yang serba tidak pasti jika perubahan betul-betul tercalisir. Akibatnya mereka merasa skeptis terhadap para pimpinan mercka, sinis, frustrasi, marah dan hilang kepercayaan dirinya. Ujung-ujungnya kinerja dan kepuasan kcrja mercka menurun drastis. Tcrlepas apakah karyawan menanggapi perubahan secara positif atau negatif, manajer perubahan memiliki perspektif bcrbcda. Bagi manajcr, perubahan harus tctap berjalan. Artinya, karyawan sesungguhnya tidak bisa menghindar dari perubahan. Dengan demikian bagi mereka yang mengalami masalah dcngan perubahan pada dasamya mcmiliki dua opsi: Opsi pertatna adalah pindah ketja. Opsi ini sepertinya akan menyelesaikan persoalan karyawan karena mereka akan tcrbebas dan hiruk-pikuk perubahan. Namun yang mcnjadi masalah adalah bagi karyawan yang prestasinya sedang-sedang



EKMA4565/1,4011UL 4

4.31

saja (mediocre) tentu tidak mudah pindah kerja apalagi jika mereka sudah cukup umur. Kelompok ini tergolong berada pada posisi sulit dan cenderung memiliki tingkat resistensi paling tinggi terhadap perubahan. oleh karena itu opsi kedua hams ditempuh yakni tetap bersama dengan organisasi lama dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi. Salah satunya adalah, suka atau tidak, karyawan harus terns bergerak menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan jika menginginkan dirinya masih tetap bersama organisasi. Dengan kata lain, karyawan hams melakukan perubahan individual agar bisa menerima proses perubahan organisasi. Namun proses perubahan individu juga bukan hal yang mudah dilakukan. Perubahan individu membutuhkan masa transisi yang kadang-kadang membutuhkan waktu panjang. Dengan menggunakan model yang dibangun Elizabeth Kubler-Ross yang dikenal dengan proses transisi 5 tahap (five stages model), Freeman (1996) misalnya mengatakan adanya lima tahapan yang akan dialami seseorang ketika mereka menghadapi perubahan: 1. Mengingkari (denial): Sescorang mengingkari atau tidak mau mengakui jika kehilangan sesuatu betul-betul tidak bisa dihindarkan.. 2. Marah atau gampang manth: seseorang mulai mempertanyakan mengapa semua ini hams terjadi sehingga perasaan marah tidak terhindarkan. 3. Tawar menawar (bargaining): Orang tersebut mencoba menunda apa yang sesungguhhya tidak bisa dihindari dengan memohon kepada otoritas yang !chill tinggi. Permohonan tersebut berupa berjanji untuk berprilaku tertentu atau mau melakukan pengorbanan jika permohonannya dikabulkan. 4.' Depresi dan mulai bisa meuerima keadaan: Periode ketidakberdayaan yang dialami selama ini pada akhirnya menghasilkan sebuah pengakuan • bahwa kehilangan betul-betul tidak bisa dihindarkan. 5. Bisa menerima keadaan (acceptance): Menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap kehilangan dah Ia mulai mau berajak dari situasi saat ini. Proses seperti tersebut di atas disebut sebagai proses transisi emosi (emotional transition process) yang dialami seseorang. Situasi seperti ini

akan dialami seseorang sepanjang berlangsungnya perubahan organisasi. Artinya sangat boleh jadi transisi emosi seseorang tidak hanya terjadi sekali tetapi bisa berkali-kali sampai berakhirnya perubahan organisasi. Hal ini ditegaskan Devine et al. sebagaimana dikutip I lolbeche, (2006). Dalam konteks merger dan akuisisi, Devine et al. mengatakan bahwa proses transisi

4.32

MANAJCMIEN PERUSAMAN •

emosi yang dialami karyawan sudah mulai tcrjadi saat pengumuman merger dan akuisisi kemudian berulang ketika proses merger dan akuisisi terns bcrlanjut. Selengkapnya dilihat pada Gambar 4. 5 scbagai berikut. Pengumumart

Gambar 4.5. Proses transisi sclama merger dan akuisisi . Tampak pada Gambar 4.5 bahwa transisi individual tidak terjadi sccara linear melainkan terjadi secara bergelombang. Pada awalnya saat tcrjadi pengumuman merger dan akuisisi tingkat kckhawatiran karyawan meninggi namun setclah itu menurun. Scbclum kekhawatirannya betul-bctul mcnurun pada titik terendah karyawan dihadapkan pada kekhawatiran baru. Tingkat kckhawatiran karyawan kembali meninggi ketika merasa bahwa dia akan menjadi korban merger yakni mereka akan kchilangan pckerjaan. Jika kenyataan ini tidak terbukti kekhawatiran kembali menurun. Untuk sementara karyawan akan merasa aman karcna masih bisa terns bekerja. Meski demikian, kekhawatiran karyawan botch jadi muncul kembali ketika perusahaan memutuskan untuk merombak struktur organisasi. Perubahan struktur organisasi akan diinterpretasilcan karyawan scbagai perubahan posisi kerja atau bcban kerja yang scmakin mcningkat tanpa diikuti oleh imbalan yang lcbih besar. Faktor inilah yang nienyebabkan karyawan mcrasa khawatir. Kekhawatiran akan mereda manakala perusahaan selesai menata organisasi baru dan ternyata karyawan tidak tcrkcna dampaknya. Proses seperti ini akan terns berlangsung sesuai dengan bcrjalannya waktu sampai karyawan betul-betul merasa aman yakni ketika jalannya organisasi sudah kembali normal.



EKMA4565/MODUL 4

4.33

Naik turtinnya kekhawatiran karyawan seperti disebutkan pada contoh di alas sering disebut sebagai emotional roller coaster. Disebut demikian karena karyawan mengalami emosi yang tidak stabil selama mereka menghadapi perubahan organisasi. Kapan berakhirnya emotional roller coaster tersebut tidak bisa ditentukan sccara pasti. Masing-masing karyawan memiliki tingkat emosional berbeda sehingga masa adaptasinya pun berbeda; bisa cepat dan bisa juga latnbat bergantung pada kapabilitas emosional karyawan dalam menghadapi perubahan. Agar kekhawatiran atau emosi karyawan tidak terombang-ambing oleh perubahan organisasi, di satu sisi karyawan itu sendiri haws mampu mengatasinya. Namun jika karyawan tersebut menganggap bahwa dirinya tidak bisa mengontrol situasi yang mengancam dan lingicungan kerja cenderung tidak stabil maka cars mengatasi persoalan ini tidak bisa diserahkan semata-mata kepada karyawan. Disinilah dukungan organisasi menjadi panting. Misalnya, saat karyawan mengingkari bahwa ada sesuatu yang akan hilang, pihak manajer hams sabar, mau mendiskusikan masalah yang dihadapi karyawan dan memberi perhatian terhadap sinyalsinyal kecil yang ditunjukkan karyawan. Pihak manajer juga barns mau mendengar dan menawarkan dukungan ketika kondisi emosional karyawan berada pada titik yang paling rcndah. Saat itu tidak bisa dipungkiri jika karyawan menyalahkan pihak perusahaan, apatis, dan menunjukkan bentuk•bentuk gejolak emosi lainnya. Itulah sebabnya mengelola faktor manusia dalam konteks perubahan organisasi menjadi isu penting yang hams mendapat perhatian pant manajer. MENGELOLA MANUSIA PADA SAAT IMPLEMENTASI PERUBAIIAN Setelah memahami berbagai masalah yang dihadapi karyawan saat mereka berhadapan dengan perubahan, kini perhatian kita arahkan kepada cam mengelola faktor manusia agar semua dampak negatif yang ditimbulkan perubahan bisa dintinimalisir sekecil mungkin sehingga tujuan perubahan bisa tercapai. Perhatian terhadap pengelolaan manusia sekali lagi menjadi isu panting mengingat manusia memegang peran krusial dalam perubahan organisasi. Memang dalam situasi perubahan tidak semua karyawan meresponsnya secara negatif. Tetapi hams disadari bahwa sebagai besar karyawan cenderung merespon perubahan dengan sinis dan kelesuan. Bahkan karyawan yang memiliki motivasi din yang sangat tinggi sekalipun bias jadi

4.34

MANAJEMEN PERLJOAMAN •

merespon perubahan dengan resistensi jika mercka tidak melihat keuntungan yang bakal mereka perolch. Selain itu mengclola manusia dalam situasi perubahan juga bukan pekerjaan mudah Iebih-lcbih jika pihak manajemen khususnya manajer lini yang bertanggung jawab Iangsung terhadap pengelolaan manusia tersebut juga merasa tidak aman akan posisi yang sekarang ditempatinya, tidak yakin apakah perubahan merupakan tindakan yang bijak dan tidak memiliki informasi lengkap tentang perubahan yang akan dilaksanakan. Dan pcnjelasan di atas, uraian akan di fokuskan pada peran manajcr lini dalam memandu pengelolaan manusia dalam implementasi perubahan arganisasi. Holbeche (2006) misalnya mcngatakan bahwa perdu yang halos dimainkan seorang manajer lini saat implementasi bcrubahan adalah: 1. Menciptakan iklim yang mcndukung perubahan organisasi. Cara yang bias dilakukan adalah mengaitkan budaya organisasi, sistem imbalan, kebijakan perusahaan, prosedur kerja, sistem organisasi dan norma' prilaku yang kesemuanya itu pada akhirnya bias mendukung perubahan yang diharapkan. Untuk itu, lini manajer tidak diposisikan sebagai seorang komando yang hanya melakukan command and control tetapi harus bergaya sebagai seorang manajer yang partisipatif dan fasilitatif. Di sisi lain, karyawan diajak untuk ikut bertanggung jawab dal= perubahan dan terus melakukan continuous improvement. 2. Mengolah resistensi karyawan terhadap perubahan. 3. Membangun kembali energi karyawan yang mengalami ditnotivasi karena perubahan. 4. .Membelcali karyawan keterampilan yang dibutuhkan agar bias berpartisipasi dalam perencanaan dan implementasi perubahan. 5. Mengelola kinerja. 6. Mendorong karyawan agar mau mencoba cara kcrja barn dalam menjalankan kegiatan organisasi. 7. Menerapkan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). 8. Memastikan bahwa load pckerjaan dikelola secara efektif sehingga karyawan tidak tenggelam dalam kegiatan kerja.



EKMA4565/M00UL 4

--

4.35

LATI H A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai mat.. i di alas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Proses perubahan individu sant menghadapi perubahan terdiri dart 7 tahapan. Jelaskan tahapan tersebut! 2) Karyawan akan mengalami schock ketika mendengar bahwa organisasi akan melakukan perubahan. Sehingga karyawan akan merasa kehilangan banyak hal ketika organisasi mengalami perubahan. Jelaskan bentuk kehilangan yang akan dialami karyawan tersebut! 3) Jelaskan mengenai sifat dart kontrak psikologis yang merupakan salah satu dampak dart perubahan yang bersifat psikologis! Petunjuk Jawaban Laiihan 1) Tahapan dalam proses perubahan individu yaitu: Tahap 1: terjadinya discrepancy atau inkonsistensi antard schema yang telah dibangun karyawan dengan kondisi rill karena perubahan. Tahap 2: karyawan menunjukkan reaksi emotional terhagiap adanya inkonsistensi. Tahap 3: karyawan menelusuri sebab-sebab terjadinya inkonsistensi. Karyawan mencoba mengarahkan perhatiannya path hal-hal atau masalah yang membebani mereka (Ian melihat p-eluang untuk keluar dart persoalan tersebut. Tahap 4: karyawan mengumpulkan informasi-informasi barn agar bisa memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Tahap 5: karyawan mempertanyakan apakah schema yang telah dibangun sebelumnya masih relevan dengan kondisi 1;er.,;alan. Tahap 6: karyawan mencari tambahan informasi bars untuk membangun schema baru karena menganggap schema lama sudah tidak cocok lagi dengan kondisi berjalan. Tahap 7: karyawan memahami bahwa schema yang telah dibargun sebelumnya dianggap tidak cocok lagi dengan kondisi saat ini saat terjadi perubahan organisasi.

4.36

MANAJEMEN PERUBAHAN •

2) Bentuk kehilangan yang dialami karyawan jika karyawan mengalami schock ketika mendengar bahwa organisasi akan melakukan perubahan antara lain: a) Loss of Attachment yaitu perubahan organisasi dapat merubah pola hubungan yang sudah terbentuk selama ini, schingga pola-pola hubungan informal yang membentuk ketcrikatan menjadi berubah. b) Loss of Structure yaitu perubahan pada pola pekerjaan, struktur organisasi, kebijakan organisasi, jadwal kerja mengakibatkan orang . mcrasa kehilangan atas struktur dan keteraturan kerja yang selama ini diakrabinya. c) Loss of Control yaitu proses perubahan menuju ke arah yang diinginkan, kerap anggota organisasi merasa kehilangan kontrol atas pekcijaan yang selama ini dimilikinya, pada umumnya perubahan organisasi bersifat top-down. d) Loss of Meaning yaitu perubahan akan mengubah makna yang selama ini menjadi pegangan anggota organisasi, sementara makna yang ban' belum diterima dan masih terbentuk. Usaha penearian makanya ini menycbabkan gossip menjadi mentngkat dalam organisasi. e) Loss of Future yaitu perubahan yang dilakukan akan menycbabkan kekacadan mengenai masa depan yang sudah dimiliki anggota organisasi dalam bentuk harapan, sementara masa depan perubahan itu scndiri belum jelas bagi dirinya. 3) Sifat dan kontrak psikologis karyawan dalam mcnghadapi perubahan, yaitu: a) Kontrak psikologis yang bersifat "implisit" dibuat dua belah pihak — antara seseorang (scorang karyawan) dengan organisasi tempat kerja, yang menjelaskan ekspektasi masing-masing pihak tentang apa yang -bisa mereka bcrikan dan w apa akan ditcrima dalam kaitannya dengan hubungan kerja. b) Kontrak psikologis yang bersifat "harapan". harapan tcrscbut adalah dari salah satu pihak kepada pihak lainnya. Kedua bclah pihak sangat diharapkan bisa memenulti harapan-harapan tersebut. Hanya saja dalam praktik tidak jarang harapan kcdua belah pihak tidak sama walaupun bukan berarti harapan kcdua belah pihak selalu berbeda.



EKMA4565/MCJDUL

4

4.37

c) Kontrak psikologis yang bersifat "sating bergantung (interdependent)". Kontrak psikologir. ini melibatkan dua pihak yang saling berinteralcsi dalam hubungan kerja dan keduanya sating membutuhkan satu sama lain. hat ini bisa diartikan bahwa dalam kontrak psikologis setiap orang perlu mengetahui apa dan kepada siapa mereka harus bergantung. d) Kontrak psikologis yang bersifat "unsur jarak psikologis". Kedua belah pihak dituntut memiliki hubungan yang sangat dekat agar bisa saling berbagi inforntasi sehingga hubungan kerja berjalan lancar. Kedekatan hubungan secara psikologis juga bisa mengurangi tingkat sires di antara keduanya. Di sisi lain, kedua belah pihak juga dituntut untuk menjaga jarak agar tidak merasa ada tekanan-tekanan yang mengganggu hubunganketja. e) Kontrak psikologis bersifat "dinamik". Kontrak psikologis akan tedadi sepanjang kedua belah pihak masih menjalin hubungan kerja . dan selama itu Pula kontrak psikologis akan diperbaharui baik secara langsung maupun tidak. Artinya, pada saat pertama kali kontrakdisepakati, masing-masing pihak mttmiliki harapan tertentu kepada pihak lain.

44 =7----

RANG KU MAN

Setiap perubahan organisasi pasti melibatkan manusia dalam 'prosesnya, bahkan manusia bisa disebut sebagai pelaku utama dan faktor kunci keberhasilan atau kegagalan perubahan. Adapun penyebabnya tidak lain karena manusia itu sendiri memiliki peran sentral .dalam kehidupan organisasi. Berhasil atau tidaknya perubahan organisasi sangat bergantung pada kemauan manusia untuk mendukung perubahan. Untuk memperoleh gambaran lebih tentang dampak perubahan organisasi terhadap karyawan, ra:ka akan difokuskan pada beberapa topik yang terkait dengan perubahan yang bersifat psikologis, di antaranya adalah sebagai berikttt: 1. Dimensi tersembunyi dalam perubahan. 2. Aspek emosi dalam perubahan. 3. Proses transisi individu. 4. Kontrak psikologis.

4.38

MANAJEMEN PERUEIANAN •

Perubahan individu mcmbutuhkan masa transisi yang kadangkadang mcmbutuhkan waktu panjang. Model proses transisi terdapat 5 tahap (five stages model), Freeman (1996) yang akan dialami seseorang ketika mereka meng,hadapi peimbahan, seperti: mengingkari; marah atau gampang marah; tawar mcnawar (bargaining); depresi dan mulai bisa menerima keadaan; dan bisa menerima keadaan (acceptance). Perhatian terhadap pcngelolaan manusia sekali lagi menjadi isu penting mcngingat manusia memegang pecan krusial dalam perubahan organisasi. Memang dalam situasi perubahan tidak scmua karyawan meresponsnya secara negatif. Tetapi harus disadari bahwa sebagian besar karyawan cenderung merespon perubahan dengan sins dan kelesuan. Bahkan karyawan yang mcmiliki motivasi diri yang sangat • tinggi sekalipun bisa jadi merespon perubahan dengan resistensi jika mereka tidak melihat keuntungan yang Bakal mereka peroleh.

ze _ - TES FORMATIF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Kepentingan masing-masing individu berbeda maka berpolitik di dalam organisasi sesungguhnya merupakan hal yang lumrah tcrjadi mcngingat politik idcntik dengan A. kemajuan zaman dalam berorganisasi B. kcpentingan dirinya dalam organisasi C. kepemimpinan untuk mengejar kekuasaan D. kewenangan dan kekuasaan dalam alam demokrasi 2) Ketika scorang karyawan pemah bcrhadapan dengan perubahan maka perubahan berikutnya bolch jadi akan lebih mudah karcna mercka telah mcmiliki schema yang tersimpan dalam memorinya terutama jika pengalaman perubahan yang pemah tcrjadi sebelumnya tidak terlalu membebani dirinya. Hal ini termasuk dampak psikologis perubahan organisasi pada sisi A. dimensi tersembunyi dalam perubahan B. aspek emosi dalam perubahan C. proses transisi individu D. kontrak psikologis

4.39

• EKMA4565/MODUL 4

3) Sebagian karyawan menginterpretasiican restrukturisasi perusahaan yang berakibat pada berkurangnya penerimaan seperti yang dijanjikan sebelumnya, merupakan A. tindakan yang didukung oleh semua karyawan B. pembelaan manajemen dalam rangka efisiensi C. bentuk pelanggaran manajemen dalam informasi D. skala perubahan efisiensi organisasi 4) Suka atau tidak, karyawan harus tcrus bergerak menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan jika A. dirinya mampu berkinerja lebih berkualitas B. menginginkan dirinya masih tetap bersama organisasi C. perubahan mampu memberikan kenyamanan dalam organisasi D. meuingkatkan keefektifan struktur organisasi yang lebih balk. 5) Kekhawatiran karyawan boleh jadi muncul kembali ketika perusahaan memutuskan untuk A. merombak struktur organisasi B. menambah beban organisasi C. merubah organisasi secara radikal D. membahayakan organisasi yang akan direstrukturisasi Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan —

Jumlah Jawaban yang Benar

x100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

4.40

MANAJEMEN PERUBAMAN •

KEGIATAN BELAJAR

Kepemimpinan dalam Perubahan Organisasi epcinimpinan merupakan salali satu topik pcnting dalam perubahan organisasi. Dalam banyak hal keberhasilan atau kegagalan perubahan organisasi mencapai tujuan yang diharapkan biasanya tidak bisa dipisahkan dan kualitas pimpinan dan sangat tcrgantung pada kentampuan Sang Petnitnpin memainkan perannya. Begitu pcntingnya masalah kcpemimpinan dalam perubahan organisasi menjadikan pemimpin selalu menjadi fokus atribusi terhadap keberhasilan atau kegagalan perubahan organisasi. Jika sebuah perusaliaan gagal mengimplementasikan perubahan organisasi bukan perubahannya yang dibubarkan atau karyawannya yang dipecat tetapi. pcmimpinnya yang biasanya menjadi korban. Schein (1992) dan Kouzcs & Posner (1987) misalnya menyatakan bahwa pemimpin mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegagalan organisasi dalam menghadapi tantangan yang muncul. Hal itu mcnjadikan pemimpin memegang peranan kunci dalarn memfonnulasikan dan mengimplementasikan strategi perubahan organisasi sehingga peranannya akan mempengaruhi keberhasilan perubahan organisasi (untuk penjelasan lebih detail lihat misalnya, Nahavandi & Malckzadeh, 1993).

jc

A. PENGERTIAN PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua kata yang saling terkait, masing-masing dengan kata dasar pimpin. Dengan awalan pe kata pimpin menjadi pemimpin yang berarti orang yang memimpin dan kcpemimpinan .adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemimpin. Dalam bahasa Inggris memimpin berarti "to lead". Kata to lead itu sendiri berasal dari kata laedere yang berarti people on journey — orang dalam perjalanan (Cater, 1997). Dan asal kata tersebut bisa dikatakan bahwa memimpin hcrarti membuat orang lain bergerak. Namun dalarn kescharian, istilah kepemimpinan scring digunakan untuk tujuan berbeda pada situasi berbcda. Istilah kcpemimpinan misalnya digunakan untuk menunjukkan posisi scseorang di dalam organisasi. "Semua orang yang mempunyai posisi kcpemimpinan diharap



EKMA4565/MODUL 4

4.41

datang pada seminar yang akan kaini selenggarakan besok pagi" adalah satu contoli yang menunjukkan bahwa posisi seseorang di dalam organisasi identik dengan pemimpin. Kepemimpinan juga digunakan untuk menjelaskan Icarakteristik seseorang "Supervisor kita yang baru tidak memiliki jiwa kepemimpinan seperti supervisor kita sebelumnya". Kata jiwa kepemimpinan menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan sifat seseorang. Meski kedua contoh di atas berkaitan dengan kepemimpinan, keduanya belum memberi pemahaman umum tentang pemimpin dan kepemimpinan. Tidak bisa dipungkiri bahwa mendefinisikan kepemimpinan bukan pckerjaan mudah karena masing-masing pakar memberi tekanan berbeda untuk kata yang lama — kepemimpinan. Bass (1990) misalnya mengidentifilaisi beragam definisi kepemimpinan sebagai berikut: 1. Pemimpin sebagai fokus atau titik central dari proses kelompok. awal tentang pemimpin dan kepemimpinan menunjukkan adanya kecenderungan dalam melihat pemimpin sebagai seseorang yang bcrada di tengah-tengah kelompok dan menjadi pusat peruhahan, pergerakan dan aktivitas kelompok. 2. Kepemimpinan sebagai kep-ribadian yang berdampak pada orang lain. Pam tcoritis kepribadian cenderung menganggap bahwa secrang pemimpin adalah orang yang memiliki kepribadian yang berbeda dengan kepribadian pars pengikutnya sehingga is bisa menggerakkan orang iain. J. Steven Ott (1996) misalnya mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses hubungan antar pribadi yang di dalamnya scseorang mempengaruhi sikap,,kepercayaan, _clan khususnya perilaku orang lain. 3.. Kepemimpinan sebagai tindakan yang menyebabkan orang lain patuh. Pcmimpin adalah seorang yang secara sepihak mampu mengendalikan orang lain untuk memenuhi keinginan Sang Pemimpin. 4. Kepemitnpinan sebagai pelalmnaan mempcngaruhi. Kepemimpinan menurut pandangan ini tidak lain adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upayanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 5. Kepemimpinan sebagai sebuah tindakan atau prilaku. Yang dimaksud dengan prilaku kepemimpinan seperti dilcatakan Fiedler (1967) adalah sebuah tindakan tertentu yang dilakukan seorang pemimpin dalam mengarahlcan dan mengkoordinasikan kerja kelompok. Temiasuk dalam tindakan ini misalnya membuat struktur hubungan kerja, metnuji dan mengkritik anggota kelompok, dan menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan perasaan anggota kelompok. Sementara itu Katz and

4.42

MANAJEMEN PERLIBAHAN •

Khan mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah bentuk prilaku yang menyebabkan sescorang bisa mempengaruhi orang lain (Katz & Khan, 1978). 6. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memutuskan apa yang !tarns dilcerjakan dan meminta orang lain agar mau mengerjakan hal terscbut. Jadi kepemimpinan adalah semi berhubungan dengan orang lain, yakni seri untuk mempengaruhi orang lain dengan persuasi atau contoh, bukan paksaan, agar orang lain mau melakukan scbuah tindakan. Locke et al. (1991) misalnya mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersatna. 7. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan. Dalam hal, ini kepemimpinan dikaitkan dengan kekuasaan yang dimililu seseorang sehingga dengan kekuasaan terscbut seseorang bisa mengendalikan tindakan orang lain 8. Kepemimpinan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan. Mentintt pandangan ini kepemimpinan hanyalah salah satu insrument yang kemungkinan tujuan bisa dicapai dan kebutuhan bisa terpenuhi. 9. Kepemimpinan sebagai dampak dari sebuah interaksi. iv1unculnya kepemimpinan disebabkan karena tedadinya interaksi di dalam kelompok. Artinya seseorang beim dianggap sebagai pemimpin sebelum dirinya berintcraksi dengan orang lain dan diakui olch orang lain bahwa dirinya adalah seorang pemimpin. 10. Kepemimpinan sebagai bentuk peran yang berbeda. Dalam sebuah masyarakat termasuk dalam sebuah organisasi setiap individu menempati posisi tertentu dan memainkan peran tertentu pula. Jika seseorang bisa memberi kontribusi yang diperlukan kelompolcnya tnaka orang tersebut bisa dianggap sebagai pemimpin. Demikian jugs jika orang tersebut bisa diandalkan dalam memberi kontribusi kepada kelompolcnya maim dialah serang pemimpin 11. Kepemimpinan sebagai proses terciptanya struktur. Pandangan ini mengatakan bahwa kepemimpinan tidak disebabkan karena seseorang semata-mata menempati sebuah posisi di dalam organisasi atau karcna dia memperoleh peran tertentu tetapi karena dia bisa menginisiasi dan mempertahankan pola hubungan yang diperankan orang lain.



EKMA4565/INCIDUL 4

4.43

Dan beragam pandangan tcntang kepemimpinan seperti tersebut di atas, pada akhiritya dapat diambil inti sari dari kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan merupakan sebuah feuomena kelompok. Seorang pemimpin tidak akan permit ada jika tidak ada pengikut. Oleh karena itu kepemimpinan selalu melibatkan persuasi atau pengaruh. Meski demikian bukan berarti setiap proses mempengaruhiorang lain adalah sebuah proses kepemimpinan. Kepemimpinan hanya akan tcrjadi jika orang yang dipengaruhi .mau melakukan tindakan yang bersifat sukarela, bukan karena diminta, terpaksa atau karena takut terhadap konsekuensi yang akan dihadapi jika mereka tidak melakukannya. Kemauan orang lain untuk melakukan tindakan sukarela inilah yang membedakan kepemimpinan dengan proses mempengaruhi lain seperti kekuasaan dan otoritas. Dengan kekuasaan atau otoritas misalnya seseorang bisa mempengaruhi orang lain tetapi orang yang dipengaruhi mau melakukan tindakan tersebut karena takut atau karena terpaksa harus melakukannya. Agar orang lain mau melakukan tindakan sukarela, proses mempengaruhinya kadang-kadang tidak bisa dilakukan seketika melainkan melalui proses incremental — setahap demi setahap di luar proses keseharian yang bersifat mekanik dan direktif. Kedua, pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk menuntun orang lain atau anggota kelompok melakukan tindakan tertentu, tennasuk perubahan organisasi, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin mempengaruhi para pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang memiliki legitimasi, menjadikan dirinya sebagai role model (menjadi teladan), menetapkan sasaran, memberi imbalan dan httkuman, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi. Seorang pemimpin dapat dipandang efektif apabila dapat membujuk para pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka demi keberhasilan organisasi (Bass, 1985; Locke, 1991). Ketiga, sering kali tidak bisa dihindari jika kehadiran seorang pemimpin karena kedudukan seseorang di dalam hierarki organisasi. Pemimpin biasanya berada puncak hierarki organisasi. Meski demikian hams disadari pula bahwa proses kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu jabatan tertentu di dalam organisasi melainkan hams melakukan sesuatu agar orang lain terpengaruh dan mau melakukan tindakan secara sukarela. Sekedar menduduki posisi itu saja dipandang tidak cukup memadai untuk membuat seseorang menjadi pemimpin. Artinya tidak selamanya seorang yang menduduki posisi tertentu di dalam organisasi adalah seorang pemimpin. Sebaliknya kalaulah seseorang

4.44

MANAJEMEN PERUBAHAN •

tidak mcnduduki jabatan tertentu bukan bcrarti dia bukan pemimpin. Menurut Burns (1978), untuk menjadi pemimpin scscorang harus dapat mengembanglcan motivasi pengiktit secara torus mcnerus dan mengubah perilaku mercka menjadi responsif. B. PERBEDAAN ANTARA KF,PEMIMPINAN DAN MANAJEMEN Uraian di atas secara tidak langsung mcngindikasikan bahwa sctiap orang di dalam organisasi sesungguhnya mcmiliki kesempatan untuk mcnjadi pcmimpin tanpa harus orang yang bersangkutan menempati posisi formal. Seorang pemimpin boleh jadi bcrasal dari orang di luar jabatan resmi organisasi. Pemimpin ini biasa disebut scbagai pemimpin informal. Dengan pcnjelasan ini bisa dikatakan bahwa manajcr — scscorang yang menempati posisi formal di dalam perusahaan tidak sclamanya adalah scorang pcmimpin. Itulah sebabnya istilah kepeinimpinan string dibcdakan dcngan manajemen. Meski mendikotomikan kcdua konsep tersebut scring menuai kontrovcrsi karena scbagian kalangan hcranggapan bahwa manajcinen dan kcpcmimpinan adalah sama. Scbagian dcfinisi di atas mcncgaskan kcsamaan antara manajemen dan kcpemimpinan. Namun sebagian yang lain menganggap keduanya memang bcrbeda. Perdebatan ini sampai sekarang masih terus berlangsung dan masih dianggap aktual. Di antara mcreka yang membedakan manajemen dengan kepemimpinan adalah: 1. Pandangan Zalcznik Zaleznik (1977) berpendapat bahwa pemimpin dan manajcr sangat berbcda. Mereka bcrbeda dalam motivasi, sejarah pribadi, cara berpikir serta cara bertindak. Zalcznik mengatakan bahwa manajcr cenderung mengambil sikap impersonal, pasif terhadap tujuan, scdangkan pemimpin mengambil sikap pribadi (personal) dan aktif terhadap tujuan. Manajer cenderung memandang kcrja sebagai suatu proses yang mernungkinkan, mencakup suatu kombinasi dari orang dan gagasan yang berintcraksi untuk menctapkan strategi dan mengambil keputusan. Pemimpin bckerja dari posisi berisiko tinggi, scring memang secara temperamental ingin mencari risiko dan bahaya, teristimcwa bila kesempatan dan ganjaran tampak tinggi. Manajer lebih suka bckerja dengan orang, mercka menghindari aktivitas sendirian (softer) karena aktivitas itu inembuat increka cemas. Mcrcka berhubungan dengan orang-orang menurut peran yang mereka mainkan dalam suatu unitan peristiwa atau dalam proses pengambilan kcputusan. Pemimpin,



4.45

EKMA4565/MODUL 4

memperhatikan gagasan, berhubungan dengan orang-orang dalam cara yang lebih intuitif dan empatik. 2. Pandangan Kotter Dengan alasan yang berbeda Kotter (1988) juga berpendapat bahwa kepemimpinan berbeda dari manajemen. Manajemen menyangkut upaya mengatasi kerumitan (complexity). Manajemen yang baik menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, dan memantau hasil melalui pembandingan dengan rencana. Kepemimpinan sebaliknya, menyangkut mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah tujuan dengan mengembangkan suatu visi masa depan, kemudian mereka mempersekutukan orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Kotter mengaliggap baik kepemimpinan yang kuat maupun manajemen yang kuat sebagai faktor penting bagi efektivitas organisasi yang optimum. 3. Pandangan Bennis Bennis (1994) memandang perbedaan antara pemimpin dan manajer sebagai perbedaan antara mereka yang menguasai lingkungan dan mereka yang menyerah kepadanya. Ada perbedaan-perbedaan lain yang patut mendapat perhatian. Perbedaan-perbedaan ini sangat besar dan penting, seperti tercantum pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Perbedaan antara Manajer dan Pemimpin/Leader Manajer - Mengelola (administers) - Meniru (a copy) - Mempertahankan - Berfokus pada sistem dan struktur - Bergantung pada pengawasan - Berorientasi jangka pendek - Bertanya bagaimana dan kapan - Berorientasi pada hasil akhir - Meniru (imitates) - Menerima status quo - Melakukan hal-hal dengan benar (The manager does things rights) Sumber: Bennis (1994)

Leader - Menemukan (innovates) - Orisinal (original) - Mengembangkan - Berfokus pada orang - Membangkitkan kepercayaan - Memiliki perspektif jauh ke depan - Bertanya apa dan mengapa - Berorientasi ke masa depan - Memulai (originates) - Meneriman tantangan (challenges it) - Melakukan hal-hal yang benar (The leader does righ tthings)

4.46

MANAJEMEN PERLJBANAN •

C. MENGAPA KEPEMIMPINAN DIPERLUKAN? Berkaitan dcngan kehidupan scbuah organisasi, pertanyaan dasarnya adalah mengapa kepemimpinan masih diperlukan padahal organisasi itu sendiri telah tertata dengan baik — telah mcmililci struktur organisasi yang menjelaskan siapa hams melakukan apa, mcmiliki tujuan yang hams dicapai yang tclah dinyatakan secara jelas dan memililci momentum untuk mcnjalankan itu semua. Mcngapa orang-orang yang bckcrja di dalam organisasi dengan aturan yang jelas dan dcngan wcwenang dan tanggung jawab yang jelas masih harus dipengaruhi di luar arahan rutin yang bcrsifat formal dan ketentuan-ketentuan formal lainnya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini Katz and khan mcngajukan empat alasan mcngapa kepemimpinan masih diperlukan. Pertama, meski telah memiliki struktur organisasi yang menjelaskan kcdudukan masing-masing individu di dalam organisasi dan pembagian kerja di antara mereka, namun harus diakui bahwa dalam batas tertentu dcsain organisasi sering tidak lengkap. Sederhananyn, organisasi tidak bisa didcsain seperti mesin yang bisa dengan mudah dihidupkan lantas scmuanya bisa bcrjalan secara otomatis, organisasi terdiri dari orang-orang yang membutuhlcan sentuhan, memerlukan inspirasi, dorongan, dan motivasi. Untuk tujuan inilah seorang pemimpin dibutuhkan kehadirannya. Seorang pemimpin dengan demikian dituntut untuk menggentkkan semua orang di dalam organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Termasuk di dalamnya mengatur tugas, memutuskan siapa mengerjalcan apa, dan mendelegasikan pekerjaan. Kedua, organisasi tidak hidup dalam mang isolasi yang tcrbcbas dari pcngeruh lingkungan luar. Oleh karcna itu jika lingkungan luar berubah organisasi juga barns beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Kehadiran scorang pemimpin dengan demikian diperlukan untuk mengidentifikasikan strategi barn dan cara-cara yang mungkin bisa dijalankan untuk menyikapi perubahan lingkungan tcrsebut. Ketiga, sebagai implikasi dari perubahan lingkungan ekstcrnal, scring kali tidak bisa dihindarkan lingkungan internal pun hams mengalami perubahan. Dcmikian juga, tanpa hams menunggu perubahan lingkungan eksternal, lingkungan internal scring mengalami perubahan misal karcna pertumbuhan atau karena siklus hidup organisasi lainnya yang menyebabkan organisasi menjadi semakin dinamik. Akibatnya tidak jarang arah organisasi menjadi melenccng dari tujuan semula karcna masing-masing unit organisasi



EKMA4565/MODUL 4

4.47

menginterpretasi perubahan tersebut dengan bahasa masing-masing sehingga tidak jarang pula timbul konflik di antara mereka. Pada situasi scperti inilah peran seorang pemimpin menjadi penting untuk melakukan koordinasi dan menyelesaikan konflik. Keempat, kehadiran seorang pemimpin sangat diperlukan terutama untuk memberi motivasi, menginspirasi dan menjaga agar karyawan mau terus terlibat dalam kehidupan organisasi. Perlu disadari bahwa karyawan tidak selamanya hidup dengan organisasi. Mereka datang dan pergi. Mereka juga memiliki kehidupannya sendiri yang kadang-kadang tidak sejalan dengan keinginan organisasi. Oleh karena itu tneski mereka Nadir dan bekerja untuk organisasi keinginan dan perhatiannya bukan tidak mungkin selalu mengalami perubahan. Padahal bagi organisasi itu sendiri, kehadiran mereka tidak lain untuk membantu organisasi menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan organisasi. Ketika terjadi diskrepansi antara karyawan dengan organisasi inilah dibutuhkan seorang pemimpin guna menginspirasi dan memotivasi serta merubah mereka menjadi orang yang memiliki komitmen dan berkontribusi terhadap kepentingan organisasi. D. POLA KEPEMIMPINAN ORGANISASI Jenis pengaruh yang diharapkan dan seorang pemimpin agar organisasi berjalan efektif tidak sama untuk semua pemirnpin. Masing-masing pemimpin dituntut untuk memainkan peran dan kemampuan berbeda tergantung pada level organisasi yang ditempati dan kondisi organisasi yang sedang dikelola. Sebagai contoh, kemampuan kognitif dan afektif seorang pemimpin pada level atas berbeda dengan mereka yang berada pada level bawah. Tiga jenis peran yang biasanya dimainkan seorang pemimpin adalalr. peletak dasar, interpolasi dan administrasi. Sebagai pcletak dasar (origination) seorang pemimpin dituntut untuk membuat keputusan strategik berkaitan dengan forniulasi dan perubahan struktur organisasi. Keputusan ini sangat penting karena akan menentukan misi dan budaya organisasi. Sedangkan interpolasi berkaitan dengan upaya untuk menginterpretasikan keputusan strategi dan mendesain metode untuk mengimplementasikan keputusan tersebut. Termasuk ke dalam interpolasi adalah melakukan adaptasi terhadap kebijakan baru organisasi. Selain itu menutup kekurangan struktur organisasi berjalan juga merupakan bagian dari. interpolasi. Terakhir administrasi adalah mengimplementasikan kebijakan dan prosedur yang telah dibuat sebelumnya untuk menjaga agar organisasi bisa beroperasi secara

4.48

MANAJEMEN PERLIS/U.1AM •

efisien. Gambar 4.6 memberikan gambaran terkait dcngan tiga peran dimainkan seorang pemimpin di dalam organisasi. Kemampuan dan keterampilan yang Proses

Level organisasi

kepemimpinan

dibutuhkan Kognitif

Afektif

Peletak dasar merubah, membangun dan mengeliminasi struktur

eselon puncak

Interpolasi:

level menengah:

perspektif

menambah atau mengurangi struktur

peran yang sangat perilirig—°-

salPilgttrn: orientasi dua arah

Administrasi:

level bawah

pengetahuan teimisro•

Memberi perhatian

memahami peraturan yang berlaku

keseimbangan antara reward dan punishment

menggunakan struktur berjalan

--0-

--ii.

perspektlf sistem

--0.

Karisma

--► Mengintegrasikan hubungan primer dan sekundgr tell'

Gambar 4.6. Pota kepemimpinan organisasi Seperti tampak pada gainbar di atas ketiga peran seorang pemimpin dimainkan pada level organisasi bcrbeda dan membutultkan kemampuan dan keterampilan berbeda. Sebagai contoh, menetapkan program dan kebijakan barn yang mcmungkinkan terjadinya perubahan struktur organisasi dan atau interprctasi ulang terhadap misi organisasi akan tedadi path level atas. Oleh karena itu seorang pemimpin yang menempati posisi ini hams memiliki pemahaman terhadap keseluruhan organisasi dan cara organisasi tcrscbut berinteraksi dengan lingkungan elcstcmal. Bisa dikatakan baliwa pimpinan puncak merupakan simbol yang merepresentasikan organisasi secara keseluruhan. Pimpinan pada level menengah melakukan intcrpolasi yakni mcnginterpretasikan kebijakan dan menerapkannya pada organisasi berjalan. Inisiasi perubahan dcngan demikian bukan mcrupakan peran yang hams dimainkan oleh pimpinan level menengah. Sebaliknya, pimpinan level menengah lebih dituntut untuk menjaga kescimbangan antara arahan dari atas dan mengakomodasi tuntutan dari bawah. Sedangkan pimpinan level bawah lebih dituntut untuk menjalankan kcbijakan dan prosedur organisasi. Olch



EKMA45651MODUL 4

4.49

karena itu manajer level bawah dituntut untuk memiliki kemampuan teknis sekaligus memahami aturan yang berlaku karena merekalah yang secara langsung berhubungan dengan Icaryawan nonmanajer. ltulah sebabnya pimpinan level bawah hams memberi perhatian pada aspck penghargaan dan hukuman. Jim Collin dalam bukunya "Good to Great" (2001) juga mengingatkan akan pcntingnya kepemimpinan pada setiap level organisasi jika menghendaki organisasi tersebut berhasil mencapai tujuannya. Collin membedakan kepemimpinan ke dalam 5 level yang berbeda. Pada level 1, individu yang memiliki kapabilitas yang sangat tinggi mampu memberi kontribusi yang produktif melalui: talenta, pengetahuan, skill dan kebiasaan kerja yang baik. Pada level 2, kontribusi anggota-anggota tim mampu memberikan kontribusi terhadap kapabilitas individu untuk mencapai tujuan kelompok dan kerja sama yang baik di antara anggota kelompok. Pada level 3, manajer yang kompeten mampu mengorganisir manusia dan sumber daya menuju efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada level 4, pemimpin menjadi kalisator dalam menciptakan komitmen menuju tercapainya tujuan organisasi. Pada level 5, para eksekutif mampu membangun kebesaran organisasi yang bertahan lama melalui ramuan yang bersifat paradoks yakni bersahaja tapi profesional dan memiliki komitmen total dalam memajukan kepentingan organisasi. Kepemimpin level 5 inilah yang dianggap sebagai unsur utama dari beberapa unsur lainnya yang bisa mentransformasi perusahaan dari sekedar perusahaan yang baik menjadi perusahaan yang luar biasa. E. KEPEMIMPINAN BEORIENTASI PERUBAHAN Istilah kepemimpinan berorientasi perubahan ini diambil dari buku "The art and science of leadership" yang ditulis oleh Nahavandi (1997). Menurut Nahavandi teori-teori yang telah berkembang selama ini bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu teori Idasik dan teori kontingensi. Dalam perkembangan selanjutnya meski teori-teori tersebut masih banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena kepemimpinan, muncul teori-teori barn yang berorientasi perubahan. Dua di antaranya akan dibahas di sini yakni kepemimpinan kharismatik dan kepemimpinan transformasional. Dua teori ini dikatakan berorientasi perubahan karena pemimpin .dalam proses

4.50

MANAJEMEN PERUBAHAN •

kepemimpinannya mampu mengubah arah perkembangan organisasi. Dengan kata lain pimpinan adalah scorang agen perubahan. Sebagai seorang agen perubahan tugas pimpinan tidak bisa dikatakan ringan. Pimpinan hams mampu bertindak scbagai role model, mengatasi resistcnsi tcrhadap perubahan, mcnciptakan kesiapan untuk berubah, dan membangun komitmcn karyawan pada sctiap level organisasi. Pimpinan juga dituntut untuk mcnyiapkan karyawan agar mau terlibat dalam perubahan yang sedang bcrjalan demi tercapainya tujuan jangka panjang perusahaan. Di samping itu agent perubahan juga hams menciptakan proses perubahan yang konstruktif dan mengajak keterlibatan karyawan dalam proses perubahan untuk menghindari adanya resistensi tcrhadap perubahan. Lebih dari itu, seorang agen perubahan hams secara jelas menyampaikan informasi tentang tujuan perubahan dan target-target yang ingin dicapai, dan mcmbantu membangun budaya yang .mendukung tetjadinya proscs pembelajaran dan kemampuan karyawan untuk bereksperimen mclakukan hal-hal baru yang belum pemah dilakukan sebelumnya. Tugas bcrat tersebut tcntunya mcmbutuhkan prasyarat dan karakter tertcntu agar bcrhasil dalam memimpin perubahan. Dalam hal ini. Edgar Schein (1985) mengatakan bahwa pcmimpin perubahan scharusnya memiliki karakteristik sebagai bcrikut: 1. Memiliki kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obycktif 2. Memiliki kemauan untuk menantang atau membekukan norma prilalcu dan keterampilan yang sudah ada agar pesan-pesan yang ingin disampaikannya bisa diterima. 3. Mampu menyerap kekhawatiran-kekhawatiran yang ditimbulkan oleh perubahan. 4. Mampu mengubah asumsi lama yang sudah tidak cocok lagi dengan kondisi bcrjalan menjadi asumsi baru yang sesuai dengan kcbutuhan organisasi di masa yang akan datang. -5. Mampu menciptakan kondisi sehingga orang lain mau terlibat dan berpartisipasi dalam pembahan. 6. Memiliki kemampuan untuk memahami kedalaman visi. Berdasarkan pcnjelasan di atas dengan dcmikian scorang pimpinan perubahan dalam batas-batas tertcntu hams mampu mcngubah dirinya termasuk sikap dan gaya kepemimpinannya sebelum dia mcmimpin perubahan dan mampu mcngubah orang lain. Mcnurut David Weidman



4.51

EKMA4565/MODUL

(2000) pemimpin perubahan adalah mereka yang mampu mer'2bah sikap dan gaya kepemimpinan secara radikal untuk hal-hal berikut ini, dari: Sekedar mengoptimalkan business Ke model Keterampilan kepemimpinan pada manusia Memanaj kondisi yang bergejolak Menghindari perubahan Multinasional Delegator utama Mengurangi ketidakpastian Perubahan = keos Memimpin evolusi

Menciptakan business model baru keterampilan kepemimpinan perubahan menjadikan perubahan sebagai keunggulan kompetitif melalcukan perubahan multikultural Menangani langsung Mempengaruhi ketidakpastian perubahan = keinajuan memimpin revolusi

F. METAFORA KEPEMIMPINAN PERUBAHAN Sebelum menjelaskan secara detail kepemimpinan kharismatik dan transformasional, ada baiknya disimak terlebih dabulu metafora kepemimpinan perubahan. Istilah metafora sebelumnya tclah digunakan Morgan (1996) untuk menggambarkan sosok sebuah orgauisasi dengan menggunakan obyck lain sebagai padanannya. Misalnya erganisasi sebagai mesin bisa diartikan organisasi memiliki prilaku layaknya prilaku sebuah mesin. Implementasinya dalam konteks perubahan organisasi, konsep metafora bisa digunakan untuk membedakan tipe kepemimpinan perubahan (Palmer, Dunford & Akin, 2006). Meski ketiga penu!is ini tidal( menggunakan istilah pemimpin tetapi menggunakan istilah manajer pada intinya kedua istilah tersebut dianggap sama yakni pibek-pihak yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan perubahan dan me.nhki wewenang untuk melakukan perubahan organisasi dalam =glut nmcapai tujuan organisasi. Berdasarkan konsep tersebut Palmer et al. mengatakan bahwa pemimpin perubahan bisa dibedakan ke dalam enam tipe pemirapin. Keenam tipe tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7 sebagai berikut.

4.52

MANAJFMEN PERLJEIAHAN •

Metafora dalam mengelolayerubahan Mengendalikan Membentuk Aktivitas Hasil dart perubahan

Sepedi yang diharapkan Sebagian seperli yang diharapkan Tidak seperti yang diharapkan

kapabilitas

DIRECTOR

COACH

NAVIGATOR

INTERPRETER

CARETAKER

NURTURER

Sumber: Palmer, Dunford Et Akin (2006) p.24

Gambar 4.7. Metafora manajemen perubahan Seperti tampak pada Gambar 4.7 ada dua dimensi yang digunakan untuk membedakan tipe kcpcmimpinan yaitu: tujuan perubahan dan hasil yang diharapkan dari perubahan tersebut. Mcnurut Palmer et al. perubahan organisasi dibedakan menjadi dua yaitu perubaban scbagai upaya untuk mengcndalikan aktivitas organisasi (controlling activities) dan pentbahan scbagai upaya untuk membcntuk kapabilitas organisasi (shaping capabilities). Sedangkan hasil yang dibarapkan dari perubahan organisasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) perubahan menghasilkan outcome scperti yang diharapkan, (2) perubahan mcnghasilkan outcome yang scbagiannya scsuai dcngan harap dan sehagiannya lagi tidak scsuai dcngan harapan, dan (3) perubahan tidak mcnghasilkatt outcome scperti yang diharapkan. Bcrdasarkan kriteria-kriteria tcrscbut, tipologi pimpinan yang cocok untuk mengelola perubahan adalah: 1. Pimpinan sebagai seorang Dircktur. 2. Pimpinan sebagai seorang Navigator. 3. Pimpinan scbagai scorang Caretaker. 4. Pimpinan sebagai scorang Coach. 5. Pimpinan scbagai scorang Interpreter. 6. Pimpinan scbagai seorang Nurturer. 1. Pimpinan sebagai Direktur Kctika scorang pimpinan dianggap scbagai scorang dircktur, asumsi yang melatarbelakanginya adalah tugas scorang pimpinan adalah mengcndalikan scmua aktivitas organisasi dan dcngan cara ini perubahan bisa mcmperolch hasil spun yang diharapkan. ini bisa diartikan bahwa



EKMA456S/MODUL 4

4.53

seorang pimpinan mcmilil.i posisi sentral datum pengertian berhasil atau gagalnya penibahan sangat bergantung bagaimana arahan dari pimpinan tersebut. Demikian juga perubahan dianggap sebagai pilihan strategis yang dibuat olel► pimpinan sehingga keberlangsungan hidup organisasi dun kesejahteraan sernua pihak yang terlibat dalam organisasi bergantung pada pimpina►mya. Sederhananya, pimpinan merupakan sosok layaknya seorang komandan militer di mana anak buah hares mengikuti aturan clan perintahnya. Sebagai contoh, jika pimpinan memutuskan untuk mengubah sistem infonnasi teknologi sebagai upaya untuk merespon perubahan lingkungan atai untuk mempermudah jaringan internacional maka keputusan pimpinan tersAmt mutlak hams diikuti karena diyakini perubahan tersebut pasti bisa dilaksanakan clan bisa bekcrja dengan balk. Demikian juga keputusan tersebut akan memberi dampak kinerja yang lebih baik. 2. Pimpinan sebagai Navigator Seperti halnya anggapan pimpinan sebagai seorang direktur, asumsi pimpinan sebagai navigator juga lama yakni pimpinan memiliki kendali terhadap kehidupan organisasi. Yang sedikit membedakan pimpinan sebagai navigator dengan pimpinan sebagai direktur adalah sebagai navigator ada hal hal tertentu yang herada di !mu- kendali pimpinan. Oleh karcnanya hasil perubahan juga tidak sepenuhnya terkendali seperti yang diharapkan meski sebagiannya bisa dicapai. Sebagai contoh, pimpinan organisasi bermaksud merestrukturisasi sebuah unit bisnis dengan membentuk tim lintas fungsi (cross dunctional team). Tugas utama tim adalah membantu pengembangan priiuk. Sementara sang pimpinan mampu secara fonnal membentuk tim terscbut, efektivitas kerja tim sudah bukan lagi di bawah kendali pimpinan. Penycbabnya holeh jadi tidak ada rasa sating percaya di antara anggota tim, masing-masing pihak tidak secara terbuka menyampaikan informasiinfonnasi penting datum pengembangan produk atau ada hal-hal yang dirahasiakan oleh anggota tim dari departemen fungsional yang berbeda. Demikian juga sangat boleti jadi orang-orang yang dikirim menjadi anggota tim adalah orang-orang yang diyakini bisa menjaga kepentingan masingmusing departemen sehingga jika ada keputusan tim yang sekiranya akan mengganggu kepentingan salah satu departemen maka wakil dari departemen tersebut akan memblok keputusan tersebut. Hal ini bias diartikan bahwa dengan metaora pimpinan sebagai navigator, hasil yang ingin dicapai oleh perubahan organisasi tidak sepenuluiya bisa diraih.

4.54

MANAJEMCN PCRUBANAN •

3.' Pimpinan scbagai Caretaker Caretaker atau pclaksana tugas merupakan mctafora yang digunakan untuk mcnggambarkan peran pimpinan yang sesunggulmya masih memiliki kendali tcrhadap organisasi tctapi dalam upayanya untuk mengcksekusi kekuasaannya terkendala berbagai faktor penghambat balk faktor internal maupun faktor cksternal organisasi. Akibatnya perubahan organisasi seolaholah di luar kendali pimpinan. Sebagai contoh, ketika pimpinan mendorong scmua karyawan untuk berprilaku kcwirausahaan dan inovatif, dotongan pimpinan sangat mungkin gagal jika pertumbuhan organisasi justru mcnjadikan organisasi scmakin birokratis dan mcncrapkan perencanaan strategis, aturan-aturan dan regulasi yang serba formal dan pcngambilan keputusan dilakukan pada level organisasi paling atas (pcngambilan keputusan yang sentralistik). Dalain situasi scperti ini pertumbuhan organisasi dan isu-isu yang terkait dengan bcrada di luar jangkauan kendali manajer perubahan. yang bias dilakukan pimpinan hanya sebatis sebagai penggembala yang baik yakni mcnjaga agar organisasi tidak inclenceng terlalu jauh dari cita-cita awal. 4.

Pimpinan sebagai Pembina (Coach) Sebagai scorang pembinaan atau pelatih (coach) layaknya scorang pelatih olah raga, pimpinan secara intensional diyakini mampu membcntuk kapahilitas organisasi dalam melakukan hal-hal tcrtcntu agar dalam situasi persaingan organisasi bisa mcmenangkan persaingan terscbut. Tidak seperti halnya scorang direktur yang lebih suka mendikte bawahannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi, scorang Pembina beroriciitasi untuk mcmbangun satu set nilai dan keterampilan yang tepat bagi kcbutuhan organisasi dan semua anggota •organisasi sebagai pclaku perubahan dapat menerapkannya dalam rangka mencapai tujuan perubahan organisasi yang diharapknn. 5.

Pimpinan sebagai Pencrjemah (Interpreter) Tugas utama pimpinan scbagai scorang penerjemah (interpreter) adalah membantu anggota organisasi menginterpretasilcan dan membcri makna terhadap kejadian-kejadian dan tindakan yang dilakukan organisasi. Pimpinan juga dituntut mcmastikan bahwa yang dilakukan organisasi semuanya masuk akal. Dengan demikian berhasil atau tidaknya organisasi mclakukan perubahan sangat tergantung bagaimana pimpinan inemaknai perubahan terscbut. Sayangnya dalam proses pcmaknaan tcrscbut tidak



EKMA4565/MODUL 4

4.55

semua anggota organisasi memiliki pemahaman yang sama. Botch jadi mereka memaknai perubahan menggunakan sudut pandang yang berbeda dengan sudut pandang pimpinan. Karena adanya perbedaan pemaknaan tidak berlebihan jika hanya sebagian usulan perubahan yang bisa diteritna anggota organisasi dan sebagiannya lagi tidak. Dengan kata lain, dengan metafora pimpinan sebagai penerjemah hanya sebagian tujuan perubahan yang bisa tercapai. Oleh karena itu agar tujuan perubahan bisa secara optimal tercapai, pimpinan hams mampu mengemukakan argumen dan alasan-alasan yang sangat kuat mengapa perubahan memang bctul-betul diperiukan. Sebagai contoh, usulan untuk melakukan downsizing — memperkecil ukuran organisasi dengan memPlIK sebagian karyawan, sangat boleh jadi didasarkan pada argumentasi untuk menciptakan efisiensi dan memperkuat posisi organisasi agar karyawan yang tidak diPILK justru akan terlindungi. Bagi anggota organisasi usulan downsizing boleh jadi mengandung cerita yang berbeda. Bagi mereka downsizing bisa saja dianggap sebagai ketidakmampuan pimpinan atau adanya intrik politik di kalangan pimpinan tetapi menggunakan efisiensi sebagai alasannya. Untuk menghindari perbedaan pemaknaan maka manajer perubahan hams mampu mendominasi cerita dan pemahaman mengapa perubahan betni-betul diperlukan. 6. Pimpinan sebagai Pengayom (Nurturer) Asumsi yang melandasi pimpinan sebagai seorang pengayom (nurturer) adalah sekecil apapun sebuah perubahan dampalcnya terhadap organisasi bukan tidak mungkin sangat besar namun snyangnya seorang manajer tidak mampu mengendalikin dampak perubahan tersebut. Meski demikian seorang manajer masih bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat seperti mengayomi organi naenjadi fasilitator yang memungkinkan karyawan mampu mengorganisasi din secara positif (positive self-organizing) — Dalam hal ini hubungan antara pimpinan atau manajer dengan karyawan layaknya orang tua dengan anak. Orang tua sejak semula berusaha untuk membentuk masa depan anak-anaknya dan berusaha untuk mengayorni mereka agar memiliki masa depan yang baik. Pertanyaannya adalah apakah pada akhirnya masa depan anak-anaknya betul-betul seperti yang diharapkan? Yang pasti hasil akhir tersebut sudah bukan lagi kekuasaan orang tuanya karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil akhir tersebut. Sederhananya, dengan metafora ini hasil akhir yang spesifik dan arah dan sebuah perubahan tidak bisa

4.56

MANAJEMEN PERUSAHAN •

ditentukan secara pasti melainkan akan muncul sesuai dengan berjalannya waktu namun bias dibentuk melalui kualitas dan kapabilitas organisasi. 7. Kepernimpinan Kharismatik Istilah karisma sesungguhnya bukan istilah barn. Istilah ini sudah digunakan oleh Max Weber ketika menjelaskan pentingnya teori birokrasi. Meski demikian istilah karisma khususnya ketika dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, baru muncul pada tahun 1970-an. Salah satu dasar pemahaman tentang kepemimpinan kharismatik adalah konsep hubungan antara pemimpin dengan para pengikutnya, bukan sekedar sifat pemimpin dan karakteristik pribadi pemimpin. Pemimpin karismatik didefinisikan sebagai pemimpin yang memberikan efek emosional secara mendalam kepada para pengikutnya. Pemimpin dipersepsi bukan semata-mata sebagai bos tetapi lebih sebagai role model dan pahlawan yang memiliki kehidupan luar biasa ketimbang kehidupan sehari-hari mereka. Pada umurnnya pemimpin karismatik muncul sebagai pemimpin bukan sengaja ditunjuk secara formal sebagai pemimpin. Kalaulah pemimpin karismatik ditunjuk secara formal, dia sebelumnya sudah diakui sebagai pemimpin. Artinya ditunjuk atau tidak ditunjuk secara formal, pemimpin karismatik dengan sendirinya adalah seorang pemimpin. Penunjukan secara formal hanyalah tahap akhir untuk mengukuhkan bahwa seorang pemimpin karismatik diakui secara formal sebagai pemimpin. Pertanyaannya adalah bagaimana seseorang bisa diakui sebagai pemimpin karismatik? Salah satikomponen panting pemimpin karismatik adalah para pengikut merasa tidak cocok dengan kepemimpinan yang sedang berjalan sehingga mereka berupaya untuk mencari pengganti pemimpin lain sebab kalau tidak mereka yakin bahwa organisasi akan mengalami krisis berkepanjangan. Selain alasan krisis kepemimpinan, seorang pemimpin karismatik akan muncul sepermukaan jika is menunjulckan kompetensi dan loyalitasnya kepada kelompok dan. tujuan yang mereka hendak capai. Komitmen inilah yang menjadikan seseorang dianggap memiliki nilai lebih dibandingkan orang lain dan oleh karenanya dianggap layak sebagai seorang pemimpin. Karakteristik pemimpin kharismatik. Pemimpin karismatik secara umum mempunyai beberapa karakteristik seperti tampak pada Tabel 4.5. Meski beberapa karakteristik ini (misalnya: percaya diri, memiliki energi dan kemampuan berkomunikasi) juga menjadi karakteristik bentuk



EKMA456S/MODUL 4

4.57

kepernimpinan lainnya, namun kombinasi dari karakteristik inilah yang menjadikan seorang pemimpin disebut sebagai pemimpin karismatik. Tabel 4.5. Karakteristik pemimpin karismatik Karakteristik Pemimpin Kharismatik Percaya diri. Mereka benar-benar percaya akan penilaian dan kemampuan mcreka. Mcmiliki misi. Ini merupakan tujuan ideal yang mengajukan suatu masa depan yang Iebih balk daripada status quo. Makin besar kemunglcinan bahwa para pengikut akan menghubunglcan visi yang luar biasa itu pada si pemimpin. Ketnampuan untuk mengungkap visi sejelas mungkin. Mereka mampu memperjelas dan menyatakan visi dalam kata-kata yang dapat dipahami orang lain. Artikulasi ini menunjukkan suatu pcmahaman akan kebutuhan para pengikut, dan karenanya, bertindak sebagai suatu kekuatan motivasi. Keyakinan kuat mengenai visi. Pemimpin kharismatik mempunyai komitmen kuat dan bersedia menanggung risiko yang,tinggi, mengeluarkan biaya yang tinggi, dan tnelihatkan diri dalam pengorbanan untuk mencapai visi tersebut. Perilaku yang di luar aturan. Mereka dengan karisma ikut serta dalam perilaku yang dipahatni sebagai bare, tidak konvensional, dan berlawanan dengan norma-norma. Bila berhasil, perilaku ini menimbulkan kejutan dan kekaguman para pengikut. Sebagai seorang agen perubahan. Pemimpin kharismatik dipahami scbagai agen perubahan yang radikal bukannya sebagai pengasuh status quo. Kepekaan lingkungan. Pemimpin ini mampu membuat penilaian yang realistis terhadap kendala lingkungan dan sumber daya yang diperlukan untuk menehasilkan nerubahan. Sumber: (Burn, 1978; Bass, 1985) Karakteristik para pengikut. Karena pemimpin karismatik selalu bcrinteraksi dengan para pengikutnya, para pengikut pemimpin karismatik juga memiliki karakteristik tertentu. Tanpa karakteristik keduanya — pemimpin dan pengikut bisa dikatakan tidak akan pemah tercipta pemimpin karismatik. Beberapa karakteristik para pengikut yang menjadikan seorang

4.58

MANAJEMEN PERUBAHAN •

pemimpin menjadi pemimpin karismatik di antaranya adalah: para pengikut mcmiliki rasa hormat yang tinggi dan menganggap pemimpinnya memiliki harga difi yang tinggi pula; para pengikut mcmiliki loyalitas dan rasa taat yang tinggi; para pengikut menyayangi pemimpinnya; para pengikut mcmiliki ekspektasi kinerja yang tinggi; dan para pengikut sangat patuh. G. PROSES MEMPENGARUIII DAN DUKUNGAN SITUASI Kepemimpinan karismatik merupakan proses tnempengaruhi yang menyebabkan para pcngikut mcnginternalisasi nilai-nilai sang pemimpin dan setuju untuk mengikuti semua petunjuknya dengan kesetiaan penuh. Oleh karena itu, di samping karakteristik pemimpin dan karakteristik para pcngikutnya yang telah dibahas di muka, keberhasilan pemimpin Incmpengaruhi para pengikutnya juga dipengaruhi olch situasi saat proses berlangsung. Bebcrapa situasi yang mendukung kcbcrhasilan kepernimpinan karismatik adalah: 1. Adanya situasi yang sedang mengalami krisis. Pada saat terjadi krisis dan situasi begitu keos biasanya muncul sescorang yang dcngan kepercayaan dirinya yang tinggi berusaha mengatasi kondisi tersebut dan melakukan perubahan-perubahan menuju visi barn. 2. Adanya anggapan perlunya perubahan. Situasi krisis biasanya diikuti oleb munculnya seorang pemimpin yang mau mempertaruhkan dirinya untuk memulai sesuatu yang barn, mclakukan perubahan radikal dan merubah nilai-nilai masa lalu yang tidak dikehendaki. Dalam sejarah, hampir semua pemimpin karismatik mengalami situasi ini. 3. Adanya kesempatan untuk mengartikulasikan tujuan ideologis. Dua situasi di muka — krisis dan kebutuhan akan perubahan, pada akhirnya memberi kesempatan kcpada seorang pemimpin untuk mengartikulasikan kembali tujuan ideologis yang sangat diharapkan para pcngikutnya. Lech Wallensa di Polandia adalah salah satu contohnya yang "memerdekakan" rakyat Polandia. 4. Tersedianya simbol-simbol yang dramatik. Scorang pemimpin karismatik biasanya muncul dibarcngi dengan peran sitnbolik yang dimainkannya seolah-olah Sang pemimpin menjadi juru sclamat bagi para pengikutnya. 5. Adanya kesempatan untuk mengartikulasikan peran para pengikut secara jelas. Munculnya seorang pemimpin karismatik biasanya didahului oleh



EKMA4565/MODUL 4

4.59

hilangnya peran para pengikut dalam kehidupan fiil. Mereka seolah-olah • terkungkung dengan situasi yang membelenggu mereka. Kebutuhan para pengikut untuk ikut berperan inilah yang menyebabkan munculnya seorang pemimpin karismatik yang berjanji untuk melibatkan mereka dalam kehidupan sesungguhnya. H. SISI POSITIF DAN NEGATIF KEPEMIMPINAN KIIARISMATIK Seperti halnya dengan teori-teori kepemimpinan lainnya, kita juga harus melihat sisi positif dan sisi negatif dan konsep kepemimpinan kharismatik meski hams diakui bahwa membedakan pemimpin karismatik yang positif dan pemimpin karismatik yang negatif bukan pekedaan mudah. Salah satu cars membedakannya adalah dengan melihat manfaat yang diperoleh para pengikut dari seorang pemimpin karismatik. Hanya saja penilaian pengikut terhadap efektivitas pimpinan karismatik mereka biasanya sangat subyektif. Artinya bagi sebagian pengikut, pemimpin mereka dianggap positif tetapi bagi sebagian yang lain dianggap negatif. Apakah mantan presiden Soeharto seorang pemimpin karismatik yang baik? Jawabannya tergantung dari mana anda melihatnya. Cara kedua untuk membedakan pemimpin karismatik positif dan negatif berkaitan dengan penilaian terhadap nilai-nilai dan kepribadian Sang Pemimpin. Menurut Musser seperti dikutip Gary Yulk (1994) semua pemimpin karismatik pada dasamya memiliki komitmen terhadap tujuan ideal baik disadari maupun tidak. Hanya saja tidak jarang pemimpin karismatik menggunakan tujuan ideal tersebut hanya untuk kepentingan dirinya yakni memperkuat kekuasaannya. Pemimpin seperti ini bisa digolongkan ke dalam pemimpin karismatik yang negatif dan tidak jarang pula pemimpin seperti ini juga menjadi pemimpin yang narsistik — lebih mencintai din sendiri. Conger (1990) misalnya melakukan penelitian terhadap kepemimpinan karismatik dan menemukan beberapa kelemahan dan kepemimpinan karismatik yang negatif. Di antara kelemahan tersebut adalah (1) kepemimpinan karismatik biasanya memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik, (2) prilaku pemimpin yang cenderung impulsif dan tidak konvensional, (3) pemimpin karismatik biasanya hanya menjaga kesan agar tampak baik (membangun manajemen impresi) walaupun semu, (4) pemimpin karismatik biasanya tidak memiliki kapabilitas untuk

4.60

MANAJEMEN PERUBAHAN •

•melakukan kegiatan administratif, (5) percaya diri berlebihan biasanya banyak dampak negatif ketimbang dampak positifitya, dan (6) pemimpin karismatik sering kali gagal untuk mencari pengganti dirinya. I. KEPEMIMP1NAN TRANSAICSIONAL-TRANSFORMASIONAL Konsep kepemimpinan transformasional pertama kali dikembangkan olch Burns pada tahun 1978. Dalam hal ini Burns membedakan dua konsep kepemimpinan — transaksional dan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transaksional adalaln tipikal kepemimpinan yang lebih menekankan pada transalcsi interpersonal antara pemimpin dan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran (exchange). Karyawan memperoleh imbalan segera (immediate) dan nyata (tangible) apabila memenuhi perintah pemimpin Locke et al (1991). —Menurut Burns (1978), pemimpin transaksional memotivasi bawahannya melalui pemberian imbalan kontijcn (contingent reward) clan. manajernen perkecualian (management by exception). Sementara itu, kepemimpinan transformasional adalah seseorang yang memiliki kharisma yang mampu melakukan stimulasi intelek-tual para bawahannya sehingga bawahan mampu menggunakan cars barn dalam menghadapi masalah-masalah organisasi. Karakteristik kepemimpinan transformasional ditunjukkan melalu tiga faktor perilaku: konsiderasi individual, stimulasi intclektual serta karisma (Bass, 1990) seperti tampak pada Gambar 4.8 berikut ini. Stimulasi intelektual

Katisma dan inspirasi

Konsiderasi individual

1 Id* bun dan peotberdaysen

Meisteri Fens vet

Kepemimpinan beroirentasi perubahan

Motivts1 dan doroavo

2

Gambar 4.8.

Faktor-faktor kepemimpinan transformasional



EKMA4565/MODUL 4

4.61

Karisma dan inspirasi. Konsep karisma yang dibahas di muka merupakan salah satu dari tiga komponen pokok kepemimpinan transformasional. Sebagaimana kita ketahui, hubungan kepemimpinan karismatik bisa menciptakan emosi yang mendalam di kalangan para pengikutnya. Akibatnya, timbulnya loyalitas dan kepercayaan terhadap pcmimpin mereka. Loyalitas clan, kepercayaan inilah yang memberi jalan pada pemimpin karismatik untuk melakukan perubahan-perubahan yang bersifat revolusioner. Banyak bukti menunjukkan bahwa dukungan emosional inilah yang menjadi faktor paling kuat dalam kepemimpinan transformasional. Stimulasi intelektual. Faktor kedua dalam kepemimpinan transformasional adalah kemampuan pemimpin mem'oeri tantangan kepada para pengikutnya. Para pengikut ditantang untuk memecahkan masalah yang sebelumnya tidak terselesaikan, bukan dengan nilai-nilai lama dan asumsi yang sudah kedaluwarsa melainkan dengan nilai-nilai baru dan asumsi baru. Pemimpin bisa meyakinkan para pengikutnya bahwa nilai-nilai lama dan asumsi-asumsi yang selama ini berlaku bukan pendekatan yang bisa digunakan untuk menyelesailcan persoalan yang ada. Nilai-nilai lama adalab masa lalu dan oleh karenanya harus dibuang jauh-jauh. Sebaliknya mereka didorong untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru yang tidak konvensional. Stimulasi intelektual ini sekali lagi, menegaskan para pengikut• bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan hal-hal yang dianggap tidak mungkin menjadi hal yang sangat mungkin untuk dilakukan. Konsiderasi individual. Faktor terakhir sangat erat kaitannya dengan teori LMX (Leader Member Exchange = teori pertukaran antara pemimpin dengan anggota). Menurut teori ini, setiap kepemimpinan mempunyai hubungan personal dengan orang yang dipimpin. Hubungan personal ini membawa implikasi bahwa setiap orang yang dipimpin harus diperlakukan secara khusus karena masing-masing orang mempunyai karakteristik berbeda. Artinya tidak semua orang diperlakukan dengan cara yang sama meski mereka harus diperlakukan secara adil. Dengan perlakuan seperti ini mereka merasa sebagai orang special, orang teperhatikan, merasa dibesarkan hatinya dan termotivasi. Di samping itu, pemimpin yang bisa memberi pertimbangan individu berarti dia bisa memadukan kekhasan kemampuan dan keterampilan masing-masing karyawan untuk kepentingan organisasi secara keseluruhan.

4.62

MANAJIMIEN PERUBAHAN •

Kombinasi dari ketiga faktor di atas memungkinkan seorang pemimpin bisa melakukan perubahan-perubahan organisasi yang dianggap perlu. Karisma yang dimiliki seorang pemimpin bisa digunakan untuk mcngatasi resistensi tcrhadap perubahan. Stimulasi intclektual memberi dorongan karyawan untuk solusi dan inovasi baru serta mcnciptakan pemberdayaan karyawan. Semcntara itu hubungan personal antara pemimpin dan pars pengikutnya menjadi faktor penting yang bisa mcmotivasi karyawan. Dan penjelasan ini bisa dikatakan bahwa prilaku kepemimpinan transfonnasional memungkinkan seorang peinimpin untuk melakukan adaptasi cksternal. Sebaliknya, prilaku kepemimpinan transaksional lcbih dimaksudkan untuk menjaga tingkat kesehatan organisasi secara internal karena tipikal kepemimpinan ini berupaya mendukung organisasi menjaga kegiatankegiatan yang bersifat- rutin. Pcrbedaan kedua konsep tcrsebut kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dijelaskan dalam Tabel 4.6 berikut ini.. Tabel 4.6. Karakteristik Pemimpin Transformasional dan Pemimpin Transaksional Pemimpin Transformasional Karistna: memberi visi, misi, menanamkan rasa gangga, mcndapatkan rasa ...... hormat dan kepercayaan dari bawahan. Inspirasi: mengkomunikasikan ckspektasi tinggi, menggunalcan simbolsimbol untuk memfokuskan upaya, mengcicspresikan tujuan penting dengan cars-cars yang scderhana. Simulasi intelcktual: menghargai kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati. Konsidcrasi yang bersifat individual: mcmbcrikan perhatian secara personal, memperlakukan karyawan secara individual, melatih, memberi bimbingan. Pemimpin Transaksional Imbalan kontijcn: kontrak pertukaran imbalan atas usaha, menjanjikan imbalan bagi kinerja yang baik dan menghargai prestasi kerja. Management by exception (akti 0: mengawasi dan mencermati penyimpangan dari berbagai aturan dan standar, melakukan tindakan perbaikan. Management by exception .asif): melakukan intervensi hanya hila standar



EKMA4565/MODUL 4

4.63

tidak terpenuhi. Laissez faire: melepaskan tanggung jawab, menghindari pengambilan keputusan. Sumber: Bass (1990) Sementara itu, Judy Oliver sebagaimana dikutip Holbeche (2006) mengatakan bahwa untuk bisa menjalankan kepemimpinan transformasional. seorang pemimpin harus menggeser fokus perhatiannya dari sekedar: ke membiarkan karyawan berbuat 1. Mengendalikan karyawan ke menjadi sesuatu Melakukan tindakan 2. ke mendengarkan 3. Membicarakan ke membangun budaya kreatif 4. Menyelesaikan masalah ke intuisi 5. Rasional 6. Berorientasi hasil jangka pendek ke berorientasi hasil jangka panjang 7. Hidup pada masa lalu/masa depart ke hidup pada masa kini ke membangun jejaring 8. Bernaung di bawab birolansi ke soft times 9. Hard titles J. TALIAPAN DALAM KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Menerat Tichy & Devanna (1990) ada tiga tahapan yang secara berurutan seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin transformasional yaitu: 1. Hams ada pengakuan bahwa perubahan itu perlu. 2.. Menciptakan visi barn. 3. Melembagakan perubahan. 1. Mengakui Kebutuhan Perubahan Perubahan merupakan unsur penting bagi kegiatan bisnis maupun strategi organisasi karena perubahan diyakini mampu membebaskan organisasi sari kegersangan strategi — strategic drift (Johnson, 1988). Oleh karena itu perubahan demi perubahan► tams dilakukan meski sebagian kalangan, terutama karyawan sering tidak tnenganggap bahwa perubahan its perlu. Berbeda dcngan karyawan yang cenderung resisten terhadap: perubahan, pimpinan perubahan hams memiliki pandangan sebaliknya jika ingin disebut sebagai pemimpin transformasional. Artinya pemimpin transformasional hams menjadikan perubahan sebagai sebuah kebutuhan

4.64

MANAJEMEN PERUBAHAN •

bukan hanya bagi dirinya tetapi kcbutuhan organisasi secara kescluruhan tcrmasuk karyawan. Bahwa masih ada scbagian karyawan yang mcnganggap perubahan tidak perlu maka tugas pimpinan adalah mcyakinkan mercka akan perlunya perubahan. Bcrbagai cara bisa ditempuh misalnya membuat kondisi sckarang menjadi tidak nyaman sehingga mcrcka sadar bahwa perubahan itu perlu. Dalam hal perubahan strategik, dorongan untuk mclakukan perubahan bisa datang dari dua arab: dari dalam perusahaan dan dari luar perusahaan. Meski demikian tckanan dari lingkungan elcstemal pada umumnya menjadi pemicu utama yang mendorong organisasi melakukan perubahan. Dengan asumsi seperti ini maka tantangan yang dihadapi olch pcmimpin perubahan adalah bagaimana menyclaraskan organisasi dengan perubahan lingkungan. Untuk itu pemimpin perubahan harus memiliki cara pandang baru yakni paradigma, asumsi dan nilai-nilai baru agar marnpu melihat pcnisahaan yang diPimpinnya dengan kacamata berbeda sehingga perusahaan bisa kcluar dari ruinitas, bukan sekedar menycicsaikan persoalan yang ada tetapi mampu rnelak-ukan transfonnasi ke depart. Di sini tampak bawa pcmimpin perubahan merupakan aktor kunci yang menentukan kcbutuhan perubahan dan sejauh mana perubahan perlu dilakukan. Scbagai aktor kunci dengan dcmikian pcmimpin perubahan harus mcmbcrikan gambaran yang jelas kcpada pihakpihak tcrkait tcntang tindakan-tindakan sulit yang hams dilakukan dalam mengimplcmentasikan perubahan. Kalaulah tindakan tcrscbut tidak discPakati schagian kalangan, tugas pimpinan perubahan adalah mcnjelaskan mengapa tindakan tersebut min dilakukan. Pimpinan perubahan juga dituntut untuk mengetahui keuntungan dan kcrugian yang ditimbulkan akibat perubahan strategik. Mereka juga harus bcrtanggung jawab untuk merencanakan dan membuat rencana tersebut bisa bcrjalan dengan baik. Dart penjelasan di atas, sccara umum bisa dikatakan bahwa clemenelemen kunci pada tahapan ini adalah sebagai bcrikut: a.. Mengakui bahwa perubahan itu memang sangat diperlukan. b. Keputusan untuk melakukan tindakan. c. Mencmukan cara yang tcpat untuk menganalisis situasi bcrjalan. d. Memindai kondisi lingkungan organisasi. e. Mencari ide-ide baru untuk scmua hal yang menjadi titik perhatian. t. Mengidentifikasikan bagaimana dampak perubahan tcrhadap pcmangku kepentingan (stakeholder) yang berbeda kepentingan. g. Membangun informasi untuk memperjelas situasi bcrjalan dan situasi yang akan datang.



EKMA4565/MODUL 4

4.65

2. Menciptakan Visi Baru Perubahan transtbrmasional al.an berhasil dengan baik jika pemimpin perubahan mampu membuat karyawan tidak puas dengan kondisi berjalan (status quo) dan mengeluarkan mereka dari zona kenyamanan (comfort zone). Namur menurut Kouzes & Posner (1988) sekedar membuat karyawan tidak puas dengan kondisi saat ini tidak cukup bagi pimpinan perubahan untuk menggerakkan karyawan untuk berubah dan mengeluarkan mereka dari comfort zone jika pimpinan perubahan tidak bisa menunjukkan kepada karyawan dan semua pihak terkait apa yang ingin dicapai di masa yang alcati datang. Dalam bahasa yang sederhana, pimpinan perubahan hat us mampu rnenunjuldcan visi baru. Dengan visi baru berarti apa yang ingin dicapai perusahaan bukan hanya capaian tujuan jangka pendek tetapi capaian jangki panjang yang kadang-kadang tidak dipungkiri sulit untuk dilaksanakan.. . Hanya saja jika visi ba' tersebut sangat menarik dan masih mcmungkinkan untuk dilalcsanakan meski hams bekerja keras, diyakini bahwa karyawan mast terlibat dalam perubahan. 1'rasyarat lainnya adalah pimpinan penfoahan hams memiliki keynkinan din dan antusiasme yang tinggi terhadzp visi barn tersebut. Jika tidak, visi ba' tidak akan menginspirasi karyawan dan tidak .bisa dijadikan guidance untuk melakukan perubahan. Lebih dari itu, visi barn akan lebih berinakna jika proses penyusunannya juga melibatkan karyawan sehingga mereka merasa memiliki dan menjadi bagian dari visi tersebut sehingga dengan suka rela mereka akan mendedikasikan dirinya untuk mencapai tujuan bersama sesuai dengan visi barn yang mereka sepakati. Secara umum Charles Handy (1995) mengatakan bahwa efektivitas kepemimpinan visioner ditentukan oleh beberapa syarat. Pertama, visi hams benar-benar berbeda. Sebuah visi hams mampu me-reframe sesuatu yang sudah dipahami bersama; mengkonsepsikan kembali sesuatu yang sudah jelas; menghubungkan sesuatu yang sebelumnya tidak terhubungkan; memimpikan sebuah mimpi. Kedua, sebuah visi hams masuk akal di mata orang lain. Visi hams kelihatan menantang tetapi bisa dicapai. Ketiga, visi hams bisa dipahami dan mampu membawa pikiran orang tercurah pada visi tersebut. Keempat, pimpinan hams bisa dijadikan contoh, baik yang berkaitan dengan prilalcu maupun komitmen mereka terhadap sebuah visi. Kelima, pimpinan tidak boleh lupa bahwa jika visi ingin diimplementasikan maka visi tersebut hanyalah satu-satunya sumber untuk di-shared. 3.

Institusionalisasi Perubahan Ketika perubahan sudah menjadi kebutuhan setiap individu di dalam perusahaan dan visi barn telah ditetapkan, tahapan befilcutnya adalah

4.66

MANAJEMEN PERU'S...HAN •

bagaimana melembagakan atau mcnjadikan perubahan sebagai bagian integral dari kehidupan organisasi. Hal ini bisa diartikan bahwa kesadaran karyawan akan perlunya perubahan hams tcrinternalisasi ke dalam diri masing-masing karyawan dan tcrsistem ke dalam kchidupan organisasi. John Kotter (1995) misalnya mcngatakan bahwa scbuah perubahan transformasional dikatakan berhasil jika perubahan tersehut mcnjadi "the new way we do things around here — cara baru bagaimana kita inclakukan scsuatu hal di organisasi ini". Atau dcngan bahasa lain Kottcr mcngatakan bahwa tcrciptanya budaya baru mcrupakan indikator kcbcrhasilan perubahan transforntasional. Hal ini scsuai dengan dcfinisi perubahan transfonnasional yang dikemukakan oleh Blumenthal & Haspeslagh (1994). Menurut mcreka untuk dikatakan bahwa organisasi mclakukan perubahan transfonnasioltal maka sebagian besar orang yang berada di dalam organisasi harus mcrubah perilaku mereka. Perubahan perilalat karyawan mcrupakan tahapan awal dari sebuah proses panjang terbentuknya budaya baru (penjelasan lebih detail tcntang perubahan budaya lihat misalnya Sobirin, 2009). LATI HAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mcngcnai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Bagaimanakah perbcdaan antara manajcmcn dengan kcpcmimpinan? 2) Mengapa kepemimpinan diperlukan? 3) Bagaimana tcrjadinya kebutuhan perubahan pada kepemimpinantransformasional? Petunjuk Jawaban Latihan 2 1) Pcrbedaan antara manajemen dengan kepemimpinan, bahwa mcrcka herheda dalam hal motivasi, sejarah pribadi, cara berfikir scrta cara bertindak. Manajcr ccndcrung mcngambil sikap impersonal, pasif terhadap tujuan, sedangkan pemimpin mcngambil sikap pribadi (personal) dan aktif terhadap tujuan. Manajer ccndcrung memandang kerja scbagai suatu proses yang mcmungkinkan, mcncakup suatu kombinasi dari orang dan gagasan yang bcrintcraksi untuk menctapkan stratcgi dan mcngambil kcputusan. Pcmirnpin bekerja dari posisi bcrisiko tinggi, sexing memang sccara temperamental ingin tncncari resiko dan bahaya, tcristimewa bila kcsempatan dan ganjaran tampak tinggi.



EKMA4565/MODUL 4

4.67

Manajer lebili suka bekerja dengan orang, mereka menghindari aktivitas sendirian (soliter) karena aktivitas itu membuat mereka cemas. Mereka berhubungan dengan orang-orang menurut peran yang mereka mainkan dalam suatu urutan peristiwa atau dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin, memperhatikan gagasan, berhubungan dengan orang-orang dalam cara yang lebih intuitif dan empatik.Manajemen menyangkut upaya mengatasi kerumitan (complexity). Manajemen yang baik menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencanarencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, dan memantau hasil melalui pembandingan dengan rencana. Kepemimpinan sebaliknya, menyangkut mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah tujuan dengan mengembangkan suatu visi masa depan, kemudian mereka mempersekutukan orang dengan mengkomunilcasilcan visi ini dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Kotter menganggap baik kepemimpinan yang kuat maupun manajemen yang kuat sebagai faktor penting bagi efektivitas organisasi yang optimum. 2) Kepemimpinan diperlukan karena organisasi tidak bisa didesain seperti mesin yang bisa dengan mudah dihidupkan lantas semuanya bisa berjalan secara otomatis, organisasi terdiri dari orang-orang yang membutuhkan sentuhan, memerlukan insprirasi, dorongan, dan motivasi. Termasuk didalamnya mengatur tugas, memutuskan siapa mengerjakan apa, dan mendelegasikan pekerjaan. Kehadiran seorang pemimpin diperlukan untuk mengidentifikasikan strategi bare dan cara-cara yang mungkin bisa dijalankan untuk menyikapi perubahan lingkungan. Selain itu peran seorang pemimpin menjadi penting untuk melakukan koordinasi dan menyelesaikan konflik. Kehadiran seorang pemimpin sangat diperlukan terutama untuk memberi motivasi, menginspirasi dan meujaga agar karyawan mau terns terlibat dalam kehidupan organisasi. 3) Dalam kepemimpinan transformasional harus menjadikan perubahan sebagai sebuah kebutuhan bukan hanya bagi dirinya tetapi kebutuhan organisasi secara keseluruhan termasuk karyawan. Bahkan perubahan sebagai kebutuhan yang dilindas dengan faktor zaman sangatlah penting karena berbagai cara bisa ditempuh misalnya membuat kondisi sekarang menjadi tidak nyaman sehingga mereka sadar bahwa perubahan itu diperlukan.

4.68

MANAJEMEN PERUBAHAN •

z 1 _, RANG KU MAN

Kepemimpinan merupakan salah satu topik penting dalam perubahan organisasi. Dalam banyak hal keberhasilan atau kegagalan perubahan organisasi mencapai tujuan yang diharapkan biasanya tidak bisa dipisahkan dari kualitas pimpinan dan sangat tergantung pada kemampuan Sang Pernimpin memainkan perannya. Hal itu menjadikan pemimpin memegang peranan kunci dalam memformulasikan dan mengimplementasikan - strategi perubahan organisasi sehingga peranannya akan memengaruhi keberhasilan perubahan organisasi. Pengaruh yang diharapkan dari seorang pemimpin agar organisasi berjalan efektif tidak sama untuk semua pemimpin. Selayaknya masingmasing pemimpin dituntut untuk , memainkan peran dan kemampuan berbeda tergantung pada level organisasi yang ditempati dan kondisi organisasi yang sedang dikelola. Menurut Palmer et al. perubahan organisasi dibedakan menjadi dua yaitu perubahan sebagai upaya untuk mengendalikan aktivitas organisasi (controlling activities) dan perubahan sebagai upaya untuk membcntuk kapabilitas organisasi (shaping capabilities). Menuju perubahan organisasi dibutuhkan kepemimpinan yang .kharismatik dan kepemimpinan transaksional-transformasional. Kepemimpin kharismatik secara umum mempunyai beberapa karakteristik antara lain percaya diri, memiliki energi dan kemampuan berkomunikasi. Kepemimpinan transaksional adalah tipikal kepemimpinan yang lebih menekankan pada transaksi interpersonal antara pemimpin dan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran (exchange): Sedangkan lcaralcteristik kepemimpinan transformasional ditunjukkan melalui tiga faktor perilaku: konsiderasi individual, stimulasi intelektual serta kharisma (Bass, 1990) Menurut Tichy & Devanna (1990) ada tiga tahapan yang secara berurutan seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin transformasional yaitu: 1. Hams ada pengakuan bahwa perubahan itu pain. 2. Menciptakan visi baru. 3. Melembagakan perubahan.



EKMA4565/MODUL 4

sse

4.69

TES FORMATIF 2

Pi lhlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Pemimpin dan kepemimpinan menunjukkan adanya kecenderungan dalam melihat pemimpin sebagai seseorang yang berada ditengah-tengah kelompok dan menjadi A. Pusat pertukaran, peradaban dalam organisasi B. Pusat perubahan, pergerakan dan aktivitas kelompok C. Pergeseran dalam tata perubahan aktivitas kelompok D. Penentuan aktivitas organisasi dengan munculnya perubahan 2) Untuk menjadi pemimpin seseorang hams dapat mengembangkan motivasi pengikut secara terns menerus dan mengubah perilaku mereka menjadi responsif. Pendapat dikemukakan oleh A. Bass (1990) B. Holbeche (2006) C. Burns (1978) D. Tichy & Devanna (1990) 3) Pemimpin karismatik dalam melaksanakan tugasnya cenderung menenkankan sisi negatifnya, hal ini terjadi dengan A. Menggunakan tujuan idealnya untuk kcpentingan dirinya demi memperkuat kekuasaannya B. Membentuk kekuatan untuk kemenangan kelompoknya C. Mementingkan dirinya daripada tujuan organisasinya D. Menguasai tunas kerja unit lain untuk memperkuat posisinya 4)' Karakteristik kepemimpinan transformasional yang dapat menciptalcan ide baru dan melakukan pemberdayaan lebih ditunjukkan pada faktor A. Konsiderasi individual B. Stimulasi intclektual C. Karisma dan inspirasi D. Dinasti intclektual 5) Menuju perubahan organisasi dibutuhkan kepemimpinan yang dapat membuat visi barn lebih bermakna jika proses penyusunannya juga melibatkan karyawan sehingga mereka merasa A. memiliki dan menjadi bagian dari visi tersebut B. mendedikasikan dirinya untuk mencapai tujuan bersama C. menyesuaikan dirinya dengan visi barn yang mereka sepakati D. Jawaban A, B, dan C benar

4.70

MANAJEMEN PERUMIAMAN •

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kcmudian, gunakan rumus berikut untuk mengctahui tingkat penguasaan Anda tcrhadap matcri Kcgiatan Bclajar 2.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

x100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat mcneruskan dengan modul selanjutnya. Hagus! Jika masih di bawah 80%, Anda hams mengulangi matcri Kcgiatan Belajar 2, tcrutama bagian yang belum dikuasai.



4.71

EIONA4565/MODUL 4

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif I 1) B. 2) A. 3) C. 4) B. 5) A.

Tes Formatif 2 1) B. 2) C. 3) A. 4) B. 5) D.

1

4.72

MANAJCMCN PERUBAHAN •

Daftar Pustaka Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance Beyond Expectation. New York: The Free Press. Bass, B.M. (1990). Bass and Stogdill's handbook of leadership, rl edition, New York: The Free Press. Beer, M. & Nohria, N. (2000). Breaking the Code of Change, Harvard Business Review, May-June, pp. 133-141. Bennis, Waren (1994). On Becoming A Leader (Terjemahan). Jakarta: Elex Media Komputindo. Blumenthal & Haspeslagh (1994). Bouckenooghe, 2009). Burns, MacGregor J. (1978). Leadership. New York: Harper & Row. Carter, N. (1997). Solve the dual career challenge, Workforce, halaman 21-22. Clegg & Walsh, 2004). Collin, J. (2001). Conger (1990). Conover & Feldman, 1984), Eide, 2005). Fiedler, F.E. (1967). A theory of leadership effectiveness, New York: McGraw Hill. Fineman, 2001).



EKMA4565/MODUL 4

4.73

Freeman (1996). Fridja, (1993) George & Jones (2001). Handy, C. (1995). Holbeche, (2006). Huy (2005). Johnson, 1988). Karp, T. (2006). Katz, D. & Khan, R. (1978). The social psychology of organization, 2nd edition, New York: Willey and Sons. Keltner & Gross (1999). Kissler (1994). Kotter (1973). Kotter, John, P. (1988). The Leadership Factor. New York: The Free Press. Kouzes, J. M. & Posner, B.Z. (1987). The Leadership Challenge. San Fransisco, CA: Jossey-Bass Publishers.; Kouzes. Kouzes, J. M. & Posner, B.Z. (1993). Credibility. San Fransisco, CA: JosseyBass Publisher. Locke, Edwin A; Kirkpatrick, Shelley; Wheeler, Jillk., Schneider; Niles, Kathryn; Goldstein, H arold; Welsh, Kurt; Chah, Dong-Ok (1991). The Essence of Leadership: The Four Keys to Leading Successfully. New York: Lexinton Books.

4.74

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Marshak, 2009). Morgan, 1996). Morrison (1994). Psychological Contract and Change, Human Resource Management, 33, pp. 353-372. Morrison, E. and Milliken, F. (2000), "Organizational silence: a barrier to change and development in a pluralistic world", Academy of Management Review, Vol. 25 No. 4, pp. 706-25. Morrison E. W. and Robinson S. L. (1997) 'When Employees Feel Betraycd: a model of how psychological contract violation develops', Academy of Management Review, 22(1): 226-256. Nahavandi, A. (1997). The art and science of leadership, Prentice Hall Inc. Nahavandi, A. & Malelczadeh, A. (1993). Leader style in strategy and organizational performance: An integrative framework, Journal of management studies, 30, 3, halaman 405 — 425. Ott, Steven J. (1996). Classic Readings in Organizational Behavior. Belmont, CA: Wadworth Publishing Company. Palmer, Dunford & Akin, 2006). Robinson & Rousseau (1994). Robinson, Kraatz & Rousseau (1994). Rousseau (1989). Rousseau (1990). Schein, E.H. (1992) Organizational Culture and Leadership, 2nd edition, San Fransisco, CA: Josscy-Bass Publishers.



EKMA4565/MODUL 4

4.75

Schneider et al. (1996). Sobirin, A. (2009). Budaya Organisasi, Yogayakarta: Penerbit STIM YKPN. Sobirin, A. (2010). Perilaku Organisasi, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Tichy & Devanna (1990). Turnley & Feldman (1998). von Hoppe', et al., 1993). Weidman, D. (2000). Yulk, G. (1994). Leadership in organization, .3rd edition, Prentice Hall international, Inc. Zaleznik (1977). "Manager and Leader, Are They Different?" The Harvard Business Review. May-June.

l

.r

MODUL 5

Pengembangan Organisasi dan Organisasi Pembelajar Drs. Achmad Sobirin, MBA., Ph.D.

PENDAHULUAN

(i) engembangan Organisasi (Organization Development, populer dengan singkatan OD) merupakan bidang kajian dan disiplin ilmu tersendiri dengan common body of knowledge yang berbeda dari bidang studi lain. Bidang studi ini relatif sudali tua, mulai dikenal sejak tahun 1950-an dan mencapai tingkat popularitasnya pada tahun 1960an dan 1970-an (Grieves (2000) saat lingkungan organisasimasih relatif stabil. Memasuki tahun 1980an manakala lingkungan organisasi berubah menjadi semakin dimanis dan turli-ulen mengarah pada situasi yang keostik, populeritas pengembangan organisasi mulai memudar. Bahkan seperti banyak dialcui para pendukung OD, saat ini OD sedang mengalami pasang surut, kalau tidak dikatakan sedang mengalami lcrisis (Burke & Bradford, 2006). Itulah sebabnya para pendukung OD mendesak agar dilalculcanIrein(ter)ver.si sehinggaJce depan OD kembali bisa menjadi alat bantu yang memadai dalam meningkatkan efektivitas organisasi. ' Dengan memudarnya OD, sekarang orang lebih mengenal istilah manajemen perubahan ketimbang OD. Hal ini misalnya diekui konsultan dan pralctis ' i OD — Robert Marshak (2006). Menurutnya sejak tahun 1990-an klien tidak lagi menanyakan apakah Ia mempraktikan OD. Pertanyaannya cenderung apakah Ia mempraktikan manajemen perubahan. Terlepas dari peran pengembangan organisasi yang cendenmg terpinggirkan oleh manajemen perubahan, teknik-teknik yang digunakan manajemen perubahan sebelumnya merupakan teknik yang biasa diterapkan oleh OD. Ambillah contoh perubahan terencana (planned change). Teknik ini yang dikembangkan Kurt Lewin pada akhir tahun 1940-an dan sekarang banyak digunakan para konsultan manajemen perubahan justru menjadi salah satu ciri utama OD. Dalam hal ini dengan demikian OD dan manajemen perubahan sepertinya tidak ada perbedaan yang berarti. Keduanya terlibat dalam

5.2

MANAJEMCN PERUOAHAN •

perubahan organisasi. Hanya saja seperti telah diungkap pada modul sebelumnya manajemen perubahan lebih berorientasi pragmatis dan jangka pendek serta lebih mementingkan hasil sedangkan OD bcrorientasi jangka panjang dan menuntut partisipasi pihak yang diubah. Di samping itu OD juga melakukan transfer pengetahuan kepada pihak-pihak yang dilibatkan dalam perubahan melalui proses pembelajaran. Penjclasan di atas secara tidal( langsung menegaskan bahwa OD memiliki kaitan crat dengan pembelajaran organisasi (organizational learning) yang menjadi titik awal terciptanya organisasi pembelajar (learning organization). Ketcrkaitan antara OD dan organisasi pembelajar inilah yang menjadi folcus bahasan pada modul ini. Dengan dcmikian setelah mempelajari modul ini Anda diharapkan mampu: 1. mcmahami pengertian pengembangan organisasi; 2. memahami pengertian organisasi pembelajar; 3. menjelaskan karakteristik OD; 4. menjelaskan diagnosis organisasi; 5. menjelaskan proses OD; 6. menjelaskan intervensi OD; 7. menjelaskan perbedaan antara pembelajaran organisasional vs organisasi pcmbclajaran; 8. menjelaskan model sistem organisasi pembelajar; 9. menjelaskan subsistem pembelajaran; 10. menjelaskan kaitan antara organisasi pembelajaran dan manajemen pengetahuan; 11. menjelaskan perubahan persepsi ams perusahaan.



5.3

EKMA4555/MODUL 5

KEGIATAN BELAJAR 1

Pengembangan Organisasi A. PENGERTIAN PENGEMBANGAN ORGANISASI Sebagai sebuah disiplin ilmu yang memiliki common body of knowledge tersendiri, tentu saja OD mempunyai pengertian formal yang menjelaskan apa itu OD, sejauh mana cakupan bidang garapnya dan apa hasil yang diharapkan. Sayangnya sejaulf tin tidak ada definisi baku tentang OD, penyebabnya boleti jadi karena OD terns berkembang mencoba menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan lingkungan ekstemal. Ketiaddan definisi b3lcu tentang OD misalnya ditegaskan Egan (2002). Melalui artikel yang berjudul "Organization Development: An Examination of Definitions and Dependent Variables", Egan menelusuri buku dan artikel OD yang diterbitkan sejak tahun 1969 sampai 2001. Hasilnya, Egan menemukan tidak kurang dari 27 definisi OD. Basil temuan Egan tentang definisi OD secard lengkap disajikan pada Tabel 5.1. Dalam artikel tersebut, Egan tidak hanya bermaksud menyajikan perbedaan definisi OD yang dikutip dari beberapa akademisi dan praktisi OD tetapi juga inengidentifikasi perbedaan tekanan dari definisi tersebut dan hasil yang diharapkan setelah menjalankan OD. Perbedaan tekanan pada masing-masing definisi ditunjukkan oleh cetak tebal pada setiap definisi dan perbedaan hasil yang diinginkan tampak pada kolom 4, Tabel 5.1 yang diberi sebutan dependent variable. Sebagai contoh, definisi yang dikemukakan Beckard (1969) menunjukkan bahwa dengan menjalankan kegiatan pengembangan organisasi sangat diharapkan efektivitas dan kesehatan organisasi meningkat lebih bail: (increase organization effectiveness and health). Sementara Cummings & Worley (2001) hanya mengharapkau terciptanya efektivitas organisasi (organization effectiveness).

5.4

MANAJEMF N PERUD/WAN •

Tabel 5.1. Beberapa Definisi OD Author

Date

Definitions (dependent olnments boldonY

Dependent Variables'

Beckharci

1969

Organization development is an effort (1) planned, (2) organization-wide, and (3) managed from the top. to (4) increase organizational effectiveness and health through (5) planned interventions in the organization's 'processes' using behavior. science knowledge.

Increase organization effectiveness and health

Bennis

1969

Organization development (OD) is a response to change, a complex educational strategy intended to change the beliefs, attitude., values, and structure of organizations so that they can hotter adapt to now technologies, markets, and challenges and the dizzying rate of change itself.

Adapt to new technologies• markets, challenges and dicing,

Blake a. Mouton

1969

Organization development emphasizes the 'Cr an every sense of the word. It means development of the entire organizationor sell-sustaining parts of an organization from top to bottom and throughout. True OD is theory based, team-focused and irndertaken by means of self-help approaches which place a maximum reliance upon Internet skies and leadership for development activities. It is top lead. line managed and staff supported. Development activities focus on the 'system.' those traditions, precedents. and past practices which have become the culture of the organization. Therefore, development must include Individual, team and other organization units rather than concentrating on any one to the exclusion of others OD is thus this comprehensive approach which integrates the management sciences, business logic, and behavioral systems of an organization into en organic, interdependent whole.

Development and development activities

French

1959

Organization development refers to a longrange effort to improve an organization's problem-solving capabilities and its mbillty to cope with changes In its external environment with the help of external or internal behavioral-scientists consultants, or change agents. as they are sometimes called

Improve problem solving capatalittes and ability to cope with environmental change

1969

Organizational development implies it normative, re-education strategy intended to affect systems of beliefs, values and attitudes within the organization so that it can adapt better to the accelerated rate of change in technology, in our industrial environment and society in general. It also includes formal organizational restructuring which rs frequently initiated, facilitated and ieinforced by the normative and behavioral changes."

Adapt better to change in technology. the industrial environment and society

Golembiewski



5.5

EKMA4565/MODUL 5

Author

Date

Definitions (dependent elements bolded)*

Dependent Variables'

I mint

1989

Organization development is the strengthening of those human processes in organizations which Improve the functioning of the organic system so as to achieve its objectives. Organization renewal is the process or initiating, creating. and confronting needed changes so as to make it possible for organizations to become or remain viable, to adapt to new conditions, to solve problems, to learn from experiences, and to move toward greater organizational maturity.

Improve functioning, organizational renewal, viability. adaptation, learning. and maturity

Schmuck ft Miles

1971

Organizational Development can be defined as a planned and sustained effort to apply behavior science for system improvement using reflexive. self-analytic methods,

System improvement

Burke &

1972

Organization development is a process of planned change• Change of en organization's culture from one which avoids an examination of social process (especially decision making, planning, and communication) to one which institutionalizes and legitimizes this examination.

I tomstom

Institutfonalu•abon and legitirmzing of nie examination of social process

Hall

1977

Organizational development refers to • longrange effort to improve an organIzation's problem-solving capabilities and its ability to cope with changes in its external environment with the help of external or 'menial behavior-scientist consultants or change agents

Improve problem-solving capabilities and ability to cope with changes in its external environment

I rer.ch 8 Bell

1978

Organization development ma long•range effort to improve an organization's problemsolving and renewal processes, particularly through a more effective and collaborative menagement of organization culture•- with special emphasis on the culture of formal work Learns-with the assistance of a change agent, Of catalyst, and the use of the theory and tectimlogy of applied behavioral science, including action research.

Improve probiemsolving and renewal pro,:esses

Beer

1980

Organization development is a syaterr'wida process of date collection, diagnosis, action. planning. intervention. and evaluation aimed at (I) enhancing congruence between organizational structure, process, strategy. people, and culture; (2) developing new and creative organizational solutions; and (3) developing the organization's renewing capacity. It occurs through collaboration of orgenizalional members working with a change agent using behavioral science theory. research, and technology.

Enhancing congruence: Developing creative organizational solutions and developing renewing capacity

Beer

1980

Organizational development is a process for diagnosing organizational problems by looking for incongruencies between enviionment. structures. processes and people.

Problem diagnosis

5.6

MANAJEMEN PERIJBAHAN •

Author

Date

D•linliions (dependnIt elarroonts bolderfr'

Dependent Variables'

Burke

1982

Organization development it a planned process of change in an organization's culture through the utilization of behavioral scionc• technology. research. and theory.

Cultural change

Davis

1983

Orgroniz•lion development consists of a series of theory based workshops, techniques. programs, systematic nopronches Sod indivolue consulting InItaventiens designed to assist people in organizations In their dayto-day organizational life and the comphon pr thin invetvaa. All of this Is backed up with ballots. biasts, sod values held by the organizahon develn°Mell practitioner.

Assist people in organizations

Nielsen

1984

Warr.ck

1984

Organization Devintosnieni 13 the attempt to influence the mooreb•on ;I an organization to timpand their canchiln•sn with each other about their views of see o:onnization sad (half experience in It. and to :aloe grantor responalbilfly for titer awn sclIonsaS organ ,tation member(. fn., assumption behind Cr: a that when people Durso* both of these Mire lovas eimullanonunly, they ere likely to discover new ways of working together Dial rho, experience 35 Mart, ettnarive lc: achieving their own nod the. shared to:ganleational) goats. And the when this Joss not happen, nue. re'ivity helps them to andersiand why and to in-Xo meaningful chokes about whet to 4o in light of tele un•lerstanding CreanizalIon devetuvasitt Is a planned. long. canna 'Wan:, end poiatestrz behavioral science) 'Irately for tintiarntrinding, ti•velnping, and cticiii■ ing oognnizotions to improve their present and future • tlectIv•n•ss and h•aliii.

Expand Cendodnees; inctvioso accountability: • achieve Individual and organizational goal.

improve etfoc!ivennt, and

hionlIr

Burke A Schmidt

1965

Organizational levolls,nrunt is • protons which attempts to Increzao organizational effech by Integrating individual desire, for growth and development Aids crganizatione gOals. Typically. this process Is planned change effort. which Inkolves a Wel system °vet a period of line, and 101,e change efforts are relatnd to tea organiration's mission.

incr•asu organizations! effechvoness

Beer A Walton

1957

Organization Development comprises a net of actions undertaken in lesprov• organizational and smotsy•••• well being. elacti

Organizahonal electiveness A Employee well-being

french. Dell & Zawecki

1989

Orgnnizational dooveloomonl is • process of planned aye.m change that ott•mpts to malte organIzation• baltrir able to attain their short and long term obtoictivas.

ObtnIn long and Itioll term oblectIvos

Valil

1989

Organization development in an organizational process for understanding and Improving any and all substantive process.. an organization m•y develop for performing any task and pursuing any ObleclIvo A •proCeSti far Improving proCess*.thal it what OD has banloally sought to be lot approximately 25 years.

Improving procanses



5.7

EKMA4565/MODUL 5

Author

Date

Definitions (dePandonf °laments hoidon9 .

Dependant gar lahies'

tacLegan

1989

Organization Development: Assuring healthy inter• andintrsiutill relationships and helping groups initial• and manage change. Oiganizeliun development's primary emphasis in on relationships and processes Detween ant among individuals and groups. Its primary intervention is influence on the relationship of individuals and groups to eflecl and Impact on the organization as a system.

Initiate and manage change to effect and Impact the organization

Pones & Reberloon

1992

Organizational development Is a set of behavioral science based theories, values. strategies. and techniques aimed at the planned change of the organizational work setting for the purpose of enhancing Individual development and improving organizational performance through the alteration of organizational members' on-the-job behiletor.

Enhancing individual development and organizational performance

Burke

1994

Organization development is a planned process of change in an organization's culture through the utilization of behavioral Smiles technologies, research, and theory.

Culture change -

Church, Weclawskl 6 Siegal

1996

Organization development lea field based on values — Promoting positive humenisticallyoriented largo-system change in otganizations—pialn and simple. ...If they are not morally bound to the core values of the field then they simply are not doing 0.0. ...0044 about humanistic change on a system -wide I•wsl ...It is aboulirnprovIng the conditions of people's lives In organizations. ...O. D. Is about helping people in organizations.

Humanistic change on a system-wide level; improving the conditions of people's lives

Oyer

1997

OlgenIzation Development is a process . whereby ections are taken to release the creative and productive efforts of human beingsat Ina same time achieving certain legitlreate organizational goals such as being profitable, competitive, and . ►ustaloable,

Release creative 6 prodettivu ullotts; Piefitabllity, competitiveness and sustainabllity '

French el Bell

1999

Organization development Is a long-term effort. led and supported by top management, to Improve an organization's visioning, ernpowennent, learning, and problemsolving processes, through no ongoing. • collaborative management of organization culture--with special emphasis on the culture of Intact work teams and other mem configurations–using the consultant-facilitator role and the theory and technology of applied behavioral science, including action research,

Improve visioning. empowerment, learning and problomauivmg processes

6

2001

Organization development IS a systemwide application of behavioral science knowledge to the planned development and taintotCeinant 01 organiaatinnal strategies, structures, and processes that lead to organization effectivene ►s.

Organization effectiveness

Cummings Worley

5.8

MANA.JEMEN PERUAAHAN •

Meski Egan tclah mcnyajikan 27 dcfinisi berbeda, tidak bisa dipungkiri jika dcfinisi-definisi lain masih bisa ditemukan. Demikian juga dari sekian hanyak dctinisi yang ada, hanya ada bcbcrapa definisi yang paling sering dijadikan rujukan bag: pcnulis lain untuk menjelaskan OD. Agar tidak terjcbak dalam kcanekaragaman definisi OD, penjclasan Worley & Feyerlicrin (2003) tcntang prasyarat yang harus dipenuhi agar scbuah proses bisa discbut sebagai OD barangkali perlu diperhatikan. Mcrcka mcngatakan bahwa scbuah proses discbut OD jika (1) proses tcrscbut menghasilkan perubahan pada sistem organisasi, baik schagian atau keseluruhan sistem, (2) proses tersebut melibatkan aspek pcmbelajaran atau transfer pcngetahuan atau skill kcpada pihak yang tcrlibat atau dilibatkan dalam proses OD, (3) ada bukti atau paling tidak, ada keinginan kuat untuk menciptakan cfcktivitas organisasi hagi Alien yang mcncrapkan OD. Dan penjelasan di atas dan telaah terhadap definisi-definisi yang disampaikan Egan, tampaknya definisi CD yang dikemukakan Michael.Beer mcmcnulii ketiga persyaratan di atas dan olch karenanya akan menjadi rujukan modul ini. Pilihan ini bukan hcrarti dcfinisi-definisi lain tidak memcnuhi syarat sebagai OD tctapi pilihan ini lebih bcrsifat subycktif dan dianggap lebih. cocok untuk menjelaskan kcrangka pikir OD yang akan diuraikan pada modul ini. Dcfinisi OD scbagaimana dikemukakan Michael Beer (1980) adalah scbagai bcrilcut. Pengembangan Organisasi adalah aplikasi dan transfer pengetahuan berbasis pada ilmu prilaku (behavioral science) yang diterapkan secara sistemik dan terencana dalam rangka untuk mengembangkan, meningkatkan dan menguatkan kembali strategi, struktur dan proses organisasi sehingga tercipta efektivitas organisasi.

Dcfinisi di atas, seperti diakui Cummings & Worley (2005: 2-3) scicaligus bisa digunakan untuk membcdakan OD dari disiplin lain khususnya manajemcn perubahan atau perubahan organisasi. Argumentasi yang dikemukakan Cummings & Worley adalah scbagai bcrikut. • Periama, OD bisa ditcrapkan untuk perubahan stratcgi, struktur dan proses pada kescluruhan sistem organisasi, satu atau bcbcrapa unit aktivitas tertentu, departcmcn, kelompok kcrja, atau peran atau pekerjaan orang per orang. Program perubahan yang ditujukan untuk mcmodifikasi stratcgi organisasi misalnya bisa saja difokuskan pada "bagainiana stratcgi dihubungkan dengan lingkungan yang lebih luas" atau









EKMA4565/MODUL 5

5.9

"bagaimana hubungan tersebut bisa ditingkatkan lebih baik". Tennasuk di dalamnya perubahan yang diharapkan agar sckelompok orang bisa mengerjakan tugas lebih haik (perubahan struktur) atau perubahan dal= cara berkomunikasi dan menyelesaikan masalah (perubahan proses) yang kesemuanya mendukung perubahan strategi. Hal yang sama, program OD yang diarahkan untuk membantu pimpinan puncak bisa bekerja Iebih efektif mungkin bisa difokuskan pada proses interaksi dan penyelesaian masalah kelompok. Fokus seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pimpinan puncak dalam menyelesaikan masalah organisasi yang terkait dengan strategi dan struktur organisasi. Hal ini sangat berbeda dengan program yang fokusnya hanya pada satu atau beberapa sistem yang hanya memberi perhatian sangat terbatas sehingga efek perbaikannya juga sangat terbatas. Kedua, OD didasarkan pada pengetahuan dan praktik ilmu prilaku terapan (applied behavioral science) termasuk di dalamnya konsepkonsep yang tergolong mikro seperti, kepemimpinan, dinamika kelompok dan desain kerja, dan konsep-konsep maluo seperti strategi, desain organisasi dan hubungan internasional. Hal ini berbeda dengan aplikasi yang diterapkan oleh konsultan manajemen atau inovator teknologi yang lebih menekankan pentingnya aspek ekonomi, finansial, dan teknis tanpa memperhatikan dampak personal dan sosial dan sistem tersebut. Demikian juga OD sangat memberi perhatian pada aspek transfer pengetahuan terhadap orang-orang yang nantinya akan melaksanakan perubahan berikutnya. Ketiga, OD lebih menekankan pentingnya mengelola perubahan terencana namun bukan dalam pengertian formal/kalcu di mana semua rencana datang semata-mata dan konsultan. Sebaliknya OD menerapkan proses adaptif dalam perencanaan dan implementasi perubahan, bukan proses yang kaku, sehingga dalam mendiagnosis dan menyelesaikan persoalan bisa saja rencana awal berubah jika di tengah-tengali proses diperoleh informasi baru yang mengharuskan rencana tersebut berubah. Walhasil, OD menerapkan rencana yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan lingkungan organisasi yang berkembang saat itu. Keempat, OD bukan hanya sekedar mengkreasi perubahan tetapi juga tindakan lanjutan dalam rangka memperk-uat hasil perubahan sehingga program OD bersi fat jangka panjang. Sebagai contoh, mengimplementasikan program untuk menciptakan tim yang mandiri

5.10

MANAJEMEN PERUBAHAN •

(self-managed team) akan berdampak pada program lain yakni memberi kekuasaan dan keleluasaan tim untuk mengatur cam kerja mereka. Sementara itu, supervisor juga hams memastikan bahwa tim memiliki kebebasan dalam bertindak. Bagi supervisor yang memimpin dengan cam demikian tentunya patut mendapat penghargaan. Oleh karenanya program OD tidak hanya berhenti pada menciptakan self-managed team tetapi juga program-program lanjutan termasuk program penghargaan bagi supervisor yang mendorong terciptanya manajemen partisipatif. Kelima, tujuan aklur dari OD adalah meningkatkan efektivitas organisasi. Ada dua asumsi yang melatarbelakangi hal ini. Pertama, yang dimaksud dengan organisasi yang efektif adalah organisasi tersebut mampu menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi secara mandiri dan memfokuskan perhatian dan sumber daya pada upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini tugas OD adalah membantu anggota organisasi memiliki skill untuk melakukan semua itu. Kedua, organisasi yang efektif bukan hanya kinerjanya bagus dalam aspek ekonomi tetapi juga kualitas hidup pars anggota organisasi meningkat. Sekali lagi, tugas OD adalah membantu agar karyawan bergairah dalam bekerja dan tertarik untuk meningkatkan kinerjanya. Secara keseluruhan dengan demikian sasaran OD — sasaran jangka panjang adalah menciptakan kepuasan kedua belah pihak yang berbeda kepentingan yakni kepuasan ekonomi pemilik organisasi di satu sisi dan kepuasan karyawan di sisi lainnya. B. KARAKTERISTIK OD Dan uraian tentang definisi OD sesungguhnya secara tidak langsung telah dijelaskan pula karakteristik OD. Meski demikian untuk mempertegas penjelasan tersebut, berikut dipaparkan karakteristik OD sebagaimana dikemukakan oleh Harvey & Brown (1996: 4-5) dan secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 5.2.



5.11

EKMA4565/MODUL 5

Tabet 5.2. Karakteristik OD

karakteristik ! , 1. Perubahan terencana 2. Pendekatan kolaboratif 3. Berorientasi kinerja 4. Berorientasi humanism

5. Pendekatan sistem 6. Menggunakan metode ilmiah

Penjelasan inti Perubahan bersifat terencana yang dilakukan seorang manajer untuk mencapai tujuan organisasi Perubahan dilakukan dengan pendekatan kolaboratif dan melibatkan banyak pihak terkait Perubahan menekankan pada cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja Perubahan menekankan pada peningkatan kesempatan dan penggunaan potensi sumber daya manusia Perubahan memperhatikan hubungan interrelasi antar unit dan aktivitas sebagai satu kesatuan sistem Perubahan menggunakan pendekatan ilmiah sebagai pendukung pengalaman praktis.

Untuk melengkapi apa yang disampaikan Harvey & Brown, McLean (2006: 12-13) menambahkan beberapa karakteristik lain sehingga terkesan lebih detail. Secara keseluruhan menurut McLean karakteristik inti OD adalah sebagai berikut: 1. OD merupakan bidang kajian yang menggunakan pendekatan inultidisiplin dengan pijakan utama disiplin ilmu prilaku terapan (applied behavioral science). Disiplin lain yang juga mendukung dan terlibat dalam proses OD termasuk: prilaku organisasi, manajemen, bisnis, psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, pendidikan, konseling dan adrninistrasi publik. 2. Tujuan utama OD, meski tidak eksklusif, adalah meningkatkan efektivitas organisasi di samping tujuan lain seperti tingkat kesehatan organisasi. 3. Target utama perubahan atau cakupan unit aktivitas yang diubah adalah keseluruhan organisasi, departemen, kelompok ketja, atau individuindividu dalam sebuah organisasi. Di samping itu sangat dimunglcinkan pula untuk menggunakan OD dalam perubahan komunitas, atau perubahan lain yang lebih makro seperti bangsa atau negara dan wilayah teritori. 4. OD mengakui pentingnya komitmen, dukungan dan keterlibatan manajemen puncak dalam menjalankan proses perubahan. Namun OD juga tidak menampik untuk menggunakan pendekatan bottom up dalam

5.12

MANAJEMEN PERUBAHAN •

proses pelaksanaannya khususnya manakala budaya organisasi yang ada memunglcinkan cara tersebut bisa diberlakukan dalarn upayanya untuk meningkatkan kinerja organisasi. 5. OD merupakan strategi perubahan yang bersifat terencana dan jangka panjang. Di samping itu OD juga menyadari bahwa Iingkungan sangat dinamis. Lingkungan seperti ini mengharuskan para konsultan atau partisi OD memiliki kemampuan untuk mercspon dengan cepat manakala lingkungan tersebut berubah. 6. Fokus perhatian utama OD adalah sistem organisasi secara menyeluruh termasuk bagian-bagian dari sistem tersebut. 7. OD menggunakan pendekatan kolaborasi dengan bcrbagai pihak yang akan terkena dampak perubahan, 8. Program OD menekankan cara-cara baru yang diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota organisasi 9. OD adalah program bcrbasis edukasi yang didesain untuk mengembangkan nilai, sikap, norma dan praktik manajemen yang diharapkan dapat menghasilkan iklim organisasi yang sehat yang menghargai prilaku yang sehat. OD dengan demikian mcrupakan proses perubahan yang berasaskan nilai-nilai humanisme. 10. Dalam pelaksanaannya OD dibantu oleh agen perubahan, tim perubahan dan manajer lini yang peran utamanya adalah mcnjadi fasilitator, guru dan Pembina, bukan semata-mata seorang ekspert yang memaksakan kehendak. 11. OD menyadari pentingnya tindalcan lanjutan yang tcrencana sebagai upaya untuk mempertahankan basil perubahan. 12. Dalam pelaksananya OD banyak mclakukan intervcnsi terhadap proses dan strulctur organisasi demi memperbaiki proses dan struktur tersebut. Intervensi tersebut hams terencana dengan baik dan orang yang melakukannya dituntut memiliki kemampuan bekerja sama dengan individu, kelompok atau keseluruhan organisasi yang diintervensi. C. ICRITIK TERHADAP OD Terbitnya buku "Reinventing Organization Development" yang diedit Bradford & Burke (2006) merupakan bentuk kegelisahan para pendukung OD terhadap masa depan OD. Mereka tidal( metnungkiri jika sekarang ini OD sedang mengalami krisis. OD semakin terpinggirkan dan tcrdesak oleh



EICINA4565/MODUL 5

5.13

konsultan manajemen yang menggunakan paradigma berbeda yang dianggap lebih cocok untuk lingkungan organisasi abad 21. Jauh sebelum kegelisahan ini muncul, kritik terhadap OD sesungguhnya bukannya tidak ada. Paling tidak kritik datang dari Greiner (1972), French & Bell (1995) dan Greiner & Cummings (2006). Seperti judul artikel yang Ia tulis, Greiner menggunalcan istilah red flag (bendera merah) ketika mengkritik OD. Enam kritik Greiner terhadap OD adalah sebagai berikut. 1. OD lebih mendahulukan individu ketimbang organisasi. Kecenderungan OD yang lebih memiliki obsesi untuk melakukan perubahan prilaku individu menyebabkau OD kurang fokus pada aspek formal dan sebuah organisasi seperti strategi, struktur dan kontrol. Akibatnya, OD kurang memberi perhatian aspek lingkungan yang sesungguhnya bisa mendukung dan memperkuat perubahan prilaku. 2. OD lebih mengedepankan aspek informal organisasi dari organisasi formal. Ada kecenderungan OD memberi tekanan berlebihan pada nilainilai interpersonal seperti keterbukaan, saling percaya dsb. sebagai sarana untuk merubah budaya organisasi. Kecenderungan ini bahkan dilakukan dengan mengorbankan desain formal organisasi termasuk nilai-nilai yang melekat di dalamnya seperti efisiensi, hierarki dan akuntabilitas. Kembali, persoalan ini menyebabkan OD kehilangan kesempatan untuk menghasilkan dampak perubahan yang lebih luas. 3. Perubahan prilaku lebih diutamakan daripada diagnosis menyeluruh. Nilai-nilai inti OD yang lebih menekankan pentingnya perubahan prilaku membawa akibat sering terlupakannya arti penting diagnosis untuk mengetahui apakah prilaku berjalan kompatibel dengan arah strategi dan budaya organisasi. Atau dengan kata lain, model perubahan OD yang mempromosikan pentingnya keterbukaan dan saling percaya antar individu dianggap sebagai norma yang diterima apa adanya tanpa mempertanyakan apakah model tersebut cocok untuk situasi berbeda. 4. Proses dianggap lebih penting ketimbang tugas-tugas organisasi. Dengan lebih menekankan pentingnya kerja team di mana setiap anggota memiliki ikatan yang kuat (memiliki hubungan emosional) dengan anggota lain dalam sebuah kelompok, OD menginglcari kenyataan bahwa tidak semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan kerja tim. Ada beberapa pekerjaan yang secara inheren merupakan kerja individual yang tidak membutuhkan tim kerja dan keterbukaan dalam bekerja. Pekerjaan teknis

5.14

MANAJEMEN PERUBAHAN •

yang terprogram misalnya memiliki karakteristik sebagai pekerjaan individual. 5. Peran konsultan lebih doininan ketimbang manajer. Program-program OD biasanya didesain dan dijalankan oleh Konsultan dan target perubahannya adalah para manajer yang bekerja di dalam organisasi. Sayangnya dalam penyusunan program tersebut baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya manajer tidak dilibatkan. Mereka seolah-olah hanya penerima perubahan dan hams setuju dengan apa yang dilakukan para Konsultan. 6. Dalam pelaksanaannya "paket program" lebib disukai ketimbang situasi • riil yang dihadapi organisasi. Klien sendiri pada umurnnya lebih menyukai program OD dalam bentuk paket yaitu aktivitas formal yang terstruktur, nyata dan mudah dijelaskau ke karyawan. Bagi Konsultan OD sendiri situasi ini tentu saja sangat menggembirakan 1carena mudah dijual dan administrasinya sederhana. Akibatnya organisasi yang membutuhkan perubahan hams menyesuaikan program OD bukan sebalilmya program OD yang hams menyesuaikan kebutuhan spesifik klien. Dengan menggunakan istilah yang sebelumnya digunakan Greiner — bendera merah (red flag), Greiner & Cummings (2006) kembali raftngibarkan bendera =rah sebagai tanda bahaya. Mereka rnenyatakan bahwe. icelebihankelebihan OD yang telah dimiliki sebelumnya seperti partisipasi, keterbukaan dan trust hams disesuaikan kembali dengan organisasi abed 21 jika menginginkan OD temp eksis. Greiner & Cummings (2006). misalnya mengatakan bahwa OD dianggap mengesampiugkan (1) keterlibatannya dalam pengambilan keputusan pimpinan puncak, (2) formulasi strategi, (3) merger dan akuisisi, (4) globalisasi, (5) aliansi dan organisasi virtual, dan (6) corporate governance dan personal integrity. Sementara itu French & Bell (1995: 326-325) yang sesungguhnya =silt sangat optimis akan masa depan OD, tidak Input memberikan kritik meski kritiknya lebih bersifat kritik membangun. Kritik yang dilayangkan French & Bell lebih terkait dengan OD sebagai sebuah bidang kajian yang mandiri. Kiitik tersebut adalah sebagai berikut. 1. Definisi dan konsep OD. OD melakukan intervensi baik intervensi tunggal maupun jamak untuk waktu berbeda dalam jangka yang relatif lama. Oleh karena itu mengaitkan OD dengan kemampuannya untuk



2.

3.

4.

5.

6.

EKMA4565/MODUL 5

5.15

meningkatkan efektivitas organisasi relatif sulit dilakukan lebih-lebih karena tidak ada definisi baku tentang efektivitas organisasi. Problem validitas internal. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan apakah perubahan yang terjadi disebabkan karena intervensi atau karena faktorfaktor lain. Problem validitas elcsternal. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan tentang apakah OD memiliki kemampuan untuk menggeneralisasi hasil penelitiannya atau apakah teknik-teknik OD hanya bisa digunakan untuk kondisi tertentu. Lemahnya teori OD. Sejauh ini tidak ada teori perubahan yang komprehensif yang bisa membantu para peneliti untuk mengetahui apa yang sesungguhnya mereka can dalam penelitiannya. Masalah yang berkaitan dengan pengukuran perubahan sikap. Menggunakan survei yang dilakukan sebelum dan sesudah perubahan merupakan masalah tersendiri mengingat seseorang bisa saja tidak konsisten ketika hams mengisi jawaban pertanyaan yang sama untuk kedua kalinya. Masalah yang berkaitan dengan pendekatan normal science dalam melaksanakan riset OD. Praktik OD yang berbasis pada proses menyebabkan penelitian OD lebih cocok menggunakan pendekatan action research bukan pendekatan posivitifistik yang menggunakan teknik-teknik pengujian hipotesis, asesmen dan hubungan sebab akibat.

Masih seputar kritik terhadap OD, Burke (1997) mempertanyakan relevansi dan kemampuan OD dalam menghadapi isu-isu kontemporer seperti kepemimpinan, perubahan strategik, kekuasaan dan sistem penghargaan. Di samping itu, pertanyaan terhadap nilai-nilai inti juga triancul. Apakah nilainilai OD masih relevan dengan kondisi saat ini? Apakah nilai-nilai OD bersifat universal? dan Apakah OD mampu digunakan untuk melakukan perubahan berskala besar? Jawaban terhadap semua kritik ini tentunya sangat bergantung pada kemampuan OD untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan saat ini dan mendatang. D. PROSES PENGEMBANGAN ORGANISASI Setelah memperoleh gambaran umum tentang OD termasuk di dalamnya defmisi, karakteristik umum dan kritik terhadap OD, pertanyaan selanjutnya

5.16

MANAJEMEN PERUBAHAN •

adalah apa sesunggultnya yang dilakukan OD, bagaimana mclakukannya dan siapa solo yang terlibat di dalamnya? Untuk menjawab pertanyaanpertanyaan ini tampaknya kita hams menengok kembali definisi OD. Dari definisi yang tclah dipaparkan di muka diketahui bahwa OD merupakan proses perubahan terencana yang berbasis pada limn prilaku tcrapan. Sebagaimana kita ketahui, perubahan terencana mcrupakan istilah yang pertatna kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin untuk membedakan perubahan yang sengaja digerakkan dan direncanakan organisasi, dari jenis perubahan lain yang lcbih bersifat tanpa rencana atau mendadak - emergent, karena sekedar impuls atau perubahan yang dipaksakan (uraian lengkap lihat model 3). Model perubahan yang dibangun Lewin, mcski masih tampak sangat sederhana untuk menjelaskan proses perubahan, sangat populer di pelatihanpelatihan manajemen dan program OD. Sebagai model awal tentu masih banyak kelcmahan. Oleh karcna itu sangat tidak tnengherankan jika di kemudian hari model tersebut disempurnakan olch bcbcrapa akademisi lain. Edgar Huse pada tahun 1980 misalnya menyempurnakan model tersebut mcnjadi proses perubahan 7 tahap (lihat Gatnbar 5.1). Mari kita lihat satu persatu tahapan-tahapan tcrsebut. 1. Scouting. Pada tahap ini untuk pertama kalinya piltak konsultan OD dan organisasi (klien) bertemu dan duduk bersama tuituk mengidentifikasikan dan mendiskusikan kcbutuhan akan perubahan. Pihak organisasi memaparkan keahlian konsultan yang hares ditawarkan kepada organisasi. Sedangkan pihak konsultan mulai mengumpulkan data untuk memperoleh informasi tentang gejala (symptom) dan masalah yang memerlukan perhatian. 2. Entry. Pihak klien dan konsultan bergerak saline ownthkat untuk mencapai kesepakatan balk yang berhubtmgan kontrak bisnis maupun kontrak psikologis. Kontrak psikologis berisi harapan dari masingmasing pihak tentang apa yang mereka akan herikan dan harapan apa yang akan mercka terima dari pihak lain. 3. Diagnosis. Konsultan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kcahlian mereka mulai melakukan diagnosis tcrhadap masalah organisasi dan membuat rencana stratcgt intervensi schingga tujuan spesifik perubahan bisa diidentifilcasi. Planning. Klicn menyepakati serangkaian rencana detail yang diajukan konsultan berkaitan teknik dan tindakan intervensi, dan skedul kerja



EKMA4565/MODUL 5

5.17

proses perubahan. Konsultan juga mulai mengantisipasi kemungkinan adanya resistensi dan sumber-sumbernya. 5. Action. Intervensi mulai dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disepakati. Pada tahap ini metode-metode berbeda bisa diterapkan secara simultan atau jika programnya sangat kompleks, dua atau tiga atau beberapa proyek bisa dijalankan secara paralel. 6. Stabilization and evaluation. Pada tahap ini hasil perubahan dilembagakan menjadi bagian rutin ciari kehidupan sehari-hari organisasi. Setelah itu dilakukan evaluasi untuk melihat kemungkinan perbaikan proses. 7. Termination. Pada tahap ini konsultan selesai mengerjakan tugas dan bergerak ke klien lain. Bahasa populernya "getting in, getting on, getting out — masuk, mengetahui, keluar". Atau mengerjakan proyek lain pada klien yang sama. Seperti tampak pada Gambar 5.1, dua bentuk umpan batik (feedback loops) merupakan bagian integral dan model perubahan terencana yang dibangun Huse. Umpan balik pertama bermula setelah rencana perubahan mulai dijalankan namun ditengah jalan, setelah dilakukan evaluasi, beberapa proses perubahan atau secara umum arah perubahan perlu dimodifikasi karena satu atau beberapa alasan. Sebagai contoh, katakanlah untuk memperlancar proses OD diputuskan untuk melakukan briefing kepada semua staf dalam rangka untuk mengkomunikasikan visi para manajer senior. Namun saat briefing dilaksanakan diketahui bahwa staf yang mengikuti briefing merasa tidak puas. Pasalnya pada pertemuan tersebut terjadi komunikasi satu arah di mana pihak 'manajemen hanya mempresentasikan pandangan-pandangannya dan apa yang menjadi perhatian mereka tanpa memberi kesempatan pada staf untuk memberi masukan. Setelah dievaluasi dan dilakukan diagnosis ulang diputuskan untuk memodifikasi mekanisme komunikasi dengan memberi kesempatan pada staf untuk menyampaikan isuisu yang menjadi perhatian mereka tepati tidak disentuh oleh para manajer senior. Contoh ini memberi gambaran bahwa arah perubahan tidak berubah tetapi yang diubah hanyalah gaya komunikasi. Utnpan balik kedua terjadi setelah proses perubahan selesai dijalankan dan konsultan beralih ke pekerjaan lain pada organisasi berbeda atau memulai proyek barn pada organisasi yang sama. Di sini siklus OD dimulai kembali dari awal dengan melakukan scouting untuk memperoleh informasi

5.18

MANAJEMEN PERUBAHAN •

terkait dengan proyek baru, mengadakan kontrak barn dan seterusnya mengikuti siklus seperti pada Gambar 5.1. Dua langkah penting yang menjadi kekuatan OD akan dibahas lebih detail sebagai bcrikut. Huse's Model

Lewin's Model

Scouting Egli:test betsarazi antra Agen pertbaken dengan den 4,

Entry kiembangun kentak PskoIctds

Unfreezing Diagnosis Saengkientilkasiimn tujuan speeds( yang kendak dingkaaan

Planning Merencanakan tindakan den lengkeh-langkah untuk mengatas restslensi

Action eengirrplementskan langkaki-langkee lindakan

Satabilization & Evaluation Evaluasl unit menentulcin luzberhasilan pesubahan dan Perla tidaknya lancfraii kinkram

Change

Refreezing

Termination Selesat mengerjakan sato peoyek dan memiesi proyek lain

Gambar 5.1. Model Perubahan Terencana Menurut Huse



EKMA4565/MODUL 5

5.19

E. DIAGNOSIS Salah satu tahapan dalam proses OD adalah melakukan diagnosis untuk mengidentifikasikan tujuan spesifik yang perlu ditingkatkan. Boleh dikatakan tahapan ini merupakan tahapan yang krusial sebab jika konsultan melakukan kesalahan dalam mendiagnosis masalah sangat boleh jadi tahapan-tahapan selanjutnya akan menjadi keliru dan tujuan perubahan tidak pernah tercapai. Beer & Spector (1993) mengatakan bahwa diagnosis merupakan sebuah metode untuk menganalisis masalah organisasi dan mempelajari pola prilaku baru. Diagnosis bisa berupa proses yang bisa membantu organisasi dengan melakukan hal-hal berikut ini. 1. Meningkatkan kapasitas mereka untuk mengalcses dan merubah budaya organisasi. 2. Memberikan kesenipatan anggota organisasi untuk mendapatkan umpan batik mengenai budaya dan prilaku yang disfungsi sebagai dasar untuk mengambangkan organisasi yang efektif. 3. Memastikan bahwa organisasi tetap terlibat dalam proses perbaikan berkelanjutan. Seperti terlihat pada Gambar 5.1 proses perubahan sesungguhnya baru dimulai dari diagnosis. Hal ini dapat diartikan bahwa diagnosis merupakan starting point yang menjelaskan kondisi berjalan dan menjelaskan Pula tujuan dari proses perubahan yaitu kondisi ideal atau kondisi yang diharapkan. Diagnosis biasanya mengkaji dua hal yang cakupannya cukup luas. Pertama, diagnosis mengkaji elemen-elemen yang membentuk organisasi seperti divisi, departemen, produk dan hubungan interaktif antara elemen-elemen tersebut selain membandingkan level manajerial antara pimpinan puncak, pimpinan menengah dan pimpinan bawah. Kajian kedua dari diagnosis adalah proses organisasi. Termasuk di dalamnya diagnosis terhadap jejaring komunikasi, team problem solving, pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, metode perencanaan dan penetapan tujuan, dan manajemen konflik. Berdasarkan kedua area kegiatan diagnosis di atas, sesungguhnya apa yang dicari konsultan adalah mendapatkan hubungan sebab akibat yakni apa dampak perubahan dari satu faktor terhadap faktor lainnya. Berkaitan dengan hal ini klien biasanya mengctahui masalah yang sedang terjadi atau paling

5.20

MANAJEMEN PERUBAHAN •

tidak merasakan bahwa organisasi yang dikelolanya scdang menghadapi masalah tetapi tidak tahu penyebabnya. Kalaulah klien mencoba mcnelusuri penyebab masalah tersebut ada kemungkinan klien keliru mendeteksi penyebabnya. Oleh karena itu tugas konsultan di sini adalah menemukan penyebab masalah tersebut. Untuk itu bahasan tentang diagnosis akan dibagi menjadi dua yaitu (1) bahasan tentang model diagnosis yang bertujuan untuk memetakan kondisi organisasi, dan (2) proses diagnosis yakni langkak langlcah yang ditempuh dalam diagnosis. Model diagnosis Ada beberapa model diagnosis yang bisa digunakan untuk memetakan kondisi organisasi dan sekaligus untuk mencmukan masalah organisasi. Model diagnosis juga menjadi dasar untuk menentukan kinerja organisasi. Beberapa model diagnosis di antaranya adalah: Six-Box Model, the 7-S Framework, The Star Model, The Congruence Model, dan Burke-Litwin Model. Beberapa model akan dijelaskan lcbih detail. 1. The Six-Box Organizational Model Salah satu model diagnosis yang cukup tua yang dibangun oleh Marvin Weisbord pada tahun 1976 adalah six-box organizational model (lihat Gambar 5.2). Disebut demikian karena model ini didasarkan pada enam variabel organisasi yang diyakini berpengaruh terhadap kinerja organisasi. a. Tujuan (purpose). Kita ini bergerak dalam bisnis apa? b. Struktur (structure). Bagaimana kita membagi-bagi pekerjaan? c. Imbalan (rewards). Apakah semua tugas yang telah dikerjakan sudah mendapat insentif? d. Mekanisme kerja (helpful mechanism). Apakah kita memiliki teknologi untuk koordinasi kerja? e. Hubungan kerja (relationships). Bagaimana kita mengelola konflik? Apakah dengan teknologi? f. Kepemimpinan (leadership). Apakah ada orang yang bisa menjaga kelima kotak dalam keadaan seimbang?



5.21

EKMA4565/MODUL 5

PURPOSE What business arc we in? RELATIONSHIP How do we manage conflict among people? With technologies?

STRUCTURE How do we divide up the work?

LEADERSHIP Does someone keep the boxes in balance?

HELPFUL MECHANISM Have we adequate coordinating technologies?

REWARD Do all needed tasks have incentive?

ENVIRONMENT

Gambar 5.2. Six-Box Organizational Model

Weisbord mengatakan bahwa modelnya secant visual bisa disamakan dengan sebuah layar pada radar: "seperti halnya pengawas lalu lintas udara yang menggunakan radar untuk memetakan kondisi perjalanan pesawat — ketinggian, kecepatan, jarak tempuh dan cuaca, dsb, mereka yang menginginkan kinerja organisasinya meningkat jugs harus memberi perhatian yang sama terhadap hubungan antar variabel bukan hanya fokus pada salah satu variabel saja". Hal ini bisa diartikan bahwa ketika sebuah elemen organisasi, katakanlah struktur organisasi, memerlukan perhatian lebih dan perlu dilakukan perubahan maka secara sistemik efek perubahan terhadap kemungkinan perubahan pada variabel lain tidak boleh dikesampingkan. 2. The 7 S Framework Model ini dibangun pada tahun 1980 oleh tiga orang konsultan McKinsey & Company — Robert Waterman, Jr., Tom Peter dan Julien Phillpips yang menuangkan gagasannya melalui sebuah tulisan "structure is not organization" dimuat di Business Horizons. Model ini (lihat Gambar 5.3) didasarkan pada suatu proposisi bahwa: (1) efektivitas organisasi datangnya

5.22

MANAJEMEN PERUBAHAN •

dari interaksi berbagai macam faktor, dan (2) perubahan yang berhasil membutuhkan perhatian terhadap keterkaitan antara berbagai macam variabel berbeda. Waterman et al. mengelompokkan variabel organi4asi ke dalam 7 macam yakni strategi, struktur, system, style (gaya), staff, skill dan share value atau superorninate goals. Kctujuh variabel tcrscbut diawali dengan huruf S sehingga dinamakan 7 S Framework. Tabel 5.3 menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan masing-masing variabel.

Gambar 5.3. The 7S Framework



EKMA4565/MODUL 5

5.23

Tabel 5.3. Makna masing-masing variabel pada 7S Framework Strategy

Struktur

Sistem

Styles

Staff Shared values Skill

Satu set tindakan yang bersifat koheren yang bertujuan agar perusahaan dapat mempertahankan daya saing berkelanjutan, meningkatkan posisi persaingan balk terhadap pelanggan, maupun dalam mengalokasikan sumber daya. Struktur organisasi yang menunjukkan kepada siapa seseorang haws bertanggung jawab dan bagaimana togas-tugas organisasi dipisahkan dan sekaligus diintegrasikan. Suatu proses dan aliran kerja yang menunjukkan bagaimana kegiatan sehari-hari dilakukan (sistem informasi, sistem anggaran modal, proses manufakturing, sistem quality control, dan sistem pengukuran kinerja adalah beberapa contohnya). Bukan sekedar apa yang dianggap penting oleh manajemen, lebih dan itu bagaimana sesungguhnya manajemen berprilaku nyata tentang apa yang dianggap penting oleh perusahaan. Yang dimaksud di sini bukan sekedar kepribadian seseorang ataupun orang-orang yang terlibat di dalam organisasi melainkan tentang komposisi demographic dari orang-oranq yang terlibat di dalam organisasi. Nilai-nilai organisasi yang bukan sekedar pemyataan tujuan organisasi, tetapi adalah nilai-nilai yang dipahami dan dijiwai oleh sebagian besar anggota organisasi. Kapabilitas yang dimiliki organisasi secara keseluruhan, bukan hanya kemampuan individu per individu.

Waterman et al. (1980) membangun model tersebut berdasarkan pada pengalaman mereka sebagai konsultan terutama setelah menyadari adanya perbedaan pola manajemen antara manajemen Amerika dan manajemen Jepang. Perusahaan-perusahaan Amerika yang banyak dipengaruhi oleh konsep scientific management pada awalnya cenderung lebih menekankan pada pentingnya peran 3S pertama — strategi, struktur dan sistem (belakangan disebut sebagai hard system tools) sebagai sarana untuk mengatasi berbagai persoalan perusahaan. Sebaliknya perusahaan Jepang lebih menekankan pada pentingnya 4S terakhir — style, staff. Skill dan share values (superordinate goals) (disebut sebagai soft sysem tools) sebagai sarana untuk meraih keberhasilan perusahaan. Efektivitas kinerja akan diperoleh jika kekuatan dari mazhab yang berbeda tersebut digabungkan, demikian pendapat mereka dan lahirlah The 7S Framework.

5.24

MANAJEMEN PERUBAHAN •

3. The Star Model Seperti halnya model diagnosis lainnya, The Star Model yang dibangun olch Jay Galbraith et a/. menekankan pcntingnya saling keterkaitan antar komponen organisasi. Dalam hal ini komponen organisasi yang dimaksud adalah strategi, struktur, kapabilitas proses dan lateral, sistcm penghargaan, dan people (lihat Gambar 5.4). Stratcgi memiliki pecan periling yang mendahului pecan-peran lainnya. Jika strategi tidak jelas maka tidak ada ukuran yang bisa digunakan untuk memutuskan apa yang hams dilakukan mengingat strategi mcrupakan pedoman kcmana organisasi mau dibawa. Struktur merupakan otoritas formal, biasanya divisualisasikan dalam bentuk peta organisasi, yang menghubungkan dan mengelompoldcan berbagai macam aktivitas organisasi. Kapabilitas proses dan lateral adalah proses organisasi baik formal maupun informal yang mengkoordinasikan berbagai macaw aktivitas organisasi. Sistcm penghargaan mcrupakan upaya untuk menyclaraskan antara tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu karyawan dengan tujuan organisasi. Praktik sumber daya manusia merupakan berbagai macam praktik SDM (sclelcsi, pengembangan SDM dan amandemen lcinerja). Jika tidak terjadi kcselarasan dad salah situ atau kelima komponen di atas diyakini bahwa hasil lcinerja organisasi tidak optimal. Gambar 5.5 menginformasikan dampak ketidakselarasan masing-masing komponen.



5.25

EKMA4565/MODUL 5

Strategy Vision Direction Competitive Advantage

People practices Staffing & selection Performance feedback Learning & development

Structure Power & authority Reporting relationship

Organizational roles

Reward systems goals, scorecard & metrics Values & behavior Compensation/reward

Processes & Lateral Capability: Network, teams, Processes, integrative roles Matrix strucure

Gambar 5.4. The Star Model

5.26

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Kapabilitas proses dan lateral

Strategi

Jika strategi bdak ada, kink jelas atau bdak disepakab

Jika stickler bdak selaras dengan strategi

• Tidak ado arch yang sama • Tidok ado aileno anti* mongarnbil kepuesan

• rodak mampu mernobilsasi sumberdaya • Pelaksanaon WA elektit Mang kesempatan unbar bisa bersaing

Jika mekanisme koordinasi lidak bisa berjalan IAA

• Tidak tanai kolaborasi intas unit • Pengombilon kepubisan don Alas :small trolalu lama • Sukt berbagi informasi dan prakte yang basic

System ponghatgaan

Jika pengbargaan tidak mendukung temiptanya tujuan

• Itasrl yang ketwu den boros energi • Standard rondak • Fromtml dan pcopoloron koryavran Sngor

Ptak* SDM

Jika sumberdaya manusia tidak berparbspasi dan bdak rkberdayakan

• Upaya taripa ha, .1 • K opinion karyowon rendah

Gambar 5.5. Dampak Ketidakcocokan Masing-Masing Elemen

4. The Congruence Model David Nadler & Michael Tushman mengembangkan model diagnosis berbasis pada sistem terbuka (open system) scbuah organisasi yang menegaskan bahwa efektivitas organisasi ditentukan oleh keselarasan antara berbagai komponen organisasi (lihat Gambar 5.6). Model ini menyatakan bahwa organisasi terdiri dari empat komponen utama yaitu: Tugas (aktivitas tertentu yang harus dijalankan), individu lcaryawan (pengetahuan, skill, dan kebutuhan), aransemen formal organisasi (struktur, proses, metode) dan komponen informal (keyakinan, nilai-nilai, dan prilaku). Seperti tampak pada Gambar 5.6, organisasi diperlakukan sebagai sebuah proses transformasi yang mengubah input menjadi output. Proses transformasi dengan demikian diawali dari konteks yang melingkupi organisasi termasuk di dalamnya lingkungan, sumber daya dan sejarah organisasi. Lingkungan adalah semua faktor yang berada di luar organisasi dan berpengaruh terhadap keberadaan . organisasi. Sumber daya adalah asct baik tangible maupun intangible. Sejarah adalah pcijalanan organisasi sampai dengan kcberadaannya saat ini. Dalam konteks inilah strategi diformulasikan,



5.27

EKMA4555/MODUL 5

dan dengan demikian organisasi diperlakukan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Ilasil akhir dari proses transformasi ini adalah kinerja organisasi.

Gambar 5.6. The Congruence Model 5. The Burke Litwin Model Model diagnosis yang dikembangkan oleh Warner Burke & George Litwin (1992) disebut Causal Model of Performance and Change. Model ini melibatkan 12 faktor organisasi yang dibedakan menjadi faktor yang menjadi sebab terjadinya perubahan transformasional dan faktor yang menjadi sebab 'terjadinya perubahan incremental. Faktor yang masuk dalam kelompok pertama (faktor transformasional) adalah lingkungan ekstemal, misi dan strategi, kepemimpinan dan budaya organisasi. (lihat Gambar 5.7). Keempat faktor ini secara sengaja ditempatkan pada bagian atas gambar untuk menggambarkan bahwa perubahan mengalir dari atas (lingkungan eksternal) menuju ke bawah (kinerja). Meski demikian seperti tampak pada Gambar 5.7, aliran perubahan tidak terjadi melalui satu melainlcan merupakan proses imbal-balik (ditandai dengan anak panah yang menuju dua arah). Hal ini bias diartikan bahwa faktor internal organisasi juga bisa mempengaruhi faktor

5.28

MANAJEMEN PERUBAHAN •

lingkungan eksternal bukan hanya sebaliknya hanya faktor lingkungan eksternal yang bias mempengaruhi faktor-faktor lainnya.

,..743.Esk Rio q itir*inetts & Mdividual< k41s/ Abi Ise is*114

Gambar 5.7. Burke-Litwin Model F. PROSES OD Sejauh ini telah diuraikan beberapa model yang bisa digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan diagnosis dalam pcngembangan organisasi. Keragaman model di atas seharusnya tidak menjadikan para manajer dan praktisi OD justru kebingungan dalam mcmilih model. Scbaliknya keragaman tersebut diharapkan mempermudah mercka mcncntukan pilihan



5.29

EKMA4565/MDOUL 5

model yang dianggap cocok sesuai dengan situasi yang dihadapi organisasi. Terlepas dari model yang akan dipilih nantinya, pekedaan diagnosis tidak hanya berhenti memilih model tetapi hams dilanjutkan dengan melakukan proses diagnosis. Diagnosis merupakan sebuah proses siklikal meliputi pengumpulan data, interpretasi data, identifikasi masalah dan rencana program yang mungkin bisa dijalankan. Secara umum proses diagnosis dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut ini.

Diagnosis process TePtative"Oroblem Areasidentified 4, Collect data

__Ii needed More data now

_d

Data feedback problem areas identified

No change At present

Ilerit3aiga Motivated Wolk on problem

Diagnosis. Work on Problem Causes. Result is Change

Gambar 5.8. Proses diagnosis Gambar 5.8 menginformasikan kepada kita bahwa proses diagnosis dimulai dari telaah dini tentang kemungkinan masalah yang dihadapi organisasi. Sangat mungkin pada tahap ini belum ditemukan masalah sesungguhnya. Yang ditemukan boleh jadi hanya gejala-gejalanya saja. Namun temuan ini sangat penting karena bisa menjadi sumber untuk menemukan masalah sesungguhnya selama kita tidak terjebak dengan menganggap gejala sebagai masalah — situasi yang kerap terjadi dalam praktik. Tahap kedua adalah mengumpulkan data dengan rujukan identifikasi masalah yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Data yang terkumpul

5.30

MANAJEMEN PERUBAHAN •

kemudian dibuat kategorisasi, dianalisis dan dipresentasikan kepada klien pada saat sesi umpan balik (tahap 3 dan tahap 4). Jika sudah yakin bahwa data yang terkumpul telah cukup (tahap 5), langkah selanjutnya adalah melakukan diagnosis (dilakukan bersama-sama antara konsultan dan knell) dan identifikasi area masalah (tahap 6). Pada tahap ini tingkat motivasi klien untuk bckcrja bcrdasarkan temuan masalah sudah bias ditentukan (tahap 7). Setelah sclesai diagnosis, sistem yang menjadi target perubahan dan strategi perubahan sudah bisa ditentukan dan sclanjutnya strategi perubahan didesain (tahap 8). Tahap terakhir (tahap 9) dilakukan monitoring terhadap hasil perubahan untuk menentukan sejauh mana perubahan yang direncanakan telah tercapai. G. INTERVENSI OD Istilah intervensi di sini tidak diartikan sebagaimana pengertian umum intervensi yaitu campur tangan. Bahwa campur tangan merupakan bagian dari intervensi OD tentu tidak bisa dihindari namun intervensi OD memiliki pengertian yang lebih luas dan tujuan intervensi OD adalah untuk memberi kemanfaatan bagi yang diintervensi. Harvey & Brown (1996) memberi pengertian intervensi OD sebagai serangkaian tindakan yang didesain untuk meningkatkan kesehatan organisasi dan atau menjadikan sistem organisasi bias berfungsi lebih baik. Jika kita kembali merujuk Gambar 5.1 tentang proses OD, intervensi merupakan langkah kclima yang sebelumnya didahului oleh penyusunan rencana atau strategi OD. Untuk menycderhanakan bahasan, perlu digambarkan kembali proses OD dalam perspektif berbeda (lihat Gambar 5.9). Pada gambar ini perhatian lebih ditujukan pada strategi OD dan proses intervensi.



5.31

EKMA4565/MODUL 5

Consultant process

OD Strategies --• Intervention — • outcomes

Consultant Values Efficiency — morale --Pi Structural Consultant Role Process — expert

Data gathering

erformance, Gap

Change process Desired state

Technical

Technique -41 Behavioral F-

Diagnosis Gambar 5.9. Proses OD dalam Perspektif Berbeda

Strategi OD adalah rencana detail beberapa tindakan yang dimaksudkan untuk mengatasi berbagai macam kesulitan dan membangun kekuatan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Friedlander & Brown (1974) mengelompokkan rencana tindakan yang berkaitan strategi OD ke dalam tiga kelompok yaitu: rencana tindakan untuk memperbaiki struktur, teknikal dan prilaku. Pertama, struktur merupakan sebuah kerangka yang menghubungkan elemen-elemen organisasi agar organisasi bisa bekerja secara efisien. Oleh karena itu strategi OD perlu melakukan analisis mendalam terhadap aspek ini. Kedua, analisis terhadap proses teknis juga tidak kalah penting. Bahkan kadang-kadang harus dilakukan perubahan proses teknik demi menciptakan state of the art terkait dengan teknologi, metode, otomatisasi dan desain organisasi. Terakhir, analisis terhadap prilaku merupakan kelompok ketiga rencana strategi OD yang berhubungan dengan aspek sumber daya manusia. Dalam banyak kasus perubahan kedua kelompok menjadi tidak ada artinya ketika sumber daya manusia sebagai aktor organisasi tidak mau berubah. Oleh karena itu dalam strategi OD ketiga rencana tindakan tersebut hams dilakukan secara integratif atau sistemik. Hal ini perlu ditegaskan mengingat Konsultan/Praktisi OD secara tradisional lebih menekankan pentingnya perubahan prilalcu/SDM. Gambaran tentang strategi OD secara integratif dapat dilihat pada Gambar 5.10 di bawah ini.

5.32

MANAJEMEN PERUBANAN •

Praktisi/Konsultan OD

Strategi behavioral

/

Perubahan sikap & nilai-nilai

Strategi struktural

I

Perubahan struktur & desain

Stra egi teknikal

Perubahan produksi & metode

4' Prilaku baru

Pola hubungan baru

Proses baru

1Gnerja meningkat Efck ivitas organisasi Gambar 5.10. Strategi OD Gambar 5.10 menjelaskan bahwa tiga jenis strategi OD — behavioral, struktural dan teknikal yang rancang sccara integratif masing-masing diharapkan bisa merubah prilaku, pola hubungan dan proses menjadi prilaku, pola hubungan dan proses barn dengan peningkatan kinerja sebagai hasil akhimya. Indikator bahwa kincrja organisasi meningkat adalah peningkatan efektivitas organisasi dan daya saing organisasi. Meski demikian, harapan tersebut tidak akan pemah terealisir jika rancangan program tersebut tidak ditindaklanjuti dengan tindakan riil untuk melakukan perubahan. Tindakan riil dalam proses OD disebut sebagai intervensi OD. Sejak pertama kali OD diperkcnalkan sejak itu berbagai macam teknik intervensi juga dikembangkan. Hanya saja pada mulanya lebih banyak dikembangkan teknik intervensi yang diorientasikan untuk merubah prilaku manusia khususnya prilaku individu. Sensitivity training, managerial grid, MBO dan goal setting adalah beberapa contoh teknik intervensi untuk merubah prilaku individu. Dalam perkembangannya dengan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi pars konsultan dan tuntutan klien yang semakin luas dikembangkan pula berbagai macam teknik intervensi bukan hanya untuk kepentingan perubahan prilaku individu tetapi juga untuk



EKMA4565/MODUL 5

5.33

perubahan tim, intergroup dan prilaku organisasi secara keseluruhan. Demikian pula, bukan hanya prilaku sebagai target perubahan tetapi juga struktur dan proses organisasi. Tabel 5.4 menyajikan beragam teknik intervensi yang bisa digunakan para konsultan dan atau para manajer. Karena banyaknya teknik intervensi yang tersedia, tugas seorang konsultan adalah memilih teknik yang tepat sesuai dengan persoalan organisasi yang dihadapinya dan tujuan yang hendak dicapai dalam perubahan tersebut. Di samping itu, faktor budaya organisasi yang diadopsi idien dan kemungkinan terjadinya resistensi karyawan jika teknik tersebut diterapkan juga harus menjadi pertimbangan. Secara umum ada tiga hal yang harus dipertimbangkan konsultan dalam memilih teknik intervensi yaitu: 1. Hasil yang mungkin diperoleh dari teknik intervensi a. Apakah teknik ini akan menyelesaikan problem yang paling mendasar. b. Apakah ada hasil tambahan yang positif. 2. Sejauh mana teknik tersebut bisa diimplementasikan a. Apakah teknik yang akan digunakan betul-betul dapat dijalankan dalam praktik. b. Berapa biaya yang harus ditanggung klien, baik secara rupiah maupun biaya manusia, dan dampak biaya tersebut terhadap sistem organisasi klien. c. Bagaimana analisis cost vs. benefit dari teknik tersebut. 3. Sejauh mana teknik tersebut bias diterima oleh pihak alma terkena dampak penggunaan teknik terebut a. Apakah teknik tersebut bisa diterima oleh sistem yang dijalankan klien. b. Apakah teknik tersebut telah dikembangkan dengan baik dan teruji. c. Apakah teknik tersebut telah dijelaskan dan dikomunikasikan kepada para anggota organisasinya klien.

5.34

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Tabel 5.4. Berbagai Jenis Intervensi Jenis intervensi

Behavioral

Structural

Inclividu

Tim

Intergroup

organisasi

Laboratory learning Career planning Grid OD (Phase 1) Stress management Biofeedback MBO Goal setting Quality of work life Job enrichment Stress management Quality of work lif MBO

Team building Process consultation Quality control Role negotiation Role analysis Grid OD phase 2 Goal setting Third party intervention

Intergroup development Third party intervention Organization mirror Process consultation Grid OD phase 3 TQM

Goal setting Grid OD phase 4,5,6 Survey feedback Action research Likert's system 4 Quality of work life TOM

Job enrichment Team building Quality circle Role negotiation Role analysis Grid OD phase 3 Self managed work teams Job design Quality control Grid OD phase 3

Job enrichment Goal setting TQM

Grid OD phase 4,5,6 Survey feedback Action research Likert's system 4 Quality of work life TQM Restructuring Grid OD phase 4,5,6 Survey feedback Action research Likert's system

Job design

Technical

Job design Grid OD phase 3 TQM

4 Quality of work life TQM Reengineering Untuk memperolch gambaran tentang karaktcristik teknik-teknik intervensi seperti yang disajikan pada Tabel 5.4 bcrikut diuraikan bcberapa teknik intcrvensi yang dipilili secara selcktif. Latihan Kepekaan (Sensitivity Training). Merupakan teknik OD yang pertama kali diperkenalkan dan yang dahulu paling !wrap digunakan. Teknik

• EKMA4565/MODUL 5

5.35

ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok-kelompok T (singkatan training) yang masing-masing terdiri atas 6 — 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta keterampilan dalam hubungan antarpribadi. Pelatihan kepekaan merupakan tipe lain konseling (French, Bell, 1990). Pelatihan kepekaan (sensitivity training) merupakan sebuah teknik pengembangan organisasi yang terdiri dan serangkaian tindakan konseling, di mana para anggota kelompok dengan dibantu fasilitator, belajar bagaimana pihak lain mempersepsi mereka dan mereka diajarkan cara-cara berinteraksi secara lebih sensitif dengan pihak lain. Melalui aktivitas-aktivitas mempelajari sumber-sumber perbedaan dalam persepsi, maka anggota kelompok tersebut mampu memahami cara-cara orang lain atau pihak lain mempersepsi diri mereka dan mereka belajar bagaimana cara berinteraksi secara lebih baik dengan pihak lain. Partisipasi dalam aktivitas-aktivitas pelatihan kepekaan merupakan pengalaman yang bersifat teramat intens, karena pemikiran dan perasaan yang paling mendalam seseorang dibongkar dan dibedah secara terbuka di hadapan peserta. Jelas bahwa proses ini menyebabkan banyak pihak merasa tidak tenang dan "gerah". Kisi Pengembangan Organisasi (Organization Development Grid). Pendekatan grid pada pengembangan organisasi didasarkan pada konsep managerial grid yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal yang beiorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi. Survai Umpan Balik (Feedback Survey). Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil survei ini diumpan-balikan kepada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbailcan-perbailcan konstruktif. Sebuah survey feedback terdiri dan serangkaian tindakan: 1. Mengumpulkan informasi (biasanya melalui penyebaran kuesionerkuesioner) dan para anggota organisasi atau kelompok kerja tertentu. 2. Menata informasi tersebut agar mencapai bentuk yang lebih dapat dipahami dan dirasakan manfaatnya.

5.36

MANAJEMEN PERUBAHAN •

3. Memberikan umpan batik kepada para pekerja yang menyediakan informasi tersebut. Survey feedback sccara tipikal mengikuti proses action research Adapun sasaran utama dari survey feedback adalah untuk memperbaiki hubungan antara anggota-anggota suatu kelompok atau tim atau antara departemendepartemen, melalui pembahasan masalah-masalah bersama. Survey feedback juga kerap kali dimanfaatkan sebagai sebuah alat diagnostik guna mengidentifikasikan masalah-masalah tim, departemen dan organisasi. Konsultasi Proses (Process consultation). Konsultasi proses mclibatkan pengarahan dan bimbingan konsultan dalam hal membantu para anggota organisasi dalam mempersepsi, memahami dan bertindak pada kejadiankejadian proses yang berlangsung dalam lingkungan kcrja (Schein, 1988: 11). Kejadian-kejadian proses (process events) adalah cara-cara para pekerja melaksanakan pekerjaan mereka, termasuk dalamnya perilaku mereka pada rapat-rapat, kcjadian-kejadian formal maupun yang informal yang terjadi antara para pekerja yang sedang melaksanakan tugas-tugas mereka dan pada umumnya mencakup segala macam perilaku yang terlibat dalam hal melaksanakan suatu tugas. Konsultasi proses, mencakup pemanfaatan pakar atau seorang fasilitator yang mungkin merupakan orang luar atau bisa juga merupakan anggota organisasi tersebut. Dalam Process Consultation, konsultan OD mengamati komunikasi, pola pengambilan keputusan, gaya kepemimpinan, metode kerja sama dan pemecahan konflik di setiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan batik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya, serta menganjurkan tindakan koreksi. Apakah seorang manajer bcrsifat terlampau "direktif terlalu banyak menuntut atau terlampau mencurigai para bawahannya? Konsultasi proses mampu menyajikan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Konsultasi proses, memiliki persamaan dengan konseling dan pclatihan kepekaan (Schein, 1988). Seorang konsultan proses yang terlatili atau seorang fasilitator bekeda erat dengan manajer, guna membantu manajcr memperbaiki interaksinya dengan anggota-anggota kclompok lainnya. Sang konsultan "luar" bertindak sebagai "telinga" yang menyerap pelbagai macam keluhan dari para pekerja, sehingga dengan demikian si manajer dapat memperoleh gambaran lebih jelas tcntang apa yang sedang berlangsung dalam setting



EKMA4565/MODUL 5

5.37

kelompok tersebut sehingga terungkaplah dinamika antara perorangan yang mendeterminasi kualitas relasi kerja dalam kelompok. Pembangunan Tim (Team Building). Team building adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerja sama dalarn tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks. Guna mengelola perubahan dalam sebuah kelompok, atau antarkelompok, maka para agen perubahan, dapat menerapkan tiga macam teknik pengembangan organisasi. Pembangunan tim yang merupakan sebuah metode umum untuk memperbaiki relasi-relasi dalam kelompok agak serupa dengan konsultasi proses, kecuali bahwa di sini semua anggota kelompok berpartisipasi bersama guna memperbaiki interalcsi-interaksi kelompok mereka (George, Jones, 2002:670). Pembangunan tim ini sangatlah penting ketika aktivitas-aktivitas reengineering mereorganisasi cara kerja sama orang-orang dari berbagai macam fungsi yang berbeda. Sewaktu dibentuk kelompok-kelompok barn, maka pembangunan tim membantu para anggota untuk secara cepat merumuskan relasi tugas dan peran, sedemikian rupa, sehingga mereka dapat bekerja secara efektif satu sama lainnya. Agen perubahan mengawali proses pembangunan tim dengan jalan mempelajari bagaimana para anggota kelompok berinteraksi dan selanjutnya mengidentifikasi cara-cara kelompok melaksanakan pekerjaan mereka Kemudian agen perubahan berbicara dengan para anggota kelompok guna membahas masalah-masalah mereka atau untuk mengidentifikasi apakah proses kelompok dapat diperbaiki. Melalui diskusidiskusi yang digelar, para anggota kelompok diharapkan akan mengembangkan apresiasi barn tentang kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi perilaku mereka. Kemudian mereka membentuk kelompokkelompok tugas kecil guna merumuskan saran-saran tentang bagaimana cam memperbaiki proses kelompok atau guna membahas cara-cara khusus dalam menangani masalah-masalah tertentu Adapun tujuannya adalah metnbentuk sebuah landasan atau platform yang dapat dipakai para anggota kelompok, meski tanpa masukan dari agen perubahan, melaksanakan perbaikanperbaikan berkelanjutan berkaitan dengan cara kelompok tersebut berfungsi. Transcational Analysis (TA). TA lebih berkonsentrasi pada gaya antarinkichi. TA mengajarkan cam menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan

5.38

MANAJEMEN PERUBAHAN •

menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan. Intergroup Activities. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antarkelompok. Ketergantungan antar kelompok yang menentukan kesatuan organisasi menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerja sama atau mcmecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tcrsebut. Pelatihan antarkelompok merupakan sebuah teknik pengembangan organisasi yang memanfaatkan pembangunan tim (team building) guna memperbaiki interaksi-interaksi kerja bcrbagai macam fungsi atau divisidivisi. Pelatihan antarkelompok menyebabkan pembangunan tim mclangkah lebih lanjut guna memperbaiki cara-cara bcrbagai macam fungsi atau divisi bekerja sama. Langkah selanjutnya berupa: kedua kelompok membentuk kelompok-kelompok tugas (task forces) guna membahas bagaimana cara menyelesaikan masalah. Adapun tujuannya berupa mcngembangkan rencanarencana aktivitas-aktivitas (action plans) yang dapat dijadikan pedoman untuk mcmbina dan mengarahkan hubungan-hubungan antarkelompok, sehingga dia menjadi suatu landasan untuk melaksanakan tindakan penyelesaian (follow up). Third-party Peacemaking. Dalam menerapkan tcknik ini, konsultan OD berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik ncgosiasi untuk memccahkan persoalan atau konflik antarindividu dan kelompok. 1. Pertemuan Konfrontasi Organisasi (Organizational Confrontation Meeting). Teknik pengembangan organisasi ini menyatukan semua manajer organisasi guna membahas persoalan apakah organisasi mereka mencapai sasaran-sasarannya secara efektif atau tidak. Pada tahapan awal pertemuan, dibantu oleh agen perubahan, pihak manajemen puncak meminta para peserta pertemuan untuk membahas secara terbulca dan jujur persoalan-persoalan yang menyangkut situasi organisasi mereka. Kemudian konsultan membagi para manajcr dalam tujuh atau delapan kelompok dan memastikan bahwa kelompok-kelompok yang dibentuk se-hcterogen mungkin sehingga tidak ada atasan atau bawahan menjadi anggota kelompok yang sama agar terjamin adanya pembahasan dan pembicaraan bebas tanpa suasana tertekan. Kelompok kecil melaporkan hasil-hasil mereka kcpada kelompok besar dan kemudian problem-



EKMA4565/MODUL 5

5.39

problem yang dirumuskan dikategorisasi. Manajemen puncak memanfaatkan pernyataan-pernyataan tentang persoalan-persoalan dan masalah yang muncul guna menetapkan prioritas-prioritas organisasi dan merencanakan aktivitas-aktivitas kelompok. Kemudian dibentuk kelompok-kelompok tugas atau kelompok-kelompok kecil dan selanjutnya masing-masing kelompok melaporkan kepada manajemen puncak hasil-hasil yang mereka peroleh. Hasil proses tersebut diharapkan menimbulkan perubahan pada struktur organisasi dan prosedur-prosedur operasi. Adapun tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerja organisasi dengan jalan memusatkan perhatian pada fungsi atau aktivitas-aktivitas bersama scbuah divisi dan output. Mengingat bahwa koordinasi fungsional silang terutaina penting bagi aktivitas-aktivitas reengineering dan total quality management (TQM), maka pelatihan antarkelompok merupakan sebuah teknik pengembangan organisasi penting yang dapat dimanfaatkan oleh organisasi-organisasi guna mengimplementasi perubahan. 2. Pencerminan Organisasi (Organizational Mirroring). Ada sebuah bentuk populer pelatihan antarkelompok yang dinamakan pencerminan organisasi (organizational mirroring) yang merupakan teknik pengembangan organisasi yang didesain guna memperbaiki efektivitas kelompok-kelompok interdependen (French, Bell, 1990). Misalkan adanya dua kelompok yang berkonflik dan mereka merasa perlu lebih banyak belajar tentang situasi dan kondisi kelompok masing-masing dan kemudian salah satu kelompok memanggil konsultan guna memperbaiki kerja sama kelompok. Konsultan mengawali tugasnya dengan jalan mewawancarai •anggota kedua kelompok guna memahami bagaimana kelompok yang satu memandang kelompok lainnya dan untuk memahami masalah-masalah apa yang dapat dideteksi di antara dua kelompok itu. Maka kelompok-kelompok yang ada dipersatukan dalam sesi pelatihan dan konsultan menerangkan bahwa tujuan sesi tersebut adalah untuk mengeksplorasi persepsi-persepsi dan hubungan-hubungan dalam rangka memperbaiki relasi kerja. Di bawah arahan konsultan yang memimpin diskusi, diperdengarkan problem-problem yang dihadapi kelompok pertama dengan kelompok kedua. Pada sesi ini kelompok lain hanya duduk dan mendengar apa yang dilontarkan kelompok tersebut. Kemudian konsultan membalikkan situasi, kelompok kedua (yang tadi hanya mendengar saja) mulai melontarkan problem-problem menurut

5.40

MANAJEMEN PERUISAHAN •

perscpsi mereka, sedangkan kelompok kedua hanya mcndengar (itulah sebabnya muncul istilah pencerminan organisasi). Hasil dari diskusidiskusi yang dilangsungkan adalah masing-masing kelompok mampu mengapresiasi perspektif-perspektif masing-masing pihak. 3. Kualitas Hidup Kerja (Quality of Work Life - QWL). Program ini merupakan aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan organisasi guna memperbaiki kondisi-kondisi yang mcmpengaruhi pengalaman para pekerja dalam organisasi. Banyak program-program seperti ini memusatkan perhatian pada: keamanan dan kcschatan pekerja, partisipasi dalam hal mengambil keputusan, peluang untuk mengembangkan bakat dan keterampilan, pekerjaan yang lebih bennakna, pengendalian atas waktu kerja dan tempat kerja, perlindungan tcrhadap perlakuan yang semena-mena dan peluang-peluang untuk memenuhi kebutuhankebutuhan sosial. Organisasi-organisasi (terutama di Barat) bcrupaya pula memperbaiki kualitas hidup kerja para pekerja melalui penerapan jadwal-jadwal kcrja alternatif. Tcrmasuk di dalamnya mungkin tercakup apa yang dinamakan flexitime - membcrikan kckuasaan kepada para pekerja untuk menentukan sendiri (pada tingkatan tertentu) jadwaljadwal kerja mereka. IL PERUBAHAN SIFAT PENGEMBANGAN ORGANISASI Paling tidak di Amerika Serikat, OD telah mcnjadi profesi dengan badan regulasinya sendiri yang menjadi wadah bagi para praktisi OD. Anggota dari profesi ini, apakah mereka bekerja di lembaga akademis, konsultan atau organisasi publik maupun swasta, memberikan layanan konsultasi. Seperti profesi lainnya, jika mereka tidak mampu memberikan apa yang diminta konsumen, mereka akan segera dianggap tidak rclevan lagi. Karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana OD merespon kebutuhan konsumen yang berubah-ubah. Pengembangan Organisasi merupakan sebuah proses yang menerapkan pengetahuan, pralctek-praktek ilmu keperilakuan (behavioural science) untuk membantu organisasi dalam meraih tingkat efektivitas yang lebih tinggi. Fokus awal PO adalah pada kclompok kerja dalam organisasi dan bukan pada organisasi secara keseluruhan. Namun demikian, pada tahun-tahun terakhir, telah terjadi pergeseran besar pada fokus bidang OD dari kelompok menjadi



EKMA4565/MODUL 5

5.41

organisasi dan bahkan lebih luas daripada itu. Tiga perkembangan_khusus telah menyebabkan perluasan prespektif tersebut: 1. Dengan munculnya gerakan job design pada tahun 1960an dan terutama dengan munculnya Teori Sistem Sosio-Teknik (socio-technical system theory), para praktisi OD makin menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi hanya berkonsentrasi pada kerja kelompok ataupun individu dalam organisasi namun mereka hams juga menimbang-nimbang sistem lain. Secara bertahap OD mengadopsi prespektif Sistem Terbuka yang memungkinkannya untuk memandang organisasi secara totalitas dan dalam pengaruh lingkungan yang melingkupi mereka. 2. Prespektif berskala-organisasi ini telah mendorong para praktisi OD memperluas prespektif mereka dalam dua cara yang saling berkaitan. Pertama, mereka mengembanglcan minat pada manajemen budaya organisasi. Mengingat, ketika bekerja dengan kelompok, para konsultan OD selalu mengakui pentingnya norma-norma dan nilai kelompok, maim tak heran kalau kemudian mereka makin menaruh minat pada budaya organisasi pada umumnya. Kedua, mereka juga makin meminati konsep pembelajaran organisasi. Para praktisi PO selalu menekankan bahwa intervensi mereka merupakan suatu proses pembelajaran yang sama pentingnya dengan perubahan. Alhasil, pergeseran minat dari pembelajaran kelompok kepada pembelajaran organisasi hanyalah perluasan alami belaka. 3. Makin meningkatnya penggunaan pendekatan berskala-organisasi terhadap perubahan (contohnya, program perubahan budaya), dibarengi dengan intensitas pergolakan dalam lingkungan operasi organisasi, telah menyadarkan perlunya para praktisi OD untuk ikut serta dalam mentransformasikan organisasi secara keseluruhan dan tidak sekedar terfokus pada perubahan pada bagian-bagian pokoknya saja. Seperti dapat kita lihat, OD kini berupaya menjauh dari akamya, yaitu Dinamika Kelompok dan Perubahan Terencana dan lebih memilih prespektif perubahan sistem dan organisasi. Hal ini menciptakan dilema bagi para pendukung OD. Banyak praktek-praktek OD (contoh: riset tindakan — action research, t-groups dan sebagainya) telah luas diterima di banyak organisasi pada awal tahun 1980an. Bahkan sebagian pendekatan yang lebih baru, seperti job design dan self managed-team, telah menjadi praktek utama di berbagai organisasi. Pendekatan-pendekatan ini masih cenderung fokus pada

5.42

MANAJEMEN PEFWEIAHAN •

tataran kclompok dan bukan tataran organisasi yang lebih luas. Namun, pendekatan transformasi pada tataran organisasi yang dipandang penting untuk mempertahankan relevansi OD pada organisasi, arahnya masih belumlah jelas, belum berkembang dan tidak diterima scmua pihak. Semakin OD terfokus pada masalah makro, semakin kurang kemampuan OD merangkul dan mclibatkan semua individu yang terkait program perubahannya dan semakin kurang mampu PO mempromosikan nilai-nilai dasar humanis dan demokratisnya. Perkembangan PO di atas, dan juga sejumlah perspektif tentang organisasi yang lebih barn, telah membuat banyak orang mempertanyakan bukan hanya aspek tertentu saja dari pendekatan Perubahan Terencana namun juga kegunaan dan praktek dari pcndekatan secara keseluruhan. Sejumlah penulis mengkritik pendekatan Perubahan Terencana karena terlalu menekankan pada perubahan inkremental dan terisolasi sena ketidalanampuannya dalam mengadopsi perubahan radikal dan transformasional (Dunphy dan Stace, 1993). Pendekatan perubahan Terencana didasarkan pada asumsi bahwa kesepakatan umum dapat dicapai, dan bahwa semua pihak terkait dalam proyek perubahan tertentu memiliki kemauan sena rninat untuk melakukannya. Asumsi ini sepertinya mengabaikan konflik dan politik organisasi, atau paling tidak menganggap bahwa masalah dapat dengan mudah diidentifikasi dan diselesaikan. Stace dan Dunphy (1994) menunjulckan bahwa terdapat spelctrum yang luas pada situasi perubahan, dari fine-tuning hingga transformasi korporat dan juga berbagai cara mengelola perubahan, dari kolaboratif sampai koersif. Walau Perubahan Terencana mungkin sesuai bagi scbagian situasi ini, namun jelas tidak cocok diterapkan dalam situasi di mana diperlukan pendekatan dircktif, seperti pada saat 'crisis yang menuntut perubahan besar-besaran dalam waktu singkat, di mana tidak dimungkinkan keterlibatan luas ataupun konsultasi. Memang, Perubahan Terencana tak pernah dimaksudkan untuk dapat diterapkan di semua situasi perubahan dan jclas tidak pernah dimaksudkan untuk diterapkan dalam situasi di mana dibutuhkan perubahan cepat, koersif dan atau besar-besaran. Fokus model Bullock dan Batten (1985), sebagaimana juga model Lewin, adalah perubahan pada tataran individu dan kelompok. Namun dcmikian, para praktisi OD sebagaimana juga para pakar lainnya dewasa ini scmakin mengakui bahwa "Organisasi kini sedang diciptakan ulang (reinvented); tugas-tugas kerja sedang direkayasa-ulang;



EKMA4565/MODUL 5

5.43

aturan main pasar sedang ditulis ulang; sifat fundamental organisasi sedang berubah", dan oleh karena itu, Pengembangan Organisasi (Organization Development) sudah selayaknya menyesuaikan did dengan kondisi-kondisi baru ini dan memperluas fokusnya di luar perilaku individu ataupun kelompok (French dan Bell, 1995). =-4 LATI HAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjalcanlah latihan berikut! 1) Ada beberapa karakteristik yang hares dipenuhi dalam pengembangan organisasi (Organization development) yaitu 9 2) Menurut Anda, apakah dengan perkembangan zaman saat ini OD masih dibutuhkan dalam suatu organisasi? Jelaskan secara singkat dan berikan contoh konkretnya. 3) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan intervensi OD? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Untuk menerapkan pengembangan organisasi yang baik, suatu organisasi haruslah mengetaliui karakteristik apa yang ada dalam pengembangan organisasi, untuk jelasnya dapat Anda baca pada paparan di modul ini halaman 5.10 sampai dengan halaman 5.12. Untuk menjawab latihan No. 2, silakan Anda simak materi pada halaman 2) 5.12 — 5.15. Materi tersebut memaparkan beberapa lcritik terhadap OD, dan materi tersebut Anda dapat mengambil simpulan apakah OD masih relevan dengan perkembangan zaman. Contoh dapat Anda berikan dari hal-hal yang terdekat di lingkungan Anda. 3) Intervensi dalam OD tidak dapat disamakan dengan pengertian intervensi secara umum, memang intervensi dalam OD tentu tidak bisa dihindari namun intervensi OD memiliki pengertian dan tujuan yang lebih luas yaitu untuk memberi kemanfaatan bagi yang diintervensi. Harvey & Brown (1996) memberi pengertian intervensi OD sebagai serangkaian tindakan yang didesain untuk meningkatkan kesehatan organisasi dan atau menjadikan sistem organisasi bisa berfungsi lebih

5.44

MANAJEMEN PERUBAHAN •

baik. Untuk jelasnya dapat Anda lihat Gambar 5.9 sebagai ilustrasi dari proses intervensi OD.

RANG KU MAN

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar tentang pengembangan organisasi atau yang lebih populer dengan istilah OD. Salah satu pengertian yang dapat merangkum pengertian-pengertian dari OD adalah definisi yang dikemukakan °Jell Beer (1980) yang menyatakan bahwa pengembangan organisasi adalah aplikasi dan transfer pengetahuan berbasis pada ilmu prilaku (behavioral science) yang diterapkan secara sistemik dan terencana dalam rangka untuk mengembanglcan, meningkatkan dan mcnguatkan kembali strategi, struktur dan proses organisasi sehingga tercipta efektivitas organisasi. Dart dcfinisi tersebut dapat diturunkan menjadi karakteristikkaralcteristik apa saja yang terkandung dalam OD, seperti karakteristik: perubahan terencana, pendekatan kolaboratif, orientasi pada lcinetja, orientasi pada humanism, pendekatan sistem dan penggunaan metode ihniah. Modul ini juga membahas bagaimana pakar di bidang OD membcrikan kritiknya terhadap OD, bagaimana proses OD itu sendiri, dan yang tak kalah penting dibahas dalam modul ini adalah bagaimana proses diagnosis organisasi, tahapan dalam diagnosis organisasi, serta bagaimana intervensi OD terhadap organisasi. TES FORMATIF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Di bawah ini merupakan salah saw tujuan dari pengembangan organisasi, yaitu untuk A. mengubah strategi organisasi agar lebih dapat bersaing B. meningkatkan kemampuan organisasi dengan cara mengubah struktur organisasinya C. mengubah proses organisasi secara sistematik D. menguatkan kembali strategi, struktur dan proses organisasi sehingga tercipta efcktivitas organisasi



5.45

EKMA4565/MODUL 5

2) Ada enam kritik Greiner terhadap OD, yang terkenal dengan istilah red flag, salah satu di antaranya adalah OD dianggap lebih .... A. mengedcpankan aspek informal daripada aspek formal organisasi B. mementingkan tugas daripada proses C. mendabulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan individu D. mementingkan diagnosis dibanding dengan perubahan perilaku 3) Manfaat yang dapat diambil dari proses diagnosis organisasi salah satunya adalah dapat .... A. merubah budaya organisasi B. menunda proses perbaikan organisasi C. mempertahankan kepemimpinan seseorang D. membentuk organisasi barn 4) Model diagnosis organisasi yang melibatkan 12 faktor organisasi yang dibedakan menjadi faktor penyebab perubahan transformasional dan perubahan incremental dikemukakan oleh .... A. David Nadler dan Michael Tushman B. Jay Galbraith dan kawan-kawan C. Burke Litwin D. Waterman dan kawan-kawan 5) Tindakan riil yang didesain untuk meningkatkan kesehatan organisasi biasa disebut dengan tindakan A. Implementasi teknik OD B. campur tangan OD C. uji coba OD D. pembimbangan OD Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan —

Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal

x100%

5.46

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mcncapai tingkat penguasaan 80% atau lcbih, Anda dapat mcneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda hams mengulangi matcri Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.



EKMA4565/MODUL 5

5.47

KEGIATAN BELAJAR

Organisasi Pembelajar

(ic

o eter Drucker (1998), seorang pemikir dan sekaligus guru manajemen terkemuka, sangat percaya bahwa era ke depan adalah era pengetahuan. Pengetahuan tidak semata-mata sistem dan prosedur di dalam perusahaan atau organisasi publik, atau hanya sekumpulan ingatan kognitif seseorang, namun juga merupakan sekumpulan pengetahuan eksplisit dan implisit yang dibangun melalui proses pembelajaran perusahaan yang terus-menerus dan melalui koreksi atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan maupun proses yang adaptif terhadap perubahan lingkungan. Drucker tidak percaya bahwa berlimpahnya informasi dapat menjadi keunggulan kompetitif dalam jangka panjang, kecuali bila informasi tersebut dapat diproses menjadi pengetahuan yang diaplikasikan bagi pengambilan keputusan manajemen. Pemikiran ini sangat relevan pada era keterbukaan dan hadirnya teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology — ICT). Informasi yang berlimpah akan menjadi sia-sia bila tidak dapat memanfaatkan bagi keputusan bisnis atau organisasi. Di sisi lain, Hamel & Prahalad (1994) lebih dari satu dekade lalu mempubikasikan pemikirannya tentang perlunya sebuah perusahaan memiliki. dan memperkuat kompetensi inti (core competence) agar dapat mempertahankan daya saingnya. Secara definitif, kompetensi inti adalah, kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai (value) bagi pasar dan pelanggannya yang bersumber dari kapabilitas unik (distinctive capabilities) yang dimiliki dan terus dikembangkan perusahaan. Argumentasi Hamel dan Prahalad (1994) ini mengawali arus besar kesadaran para pimpinan puncak perusahaan untuk melakukan revitalisasi bisnis, menggantikan tren tahun 1980an yang disebut sebagai era pertumbuhan dan ekspansi usaha yang didorong konsep diversifikasi bisnis vertikal dan horizontal. Saat itu, para pimpinan puncak bertanya tentang esensi dari bisnis masing-masing. Apakah perusahaan mampu menciptakan nilai tambah (value) yang berkelanjutan bagi pasar dan pelanggannya? Sekaligus apakah perusahaan dapat menjamin return yang bernilai bagi perusahaan? Jawaban atas pertanyaan tersebut agak panjang, mengingat setiap bisnis berbeda meski masih dalam satu payung perusahaan yang sama memiliki perilaku pelanggan yang berbeda, pesaing yang bcrbeda, lingkungan bisnis

5.48

MANAJEMEN PERUBAHAN •

yang berbeda dan rule of the game yang berbeda pula. Secara singkat, setiap bisnis memiliki logic of business dan key success factors sendirisendiri. Sebagai akibat dan diversifikasi usaha tersebut, banyak kelompokkelompok perusahaan yang lamban menghadapi perubahan lingkungan, terlebili lagi menghadapi krisis yang berkepanjangan. Sejak saat itu, seperti dipaparkan oleh Kenichi Ohmae dalam The End of the Nation State (1995), para pemimpin puncak mulai menyadari pentingnya inovasi dan pembelajaran terus-menerus sebagai kunci daya saing perusahaan, terlebih lagi pada era teknologi informasi, di mana sekat-sekat ideologi, industri, pasar semakin tak berbatas (borderless). Begitu pula Hamel dan Prahalad (1994), keduanya berhasil memprovokasi pars pemimpin bisnis agar membaca dengan cerdas kecenderungan masa depan tentang pasar, pesaing, dan produk masa depan yang boleh jadi berbeda dengan apa yang dilakukan perusahaan saat ini. Para pemimpin bisnis semakin menyadari makna inovasi yang terus menerus yang menjamin daya saing perusahaan (Nonaka dan Takeuchi, 1995) dan perlunya kepemitnpinan yang kuat untuk menggerakkan perubahan, serta tipe kepemimpinan yang lebih berorientasi pada substansi ketimbang berorientasi pada kebesaran (glorious) dan publisitas (Collins, 2002). Semakin disadari pula bahwa pembelajaran terus-menerus yang dilakukan perusahaan terhadap pelanggan, pasar, pelaku pasar pada industri lain, pesaing dan lain-lain adalah sumber atau prasyarat terjadinya inovasi terus-menerus. Alasan pembenar yang melatarbelakangi pandangan di atas adalah dalam ekonomi elektronis, kesuksesan pasar bisa cepat tergerus oleh keunggulan pengetahuan (knowledge egde) perusahaan pesaing - keunggulan bersaing yang langsung berdampak pada pemilihan produk dan jasa di pasar oleh konsumen. Kepemimpinan pasar, ukuran perusahaan, nama yang terkenal dan struktur kini tidak lagi memberi garansi bagi kelangsungan hidup perusahaan. Berada di tempat dan waktu yang tepat dengan pengetahuan yang tepat jauh lebih penting. Kata 'tepat" di sini diartikan sebagai perolehan, penerapan dan manajemen pengetahuan yang pas dengan tuntutan pasar di saat dan tempat tertentu. Dalam ekonomi berbasis pengetahuan, perusahaan yang mampu memberikan jawaban pas atas tuntutan stakeholder dan pelanggan diyakini sebagai perusahaan yang akan meraih sukses.



EKMA4565/MODUL 5

5.49

Uraian-uraian di alas secara tidak langsung menegaslcan bahwa kinerja organisasi pada akhirnya akan ditentukan oleh keunggulan sumber daya (resources) yang terus diasah dan diperbaharui. Barney (2007) menyatakan bahwa sumber daya tersebut hams memenuhi kriteria VRIN; bernilai (valuable), langka (rare), tak dapat ditiru (in-imitable) dan tak tergantikan (nonsubstitable). Keunggulan sumber daya ini melahirkan berbagai strategi pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang dapat melahirkan inovasi, teknologi dan infrastruktur organisasi yang menopang profitabilitas dan pertumbuhan secara berkelanjutan. Sebagai contoh, kemampuan Steve Jobs menarik para programer brilian di Apple tidak berhenti pada upaya merekrut SDM yang bertalenta, namun juga disertai dengan penciptaan suasana dan sistem kerja yang kondusif terhadap lahirnya inovasi dan alokasi anggaran perusahaan dalam melakukan research and development (R & D) yang terus-menerus. Kecerdikan Apple yang berhasil memperkenalkan aune sebagai terobosan bisnis yang mengagumkan, di mana pengembangan teknologi iTune yang disertai dengan model bisnis yang terintegrasi dengan layanan downloading berbagai konten yang memiliki segmentasi yang jelas membuat Apple kembali menjadi perusahaan yang dikagumi di seluruh dunia. Selain sumber daya manusia, sumber pengendali kinerja organisasi juga terletak pada keunggulannya, pada kepemimpinan eksekutif, kualitas manusia, budaya inovasi, dan sistem yang terbangun di dalam berbagai organisasi, baik pada skala lokal maupun global. Leibold, et al. (2005) menyebutkan beberapa tren yang terjadi pada berbagai organisasi di dunia, di antaranya 1. perubahan apresiasi terhadap informasi menjadi knowledge dan wisdom (kearifan); 2. perubahan praktek birokrasi menjadi jejaring; 3. orientasi pelatihan menjadi pembelajaran; 4. ranah lokal menjadi transnasional/global dan bahkan metanational; 5. pemikiran tentang persaingan menjadi kolaborasi; dan 6. hubungan organisasional secara tunggal menjadi ekosistem bisnis dengan stakeholder yang berbeda. Selanjutnya, Leibold et al. (2005) juga menguraikan korelasi kuat antara perilaku organisasi pembelajar dengan kinerja perusahaan pada era ekonomi saat ini. Arie de Geus (1997) misalnya mengatakan bahwa perusahaanperusahaan besar seperti Shell telah menjalankan praktek manajemen

5.50

MANAJEMEN PERIJBAHAN •

pengetahuan sebagai strategi perusahaan untuk terns tumbuh dan berumur panjang, di mana pembelajaran organisasional menjadi kebutuhan organisasi. Contoh ini semalcin memperkuat temuan Senge (1990) tentang pentingnya menjadi organisasi pembelajar. Karena ciri-ciri organisasi bclajar yang terus tumbuh mcrupakan ciri makhluk hidup (living organism) yang me►niliki ruh dan jiwa maka tak terbantahkan lagi bahwa upaya organisasi dalam menciptakan dan menggunakan sumbcr daya pengetahuan yang melekat pada manusia clan sistem organisasi akan dapat membangun kinerja organisasi secara berkelanjutan. Paparan di atas pada akhimya mendorong para cksekutif tcrus berupaya untuk mcmastikan bahwa jajaran SDM dan sistemnya punya akses dengan pengetahuan kunci untuk mendukung dan menjaga visi mereka agar sukses. Dampaknya adalah gagasan dan konsep 'organizational learning' dan learning organization' luas dipclajari dan diterapkan. Beberapa perusahaan kini bereksperimen dengan inisiatif manajemen pengetahuan untuk meraih dan memanfaatkan aset pengetahuannya. Nortel, IBM dan Cisco adalah di antara perusahaan yang berada di depan sebagai pionir. Mercka memanfaatkan manajemen pengetahuan sebagai upaya untuk menaildcan profitabilitas, mentransformasi diri, menata pengetahuan jajaran S.D.M. mereka dan melatih karyawan baru. Upaya-upaya seperti yang dilakukan Nortel, IBM dan Cisco sekarang ini tampaknya bukan lagi sekadar menjadi tren tetapi sudah menjadi paradigma barn dalam mengelola bisnis. Perubahan paradigma ini misalnya tercermin pada perubahan prosedur kerja, pola perilaku, budaya perusahaan dan seterusnya. Pergcseran paradigma ini juga makin tercermin pada pergescran bahasa bisnis yang, pada gilirannya, menyediakan pelbagai kemungkinan bagi solusi-solusi baru. Dulu kita bicara tentang organisasi, tugas, sistem, produk, teknologi dan konsumen, sekarang kita akan makin scring bicara mengenai kompetensi, kapabilitas, nilai-tambah, manajemen kinerja (performance management), rancangan proses, anis informasi. Pergeseran ini terjadi karcna tuntutan sengitnya persaingan. Saat dihadapkan pada ketatnya kompetisi, kita makin kerap mendapati perusahaan sukses sebagai perusahaan yang mampu mengubah aturan main. Hamel dan Prahalad (1991) menyebutkan: Penclitian pasar dan analisa scgmentasi nyaris tak mampu mengungkap peluang-peluang semacam ini. Diperlukan wawasan yang menukik mengenai kebutuhan, gaya hidup dan aspirasi konsumen masa kini dan masa depan.



EKMA4565/MODUL 5

5.51

Sejauh menyangkut perubahan besar, pergeseran paradigma ini telah merubah cam kita berpikir tentang bagaimana mewujudkan perubahan. Ketika dulu kita banyak berpikir tentang perubahan top-down atau bottom-up dan bahasan kita tcrsedot pada isu-isu mengapa program perubahan gagal dan bagaitnana menerapkan program pelibatan sebagai cam memperoleh dukungan dan kesuksesan, sekarang kita lebih berupaya mewujudkan hal-hal tersebut melalui program komunikasi cascade, lokakarya perubahan, program manajernen kinerja dan penggunaan mekanisme pasar. Walhasil, mewujudkan pergeseran 'mind-set' merupakan tugas kognitif utama dan pertama yang hams dilakukan dalam konteks sosial. Kecuali kita siap menuntaskan tantangan kognitif tersebut, maka kecil kemungkinan kita meraih sukses. I'ada gilirannya, hal ini berimplikasi atau menuntut diterapkannya keterampilan-keterampilan tertentu dan hadirnya ciri-ciri tertentu dalam organisasi, dan semua itu hanya akan berhasil jika perusahaan terus melakukan pembelajaran. A. PEMBELAJARAN ORGANISASIONAL VS. ORGANISASI PEMBELAJAR Secara samar-samar uraian di muka telah menyinggung dua istilah yang hampir sama yakni "organizational learning" dan "learning organization". Sepintas tidak ada yang berbeda dari kedua istilah tersebut. Keduanya mengandung kata "learning" (pembelajaran atau belajar) dan "organization". Itulah sebabnya sangat masuk akal jika dalam banyak kasus kedua istilah ini sexing digunakan secara bergantian karena dianggap memiliki pengertian sama walaupun senyatanya pengertian keduanya berbeda (Orstenblad, 2001). Menyamakan organizational learning dan learning organization merupakan salah kaprah. Hal ini misalnya diakui Fiol & Lyles (1985). Mereka mengatakan bahwa salah kaprah seperti ini bermula dari Herbert Simon (1969) yang mendefinisikan organizational learning sebagai: the growing insights and successful restructurings of organizational problems by individuals reflected in the structural elements and outcomes of the organization itself bertambahnya pengetahuan individu-individu dan keberhasilan mereka dalam melakukan restrukturalisasi masalah-masalah organisasi yang hasilnya tercermin dalam elemen-elemen struktur tersebut dan hasil kegiatan organisasi lainnya.

5.52

MANAJEMEN PERUEIAMAN •

Menurut definisi ini pembelajaran tcrdiri dari dua komponen pokok yakni (1) pcngembangan pengetahuan — komponen yang tidak mudah dilihat dan (2) basil kegiatan organisasi — komponen yang mudah dilihat. Perubahan yang terjadi pada komponen pengetahuan biasanya akan diilcuti olch perubahan pada hasil kegiatan organisasi ineski perubahan kedua komponen tersebut tidak selalu terjadi secara simultan. Masalah inilah yang kemudian dianggap membingungkan dan mengakibatkan perbedaan antara organizational learning dan learning organization menjadi kabur (Lundberg, 1995). Sejak saat itu pars teoritis organisasi cenderung memahami learning organization (LO) dengan pandangan masing-masing mulai dan sekedar pengetahuan, struktur barn, sistem barn, tindakan-tindakan organisasi atau kombinasi dari itu semua. Hal yang sama, pemahaman tentang organizational learning (OL) juga bervariasi. Ada yang mcnganggap OL sekedar belajar, tidak belajar, berubah, beradaptasi, dan transformasi (untuk penjelasan ini lihat, Fiol & Lyles, 1985 dan Lundberg, 1995). Untuk menghindari kerancuan definisi seperti terscbut di atas, ldarifikasi tentang pengertian masing-masing istilah sangat penting dikedepankan. Organizational learning biasanya diterjemahkan menjadi pembelajaran organisasional atau pembclajaran dalam organisasi, sedangkan learning organization diterjemahkan menjadi organisasi pembelajar. Dalam bahasa Indonesia perbedaan antara OL dan OL tampak agak jclas di mana OL lebih menekankan pada aspek pembelajaran yakni proses pembelajaran yang terjadi di dalam organisasi, sedangkan LO menekankan pada organisasi tempat pembclajaran tersebut berlangsung. Perbeclaan ini didukung oleh Lundberg (1995) dan Yco (1993). Lundberg (1995) misalnya mengatakan bahwa LO mcrupakan unit aktivitas tcrsistem yang memiliki karaktcristik tertentu, atau sebualt kiasan tentang organisasi yang memiliki kemampuan untuk menerjemahkan bahasa sandi ke dalam kehidupan rutin sehari-hari sebagai pedoman berprilaku dan atau bcradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Sementara itu OL mcrupakan sebuah konstruk yang menjelaskan scbuah proses atau tipe aktivitas yang mungkin terjadi pada organisasi atau pada bagian-bagian organisasi. Bila disederhanakan, LO adalah organisasi dengan segala kapabilitasnya dan OL adalah proses, dan kcduanya berhubungan dengan pembelajaran. Sementara itu Yeo (1993) mengatakan bahwa LO mcrupakan entitas kolektif yang fokus perhatiannya tcrtuju pada pertanyaan "apa" yakni apa karaktcristik, prinsip-prinsip dari suatu organisasi yang belajar secara kolektif? Jadi, LO mencakup pentingnya pembelajaran kolektif balk pada



EKMA4565/MODUL S

5.53

dataran lingkungan internal maupun eksternal. Sedangkan OL adalah sebuah proses untuk menjawab pertanyaan "bagaimana" yakni bagaimana tingkat penguasaan dan proses pengembangan pengetahuan. Penjelasan Lundberg dan Yeo tentang LO dan OL merupakan simpulan LO dan OL yang yang mereka buat setelah memperhatikan diberikan oleh beberapa teoritisi sebelumnya. Beberapa definisi tersebut adalah sebagai berikut: 1. organizational learning is a process of detecting and correcting error — OL adalah proses mendeteksi dan memperbaiki kesalahan (Argyris, 1977). 2. Organizational learning means the process of improving action through better knowledge and understanding — OL berarti proses untuk meningkatkan tindakan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih balk (Fiol & Lyles, 1985). 3. Learning organization is an organization skilled at creating, acquiring, and transferring knowledge, and at modifying its behavior to reflect new knowledge and insights — OL kemampuan organisasi dalam menciptakan, mendapatkan dan mentrasfer pengetahuan, dan dalam memoditikasi prilaku mereka yang tercermin dalam pengetahuan dan pemahaman bane (Garvin, 1993). 4. [Learning is] the development of insights, knowledge, and associations between past actions, the effectiveness of those actions, and futue actions — LO adalah pengembangan pemahaman, pengetahuan, dan pengembanagn tersebut saling berkaitan antara tindakan masa lalu, cfektivitas tindakan-tindakan tersebut, dan tindakan-tindakan yang akan datang (Fiol & Lyles, 1985). 5. Organizational learning occurs through shared insights, knowledge, and mental model ....[and] builds on past knowledge and experience, - that is on memory — 01.. terjadi melalui pemahaman, pengetahuan, dan mental model bersama ....clan dibangun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masa lalu yakni berdasarkan memory (Stata, 1989). 6. Organizations are seen as learning by encoding influences from history into routines that guide behavior — organisasi dianggap sebagai organisasi belajar bila mampu menerjemahkan symbol-symbol yang bersumber dan masa lalu kedalam kehidupan rutin dan menjadikannya sebagai pedoman berprilaku (Leavitt and March, 1988). 7. [A learning organization is]....an organization that is continually expanding its capacity to create its future — LO adalah sebuah organisasi yang terus memperluas kapasitasnya untuk menciptakan masa depan (Senge, 1990).

5.54

MANAJEMEN PERUBAHAN •

8. The learning organization has embedded systems or mechanisms to capture and shared learning — LO adalah organisasi yang telah membumikan system dan mekanisme untuk menangkap dan bcrbagi pembelajaran (Watkins & Marsick, 1993). Sementara itu Yeo (1995), dari sumber berbcda, tidak hanya membedakan pengertian LO dan OL tetapi juga mengaitkannya dengan ternatema tertentu (lihat Tabcl 5.5). Untuk memperoleh gambaran teniang apa. yang dimaksud dengan definisi-definisi pada Tabcl 5.5, bcrilcut diuraikan salah satu contoh dcfinisi dan interpretasinya yang dibcrikan Marquardt & Kearslcy (1999) — definisi LO yang sebelumnya digunakan Marquardt (1996). Marqurdt & Kearsly rnendefinisikan LO sebagai berikut: A learning organization has powerful capacity to collect, store and transfer knowledge and thereby continuously transform itself for corporate success. It empowers people within and outside company to learn as they work. A most critical element is the utilization of technology to optimize both learning and productivity. Organisasi pembelajar adalah sebuah tembaga yang memiliki kapasitas yang besar untuk mengumpulkan, menyimpan dan mentransfer pengetahuan dan lembaga tersebut mampu secara terus menerus mentransformasi din demi keberhasilan perusahaan. Lembaga ini juga memberdayakan orang-orangnya baik yang berada di dalam rnaupun di luar perusahaan untuk belajar selama mereka bekerja. Etemen paling penting dari semua ini adalah pemanfaatan teknologi untuk mengoptimalkan pembelajaran dan produktivitas. Elaborasi dari definisi di atas menunjukkan bahwa (1) organisasi dikiaskan seolah-olah sebagai makhluk hidup yang memiliki kemampuan untuk belajar, dan memiliki dan mampu mentransfer pengetahuan, (2) semua itu tujuannya adalah keberhasilan perusahaan, (3) kemampuan organisasi ini juga diharapkan membantu orang-orangnya untuk torus belajar, dan (4) media terpenting dalam pembelajaran adalah teknologi. Secara scdcrhana bisa dikatakan bahwa perbedaan definisi LO ini dengan definisi-definisi LO lainnya terlctak pada poin 4 yakni peran teknologi dalarn pembelajaran. Jadi tema yang diusung Marquardt & Kearsley adalah teknologi yang mcnjadi kunci dalam pembelajaran. Tcma ini misalnya berbeda dengan terra yang diusung Schein (1996) di mana budaya scbagai kunci pembelajaran organisasi.



5.55

EKMA4565/MODUL 5

Tabel 5.5. Beberapa definisi LO dan OL Themes

Theorists

Definitions

Theory in action

Argyris (1993)

Renewal

Braham (1996)

Organizational change

Denton (1998)

Action learning

Garran (1995)

Technological

Marquardt and Iceiniley (1999)

Growth and survival

Poller et of (1997)

Cultural

Schein (1996) .

Systems

Senge. (1990)

Teath-building

Watkins and .. Marsick (1993)

In a learning organization, individuals are the key where they are acting in order to learn, or where they are acting to produce a result. All the knowlefige has to b0 generalized and crafted in ways in which the mind and brain can use it in.order to make it actionable -. Organizational learning is learning about learning. The ;outcome will be a renewed Coimedion between ,. employees and their work, which will,„spur the organization to. create a future kir itself Organizational learning is the ability to adapt and utilize knowledge as a source Of conmetitive knowledge. Learning must result in a change in the organization% behavior and action patterns' A learning organization is linked to action learning processes whereit:releases the'enagy and learning. of the people in the hour-tolamr,,day-to-day operational cycles of business A learning organization has the powerful capacity to collect, store. and transfer knowledge and thereby continuously transform itself for corporate success. It empowers people within and outside the company to learn as they work. A most critical component is the utilization of technology to optimize both: . learning and productiVity . A learning organization is like a fountain tree where the image of energy and life is characetistic of growth and. survival. Organizational numbers are constituents of this fountain tree The key to organizational learning is helping executives and engineers (groups representing basic. design elements of technology) lettrn how to learn, how to analyze theirown cultures; and how to evolve those .cultures around. their strengths Organizational learning involves developing people • who learn to teas systems thinkers see. who . develop their own personal mastery. and whb learn hOw to surface and restructure mental models collaboratively . • . . A learning organization is one that kerns continuously and transforms itself where the nrganilational capacity for innovation and growth is constantly enhanced

Di sisi lain Pedler, et al. (1997) menegaskan bahwa suatu organisasi pembelajar bukan organisasi yang semata-mata mengikuti banyak pelatihan. Perlunya pengembangan keterampilan individu tertanam dalam konsep organisasi yang setara dan merupakan bagian dari kebutuhan akan

5.56

MANAJEMEN PEPWEIAMAN •

pembclajaran organisasi demi keberlangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi. Menurut Pedler, et al. (1997) suatu organisasi pembelajar adalah organisasi yang: 1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mcngembangkan potensi penult mereka. 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan. 3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis. 4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara tents mcnerus. Transfonnasi organisasi dalam hal ini tidaklah sama dengan pengembangan organisasi. Transfonnasi organisasi merujuk pada upaya organisasi yang secara proaktif merubah semua aspek yang ada di dalamnya, baik individu, kepemimpinan, sumber daya, struktur organisasi maupun proses-proses pertukaran informasi. Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah agar perusahaan mampu menggali secara luas ide-ide baru, masalah-masalah barn dan peluangpeluang baru untuk pembelajaran dan mampu mendayagunakan kcunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin kompctitif. Apa yang disampaikan Peddler et al. (1997) juga didukung oleh Lundberg (1995) yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada perolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahrialiserta- aplikasinya. Mcnurutnya pembelajaran organisasi adalah: 1. Tidaklah semata-mata jumlah pembclajaran masing-masing anggota; 2. Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap kcadaan internal maupun eksternal mclalui kegiatan-kegiatan dan sistcm-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu; 3. Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi; 4. Pembclajaran lebih merupakan suatu bentuk mata pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan.



EKMA4565/MODUL 5

5.57

5. Pcmbelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-olah mengikat beberapa subproses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian. 6. Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kcgiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan Ada proses yang sah dan tanpa henti untuk mempertanyakan dan menguji praktek-praktek organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi pembelajar adalah organisasi yang secara terencana dan terus menerus memfasilitasi anggotanya agar mampu tents berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha meraili hasil atau kinerja yang makin meningkat, dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di dalamnya. Sementara itu proses pembelajaran sehingga terbentuk organisasi pembelajar disebut sebagai pembelajaran organisasional. B. KARAKTERISTIK ORGANISASI PEMBELAJAR Megginson dan Pedler (1992) memberikan sebuah panduan rnengenai konsep organisasi pcmbelajar. Panduan adalah sebuah idc yang dapat berfungsi layaknya sebuah bintang penunjuk yang bisa membantu orang berpikir dan bertindak bersama sesuai dengan maksud gagasan terscbut untuk masa kini dan di masa yang akan datang. Jadi, panduan itu layaknya sebuah visi yang bisa membantu menciptakan kondisi di mana scbagian ciri-ciri organisasi pembelajar dapat dihasilkan. Kondisi-kondisi tersebut adalah: 1. Strategi pembelajaran. 2. Pembuatan kebijakan partisipatif. 3. Pemberian informasi, yaitu teknologi informasi digunakan untuk menginformasikan dan memberdayalcan orang untuk mengajukan pertanyaan dan mengambil keputusan berdasarkan data-data yang tersedia. 4. Akunting formatif, yaitu sistem pengendalian disusun untuk membantu belajar dan keputusan. 5. Pertukaran internal.

5.58

MANAJEMEN PERUBANIAN •

6. Kelenturan penghargaan. 7. Struktur-struktur yang memberikan kcmampuan. 8. Pekerja lit>i depan scbagai penyaring lingkungan. 9. Pembelajaran antar perusahaan. 10. Suasana belajar. 11. Pcngcmbangan diri bagi semua orang Snafu organisasi tidak otomatis menjadi organisasi pembelajar walaupun tclah melakukan semua hal tcrsebut. Perlu dipastikan bahwa tindakantindakan tidak dilakukan hanya berdasarkan kcbutuhan. Tindakan- tindakan tersebut hams ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sckcdar strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam organisasi pembelajar, pembelajaran mcnjadi inti dari scmua bagian operasi, cam bcrprilaku dan sistcm. Mampu melakukan transformasi dan bcrubah sccara radikal adalah sama dengan perbaikan yang berkelanjutan. Schein (1985) mengemukakan karakteristik organisasi pcmbelajar scbagai berikut: 1. Dalam hubungan dengan lingkungan maka organisasi bersifat lebih dominan dalam mcnjalin hubungan. 2. Manusia hendaknya berprilaku proaktif. 3. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang balk. 4. Manusia pada dasarnya dapat diubah. 5. Dalam hubungan antar manusia, individualisme dan kolektivismc samasama pcnting. 6. Dalam hubungan atasan bawahan kcsejawatan atau partisipatif dan otoritatif atau paternalistik sama-sama pcntingnya. • 7. Oricntasi waktu lebih berorientasi pada masa depan yang pendek. 8. Untuk penghitungan waktu lebih digunakan satuan waktu yang medium. 9. Jaringan komunikasi dan informasi berkesinambungan secara lengkap. 10. Orientasi hubungan dan orientasi tugas sama-sama pcntingnya. 11. Perlunya berpikir sccara sistematis. Menurut Marquardt (1996), ada bcberapa dimensi dan karaktcr penting yang ditimbulkan bila organisasi tclah mcnjadi organisasi pembelajar, yaitu scbagai berikut: 1. Pcmbclajaran dilakukan olch organisasi secara kcselurultati, organisasi mempunyai satu otak.



EKMA4565/MODUL 5

5.59

2. Anggota organisasi inerasakan pentingnya proses pembelajaran organisasi secara terus-mcnerus untuk kepentingan meraih kesuksesan saat ini dan dimasa yang akan datang. 3. Pembelajaran dilakukan secara terns-menerus dan dari sisi strategi pembelajaran digunakan serta disejajarkan dengan pekerjaan. 4. Ada suatu fokus atau kreativitas dan melahirkan pembelajaran. 5. Berpikir sistem merupakan hal yang bersifat fundamental. 6. Orang-orang memiliki akses yang berkesinambungan terhadap sumber informasi dan data yang penting bagi kesuksesan organisasi. 7. Ikl im organisasi mend orong, menghargai dan mempercepat pembelajaran individu dan kelompok. 8. Pekerja memiliki jaringan bagi upaya melakukan inovasi. 9. Perubahan merupakan bagian yang melekat, sementara kejutan yang tidak diingiukan serta kesalahan yang terjadi dipandang sebagai peluang untuk belajar. 10. Organisasi pembelajar cerdas dan fleksibel. 11. Setiap orang didorong oleh keinginan untuk melakukan perbaikan kualitas secara berkelanjutan. 12. Aktivitas dicirikan oleh aspirasi, refleksi, dan konseptualisasi. 13. Ada pengembangan kompetensi inti yang baik sebagai dasar bagi produk dan layanan baru. 14. Anggota organisasi memiliki kemampuan untuk secara berkelanjutan beradaptasi, memperbarui, dan merevitalisasi dirinya dalam merespons perubahan lingkungan. C. MODEL SISTEM ORGANISASI PEMBELAJAR . Menurut Marquardt dan Reynolds (1994), agar proses pembelajaran terjadi, dibutuhkan sebelas elemen pokok dalam organisasi yaitu, struktur organisasi yang memadai, budaya pembelajaran dalam organisasi, pemberdayaan, kreasi ilmu pengetahuan dan transfer pengetahuan, telcnologi pembaajaran, kualitas pembelajaran, strategi pembelajaran, lingkungan yang mampu mendukung, kelompok kerja dan jejaring keria, visi pembelajaran dan keterkaitan antarbudaya. Selain itu, ada faktor lain yang memungkinkan proses pembelajaran lebih mudah berlangsung, yang dikenal dengan faktor disiplin pembelajaran. Dalam hal ini Senge (1990) mengemukakan bahwa di dalam organisasi pembelajar yang efektif sangat diperlukan lima faktor

5.60

MANAJEMEN PERUBAHAN •

disiplin pcmbelajaran yang harus diwujudkan dan dikembangkan dalam tcrciptanya organisasi pembelajar, yaitu: 1. system thinking; 2. personal mastery; 3. mental model; 4. share vision; 5. team learning. 1. System Thinking (Berpikiran Sistem)

Semua orang mesti belajar bagaimana cars menyikapi scgalanya secara holistik dan bahwa serentetan kejadian akan saling mempengaruhi satu sama lain. Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit-unit yang hams bekerja sama untuk mengliasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit itu antra lain ada yang discbut divisi, dircktorat, seksi, atau cabang. Kesukscsan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergik. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergik ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya Sering kali dalam organisasi orang hanya memahami apa yang dia kerjakan dan tidak memahami dampak dari pekcrjaannya pada unit lainnya. Selain itu sering kali timbul fanatisme seakan-akan hanya unit dia scndiri yang penting perannya dalam organisasi dan unit lainnya tidak berperan sama sekali. Fenomena ini disebut dengan ego-sektoral. Kcrugian akan sangat sering terjadi akibat ketidakmampuan untuk bersinergi satu dengan lainnya. Pemborosan biaya, tenaga dan waktu. Terlepas dari adanya perasaan bahwa unit diri scndiri adalah unit yang paling penting, tidak adanya pemikiran sistemik ini akan membuat anggota perusahaan tidak memahami konteks kcscluruhan dari organisasi. Kini scmakin banyak organisasi yang mcngandalkan pada struktur tanpa batas (borderless organization), atau kalaupun masih menggunakan struktur organisasi berbasis fungsi, kini fungsi-fungsi yang terkait dengan proses yang sama dibuat saling melintas batas fungsi. Organisasi yang demikian disebut organisasi lintas fungsi atau cross-functional organization. Organisasi yang demikian ini akan membuat proses pembelajaran lebih cepat karena masing-masing orang dari fungsi yang berbeda akan berbagi pengetahuan dan pengalamannya.



EKMA4565/MODUL 5

5.61

2. Personal Mastery Bagi Senge, ini merupakan 'disiplin untuk terus-menerus memperjelas dan memperdalarn... visi personal, memfokuskan energi, mengcmbangkan kesabaran dan menilai realitas secara obyektif. Hal ini merupakan landasan penting bagi organisasi pembelajar - fondasi spiritual 'organisasi pembelajar'. Organisasi pembelajar memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kckuatan fisik (tenaga otot) ke paradigma yang berbasis pengetahuan (tenaga otak). Selain itu kecepatan perubahan tipe pekerjaan telah menyebabkan banyak pekerjaan tidak diperlukan lagi oleh organisasi karena digantikan oleh tipe pekerjaan baru atau digantikan oleh pekerjaan yang mcnuntut penggunaan teknologi. Bilamana pekerja tidak mau belajar hal baru, maka dia akan kehilangan pekerjaan. Selain itu banyak pekerjaan yang ditambahkan pada satu pekerjaan (job- enlargement) atau job rotation (mutasi karyawan) agar memudahkan karyawan untuk memahami kegiatan di unit kerja yang lain demi terwujudnya sinergi. Oleh karena itu karyawan hates belajar hal-hal baru. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita untuk menciptakan basil yang paling kita inginkan dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya mengembangkan diri mereka scndiri ke arah sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan yang mereka pilih. Untuk memenuhi persyaratan perubahan dunia kerja ini semua anggota organisasi hares memiliki kemauan dan kebiasaan untuk meningkatkan kompetensi dirinya dengan terus belajar. Kompetensi dirinya bukan sematamata di bidang pengetahuan, tetapi kemampuan berinteralcsi dengan orang lain, menyelesailcan konflik dan saling mengapresiasi pekerjaan orang lain. Organisasi lintas fungsi seperti yang telah dibicarakan di atas akan mempercepat proses pembelajaran individu di dalam organisasi. 3. Mental Model Mental model (Model mental): hal ini menyangkut pembelajaran bagaimana cara menggali gambaran internal dunia, untuk membawanya ke permukaan dan secara tekun menelitinya dengan cermat'. Respon manusia terhadap situasi yang terjadi di lingkungannya sangat dipengaruhi oleh asumsi dan kebiasaan yang selama ini berlaku. Di dalam

5.62

MANAJEMEN PERUBAHAN •

organisasi, berlaku pula kesimpulan yang diambil mengcnai 'how things work' di dalam organisasi. Hal ini dischut dengan mental model, yang dapat terjadi tidak hanya pada level individual tetapi juga keloinpok dan organisasi. Mental model mcmungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang torus bcrubah, mental model ini kadangkadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalarn organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati dan dircvisi pada level individual, kclompok dan organisasi. Model mental adalah suatu prinsip yang mendasar dari Organisasi Pcmbelajar, karena dengannya organisasi dan individu yang ada di dalamnya diperkenankan untuk berpikir dan mercflcksikan stniktur dan arahan (perintah) dalam organisasi dan juga dari dunia luar sclain organisasinya. Senge mcnycbutkan bahwa model mental adalah suatu aktivitas perenungan, kita terns mencrus mengklarilikasikan clan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tcntang dunia dan mclihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan kcputusan kita. Model mental tcrkait dcngan bagaimana sescorang berpikir dcngan mendalam tcntang mcngapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam bcrorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kcrja dalam setiap individu untuk mclihat bagaimana melakukan pendckatan tcrhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep dini sescorang, yang dcngan konsep din tersebut dia akan mengambil kcputusan terbaiknya. 4.

Shared Vision Shared vision (Membangun visi bersama): ini mcnyangkut bagaimana sctiap orang bcrbagi visi bcrsama tcntang masa depart. Kcpemimpinan merupakan kunci dalam menciptakan dan mengkornunikasikan visi tcrsebut. Namun, Scnge memandang kcpemimpinan lebih scbagai yang bertanggung jawab alas penciptaan struktur dan aktivitas yang herkaitan dengan aktivitas kehidupan total sescorang. Pemimpin mcnciptakan visi namun rela membiarkan visi tcrsebut dirumuskan ulang olch orang Olch karcna organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar bclakang pcndidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit hagi organisasi untuk bckerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbcdaan latar bclakang karyawan, organisasi juga



EKMA4565/MODUL 5

5.63

memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi. 5.

Team Learning Team Learning (Pembelajaran tim): tim-tim dan bukan perseorangan, merupakan kunci sukses organisasi masa depan dan semua individu mesti belajar bagaimana cam belajar (learn how to learn) dalam konteks tim Kini semakin banyak organisasi berbasis tim karena rancangan organisasi dibuat dalam limas fungsi yang biasanya berbasis tim. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berpikir sistemik. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maks pembelajaran organisasi akan menjadi sangat lambat, atau bahkan berhenti. Pembelajaran dal= organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Oleh karena itu semangat belajar dalam tim, cerita sukses atau gagal suatu tim hares disampaikan pada tim yang Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya. Marquardt, 1996 menggambarkan model sistem organisasi pembelajar secara matematis berupa gambar irisan antara lain: pembelajaran (learning), organisasi (organization), anggota organisasi (people), pengetahuan (knowledge), dan teknologi (technology) dengan pembelajaran terletak di pusat irisan. Model sistem organisasi pembelajar digambarkan seperti pada Gambar 5.11 berikut.

5.64

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Gambar 5.11. Model Sistem Organisasi Pembelajar (Marquardt, 1996)

Gambar tersebut menjelaskan bahwa proses pcmbelajaran juga merupakan bagian dan harus terjadi baik dalam subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisasi pembclajar terjadi, akan tcrjadi perubahan persepsi, prilaku, kcpercayaan, mcntalitas, strategi, kebijakan dan prosedur baik yang berkaitan dengan manusia maupun organisasi. D. SUBSISTEM PEMBELAJARAN Subsistcm pembelajaran berkenaan dengan tingkat-tingkat pembelajaran, tipe dari pcmbelajaran yang krusial bagi pembelajaran yang terorganisasi, dan kealthan kritis dalam pembelajaran yang terorganisasi. Subsistem pembelajaran dapat digambarkan seperti pada Gambar 5.12 berikut. Tingkatan 1. Individual 2. Group 3. Organisasi

Tipe: 1. Adaptive 2. Anticipaty 3. Deutero 4. action Pembelajaran

Keterampilan 1. System thinking 2. Mental models 3. Personal mastery 4. Team learning 5. Share vision 6. Dialogue

Gambar 5.12. Subsistem Pembelajaran



EKMA4565/MODUL 5

5.65

Organisasi pembelajar termanifestasi melalui tiga tingkatan pembelajar yaitu individu, tim atau kelompok, dan organisasi (Wang & Ahmed, 2003). Pada tingkatan individu, pembelajaran dirnaksudkan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh seseorang melalui pelatihan, belajar sendiri, pemahaman, observasi, dan refleksi diri. Tingkatan kelompok atau tim dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi oleh dan di dalam kelompok. Pembelajaran tim dapat terjadi melalui upaya-upaya penyelesaian konflik dengan menyatukan sudut pandang yang berbeda ke dalam pemahaman yang dapat diterima tanpa kompromi. Pembelajaran tim jugs dapat terjadi melalui uji cobs terhadap satu hipotesis atau menemukan sesuatu yang baru, dua atau kWh orang atau tim berkomunilcasi untuk mencapai satu tujuan yang positif. Tingkatan organisasi sebagai bagian dan organisasi pembelajar berperan menawarkan berbagai peluang untuk belajar. Melalui pembentukan divisi, departemen, komite, dan tim kerja pada dasarnya merupakan sarana dan peluang bagi kelompok untuk belajar, mempercepat proses pembelajaran, memperdalam pembelajaran, serta memperluas pembelajaran. 1. Subsistem Transformasi Organisasi Organisasi adalah struktur dan badan di mana pembelajaran organisasi secara luas, kelompok, dan individu terjadi. Berubah dari suatu organisasi nonpembelajar menjadi suatu organisasi pembelajar memerlukan suatu transfonnasi yang signifikan. Struktur dan strategi perusahaan hams berubah hampir secara dramatis menjadi suatu organisasi pembelajar. Untuk tumbuh dengan subur sebagai organisasi pembelajar, perusahaan harus mengatur kembali dirinya sendiri melalui suatu fokus yang penuh perhatian pada empat dimensi subsistem organisasi yaitu visi, budaya, strategi, dan struktur atau dikenal dengan empat dimensi kunci transforrnasi organisasi, yang digambarkan seperti pada Gambar 5.13 berikut (Marquardt, 1996).

5.66

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Gambar 5.13. Subsistem Transformasi Organisasi (Marquardt, 1996) Menurut Marquardt (1996), visi mengungkapkan tujuan, sasaran, dan arah yang ingin dituju oleh organisasi. Visi organisasi pembelajar mengungkapkan pentingnya pembelajaran untuk mcncapai sasaran masa depan yang diinginkan, membangun kcinginan organisasi, serta ternsmenerus memperbarui organisasi dalam rangka mempertahankan pertumbuhan dan perkembangannya. Kultur organisasi terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, sikap, praktik, prosedur, dan kebiasaan-kebiasaan organisasi (Schein, 1985). Kultur organisasi pembelajar menekankan pada pentingnya pembelajaran yang terus-mencrus dilakukan pada semua tingkatan, fungsi, dan divisi organisasi. Kultur pembelajar mendorong individu dan tim tumbuh dan berkembang melalui kreativitas, tim kerja, perbaikan yang bcrkelanjutan, dan manajemen diri. Strategi mengacu pada tindakan, taktik, dan mctode yang digunakan untuk mencapai visi dan sasaran organisasi. Dalani organisasi pembelajar, strategi ini mendorong dan memaksimalkan pembelajaran yang diperlukan, penyebaran,dan pemanfaatan oleh scluruh departemen, tindakan, dan inisiatif organisasi. Sementara itu, struktur organisasi mencakup konfigurasi unit, departemen dan divisi. Organisasi pembelajar mcnunjukkan struktur yang sederhana yang meminimalkan pemisahan antara orang dengan proses, sambil memalcsimalkan kontak, alur informasi, dan kolaborasi di antara individu dan tim (Marquardt, 1996). 2. Subsistem Pemberdayaan Orang-orang/Manusia Subsistem kctiga dari organisasi pcmbelajar adalah pcmberdayaan orang-orang/manusia. Marquardt (1996) menyebutkan cnam climensi kunci dari subsistem pemberdayaan orang-orang/manusia yaitu pcgawai, manajcr,



5.67

EKMA4565/MODUL 5

pelanggan, supplier, mitra kerja, dan kelompok-kelompok komunitas/ masyarakat yang digambarkan seperti pada Gambar 5.14. Masing-masing kelompok tersebut diberi kuasa dan dimungkinkan untuk belajar. Pegawai Manajer

Ko.nsumen Manusia

/ Supplier Iviasyarakit

Gambar 5.14. Subsistem Pemberdayaan Manusia (Marquardt, 1996) Menurut Marquardt (1996), para pegawai diberi wewenang dan diharapkan untuk belajar, merencanakan kompetensi masa depan mereka, mengambil tindakan dan risiko, dan memecahkan masalah. Para manajer/pemimpin menjalankan tugas-tugas pelatihan, penasihatan, dan pemodelan dengan suatu tanggung jawab utama membangkitkan dan mempertinggi kesempatan pembelajaran bagi orang-orang di sekitar mereka. Para pelanggan berpartisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan, menerima pelatihan, dan dihubungkan dengan pembelajaran organisasi. Para supplier dapat menerima dan memberi kontribusi terhadap instruksi program. Para partner aliansi/mitra kerja dapat berbagi kompetensi dan pengetahuan. Kelompok-kelompok komunitas masyarakat termasuk wakil-wakil ekonomi, pendidikan, dan sosial dapat berbagi dalam menyediakan dan menerima pembelajaran. 3. Subsistem Pengetahuan Marquardt (1996) menyatakan bahwa pengetahuan .menjadi lebih penting untuk organisasi dibanding sumber daya keuangan, menjual posisi, teknologi, atau aset perusahaan lainnya. Pengetahuan dilihat sebagai sumber daya yang

5.68

MANAJEMEN PERUBAHAN •

utama digunakan di dalam penyelenggaraan organisasi. Kultur tradisi organisasi, teknologi, operasi, sistem dan prosedur adalah semua keahlian dan pengctahuan yang didasarkan pada pengetahuan. Organisasi pembelajar yang sukses secara sistematis memadu pengetahuan di seluruh organisasi mclalui empat langkah schingga dapat dengan sukses diterapkan dan digunakan. Subsistem pengetahuan digambarkan seperti Gambar 5.15 berikut.

Peuguasaan

Penciptaan

Pengetahuan )

Penyimpanan

Transfer dart penggunaan

Gambar 5.15. Subsistem pengetahuan (Marquardt, 1996) Dimensi kunci dari subsistem pcngelolaan pengetahuan adalah penguasaan, penciptaan, penyimpanan, transfer dan penggunaan. Akuisisi (penguasaan) berkenaan dengan pengumpulan informasi dan data yang ada dari dalam clan luar organisasi. Penciptaan melibatkan pengetahuan ban' yang diciptakan dalam organisasi melalui wawasan dan pemecahan masalah. Penyimpanan adalah pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan berharga organisasi untuk akses yang mudah oleli anggota staf pada suatu waktu dan dari mana pun. Transfer dan penggunaan termasuk mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal dari informasi dan pengetahuan, secara scngaja dan tidak sengaja, di seluruh organisasi serta aplikasinya dan kcgunaannya oleh para anggota organisasi. 4. Subsistem Teknologi Sebagaimana dikemukakan oleh Marquardt (1996), subsistem kelima dari organisasi pembelajar adalah teknologi, yang terdiri dari teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi, dan kincrja sistem dengan dukungan elektronik atau Electronic Performance Support System (EPSS).



5.69

EKMA4565/MODUL 5

Subsistem teknologi adalah pendukung, jaringan teknologi yang terintegrasi dan alat informasi yang membolehkan akses dan pertukaran terhadap informasi dan pembelajaran. Hal itu termasuk proses teknik, sistem-sistem, dan struktur untuk kolaborasi, pelatihan, koordinasi, dan keahlian pengetahuan laitmya. Subsistem teknologi dapat digambarkan seperti Gambar 5.16 berikut.

Teknologi infounasi

/

Parke'ajar= berbasis teknologi

Elecronic Pet*meows Support System

Gambar 5.16. Subsistem teknologi (Marquardt, 1996)

Tiga komponen utama dari subsistem teknologi adalah teknologi informasi, pembelajaran berdasarkan teknologi, dan Electronic Performance Support System (Sistem Pendukung Kinerja berbasis Elektronik — EPSS). a. Teknologi informasi berkenaan dengan teknologi berdasarkan komputer yang gathers, codes, stores, dan transfer informasi lintas organisasi dan lintas dunia. b. Pembelajaran berbasis teknologi yang melibatkan penggunaan video, audio, dan pelatihan multimedia dengan komputer untuk maksud pengiriman dan berbagi pengetahuan dan keahlian. c. Electronic Performance Support System (EPSS) menggunakan data (teks, visual, dan audio) dan dasar pengetahuan untuk menangkap, menyimpan, dan mendistribusikan informasi di seluruh organisasi sehingga dapat membantu pars pekerja mencari tingkat kinerja tertinggi mereka dalam waktu secepat mungkin, dengan dukungan personel paling sedikit.

5.70

MANAJEMEN PERUDANAN •

E. KONDISI YANG DIBUTUIIKAN DALAM MENIBANGUN ORGANISASI PEMBELAJAI( Kondisi yang dibutuhkan untuk menyukscskan organisasi sebagai organisasi pembelajar antara lain adalah adanya komitmen pimpinan untuk mcnjadikan pembelajaran sebagai bagian penting dart organisasi dalam mcraih daya saing. Selain itu, dimilikinya cetak biru yang jclas mengenai perubahan dan visi yang diinginkan dalam mendorong organisasi menjadi organisasi pembelajar sehingga setiap karyawan merasa nyaman scbagai bagian dart perubahan tcrscbut. Kcmudian diperlukan komiuncn kepemimpinan untuk membuat model perubahan yang diinginkan scrta kornittnen untuk menghilangkan rasa takut organisasi. Organisasi juga membutuhkan tindakan korcktif terhadap pimpinan yang menolak perubahan. Organisasi juga memerlukan komitmen senior manajemen untuk memberikan waktu dan cumber daya yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Faktor lainnya adalah sistcm manajemcn kincrja yang mengaitkan kompcnsasi dan pencapaian visi yang telah ditctapkan. Kultur organisasi yang mendorong dan mcmperkenalkan uji cobs, bcrkolaborasi, inovasi. dan paradigma pemikiran barn. Faktor pcnting terakhir yaitu organisasi juga mkt menctapkan bcrbagai struktur mckanisine umpan batik dan saluran pembelajaran untuk memaksimalkan penguatan clan peluang pembelajaran. Selain pcntingnya mengenali faktor-faktor pendukung yang dibutuhkan oleh organisasi mcnuju organisasi pembelajar, scjumlah faktor pcnghambat juga perlu diperhatikan dan diantisipasi. Dilworth (1995) mclihat sctidaknya ada lima faktor yang menghambat organisasi menuju organisasi pembelajar, yaitu: I. Kecendeningan untuk memperlakukan pembelajaran scbagai fcnomena individu bukan kelompok atau baldcan organisasi, di mana dalam konteks ini Senge (1995) menckankan pcntingnya tim pembelajar sebagai kcahlian kelompok dalam organisasi pembelajar. 2. Terlalu menckankan pada pclatihan formal, scmcntara perhatian terhadap pembelajaran informal hanya diberikan sekilas. 3. Memperlakukan kegiatan bisnis dan proses pembclajaran sebagai sesuatu yang tcrpisah sama sekali. 4. Lingkungan kcrja yang cnggan mcndcngar (non-listening). 5. Hambatan yang ditimbulkan karena gaya kepemiinpinan, suasana kcrja yang tidak sating percaya, dan adanya rasa takut.



EKMA4565/MODUL 5

5.71

F. ORGANISASI PEMBELAJAR DAN MANAJEMEN PENGETAIIUAN Mclanjutkan pemikiran Michael Polanyi (1966), Bruce Kogut dan Udo Zander (1992) kemudian memperkenalkan pemikiran yang menyatakan bahwa perubahan kondisi pasar hams dihadapi organisasi dengan menjalankan pengelolaan teknologi yang berbasis prinsip manajemen pengetahuan, baik yang berupa informasi maupun know-how, di mana pengetahuan menjadi sumber daya yang menentukan keunggulan daya saing perusahaan. Pemikiran ini terns dikembangkan oleh berbagai pakar yang bersumber dari riset-riset aplikatif pada berbagai industri dan sektor bisnis. Organisasi yang merniliki nilai-nilai pembelajaran organisasi (share vison, commitment to learning dan open -mindedness) telah terbukti lebih teruji bertahan di tengah-tengah kompetisi yang ketat. Selanjutnya, Nonaka dan Takeuchi (1995) memberikan batasan bahwa manajemen pengetahuan didefinisilcan sebagai: "proses penciptaan pengetahuan, teknologi dan sistem baru secara kontinu, penyebaran secara lugs melalui organisasi dan mewujudkannya dalam bentuk produk atau jasa baru dengan cepat, serta inembuat perubahan dalam organisasi". Keduanya membagi pengetahuan menjadi dua yaitu: 1. pengetahuan eksplisit (explicit knowledge), diekspresikan dalam bentuk kata-kata, nomor, bunyi, data, nunus, visual, audio visual, spesifikasi produk, atau bentuk manual. Pengetahuan ini dapat ditransfer secara formal dan sistematis kepada individu dan kelompok; dan pengetahuan implisit (tacit knowledge), tidak mudah dilihat dan 2. diekspresikan. Tacit knowledge cenderung lebih bersifat personal, sulit untuk diformalkan dan dikomunikasikan atau disebarkan kepada yang lain. Intuisi subyektif dan firasat merupakan bentuk tacit knowledge. Pengetahuan ini termasuk hal-hal yang mendasar dalam din seseorang seperti visi, nilai-nilai yang dianut, kecerdasan emosi, pengalaman dan sejenisnya. Suatu organisasi dikatakan menjalankan manajemen pengetahuan dengan mengkonversi pengetahuan implisit menjadi eksplisit dan begitu sebaliknya. Selanjutnya Nonaka &Takeuchi (1995) mengidentifikasi empat gaya konversi pengetahuan yang disingkat SECT, yaitu:

5.72

MANAJEMEN PERUBAHAN •

1. socialization (sosialisasi) dari tacit menjadi tacit; mcrupakan pcmbuatan dan pcnycbaran tacit knowledge mclalui pengalaman langsung dari individu kc individu; 2. externalization (ekstemalisasi) dari tacit menjadi cksplisit; merupakan artikulasi tacit knowledge mclalui dialog dan rcflcksi, yaitu dari individu ke kclompok; 3. combination (kombinasi) dari eksplisit kc eksplisit, yang merupakan sistematika dan aplikasi pcngctahuan eksplisit dan informasi, dari kelompok ke organisasi; dan 4. internalization (intemalisasi), dari cksplisit menjadi tacit; yang mempelajari dan memenuhi praktek tacit knowledge yang barn, dari organisasi kc individu. Dengan kata lain, menerapkan manajcmcn pengctahuan yang mcrupakan inti dari proses mcmbangun knowledge enterprise adalah proses dinamis yang membutuhkan kerja ccrdas para cksektitif organisasi. Proscs mcwujudkan knowledge enterprise bukanlah proses yang install. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), pembelajaran organisasi dapat dipaharni sebagai proses-proses untuk menangkap clan mengubah pcngctahuan tacit menjadi pengctahuan cksplisit dart/atm] untuk rneraiii pengetahuan cksplisit haru. Pcngetalluan tacit amat pcnting karcna kctika perusallaan mengliadapi masalah dan tantangan, pengetahuan itu tak bisa begitu raja muncul. Lazimnya hal itu diawali dari staf perusahaan yang mcncoba mcncliti masalah dan mcrancang solusinya. I3iasanya solusi ini bclum bersifat utuh dan matang. Solusi ini representasi dari pengctahuan tacit. Kita butuh suatu proses untuk 'mengumpulkan' pengetahuan yang muncul ini. Solusi yang kita adopsi mungkin juga membutuhkan pengctahuan bani katakanlah tcknologi baru. Maka, kita akan mencari pengetahuan eksplisit baru. Dengan melakukan hal-hal tcrsebut, yaitu menangkap dan mengubah pengctahuan tacit dan eksplisit untuk diintegrasikan ke dalam sistern bisnis (kc dalam strategi, prosedur struktur, portfolio produk dan scbagaiuya), maka terhantu proses pergeseran 'mind-set' dengan cara menambahkan kemungkinan-kcmungkinan barn. Dalam hal ini, pentikirannya adalah ballwa perubahan 'mind-set' kcmungkinan besar tidak akan tcrjadi jika dilakukan dengan cara menantang gagasan secant langsung. Namun, hal ini akan tcrcipta dcngan menambalikan gagasan-gagasan barn dan karena itu, menamball keinungkinan-kemungkinan haru.



EKMA4565/MODUL 5

5.73

G. PERUBAIIAN PEILSEPS1 ATAS PERUSAIIAAN Para pimpinan organisasi kini dituntut membangun nilai-nilai organisasional yang dapat rneudorong terjadinya pembelajaran terus-menerus di dalam organisasi masing-masing. Proses pembelajaran organisasional ini merupakan esensi dari manajemen pengetahuan yang telah teruji pada berbagai kelas dunia. Membangun knowledge enterprise adalah sebuah visi dan sekaligus komitmen. Sebagai sebuah visi, knowledge enterprise sejatinya diterjemahkan ke dalam strategi dan tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian visi tersebut. Seorang futurolog, Joel Arthur Barker menyatakan bahwa vision is dream and actions. Knowledge enterprise melekat pada manusia-manusia di dalam organisasi, nilai-nilai dan budaya organisasi, infrastruktur serta sistem yang menunjangnya. Keempatnya menjadi pilarpilar yang menyangga kekuatan organisasi yang terus tumbuh pada lingkungan organisasi yang terns bergerak dinamis. Membangun knowledge enterprise merupakan esensi dari manajemen perubahan (change management), yang kini diserukan oleh banyak pemimpin bisnis di negeri mi. Persepsi tentang bagaimana perusahaan dideskripsikan, dirancang dan dikclola telah mengalami pergeseran karena desakan teknologi, tuntutan pasar dan kompetisi. L.ebih dari itu, sebagian perubahan kini diasosiasikan dengan dampak perubahan cepat yang bersifat diskontinyu, kecepatan perubahan dan komplelcsitas. Belum lagi, isu-isu seperti pengelolaan diversitas, dampak limas budaya dan gender, yang kesemuanya itu memunculkan tantangan-tantangan baru bagi perumusan-ulang organisasi. Kesemua itu memunculkan tuntutan baru untuk 'belajar cara belajar' (learn how to learn). Argyris dan Schon_(1996) membagi dua jenis pembelajaran yang terjadi di dalam organisasi. Single-loop learning adalah pembelajaran yang membawa ke arah peningkatan kincrja organisasi dengan cara menemukan dan memperbaiki kesalahan berdasarkan pada kumpulan norma-norma dan nilai-nilai, atau suatu teori yang berlaku. Dalam konteks ini, single-loop learning, adalah sesuai dengan rutinitas, pekerjaan yang berulang, di mana sasaran sudah jelas dan telah ditentukan untuk tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan strategis. Single-loop learning adalah penetapan secara langsung tujuan dan sasaran pada suatu titik di mana sasaran tersebut terukur dan berorientasi

5.74

MANAJEMEN PERUBAHAN •

pada hasil (outcome); pekerjaan (kegiatan, program, kebijakan) mcngarah pada .sasaran; dan mcngukur hasilnya dcngan memperbandingkan capaian kincrja (performance results) dcngan kincrja yang direncanakan (performance plan). Proses perbandingan terscbut mendorong manajer untuk menilai ktherhasilan atau kcgagalan, mcncliti faktor dan proses kincrja yang menjadi penycbab dan bagaimana mcmperbaikiimerubalutya. Singkatnya, single-loop learning memcnuhi organisasi untuk mcyakinkan hal yang sama MAI baik. Sejarah manajemen mcneatat bahwa single-loop learning tclah lama dipraktekkan sccara implisit di dalam organisasi, misalnya perhatian pada perbaikan inkremental terhadap produk, pclayanan, clan teknologi, yang kerapkali bcrpijak pada kcsukscsan masa lalu. Para karyawan hckcrja mcngikuti proscdur baku, perilaku rutin, dan mcnghindari risiko perbedaan opini, eksperimcntasi, dan kegagalan. Organisasi mclakukan perubahan tctapi dalam skala yang scmpit, karma lebih terpaku pada norma-norma, nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang bcrlaku. Proscdur kerja ditcrima dan dikcrjakan schagaimana adanya dan tidak pernali mcmpertcntangkan incirgapa harus memakai proscdur scperti itu. Proscdur kerja yang bcrlaku jarang atau tidak pcmah dipertanyakan, artinya secara konseptual sudah mcickat dcngan rutinitas (kcbiasaan). Double-Loop_learning adalah pcmbclajaran yang mengakibatkan perubahan dalam nilai-nilai theory-in-use, scperti asumsi dan stratcgi. Asumsi dan stratcgi bcrubah secara bersamaan dcngan atau scbagai suatu konsckucnsi perubahan di dalam nilai-nilai (Argyris dan Schon, 1996). DoubleLoop learning memiliki aspek dcstruktif yang sclalu inempertanyakan normanorma, nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang bcrlaku. Norma, stratcgi, dan sasaran yang bcrlaku perlu digali icbih dalam lagi, dipertanyakan kembali, dan diperbaiki untuk menciptakan kincrja tinggi organisasi. Double-loop learning tcrjadi ketika para anggota organisasi incnguji dan mcrubah asumsi dasar yang menyokong misi clan kebijakan inti increka. Dcngan demikian mertjadi lchih rclevan bagi survival organisasi dibanding hanya etisicnsi jangka pendek. Pembclajaran ini menyiratkan suatu kcinginan untuk mcnengok kembali misi, sasaran, dan strategi organisasi sccara reguler. Jadi bisa disimpulkan bahwa Pembclajaran Satu Putaran (single loop/first order):

• EKMA4565/MODUL S

5.75

"Proses betajar untuk meningkatkan kapasitas organisasi untuk mencapai tujuan yang jetas - bersifat rutin Q betajar pritaku" "Memperoleh basil betajar tanpa terjadi perubahan pada asumsi-asumsi yang mendasarinya". Sementara pada Pembelajaran Dua Putaran (double- loop/second order): "Termasuk di dalamnya untuk mengevaluasi ulang tujuan organisasi termasuk nilai-nilai dan kepercayaan dasarnya — melibatkan perubahan budaya organisasi" Literatur pembelajaran organisasi menekankan pentingnya budaya organisasi untuk pembelajaran. Karakteristik suatu budaya pembelajaran ineliputi pemberdayaan karyawan yang tinggi, partisipasi, dan keleluasaan (Argyris dan Scion, 1996). Bebcrapa cendekiawan juga sudah mengenali aspek spesifik suatu kultur organisasi pembelajar scperti: entrepreneurship and risk taking, kcpemimpinan fasilitatif, struktur organik, proses perencanaan strategik yang di desentralisasi (lilat: Garavan,1997). Kesemuanya itu bertujuan untuk lebih meningkatkan interaksi yang positif di antara karyawan. Alhasil, cara-cara baru dalain mendeskripsikan organisasi kini mulai menggantikan pendekatan yang lebilt kuno. Menurut Peter Senge, kita perlu berpikir lebih cermat tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran dan organisasi, di mann para manajer ditantang untuk mengenali bahwa "mindset" merupakan aspek penting bagi pembelajaran. Kesuksesan perusahaan membutuhkan kemampuan kognitif yang tinggi atau, menurut Argyris dan Schon (1974), kapasitas pembelajaran dua putaran (double loop learning), yaitu kemampuan untuk mencairkan kebek-uan, untuk menantang norma-norma, kebijakan, sasaran, konfigurasi sumber daya dan arsitektur perusahaan yang telah =pan. Dewasa ini bisa dikatakan bahwa kita berada di tengah-tengah pergeseran 'mind-set' (atau paradigma) menyangkut aktivitas-aktivitas ekonomi yang kini lebih bertumpu pada jaringan (network) sebagai sumber pembelajaran dan kerja sama yang mengandalkan proses dan pembelajaran melalui evolusi serta tidak lagi hergantung pada kepastian sebelum bertindak dan lebih bertumpu pada tindakan sebagai cara memperoleh kepastian. Yang bisa kita simpulkan di sini, bahwa ketika sebuah perusahaan menghadapi kompleksitas lingkungan yang semakin rumit (yang mungkin didorong oleh perubahan konstclasi persaingan dan teknologi), maka

5.76

MANAJEMCN PERUBAHAN •

timbullah kcbutuhan untuk bcrpikir-ulang. Hal ini bcrimplikasi pada pergcscran "mind-set" sebagaimana telah dibahas di atas Bagaimana pergcscran 'mind-set' bisa terjadi? Menurut Hurst (2002), saat dihadapkan dcngan komplcksitas, sebuali organisasi yang berorientasi kincrja (performance organization) perlu menjelina mcnjadi organisasi pembelajaran (learning organization) jika night rnewujudkan perubahan. Untuk tujuan ini, pcnekanan pada pengakuan, jaringan dan inn akan mcnggantikan tightly defined task, sistem kendali dan struktur yang kaku. Mcnurut Hurst, kondisi yang diperlukan antara lain adalah 'crisis yaitu kcgagalan yang nyata dari status quo yang tidak bisa dirasionalisasi, discmbunyikan ataupun dibantah lagi. Dengan mcmadukan gagasan-gagasan di atas, sejumlah hal pcnting bisa dikcmukakan. Pertaina, jika sebuah organisasi ingin mcraup manfaat jangka panjang dari pcmbclajaran, yang pasti akan diperolch mclalui perubalian, maka dibutuhkan proses yang tcpat. Kita mcmcrlukan sistem konvergen yang dirancang scdcmikian rupa hingga organisasi niampu menangkap dan mcnciptakan pengetahuan. Diperlukan konvergensi kapasitas infrastruktur IT untuk menangkap pcngctahuan, struktur manajcmcn dan desain sistem yang fokus mcndorong pembelajaran clan proses pengembangan organisasi yang bcrtujuan mendorong pcmbclajaran dan mcncrapkannya pada lingkungan ban'. Kcscrima ini perlu digcrakkan olch kcpcmimpinan, visi, sistem imbalan dan 'mental map' yang sesuai. Maka dalam hal ini, dibutuhkan proses yang dapat mcmfasilitasi penalaran produktir (productive reasoning). Pada dasarnya, hal ini incrupakan upaya kognitif yang sulit, di dalamnya kita mesti mcngidentifikasi dan mcmpertanyakan asumsi-asumsi, menata dan menganalisa data, mcnantang status quo, menyingkapkan pcngctahuan tacit dan lalu merubahnya menjadi pcngctahuan cksplisit, mcmbawa pengetahuan dan pcmikiran barn melalui konsekucnsi tak terencana dari sistem, kcputusan, status quo, gagasan baru dan seterusnya. Teknik-tcknik barn dalam biding pcmodelan kognitif bisa mcnibantu dalam melatih kemampuan kognitif ini namun inti masalahnya berpusat pada isu bagaimana mcngatasi pcnolakan organisasi tcrhadap 'penalaran produktif Dalam hal ini kita membutuhlcan infrastruktur IT untuk mcnangkap pembelajaran, misalnya: untuk menyusun basis-data profil dan keluhan konsumen scbagai sumber pengembangan produk. Scbagai ilustrasi dapat dikcmukakan di sini adalah bisnis produk peralatan rumah tangga dan



5.77

EKMA4565/MODUL 5

produk kitnia Kao Japlin yang mampu menangani 250 panggilan pelanggannya per harinya dan kini memiliki lebilt dan 350.000 pertanyaan/ keluhan pelanggan yang tersimpan di dalam sistem. Data ini bisa dianalisa dan dipanggil dengan menggunalcan 8.000 Iota kunci berupa nama pelanggan, produk, divisi, tanggal, daerah geografis konsumen. H. PENGEMBANCAN KOMPETENSI DALAM MENANGANI PERUBAHAN Kami menggunakan scbuah model yang digunakan secara luas dalam literatur pelatihan berdasarkan tahap-tahap pengembangan kompetensi. Di setiap situasi perubahan, kita bergerak dari unconscious incompetence menuju unconscious competence melalui conscious incompetence dan lalu ke conscious competence (Gambar 5.17). Unconscious competence Marra men kin* Crganisasi pembelajar Pengembangan pribadi

Developing Master/

Conscious competence Lakekayo perubahan Pe'mean ketramptlan

Survey stall Snivel PelanNall Berdimarking

Samna pembelajatan

Sku build%

Conscious incompetence

Meng PereNan diagnostic

Awareness rising

Salem togas, review

incompetenc incompetence: Gambar 5.17. Pengembangan kompetensi dalam perubahan

Secara analogis, hal yang sama kite jalani saat kits belajar mengemudi. proses pergeralcan dari ketidakmampuan bawah radar (di mana kits tidak menyadari ketidakmampuan atau apa makna kata itu) pada keadaan ketidakmampuan-yang-disadari saat pertama kali kits duduk di belakang kemudi. Begitu kits menyadari, kits langsung paham akan ketidakmampuan kits, karena itu disebut sebagai proses munculnya kesadaran. Dalam situasi

5.78

MAN...1E1,1EN PERUBAHAN •

perubahan, ini bisa tcrjadi mclalui proses komunikasi, kunjungan dan scbagainya, namun juga kerap muncul di saat timbulnya tuntutan barn pelanggan atau sumber-sumber kompetitif yang tak scgcra dapat dipenulti. Hal tcrakhir biasanya disadari dari studi diagnostik, tinjauan internal, dsb, yang dilalukan konsultan (cksternal ataupun internal), satuan tugas dan sebagainya. Proses berikutnya merupakan proses pembanganan ketrampilan di mana kita bcrgcrak dari ketidakmampuan-yang-disadari mcnuju kc kompetcnsiyang-disadari Di sini kita meinasuki tahap pertama implementasi. Keterampilan dalam sistem, prosedur barn dikembangkan dan dilatih. Samna pembclajaran mcncakup lokakarya, pclatihan karyawan, survei dan scbagainya. Pada tahap ini, kesadaran akan proses mcncapai tingkat yang tinggi dan pcngambilan risiko pribadi berada pada puncaknya. Dibutuhkan dukungan manajemen untuk mengambil risiko lantaran proses tcrpcnting dalam tahap ini adalah cksperimentasi. Upaya-upaya awal untuk mulai mcncoba-coba pendckatan barn, memungkinkan kita untuk mengidentifikasi modifikasi yang lazimnya dibutuhkan scbclum pcnerapannya sccara efektif. Di tahap ini, bcrlangsung proses pcmbelajaran individual mcncapai puncaknya sehingga jadi saat yang tepat untuk mcmaksimalkan pcmbelajaran organisasi. Namun demikian, seberapa seringkah kita mcsti mencoba menarik pelajaran dari basil coba-coba perubahan awal dan lokakarya perubahan agar supaya praktek tcrbaik haru ini dapat ditransfcr sccara sistematis? Proses yang tcrakhir menipakan proses pengembangan kcalthan mclalui praktek lama. Di sini sarana pembclajarannya adalah sistem manajemen kinerja dan mcncakup perhatian pada pcngembangan personal dan pcmbelajaran organisasi. l'ada tahap ini, kompetensi begitu sering dipraktekkan sehingga tak perlti lagi dipikirkan. Kompetcnsi tclah melekat pada perusahaan dan menjadi bagian tak tcrpisahkan. Maka, pcmbelajaran lebih lanjut akan mcnuntut adanya perhatian khusus pada sistem manajemen kincrja (penggunaan balanced scorecard, pendckatan nilai tambah, pcnilaian kincrja dan sebagainya). Dalam tahap ini, kctika keunggulan dalam kincrja tclah mampu diwujudkan, kecepatan pcmbelajaran akan menurun. Maka proses baru mitt diulang



EKMA45155/MODUL 5

5.79

-rz LATIHAN \ r

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Apa perbedaan antara pembelajaran organisasional dengan organisasi pembelajar? 2) Jelaskan secara singkat tentang shared vision sebagai salah satu faktor yang harus diwujudkan dalam organisasi pembelajar! 3) Apa yang Anda ketahui tentang Double-Loop learning? Petunjuk Jawaban Latihan I) Organizational learning biasanya diterjemahkan menjadi pembelajaran organisasional atau pembelajaran dalam organisasi, sedangkan learning organization diterjemahkan menjadi organisasi pembelajar. Pembelajaran organisasional penekanannya pada aspek pembelajaran yakni proses pembelajaran yang terjadi di dalam organisasi, sedangkan learning organization menekankan pada organisasi tempat pembelajaran tersebut berlangsung. Untuk lebih jelasnya silakan Anda membaca pada halaman 5.51 sampai dengan halaman 5.57. 2) Salah satu faktor yang harus diwujudkan oleh organisasi pembelajar adalah shared vision (Membangun visi bersama): ini menyangkut bagaimana setiap orang berbagi visi bersama tentang masa depan. Kepemimpinan merupakan kunci dalam menciptakan dan mengkomunilcasilcan visi tersebut. Namun, Senge memandang kepemimpinan lebih sebagai yang bertanggung jawab atas penciptaan struktur dan aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan total seseorang. Pemimpin menciptakan visi namun rela membiarkan visi tersebut dirumuskan-ulang oleh orang lain. Untuk lebih lengkapnya pengetahuan Anda, dapat Anda baca pada halaman 5.62 dan 5.63. 3) Double-Loop learning adalah pembelajaran yang mengakibatkan perubahan dalam nilai-nilai theory-in-use, seperti asumsi dan strategi. Asumsi dan strategi berubah secara bersamaan dengan atau sebagai suatu konsekuensi perubahan di dalam nilai-nilai (Argyris dan Scholl, 1996). Double-Loop learning memiliki aspek destruktif yang selalu mempertanyakan norma-norma, nilai-nilai dan asumsi-asumsi yang berlaku. Norma, strategi, dan sasaran yang berlaku perlu digali lebih

5.80

MANAJEMIEN PERUUAHAN •

dalam lagi, dipertanyakan kembali, dan diperbaiki untuk menciptakan kincrja tinggi organisasi. <11 RANGKUMAN

Organisasi pembelajar adalah organisasi yang secara terencana dan terns mcncrus memfasilitasi anggotanya agar bcrkembang dan mentransformasi diri dalam usaha nicningkatkan kinerja sesuai dengan kebutuhan organisasi. Saat ini ada banyak pendapat yang menyamakan antara organizational learning dan learning organization, hal itu mcrupakan salah kaprah. Untuk menghindari kerancuan defunsi scperti tersebut di atas, Idarifikasi tentang pengertian masing-masing istilah sangat penting dikedcpankan. Organizational learning diterjemahkan sebagai pembelajaran organisasional atau pcmbelajaran dalam organisasi di mana lcbih menekankan pada aspek pembclajaran yakni proses pcmbelajaran yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan learning organization diterjemahkan menjadi organisasi pembelajar menekankan pada organisasi tempat pembelajaran tcrsebut bcrlangsung. Untuk mcnjadi organisasi pembelajar yang baik, ada beberapa karaktcristik yang harus dipcnuhi, seperti yang dikcmukakan oleh Schcin (1985) dan Marquardt (1996), paparannya dapat Anda cennati pada halaman 5.58 dan 5.59. Selain berkarakteristik, untuk dapat mcwujudkan organisasi pembelajar ada lima factor disiplin pembclajaran yang harus dimiliki yaitu: system thinking, personal mastery, mental model, share vision dan team learning. Bahasan tcntang organisasi pembelajar juga tidak luput dari pembahasan tentang subsistem pembclajaran, organisasi pembelajar dan manajemen pcngetahuan, perubahan persepsi atas perusahaan, dan bahasan tcrakhir adalah tcntang pengcmbangan kompetensi dalam menangani perubahan. sz . TES FORMATIF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Organisasi yang secara tcrencana dan tcrus mencrus memfasilitasi anggotanya agar berkembang dan tnentransfonnasi diri dalam usaha meningkatkan kinerja scsuai dengan kebutuhan organisasi adalah definisi dari A. manajemen pembclajaran B. manajemen kinerja



EKMA4565/MODUL 5

5.81

C. pembelajaran organisasi D. organisasi pembelajar 2) Salah satu karaktcristik organisasi pembelajar yang dikemukakan oleh Marquardt adalah A. pembelajaran dilakukan secara parsial B. pembelajaran dilakukan oleh organisasi secara terus menents C. anggota organisasi tidak merasakan pentingnya pembelajaran D. iklim organisasi tidak berpengaruh banyak proses pembelajaran 3) Di bawali ini adalah faktor-faktor yang harus dipenuhi oleh organisasi pembelajar agar efcktif dalam pelaksanaannya, kecuali A. individual learning B. system thinking C. personal master D. share vision 4) Nonaka dan Takeuchi membagi pengetahuan menjadi dua bagian, pengetahuan yang bersifat personal, sulit diformulasikan dan dikomunikasikan adalah jenis pengetahuan A. explicit 13. Implicit C. tacit D. formal 5) Single loop learning adalah pembelajaran di dalam organisasi yang

bersifat A. merubah mind set sumber daya manusia B. meningkatkan kinerja organisasi dengan cara menemukan dan memperbaiki sistem yang digunakan oleh organisasi C. merubah pengetahuan sumber daya manusia organisasi yang bersifat nilai-nilai theory in use D. meningkatkan pengetahuan terhadap visi, misi dan strategi perusahaan

5.82

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Ilitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan —

Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal

x100%

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = balk sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, tcrutama bagian yang belum dikuasai.



5.83

EKMA4585/MODUL 5

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) D. 2) A. 3) A. 4) C. 5) B.

Tes Formatif 2 1) D. 2) B. 3) A. 4) C. 5) B.

5.84

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Daftar Pustaka Argyris, C. dan Schon, D.A. (1978). Organizational Learning: A Theory of Action Perspective, Reading, Mass: Addison Wesley Publishing Company. Argyris, C., & Scho-n, D. A. (1996). Organizational learning II: Theory, method and practice. Reading, MA: Addison-Wesley. Baker, Joel. (cited in Partners in Print Vol. 3, No. 6, Nov./Dec., 1991). Barney, J. B. (2007). Gaining and Sustaining Competitive Advantage, edition, Pearson Prentice Hall. Beer, M, & Spector, B. (1993). Organizational Diagnosis: Its Rolein Organizational Learning, Journal of Counselling & Development, 71, pp. 642-650. Bradford, D.L. & Burke, W.W. (eds.) (2005). Reinventing Organization Development: Addressing the Crisis, Achieving the Potential, San Francisco, CA: Pfeffer. Bullock, R.J. & Batten, D. (1985). It's Just a Phase We're Going Through: A Review and Synthesis of OD Phase, Group & Organization Studies, 10 (4), pp. 383-412. Burke, W.W. (1997). New Agenda for Organization Development, Organizational Dynamics, 26 (1), pp. 7-20. Burke, W.W. & Bradford, D.L. (2005). The Crisis in OD. In Bradford, D.L. & Burke, W.W. (eds.). Reinventing Organization Development: Addressing the Crisis, Achieving the Potential, San Francisco, CA: Pfeffer, pp. 7-14. Burke, W.W. & Kitwin, G.H. (1992). A Causal Model of Organizational Performance and Change, Journal of Management, 18 (3), pp. 523-545.



EKMA4555/MODUL 5

5.85

Cummings, T.G. & Worley, C.G. (2005). Organization Development and Change, 8th edition, Mason, Ohio: South-Western. Dilworth, R. (1995). The DNA of the Learning Organization, in Chawla, S. & Renesch, J. (eds.) Learning Organization: Developing Culture for Tomorrow's Workplace, New York: Productivity Press, pp. 243-256. Dunphy, D.C. & Stace, D.A. (1993). The Strategic Management of Corporate Change, Human Relations, 46 (8), pp. 905 — 1110. Drucker, P. (1998). The Coming of New organization, in Drucker, P. & Garvin, D.A. (eds.) Harvard Business Review on Knowledge Management, Boston, Mass.: Harvard Business School Press, pp.1-19. Egan, T.M. (2002). Organization Development: An Examination of Definitions and Dependent Variables, Organization Development Journal, 20 (2), pp. 59-70. French, W.L. & Bell, C.H. (1995). Organgaization Development: Behavioral Science Interventions for Organizational Improvement, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Friedlander, F. & Brown, L.D. (1974). Organization Development, Annual Review of Psychology, 25, pp. 323-341. Garavan, T. (1997). The learning organization: a review and evaluation. The Learning Organization, 4 (1), pp. 18-29. Garvin, D.A. (1993), "Building a Learning Organization", Harvard Business Review, July-August, pp. 78-91. Greiner, L. (1972). Red Flag in Organization Development, Business Horizons, pp. 17-24.

5.86

MANAJEMEN PERUSAHAN •

Greiner, 1. & Cummings, T.G. (2006). OD: want More Live than Dead! In Bradford, D.L. & Burke, W.W. (cds.). Reinventing Organization Development: Addressing the Crisis, Achieving the Potential, San Francisco, CA: Pfeffer, pp. 87-112. Grieves, J. (2000). Images of Change: The new Organizational Development, Journal of Management Development, 19 (5), pp. 345-447. Hamel, G. & Prahalad, C.K. (1991). Corporate Imagination and Expeditionary Marketing, Harvard Business Review, July-August, pp. 81-92. Hamel, G. & Prahalad, C.K. (1994). Competing for the Future, Boston, Mass.: Harvard Business School Press. Harvey, D.F. & Brown, D.R. (1996). Experimental Approach to Organization Development, 5th edition, Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall International Edition. Hurst, D.K. (2002), Crisis and Renewal: Meeting the Challenge of Organizational Change, Boston, Mass.: I Iarvard Business School Press. Huse, E. (1980). Organizational Development and Change, Minneeapolis/St. Paul: West. Kogut, B. & Zander, U. (1993). Knowledge of the firm and the evolutionary theory of the multinational corporation, Journal of International Business Studies. 24 (4); pp. 625-645. Leibold, M., Probst, G, & Gilbert, M. (2005). Strategic Management in the Knowledge Economy: New Approach and Business Application, Wiley. Lundberg, C. (1995). Learning in and by Organizations: Three Conceptual Issues, International Journal of Organizational Analysis, 3 (1), pp. 10-23



EKMA4565/MODUL 5

5.87

Marquardt, M. (1996). Building the Learning Organization, A systems Approach to Quantum Improvement and Global Success. New York: McGraw-Hill. Marquardt, M. & Reynolds, A. (1994). Global Learning Organization, New York: Irwin Professional Pub. Marqurdt, M. Kearslcy, G. (1999). Technology-Based Learning: Maximizing Human Performance and Corporate Success, Boca Raton, Florida: CRC Press. Megginson, D & Peddler, M. (1992). Self-Development: A Facilitator' Gauide, Maidenhead, McGraw Hill. McLean, G.N. (2006). Organizationa Development: Principles, Processes, Performance, San Francisco, CA: Berret-Kohler Publishers, Inc. Nonaka, I. & Takeuchi, H. (1995). The Knowledge-Creating Company, Oxford: Oxford University Press. Ohmae, K. (1995). The End of Nation State: The Rise of Regional Economies, Free Press. Orstenblad, A. (2001). On Differences between Organizational Learning and Learning Organization, The Learning Organization, 8 (3), pp. 125-133. Pedler, M., Burgoyne, J. and Boydell, T. (1991), The Learning Company: A Strategy for Sustainable Development, 2nd ed., London: McGraw-Hill. Senge, P.M. (1990), The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, New York, NY: Currency Doubleday. Senge, P.M. (2003), "Taking personal change seriously: the impact of organizational learning on management practice", The Academy of Management Executive, Vol. 17, pp. 47-50.

5.88

MANAJCINEN PERUBAHAN •

Stace, D. & Dunphy, D.C. (1994), Beyond the Boundaries: Leading and Recreating the Successful Enterprise, McGraw-Hill. Takeuchi, H. and I. Nonaka, Hitotsubashi on Knowledge Management 2004, Singapore: John Wiley & Sons (Asia). Tjakraatmaja, J.H. & Lantu, D.C. (2006). Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar, Bandung: SBM-ITB. Wang, C.L. & Ahmed, P.K. (2003). Organisational learning: A critical review, The Learning Organization. 10(1), pp. 8-17. Waterman, R.H., Jr., Peters, T.J., & Phillips, J.R. (1980). Structure is not Organization, Business Horizons, June, pp. 14-26. Weisbord, M.R. (1976). Organizational Diagnosis: Six Places to Look for Trouble with or without Theory, Group & Organization Studies, 1, pp. 430-447. Worley, C.G. & Feyerherm, A.E. (2003). Reflections of the Future of Organiztion Development, The Journal of Applied Behavioral Science, 39 (1), pp. 97-115. Yeo, R. (2003) Linking organisational learning to organisational performance and success: Singapore case studies, Leadership & Organization Development Journal.. Vol. 24, Iss. 1/2; p. 70-83. Yeo, R. (2005). Revisiting the roots of learning organization: A synthesis of the learning organization literature, The Learning Organization. 12 (4), pp, 368-382.

McIDUL 6

Manajemen Pengetahuan dan Inovasi Organisasi Drs. Achmad Sobirin, MBA., Ph.D.

p ‘asolib. T „

8

PENDAHULUAN

ecara panjang lebar modul satu telah menguraikan terjadinya pergeseran tata kehidupan manusia yang bersifat struktural. Oleh Tofller (1980) pergeseran tersebut dibagi ke dalam tiga gelombang perubahan yaitu era pertanian (agrarian era), era industri (industrial era) dan era pasca industri atau sering dikenal pula sebagai era informasi (post industrial, atau information era). Pergeseran dari satu gelombang ke gelombang yang lain selalu ditandai oleh perubahan atau tepatnya lompatan besar (quantum leap) yang menyebabkan karakteristik pada satu era berbeda secara signifikan dengan karakteristik era lainnya. Saw hal yang juga patut mendapat perhatian adalah setiap menjelang terjadinya perubahan-perubahan besar tersebut selalu diawali oleh inovasi-inovasi yang pada mulanya hanya dilakukan sebagian kecil kelompok masyarakat tertentu (Lenski & Lenski, 1987). Sudah hampir pasti inovasi tersebut kemudian ditiru, merembet dan dikembangkan kelompok-kelompok masyarakat lain menjadi inovasi yang lebih komprehensif, atau dengan kata lain inovasi secara langsung maupun tidak langsung akan diikuti oleh proses pembelajaran dan penciptaan pengetahuan baru yang hasil akhirnya adalah inovasi-inovasi baru dan pengetahuan baru yang lebih baik. Inovasi dan pengetahuan yang terus bergulir secara gradual ini pada akhirnya menyebabkan perubahan dalam pengertian positif yakni progres dan kemajuan pada sekelompok masyarakat tertentu yang diikuti oleh progres dan kemajuan pada kelompok masyarakat lain. Uraian di atas memberi gambaran sederhana bahwa inovasi, pengetahuan dan perubahan selalu berjalan wiring. Ketiganya hampir tidak bisa dipisahkan sehingga kita sering kali mengalarni kesulitan untuk menentukan mana yang menjadi pemicu dan mana yang menjadi dampak dari ketiga hubungan tersebut. Bisa dikatakan bahwa ketiganya memiliki hubungan

6.2

MANAJEMEN PERUINAHAN •

timbal balik (resiprokal) yang saling mcmpengaruhi seperti tampak pada Gambar 6.1 berilcut ini. pengetahuan

perubahan inovasi

Gambar 6.1. Hubungan resiprokal antara pengetahuan, inovasi dan perubahan Memang agak sulit untuk melihat sebab akibat dari ketiga hubungan tersebut. Namun bila kita mencermati simpulan Baloch & Karirn (2007) yang menyatakan bahwa komoditas kunci pada era informasi adalah data, maka bisa disimpulkan bahwa pengetahuan dewasa ini mcrupakan faktor kunci yang mcnjadi pemicu timbulnya inovasi dan perubahan. Logikanya adalah data merupakan sumber informasi dan selanjutnya jika informasi tcrsebut dipecah-pecah dan digabungkan dengan informasi lain akan menghasilkan pengetahuan (Bierly III, Kessler & Christensen, 2000). Sesuai dengan simpulan Baloch & Karim maka bisa diartikan pula bahwa dewasa ini pengetahuan merupakan komoditas kunci dan menempati peran penting dalam kchidupan masyarakat. Bahkan dengan dukungan teknologi informasi yang telah berkembang begitu pesat pengetahuan tidak lagi hanya tersimpan pada individu-individu tertentu seperti yang tcrjadi pada era pertanian tetapi tersimpan dalam bentuk digital yang sewaktu-waktu bisa diakses oleh siapapun yang membutuhkannya. Dengan dcmikian ketika produksi pengetahuan semakin tinggi dan menyebar ke segala penjuru, konsekuensi logisnya adalah inovasi akan tercipta di mana-mana sehingga perubahan pun tidak bisa dihindarlcan. Dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi, situasi ini sekali lagi akan torus bergulir dengan intensitas yang lebih cepat sampai mencapai titik keseimbangan baru yang tidak pernah berhenti. Dalam era informasi seperti sekarang ini dengan demikian pengetahuan menjadi komoditas penting, sumber kekuatan dan daya saing bagi siapapun



EKMA4565/MC1DUL 6

6.3

yang menguasainya. Negara yang mengusai pengetahuan lebih memilild daya saing ketimbang negara yang tidak memiliki pengetahuan. Demikian juga organisasi atau perusahaan yang memiliki pengetahuan lebih akan lebih mudah bersaing. Oleh karena itu sangat wajar jika upaya untuk mengembangkan dan menguasai pengetahuan terus dilakukan. Jika pada awalnya hanya institusi pendidikan yang memonopoli pengembangan pengetahuan, dewasa ini institusi-institusi lain termasuk institusi bisnis tidak ketinggalan juga ikut mengembangkannya. Munculnya istilah knowledge based economy tidak lepas dari peran institusi bisnis dalam mengembangkan pengetahuan. Dampak lanjutannya adalah perusahaan tidak semata-mata dianggap sebagai institusi keuangan tetapi juga sebagai institusi pengetahuan. Di sini pengetahuan dikelola agar perusahaan tidak kehilangan pengetahuan khususnya saat terjadi pentbahan radikal (Scalzo, 2006) mengingat berkembangnya pengetahuan sangat potensial menyebabkan terjadinya inovasi-inovasi barn dan perubahan radikal. Berdasarkan paparan di atas, modul terakhir dalam rangkaian bahasan manajemen perubahan akan difokuskan pada dua topik yang latar belakangnya telah diuraikan di muka yaitu knowledge management dan inovasi organisasi. Di satu sisi Chen (2007; 2008) mengatakan bahwa perubahan dalam perspektif makro memiliki keterkaitan dengan pengembangan pengetahuan; sementara King & Anderson (2002) menegaskan adanya hubungan resiprokal — hubungan timbal balik antara perubahan dan inovasi di mana perubahan bisa memicu timbulnya inovasi dan sebaliknya inovasi bisa menyebabkan munculnya perubahan. Di sisi lain Chang & Lee (2008) menjelaskan adanya keterkaitan antara akumulasi pengetahuan dengan inovasi. Ketiga paparan ini sekali lagi menegaskan adanya hubungan resiprokal antara pengetahuan, inovasi dan perubahan seperti dipaparkan pada Gambar 6.1. Karena itulah Modul 6 akan membahas manajemen pengetahuan dan inovasi organisasi sebagai bagian dari bahasan manajemen perubahan. Bahasan ini akan dibagi dua, yaitu KB 1 membahas manajemen pengetahuan dan KB 2 membahas inovasi organisasi. Setelah selesai mempelajari modul ini Anda diharapkan mampu: (knowledge 1. memahami pengertian manajemen pengetahuan management); 2. memahami pengertian inovasi organisasi; 3. menjelaskan hubungan antara data, informasi, pengetahuan dan krerifan;

6.4

4. 5. 6. 7. 8.

MANAJEMEN PERLIBAHAN •

menjelaskan komponen-komponen yang dapat mcnciptakan nilai tambah perusahaan; menjelaskan sinergi dari tiga komponen penciptaan nilai tambah perusahaan; menjelaskan pengcrtian komponcn, tipologi, dan manajcmen kreativitas; menjelaskan perbedaan antara invensi, inovasi dan adopsi; menjelaskan karakteristik organisasi inovatif.



6.5

EKMA4565/MODUL

KEGIATAN BELAJAR 1

Knowledge Management A. MEMASUKI ERA INFORMASI DAN PENGETAHUAN Dewasa ini kita hidup dalam era informasi atau era pengetahuan dengan tata kehidupan yang jauh berbeda dibandingkan dengan tata kehidupan pada era industri dan lebili lebilt dengan era pertanian. Perubahan pada era infonnasi ini membawa berbagai macam implilcasi bagi masyarakat dalam menjalani kehidupannya baik kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan dan aspek kehidupan lainnya. Dalam kehidupan sosial, banyak hal yang sebelumnya dianggap tidak mungkin sekarang menjadi serba mungkin. Yang sebelumnya dianggap tabu sekarang menjadi sesuatu yang lumrah. Sebagai contoh, frase "mangan ora mangan sing penting ngumpul" yang populer pada masyarakat Jawa sudah dianggap kadaluawarsa pada era informasi. Tinggal di tempat yang saling berdekatan atau dalam satu kota sudah bukan keharusan. Mereka boleh tinggal di mana-mana bergantung di mana mereka mencari penghidupan. Jika mereka ingin bertemu, boleh jadi pertemuan secara fisik sudalt tidak lagi menjadi prioritas; pertemuan cukup dilakukan dengan SMS, telepon, video call atau media komunikasi lainnya yang lebih praktis. Masyarakat mulai berpandangan bahwa pertemuan secara fisik atau kumpul di antara anggota keluarga tidak perlu dilakukan sesering seperti waktu-waktu sebelumnya. Pertemuan seperti ini bahkan sering dianggap pemborosan dan menyulitkan banyak pihak, mereka lebih mementingkan kualitas pertemuan tersebut bukan frekuensinya. Dalam kehidupan ekonomi, pola kegiatan bisnis juga mengalami banyak perubahan. Model bisnis telah berubah dari bisnis konvensional (brick-andmorlar-busniess) beralih menuju bisnis berbasis informasi (click-and-mortarbusiness) atau sering disebut e-business atau i-business. Sebelumnya untuk mengirim uang ke sanak keluarga yang jaraknya ribuan kilometer kita harus menggunakan bantuan kurir yang penuh risiko atau paling tidak menggunakan jasa pos yang membutuhkan waktu beberapa hari. Sekarang prosesnya jauh lebih mudah dan lebih cepat, dan bahkan bisa dilakukan sambil tiduran di nimah. Dengan bantuan teknologi informasi sekarang kita tinggal "klik" dan uang sudah terkirim. Hanya dalam hitungan detik si penerima bisa memanfaatkan uang tersebut. Demikian juga dalam hal

6.6

MANAJEMEN PERUBANAN •

pendidikan, khususnya di negara-negara rnaju, sudah mulai diperkcnalkan distance learning di mana peserta didik tidak lagi perlu datang ke kampus

sekcdar untuk mendengarkan dosen memberi kuliah yang tcrkadang malah membosankan. Sekarang mahasiswa cukup tinggal di rumah sambil menjalankan kcgiatan lain seperti biasanya dan pada scat bcrsamaan mereka bisa mengikuti kuliah melalui interact Walhasil, pada era informasi dan pcngetahuan ini kehidupan begitu cepat, praktis, pragmatis dan scrba seketika dan instant. Tidak pelak semua ini menyebabkan masyarakat berprilaku serba instant. Bayi-bayi yang lahir pada era ini tidak lagi disebut generasi "baby boomer" atau "Generartion X" tetapi "Generation-I" karena sejak lahir atau bahkan sebelum lahir sudah terekspos dengan intemet dan infonnasi. Generasi ini sudah tidak mcngenal lagi istilah kirim kartu lebaran atau kartu natal untuk mengucapkan selamat idul fitri atau selamat natal. Mereka lebih memilih kirim ucapan melalui SMS yang jauh lcbih praktis dan lebih murah. Akibatnya fungsi Kantor Pos pun mulai berubah. Memang urusan kirim surat masih menjadi bisnis inti Kantor Pos tetapi pendapatannya banyak ditopang olch aktivitas bisnis lain yang berbasis Internet. Kondisi semacam ini tidak hanya dialami oleh Kantor Pos tetapi juga kegiatan bisnis lainnya. Surat kabar misalnya sudah bukan lagi menjadi bagian hidup Generasi I; mereka lebih memilih membuka Internet dan memilih berita yang mereka sukai. Gambaran di atas memberi penegasan terhadap scbutan abad 21 sebagai era informasi dan masyarakat pengetahuan (knowledge society) karena pada era ini hampir semua kehidupan beralih menuju information atau larowledge based. Dengan demikian informasi dan pengetahuan memiliki peran penting dalam tata kehidupan manusia. Informasi menjadi faktor dominan yang dibutuhkan manusia untuk mcngelola kchidupannya. Maju ataumundurnya sebuah negara, berkembang atau tidaknya sebuah perusahaan dan berhasil atau gagalnya seseorang dalam menjalani hidup sangat bergantung pada kualitas informasi dan pengetahuan yang dimilikinya. Siapapun yang menguasai informasi dan pengetahuan merekalah yang menguasai dunia. Hal ini bukan berarti pada era sebelumnya informasi dan pengetahuan tidak diproduksi. Yang membedakan era informasi dengan era-era sebelumnya adalah pengetahuan diproduksi dan menycbar dengan cepat sehingga sering terjadi overloaded information. Demikian juga pengetahuan yang telah dimiliki seseorang atau sekelompok orang tidak lagi hanya tersimpan pada diri seseorang dan melulu menjadi milik mereka. Sckarang infonnasi dan



EKMA4565/MODUL 6

6.7

pengetahuan tersimpan di CD ROM dan alat simpan elektronik lainnya sehingga pengetahuan tidak segera sirna manakala pemilik pengetahuan tidak bisa bertahan hidup. Pengetalman yang telah tersimpan tersebut kemudian diperlakukan sebagai sumber infonnasi dan rujukan bagi orang lain untuk memproduksi dan menciptakan pengetahuan ba' yang lebih maju. Proses ini berjalan secara berkelanjutan dengan cepat sehingga satu sumber pengetahuan bisa menghasilkan ratusan dan bahkan ribuan pengetahuan barn dalam waktu yang relatif singkat. Yang menjadi paradox adalah pada saat bersamaan pengetahuan bisa saja tiba-tiba menjadi kedaluwarsa karena tergantikan oleh pengetahuan lainnya yang lebih barn. Ketika pengetahuan tidak tersimpan pada masing-masing individu yang mernproduksinya namun pada tempat-tempat penyimpanan publik seperti CD ROM dan flash disk yang sangat compact, bcberapa implikasi muncul bersamaan dengan perubahan pola tersebut. Per:ulna, seperti tclah dijelaskan pada modul satu, seseorang yang menghasilkan pengetahuan pada umutnnya tidak bekcrja sendirian; mereka menjadi bagian dari sebuah organisasi. Hal ini mengandung pengertian bahwa peran organisasi dalam menghasilkan pengetahuan sangat menonjol. Bisa dikatakan bahwa penghasil pengetahuan adalah organisasi melalui pars ekspertis yang bekerja di dalamnya yang disebut knowledge ter. Kedua, informasi dan pengetahuan tidak lagi menjadi mit perorangan tetapi menjadi property organisasi. Organisasi menjadi pihak yang memproduksi, menyimpan dan menyebarkannya. Berhagi informasi dan pengetahuan tidak lagi dilakukan oleh individuindividu melainkan oleh organisasi. Kalaulah yang menyampaikan dan menyebarkan pengetahuan tersebut adalah individu, mereka merupakan bagian integral dari sebuah organisasi. Ketiga, akibat dari proses produksi dan penyebaran pengetahuan yang begitu cepat, siklus hidup pengetahuan juga menjadi semakin pendek. Dampak lanjutannya adalah perubahan juga menjadi semakin cepat dan lingkungan menjadi semakin tidak menentu dan sulit diprediksi arab perkembangannya. Keempat, semua ini ditnungkinkan karena adanya faktor pendukung utama yakni teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Berdasarkan gambaran di atas, Tjakraatmadja & Lantu (2006. 2-5) menyitnpulkau bahwa era informasi dan pengetahuan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Inforrnasi/pengetahuan mudah diperoleh dan sekaligus dapat kedaluarsa dengan cepat.

6.8

MANAJEMEN PERUBAHAN •

2. Pcrmasalahan dalam kehidupan sehari-hari scmakin kompleks. 3. Pola perubahan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya bcrpengaruh signifikan pada keberlangsungan organisasi dengan hubungan pengaruh yang semalcin sulit dipredilcsi. B. ORGANISASI SEBAGAI INSTITUSI PENGETAIIUAN Jika sebelumnya organisasi hanya dianggap sebagai alat bantu yang bcrfungsi untuk membantu para pendiri atau pemilik mcmenuhi kebutuhankcbutuhannya dan perusahaan dianggap sebagai mcsin penghasil uang — scring disebut sebagai cara pandang klasik, sekarang pada era informasi organisasi/perusahaan juga dianggap sebagai institusi pengetahuan (Leonard, 1999; Nonaka & Takeuchi, 1995; Nonaka, Toyama & Nagata. 2000). Dengan anggapan ini organisasi seolah-olah menjadi sumbcr clan gudang pengetahuan dan mampu menciptakan, memproscs dan mendistribusikan pengetahuan. Anggapan ini sejalan dengan pandangan Gareth Morgan (1997) tentang metafora organisasi. Menurut Morgan salah satu cara pandang untuk memahami organisasi adalah organisasi dianggap layalcnya sebuah otak tempat berpikir (organizations as brains) yang mampu memproscs informasi dan mampu melakukan proses pembelajaran. Pandangan ini sekaiigus menegaskan bahwa kemampuan organisasi melakukan pembelajaran bisa diartikan pula bahwa organisasi mampu menciptakan pengetahuan baru, mendesiminasi pengetahuan pada seluruh elemen organisasi dan mewujudkannya dalam bentuk produk, jasa dan sistem organisasi (Nonaka & Takeuchi, 1995). Yang barangkali tidak botch disalah-mengertikan terhadap anggapan ini adalah meski dewasa ini pengetahuan meniiliki arti penting bagi sebuah organisasi/perusahaan, namun bukan berarti pengetahuan merupakan produk akhir atau tujuan akhir dari sebuah organisasi/perusahaan. Kecuali institusi pendidikan, pengetahuan bagi organisasi lainnya lebih bcrfungsi sebagai aset (Husi, 2004) atau alat bantu (tool) (Martesson, 2000) yang memungkinkan organisasi memiliki daya saing baru sehingga hardpan organisasi tersebut bisa bertahan hidup dan terns berkembang jauh lebih tinggi ketimbang organisasi yang tidak memiliki pengetahuan.

6.9

• EKMA4565/MODUL 6

C. DATA, INFORMASI, PENGETAIWAN DAN KEARIFAN Pada mulanya, sebelum manajemen pengetahuan menjadi kebutuhan organisasi, tidak banyak yang mempermasalahkan adanya perbedaan antara pengetahuan, informasi dan data. Ketiga istilah ini sexing digunakan secara bergantian seolah-olah memiliki pengertian yang sama. Akhir-akhir ini ketika pengetahuan menjadi bagian penting dalam kehidupan organisasi/ perusahaan, membedakan ketiga istilah tersebut dianggap menjadi sebuah kebutuhan tersendiri. Penyebabnya karena kesalahan dalam memahami ketiga istilah tersebut berpotensi menciptakan kesalahan dalam mengelola pengetahuan. Di samping adanya kebutuhan untuk membedakan istilah data, informasi dan pengetahuan, pengetahuan juga mulai dikontraskan dengan istilah wisdom atau kearifan. Oleh karena itu sebelum membahas knowledge management, klarifikasi terhadap keempat istilah ini terlebih dahulu akan dikemulcalcan. Secara singkat Tabel 6.1 memberi gambaran tentang pengertian keempat istilah dimaksud. Tabel 6.1. Perbedaan 1st'lah Data, Informasi, Pengetahuan dan Kearifan 5g QOM 01 . PIA i;t91 ; ' ' 141.40001 4 ! 410.4.14 ;1. well. v ,,,, ■.,. g • 5 .;, i ...i

Data Informasi

Pengetahuan

Fakta yang belum didah Data yang mengandung makna; data yang bisa digunakan Pemahaman yang jelas tentang informasi

'0,

a.

'•I.., ...ikl:

• —

Penghafalan (bank data) Pengertian (bank informasi)

Analisis dan sintetis

Pemahaman mendalam (bank pengetahuan) Hidup Iebih baik/ berhasil (bank kearifan)

Ketajaman dalam memberi penilaian (judgment) dan melakukan tindakan yang tepat Sumber: Bierly III, Kessler a Christensen (2000)

Kearifan (wisdom)

Menggunakan pengetahuan untuk menetapkan dan mencapai tujuan

arlitArtraiMrii

Mengakumulasi kebenaran Memberikan bentuk dan fungsi

• 4

Sementara itu untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara data, informasi, pengetahuan dan kearifan kita gunakan buku sebagai contoh acuan. Sebuah buku terdiri dan data dalam bentuk huruf dan kata-kata;

6.10

MANAJILMEN PERUBAHAN •

informasi akan kita peroleh jika kita membaca kata-kata yang ada dalam buku dan mcncoba memahami artinya. Selanjutnya jika informasi yang kita peroleh tersebut digabungkan dengan informasi-informasi lain maka akan diperoleh sebuah pengetahuan. Jika pengetahuan digunakan dengan benar akan tercipta wisdom. Dalam konteks organisasi berbasis pengetahuan wisdom dimaknai sebagai pencapaian tujuan. Dan contoh sederhana ini tampak bahwa data, informasi, pengetahuan dan wisdom mcmiliki hubungan yang bersifat hirarkhis seperti tampak pada Gambar 6.2.

Memahami Hubungan Data - Wisdom

A tinggi

Wisdom principle pengetahuan pola

informasi hubungan Data symbols • rcndah

to-

Mudah Sumber: Nunamaker, Jr. et at. (2001) Gambar 6.2. Hierarkhi data, informasi, pengetahuan dan wisdom 1. Data Data adalah fakta yang belum diolah dan diterima apa adanya. Orang scring mcnyebutnya sebagai "data mentah". Meski penyebutan ini salah kaprah karena data itu sendiri sifatnya masih mental', belum tcrstruktur (discrete), penyebutan ini mengandung pengertian bahwa data sekedar eksis dan belum memberikan arti apa-apa di luar kcberadaan data tersebut. Sebagai



EKMA4565/MODUL 6

6.11

contoh, ketika Biro Pusat Statistik (BPS) misalnya mengeluarkan angka kepadatan penduduk di kota-kota besar di Indonesia adalah 5000 orang per kilometer persegi, angka tersebut hart sebatas fakta dan sekaligus data yang belum memberikan makna. Jadi 5000 orang merupakan angka — sebuah fakta dan data tentang kepadatan penduduk. Maknanya apa? Apakah angka 5000 termasuk angka yang cukup besar atau sebaliknya? Belum bisa disimpulkan

karena angka tersebut sebuah fakta Tentunya data bukan hanya bcrupa angka. Data eksis dalam berbagai bentuk — angka, gambar, kata-kata atau simbol. Apakah data bisa digunakan atau tidak bukan persoalan yang berkaitan dengan data. Dengan bantuan teknologi infonnasi yang sangat canggih dalam beberapa detik misalnya kita bisa mcmperoleh beragam data. Apakah data tersebut berguna atau tidak sangat bergantung pada kita bagaimana mcmanfaatkannya. Jadi data merupakan representasi yang maknanya bergantung pada sistem representasi (symbol, bahasa) yang kita gunakan. Oleh karena itu data mcrupakan fakta yang belum terstruktur dan bersifat simbolik. Menurut Bierly III, et al. (2000) memperoleh data sepadan dengan level I pada taxonomy Bloom tentang keterampilan kognitif seseorang. Dengan demikian belajar tentang data sama halnya dengan proses mengakumulasi fakta sehingga hasil akhirnya adalah kita bisa mengingat berbagai macam fakta yang bisa disimpan sebagai bank data. 2. Informasi Informasi adalah data yang telah diolah, biasanya dengan cara mengaitkan satu data dengan data lainnya. Hasil dari olah data adalah sebuah bentuk atau tatanan terstruktur yang mampu memberi makna bagi siapa saja yang menerima olah data tersebut. Pada contoh sebelumnya angka 5000 tentang kepadatan penduduk kota di Indonesia akan memberikan makna, yang berarti pula akan memberikan informasi, jika angka tersebut dikontekstualkan misalnya dikaitkan dengan data lain yaitu kepadatan penduduk di negara-negara Eropa yang angkanya katakanlah hanya 1000 orang per kilometer persegi. Jika kedua data tersebut dihubungkan maka diperoleh infonnasi tentang kepadatan penduduk di dua kola berbeda di many kota-kota di Indonesia lima kali lebih padat dibandingkan kota-kota di Eropa. Pertanyaannya adalah apakah infonnasi ini .berguna? Bisa ya bisa tidak bergantung bagaimana kita memaknai informasi tersebut. Bagi orang pemasaran boleh jadi infonnasi tentang jumlah kepadatan penduduk di dua

6.12

MANAJEMEN PIKRUBAtIAN •

Negara berbeda mcnginfonnasikan dirinya tentang potensi pasar sasaran. Bagi orang yang scdang belajar ilmu kimia, informasi di atas mungkin tidak ada manfaatnya. Namun terlepas bahwa informasi ada gunanya atau tidak, informasi masih lcbih berguna ketimbang data. Pcnyebabnya botch jadi karcna infonnasi dan makna yang tcrkandung di dalatnnya dapat dikomunikasikan dan ditransfcr kc pihak lain. Jadi informasi merupakan media komunikasi yang mcmbawa sena deskripsi, dcfinisi, atau perspcktif dan dapat digunakan untuk mcnjawab pertanyaan apa, siapa, kapan atau di mana. Pcnjclasan ini menunjukkan bahwa informasi bersifat relasional. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, mcmperolch informasi sctara dengan kemampuan kognitif seseorang pada level 2 dan level 3 yakni kemampuan untuk meinahami informasi dan kemampuan untuk mcngaplikasikan informasi tersebut (Bicrly, III, 2000). 3. Knowledge Di muka tclah disebutkan hahwa kumpulan dart fakta akan membentuk data dan ketika data dirangkai dengan data lain dan dihcri makna akan mcnghasilkan informasi. Sclanjutnya jika informasi tersebut dipilah-pilah dan digabungkan dengan informasi lain, kcmudian dianalisis dan disintesakan hasilnya adalah scbuah pengctahuan atau knowledge. Scbagai contob, sctclah mcmperolch informasi tentang perhedaan jumlali penduduk kota-kota besar di Indonesia dan Eropa, seorang pemasar taint apa makna informasi tersebut bagi kegiatan pernasaran sehingga la mampu menyusun strategi untuk memasuki pasar Indonesia. Pengctahuan ini akan semakin baik jika pemasar tcrsebut memperolch informasi tambahan misalnya informasi tentang tingkat pendapatan penduduk Indonesia yang hanya scperempat dart pendataan penduduk Eropa. Dan gambaran ini knowledge bisa didcfinisikan sebagai pemahaman yang jelas atau pemahaman baru yang diperolch mclalui proses analisis dan sintesa informasi dan pola hubungan antara informasi-informasi terscbut (Bierly III, et al., 2000). Definisi ini menyiratkan bahwa hanya individu yang mcmiliki pengctahuan, oleh karenanya Alavi & Leidner (2001) mcngatakan pengctahuan adalah olah informasi yang melckat path pikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pengctahuan merupakan personalized information (apakah informasi tcrscbut baru atau lama, khas, hcrguna atau akurat, bukan persoalan) yang tcrkait dengan fakta, prosedur, konscp, interpretasi, ide, obscrvasi dan judgment atau pcnilaian. Scmcntara itu Bicrly III, et al. (2000) menyamakan knowledge dengan level 4 (analisis) dan level



EKMA4565/MODUL 6

6.13

5 (sintesis) pada taksonomi Bloom karena pengetahuan mampu meningkatkan kemampuan kognitif seseorang. Meski sudah tampak jelas bahwa pengetahuan adalah kumpulan informasi yang menghasilkan pemahaman bare, pengetahuan secara konseptual tidak sesederhana itu. Kontroversi di sana sini kadang-kadang masih sering terjadi. Jika selama ini kita memahami bahwa pengetahuan berasal dari data dan informasi, Tuomi (1999) justru beranggapan sebaliknya pengetahuan akan muncul sebelum informasi diformulasikan dan sebelum data bisa diukur untuk membentuk informasi. Di sini Tuomi ingin mengatakan bahwa data tidak eksis dengan sendirinya. Data mentah sekalipun untuk bisa eksis tetap membutuhkan pengetahuan sehingga menurut Tuomi runtutannya adalah pengetahuan jika diartikulasikan akan menghasilkan informasi dan infonnasi jika interpretasinya distandarkan akan menjadi data. Dengan menggabungkan konsep yang dikembangkan Tuomi dengan konsep sebelumnya yang konvensional maka bisa dikatakan bahwa hubungan data-informasi-pengetahuan adalah hubungan timbal balik. Selain persoalan hierarkhi data-informasi-pengetahuan, definisi pengetahuan juga menghadapi persoalan yang sama yakni tidak adanya consensus tentang definisi pengetahuan (lihat misalnya, Barquin, 2001; Biggam, 2001; Firestone, 2001). Dan sumber-sumber berbeda Barquin (2001) dan Firestone (2001) masing-masing mengutip 8 definisi pengetahuan. Definisi yang paing banyak dirujuk adalah definisi pengetahuan sebagainiana dikemukalcan Plato yakni "justified true belief — keyakinan mcndalam yang sangat beralasan" (Nonaka & Takeuchi, 1995; Kakabadse et al., 2003). Sementara itu Bennet & Bennet (2007) mengatakan bahwa pengetahuan adalah sebuah kapasita sese g (baik yang bersifat potensial maupun aktual) untuk melakukan tindakan yang efektif pada situasi berbeda dan pada situasi tidak menentu. Perbedaan pengertian ini tidak pelak menyebabkan pengetahuan bisa dipotret dari perspektif yang berbeda. Alavi & Leidner (2001) misalnya mengatakan bahwa pengetahuan diperlakukan sebagai (a) state of mind, (b) sebagai obyek, (c) sebagai proses, (d) sebagai kondisi yang memiliki akses ke informasi dan (e) sebagai kapabilitas. Sebagai state of mind, pengetahuan lebih terfokus pada ketnungkinan individu memperluas pengetahuannya dan mengaplikannya pada kebutuhan organisasi. Perspektif kedua, pengetahuan sebagai obyek menekankan bahwa pengetahuan merupakan benda yang bisa disimpan. Sementara itu, pengetahuan sebagai proses mengandung pengertian bahwa pengetahuan

6.14

MANAJEMEN PERUCIAHAN •

dapat dipandang scbagai aktivitas yang tcrjadi secara sitnultan dalam hal mengctahui dan bertindak. Pada pandangan bcrikutnya, pengetahuan scbagai kondisi yang mampu mengakses informasi bisa diartikan bahwa pengetahuan harus dikclola agar memungkinkan untuk akscs dan mendapatkan isi pengetahuan. Bisa dikatakan bahwa pandangan ini menipakan perluasan dari pengctahuan scbagai obyek yang mcnitikbcratkan pada aksesibilitas obyek pengetahuan. Terakhir pengetahuan scbagai kapabilitas berarti pengetahuan mampu mempengaruhi tindakan untuk waktu-waktu yang akan datang. Dan bcrbagai ragam dcfinisi dan perspektif tentang pengetahuan, akhirnya Verna Alice (1997) menyatakan bahwa prinsip-prinsip pengetahuan yang harus dipahami bagi siapa saja yang ingin mcngembangkan pengetahuan adalah: a. Pengetahuan adalah tidak teratur, morat-marit. I Ial ini discbabkan karcna pengetahuan dikaitkan dengan apa saja schingga kita tidak bias hanya fokus pada satu faktor saja. b. Pengetahuan bias mengorganisasi din. c. Pengetahuan membutuhkan adanya komunitas. d. Pengetahuan bergerak mclalui bahasa. e. Semakin pengetahuan ditckan lambat laun pengetahuan scmakin hilang. f. Mengendalikan pengetahuan terlalu ketat hanya akan menghabiskan sumhcr daya dan cnergi. g. Pengetahuan tidak akan bias tumbuh untuk sclama, suatu kctika pengetahuan akan sirna. h. Tidak satu solusi terbaik karena pengetahuan sclalu beruhah. i. Tidak ada satu orang pun yang bias dimintai pertanggungjawahan terhadap pengetahuan karena pengetahuan mempakan proses sosial. j. Jika pengetahuan betul-bctul mampu mengorganisasi diri maka hal yang paling penting untuk mcmajukan pengetahuan adalah dengan menghilangkan rintangan untuk mengorganisasi k. Tidak satupun best practice untuk mernajukan pengetahuan. 1. Bagaimana pengctahuan didefinisikan akan menentukan bagaimana pengctahuan tcrscbut dikelola. 4. Wisdom atau Kearifan Diluar hierarkhi data-informasi-pengetahuan masih ada isu terkait yang perlu mcndapat perhatian yakni wisdom atau kcarifan. Pertanyaan penting berkaitan dengan kcarifan adalah kctika sescorang tclah meinperolch



EKMA4565/MODUL 0

6.15

pengetahuan apakah orang tersebut hanya sekedar tahu atau akan memanbatkannya untuk suatu tujuan tertentu yang lebih balk? Jawabannya scsungguhnya sudah jelas yakni agar kita bisa hidup lebih balk. Meski jawabannya jelas tampaknya perlu ada penegasan kWh lanjut karena (1) mentjuk pada pendapat Sveiby (2001), berbeda dengan barang-barang berujud (tangible goods) yang akan rnengalami depresiasi jika barang-barang tersebut dipakai, pengetahuan justru akan meningkat daya gunanya jika dipakai dan akan mengalami depresiasi jika tidak digunakan. Oleh karena rnemanfaatkan pengetahuan merupakan tindakan bijak, (2) dalam memanfaatkan pengetahuan, peran dan moralitas atau kearifan sescorang menjadi faktor kunci karena pengetahuan sering kali bersifat netral. Artinya pengetahuan bisa digunakan untuk kebaikan tetapi juga bisa digunakan untuk kejahatan. Sebagai contoh, ketika seseorang atau sebut raja seorang polisi memiliki pengetahuan tentang cara mencuri melalui interne tentunya polisi tersebut bisa memanfaatkan pengetahuan tersebut balk untuk kebaikan maupun untuk kejahatan. Namun dalam hal ini seorang polisi tentunya harus menggunakan pengetahuannya untuk mencegah terjadinya pencurian demi hidup lebih balk dan menciptakan kemaslahatan banyak prang. Dari sini tampak bahwa kearifan merupakan sebuah konsep yang berorientasi tindakan dalam rangka untuk menerapkan pengetahuan dalam pengambilan keputusan dan implementasi lanjutannya. Oleh karena itu kearifan bisa didefmisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan sebaik mungkin pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman dalam rangka menetapkan dan mencapai tujuan yang lebih baik dan menciptakan kemaslahatan banyak orang (Bierly III, et al., 2000). Bierly juga menyimpulkan baltwa kearifan setara dengan level 6 pada taksonomi Bloom (tahap evaluasi). Simpulan ini didasarkan pada suattt pemahaman bahwa kearifan mampu meningkatkan kemampuan kognitif sescorang melebihi level sebelumnya (analisis dan sintesis) dalam hal orang tersebut secara sadar mampu membuat penilaian berdasarkan kriteria-kriteria yang jelas. D. KNOWLEDGE CREATION, INTANGIBLE ASSET DAN INTELLECTUAL CAPITAL Kaplan & Norton (2001, hal. 2) mengatakan, pada masa "industrial economy" perusahaan pada umumnya menciptakan nilai tambah dengan memanfaatkan tangible assets (asset berujud) seperti mesin, equipment dan

6.16

MANAJEMEN PERLIBAHAN •

faktor produksi berujud lainnya untuk mcngubah bahan baku menjadi produk jadi. Pada tahun 1982 aset berujud merepresentasikan 62% dari nilai pasar perusahaan. Proscntase ini menurun 10 tahun kcinudian menjadi 38% dan pada akhir tahun 2000 kontribusi aset berujud hanya berkisar 10 — 15% saja. Hal ini menunjukkan ketika industrial economy secara bcrtahap beralih ke "knowledge-based economy" peran aset bcrujud dalam menciptakan nilai tambah perusahaan juga terns mcngalami pcnurunan. Pcran ini tcrgantikan oleh intangible assets (aset tidak berujud) termasuk di dalamnya learning dan knowledge (Kaplan & Norton, 2001). Scmcntara itu, Hussi (2004) menambahkan dalam era infonnasi selain membutuhkan intangible asset untuk menciptakan nilai tambah, organisasi mcmbutuhkan pula dan perlu mengaitkannya dcngan dua komponen lain yang juga bcrsifat intangible dan melckat pada diri manusia yaitu: modal inteicktual (intellectual capital) dan penciptaan pcngetahuan (knowledge creation). Ketiga komponen inilah yang sccara bersama-sama mcnciptakan nilai tambah perusahaan. 1. Intangible Asset Ahoncn sebagaimana dikutip Hussi (2004) membcdakan intangible asset menjadi dua macam yaitu aset tidak berujud gencratif (generative intangible) clan aset tidak berwujud komersial (commercially exploitated intangible). Generative intangible adalah aset tidak berujud dalam bentuk kapasitas perusahaan untuk menghasilkan commercially exploitated intangible. Tennasuk dalam komponen ini adalah human capital, internal structure dan external structure. Sedangkan commercially exploitated intangible itu scndiri tcrdiri dari produksi berbiaya efisicn (cost efficient production), Hak kekayaan intclektual (immaterial property right — IPR), customer capital, expanding market dan management trust. Pcrusahaan bisa memperoleh commercially exploited intangible melalui dua cara: (1) membeli atau mengakuisisi dari pihak lain atau (2) mcnciptakan scndiri. Jika ingin menciptakan sendiri prasyaratnya adalah perusahaan hams memiliki asct tcrmasuk human capital dan proses untuk menciptakan intangible asset tcrsebut. Seperti tampak pada Gambar 6.3, sccara kescluniban tujuan perusahaan adalah produktivitas jangka panjang dan modal yang diinvestasikannya. Untuk mencapai tujuan tcrsebut perusahaan menggunakan berbagai macam sumber daya baik tangible maupun intangible assets yang pada gilirannya diharapkan bisa mcnciptakan nilai pasar yang lebih tinggi bagi perusahaan. Meski demikian harus disadari pula bahwa scmua ini hanya



6.17

EKMA4565/MODUL 6

mungkin jika pimpinan perusahaan mampu menjalankan dan mengelola asetaset tersebut dengan baik.

Tangible assets

*.E

Long-term productivity of capital

Intangible assets Generative

Commercially

Human capital Exploitable Internal structure Cost efficiency External structure IPR Customer capital Expanding markets Management mist

Market expectations (MV) - analysis - institutional investors - private investors

Sumber : Hussi (2004) Gambar 6.3. Intangible Aset dalam konteks perusahaan secara umum 2.

Intellectual Capital Secara tradisional ketika kita menyebut modal, yang kita maksud adalait. uang atau tepatnya financial capital. Sebutan ini tentu tidak salah karena uang merupakan sumber daya untuk mcnggerakkan roda organisasi. Meski demikian dalam era informasi perusahaan tidak cukup hanya mengandalkan financial capital. Perusahaan juga membutuhkan intellectual capital untuk menciptakan market value. Arti penting intellectual capital dapat dipahami dari ilustrasi berikut ini. Jika sebuah perusahaan software direncanakan untuk dijual tetapi orang-orang yang bekerja di dalamnya tidak mau pindah ke pemilik baru boleh jadi calon pembeli enggan membeli perusahaan tersebut. Bagi calon pembeli tidak ada artinya membeli perusahaan software tersebut jika para ekspertisnya enggan mengikutinya karena alasan pembeli mau membeli perusahaan justru karena kemampuan orang-orang tersebut. Dcngan kata lain, alasan utama seseorang mau membeli perusahaan software justru karena modal ineteletualnya. Contoh ini memberi gambaran akan pentingnya modal yang tersembunyi yang melekat pada din karyawan. Modal scperti ini biasa disebut modal intelektual (intellectual capital). Edvisson & Malone (1997) mengibaratkan modal intelektual sebagai akar sebuah pohon yang

6.18

MANAJEMEN PERUBAMAN •

tidak tampak tetapi justru menentukan kekokohan pohonnya. Menurut Edvisson & Malone modal intelektual bukan mcrupakan subordinasi dari modal finansial melainkan komponen yang bersifat komplementer seperti tampak pada Gambar 6.4 berikut ini Maitrt value

Financial Capital

Intellectual Capital

Human Capital

Customer Capital

Structural Capital

Organizational Capital

Process Capital

Renewal Capital

Sumber: Edvinsson ft Malone (1997)

Gambar 6.4. Modal intelektual dalam penciptaan nilai tambah Seperti tampak pada Gambar 6.4 modal intelektual dapat dibedakan menjadi human capital dan structure capital; selanjutnya structure capital dibedakan menjadi customer capital dan organizational capital; dan organizational capital dipecah menjadi process capital dan renewal capital. Sementara itu Hussi (2004) dengan memodifikasi istilah yang digunakan Edvisson & Malone membedakan modal intelektual menjadi 3 yaitu human capital, internal structure dan external structure seperti tampak pada Gambar 6.5. Internal structure digunakan untuk menggantikan istilah structural capital dan external structure untuk customer capital. Menurut Hussi, apapun istilah yang digunakan, esensi dari pembahasan modal

6.19

• EKMA4565iMODUL 6

intelektual adalah bagaimana modal intektual mampu membantu pengembangan organisasi secara menyeluruh. Dilihat dan Gambar 6.5 kontribusi sesungguhnya dari modal intelektual dalam menciptakan nilai tambah bisa dilihat dan saling interaksi antara tiga komponen tersebut. Sementara itu peran dan knowledge management sebagai faktor penekan yang memungkinkan ketiga komponen tersebut bisa lebih mendekat satu sama lain. Uraian lebih detail tentang knowledge management akan dibahas pada bagian lain.

Human Capital

internal Structures/

, External `St ructurev

s, Knowledge / `,management.'

,/

/ V

Sumber: Hussi (2004) Gambar 6.5. Value platform model 3.

Knowledge Creation

Selain intangible asset dan intellectual capital, penciptaan pengetahuan (knowledge creation) merupakan komponen penting ketiga yang diharapkan mampu memberi kontribusi dalam penciptaan nilai tambah organisasi. Kata kunci dari knowledge creation adalah pengetahuan. Namun Demarest (1997) sejak awal wanti-wanti agar istilah pengetahuan dipahami dengan benar. Yang dimaksudkan pengetahuan di sini bukanlah pengetahuan seperti yang kita kenal pada saat kita membicarakan philosophical atau scientific knowledge. Di sini pengetahuan lebih dikaitkan dengan kegiatan yang

6.20

MANAJEMEN PERUBAHAN •

bersifat komersial schingga Demarest (1997) mcnyebutnya sebagai commercial knowledge. Demarest Icbih lanjut menegaskan bahwa commercial knowledge dan scientific knowledge harus dibedakan karena tujuan akhir dari keduanya berbeda. Jika tujuan mengembangkan philosophical atau scientific knowledge adalah untuk mencmukan kebcnaran "the truth" tidak demikian dcngan commercial knowledge. The truth dalam kontcks commercial knowledge lebil, dimaknai sebagai cfektivitas kinerja. The truth tidak dimaknai scbagai "apa yang bcnar" tctapi "apakah organisasi bisa bekcrja lcbih baik". Pcmaknaan ini juga berlaku bagi istilah-istilah yang bcrhubungan dcngan knowledge lainnya seperti: knowledge worker; knowledge asset, knowledge tool dan knowledge sharing. Perubahan pernaknaan tcrhadap knowledge ini boleti jadi karcna knowledge yang secara tradisional sesungguhnya mclekat pada masing-masing individu (disebut tacit knowledge), dalam era informasi knowledge pada umumnya dinyatakan secara eksplisit (explicit knowledge) agar bisa ditularkan kepada orang lain. Oleh karcna itu kepcmilikan knowledge juga althirnya bcrpindah dari individu kc organisasi/perusahaan. Selanjutnya, karena scjak semula tujuan didirikannya perusahaan adalah untuk mcningkatkan kesejahtcraan ekonomi tcrutama kcscjahteraan para pendiri dan pemilik, meski tidak ada jaminan bahwa °rang kaya akan Icbih bahagia (Csikszentinihalyi, 1999), maka knowledge pun diciptakan dan dikembangkan perusahaan scbagai tool (Martesson, 2000) untuk tujuan tersebut. Dan sini muncul istilah knowledge creation yang dibarengi dcngan adanya kebutullan untuk mengelola knowledge tcrsebut. Nonaka & Takeuchi (1995) incngartikan knowledge creation scbagai kapabilitas perusahaan secara keseluruhan untuk mcnciptakan pengctahuan barn, mcnycbarkannya kc scluruh denten organisasi dan membakukannya ke dalam produk, jasa dan sistem organisasi. Penjelasan di atas secara tidak langsung menegaskan bahwa pengctahuan pada dasarnya bisa dibedakan menjadi dila yaitu pengetahuan yang melekat pada diri seseorang disebut sebagai tacit knowledge dan kedua explicit knowledge yaitu pengetahuan yang telah dikodifikasi dalam bcrbagai bentuk seperti buku, rckaman, dokurnen dan brosur (Nonaka, 1994; Nonaka & Konno, 1998; Nonaka & Takeuchi, 1995). Tacit knowledge yang melekat dan dimiliki sescorang biasanya diperoleh mclalui pengalaman hidup atau proses pembelajaran yang bersifat informal dan personal schingga pengetahuan bersifat subycktif karena hanya orang tersebut yang mcngetahuinya. Dengan tacit knowledge orang ban, schatas memahami "know-bow". Scmentara itu



6.21

EKMA4565/MODUL 6

melalui explicit knowledge yang lebih bersifat obyektif °rang bisa memahami "know-what". Secara komprehensif perbcdaan kedua jenis pengetahuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.2 berikut ini Tabel 6.2. Perbedaan antara Tacit dan Explicit Knowledge Tacit Knowledge 1. Terkadang orang tidak menyadari (subconscious) kalau dirinya memiliki pengetahuan 2. Pengetahuan bersif at perseptif 3. Orang tidak mempedulikan (unaware) terhadap pengetahuan yang dimilikinya 4. Orang yang memiliki pengetahuan sering tidak bisa mengartikulasikan atau mengungkapkan 5. Pengalaman hidup merupakan salah satu faktor utama pembentuk pengetahuan 6. Orang bisa mentransfer pengetahuan melalui komunikasi atau percakapan 7. Pengetahuan biasanya melekat pada cerita dan narasi 8. Pengetahuan sulit diobservasi 9. Pengetahuan hanya disimpan dalam diri seseorang 10. Pengetahuan sitatnya personal 11. Pengetahuan biasanya hanya tersirat dan muncul dalam bentuk pemahaman 12. Penilaian (judgment) merupakan representasi pengetahuan 13. Asumsi

Explicit Knowledge 1. Pengetahuan bisa diartikulasikan secara formal 2. Orang dapat menjelaskan pengetahuan 3. Orang menyadari kalau dirinya memiliki pengetahuan 4. Pengetahuan bersifat fixed — pasti sehingga bisa diungkapkan dengan mudah 5. Pengetahuan dikodifikasikan dalam berbagai bentuk: buku, dokumen, manual 6. Pengetahuan terdokumentasikan sehingga bisa ditransfer melalui berbagai media 7. Pengetahuan disimpan di data base atau knowledge repositories 8. Pengetahuan dapat dilihat dan atau didengar 9. Dapat di-share dengan orang lain 10. Pengetahuan bersifat organisasional 11. Pengetahuan dapat dikembangkan (Pushed) atau sebaliknya (pulled) 12. Pengetahuan muncul dalam bentuk laporan atau lesson learned 14. Pengetahuan berbasis data dan informasi

Sumber: McInerney (2002)

I3erbasis pada Tabel 6.2 Nonaka, Toyama & Konno (2000) mengajukan sebuali model dinamis proses pcnciptaan pengetahuan yang tcrdiri dari tiga elemen yaitu (1) knowledge-creating spiral yang biasa disebut scbagai SECI

6.22

MANAJEMEN PERUSIAHAN •

proses, (2) ba, konteks dalam penciptaan pengetahuan, dan (3) knowledge assets — proses input, transformasi dan output. Ketiga elemen ini harus saling berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk knowledge spiral yang ujung-ujungnya terbentuk pengetahuan baru. SECI Process. Untuk menjelaskan model ini digunakan dua dimensi yaitu epistimologi dan ontologi. Epistimologi digunakan untuk membedalcan dua jenis pengetahuan — tacit dan explicit knowledge. Meski pengetahuan dibedakan menjadi dua, keduanya sesungguhnya bersifat komplementer. Sedangkan dimensi ontologi digunakan untuk menjelaskan spektrum yang terlibat dalam proses kreasi mulai dari individu, kelompok, organisasi dan lintas organisasi. Hasil akhir dari gabungan dua dimensi ini adalah sebuah matriks yang terdiri dari empat kuadran di mana pengetahuan mengalir dan berpindah dari satu kuadran ke kuadran lainnya berbentuk spiral. Keempat kuadran ini populer sebagai SECI singkatan dari socialization, externalization, combination dan internalization. Lihat Gambar 6.6. Eptuterno log Ica! di me its ion

ExplIcit

Tacit

Orgarazatton Ind ivklual Group Inter -or gall trati ark

Gambar 6.6. Model Kowledge-Creating Spiral Socialization adalah proses berbagi pengalaman di antara individuindividu di dalam organisasi yang menghasilkan tacit knowledge seperti terciptanya mental model atau kemampuan teknis yang sama. Sejauh mana efektivitas proses sosialisasi ini sangat bergantung pada kemampuan masingmasing individu untuk mengobservasi dan mempraktikkan pengetahuan tersebut. Externalization adalah proses mengartikulasikan tacit knowledge ke dalam explicit knowledge yakni ke dalam bentuk-bentuk yang lebih komprehensif yang bisa dipahami oleh orang lain. Mengkonversi tacit ke explicit knowledge biasanya diwujudkan dan dapat dilihat dari proses



EKMA4565/MODUL 6

6.23

pencitaan konsep yang diikuti oleh dialog di dalam kelompok atau mereka secara berkelompok melakukan refleksi dari konsep tersebut. Combination adalah proses sistematisasi konsep ke dalam knowledge system. Cara mengkonversi pengetahuan pada tahapan ini biasanya dilakukan dengan menggabungkan beragam explicit knowledge sehingga membentuk knowledge system. Di sini tnasing-niasing individu saling bertukar dan menggabungkan pengetahuan melalui pertukaran dokumen, rapat atau sekedar percakapan telepon. Selanjutnya untuk memperlancar proses penggabungan biasanya dibutuhkan alat bantu berupa ICT maupun data base. Internalization adalah proses mengubah explicit knowledge menjadi tacit knowledge. Agar explicit knowledge bisa berubah menjadi tacit knowledge, pengetahuan harus diverbalkan ke dalam dokumen, buku petunjuk maupun penjelasan lisan. Di sini terjadi proses pembelajaran — learning by doing di mann pada akhirnya masing-masing individu tnampu memperluas dan mendetinisikan kembali tacit knowledge yang telah dipelajari sebelumnya. Jika proses ini berhasil berarti masing-masing individu telah mampu memperbaharui tacit knowledge pada level yang lebih tinggi, dan selanjutnya proses pembentukan pengetahuan dimulai lagi dari socialization. Proses akan terns berlanjut tanpa pernah berakhir. Ba: Konteks datant Penciptaan Pengetaltuan. Penciptaan pengetahuan tidak bersifat context-free atau bebas dari konteks. Sebaliknya pengetahuan hanya akan tercipta jika ada konteks yang melingkupinya - "tidak pernah ada kreasi jika tidak ada tempat untuk berkreasi". Ba yang secara hartiah berarti tempat atau ruang secara fisik (physical space), didenisikan sebagai shared context in which knowledge is shared, created and utilized — sebagai konteks bersama di mana pengetahuan di-share, diciptakan dan digunakan. Jadi ba merupakan tempat di mana informasi diinterpretasikan sehingga menjadi pengetahuan. Namun perlu diketahui pula bahwa ba bukan semata-mata berarti tempat secara fisik. Ba merupakan konsep yang menggabungkan ruang dan waktu seperti ruang kantor, ruang maya (virtual space) seperti email, dan ruang mental seperti berbagi ide. Karen menggabungkan ruang dan waktu, Nonaka et al. (2000) menyatakan bahwa ba sesungguhnya sebuah konsep yang bersifat interaktif. Pemahaman ini menjadi penting karena penciptaan pengetahuan itu sendiri merupakan proses yang sangat kompleks dan dinamis yang melibatkan interaksi antar individu, dan antara individu dengan lingkungan. Oleh akrenanya ba difungsikan sebagai konteks di mana masing-masing individu yang terlibat dalam penciptaan pengetahuan saling berinteraksi dan tnelalui interaksi ini tercapai proses self-trancendental dalam penciptaan pengetahuan sebagaimana tampak pada Gambar 6.7 herikut ini.

6.24

MANAJEMEN PERUBANAN •

Knowledge \ Individual } Context

Individual Context

-

hared Cont e xj.," /

Ba Somber: Nonaka, Toyama & Konno (2000) Gambar 6.7. Ba sebagai shared context Knowledge Assets. Salah satu modal dasar untuk menciptakan pengetahuan adalah knowledge asset. Di sini aset didefinisikan sebagai sumber daya perusahaan yang sangat diperlukan untuk menciptakan nilai tambah perusahaan. Knowledge asset bcrupa input, output dan faktor-faktor yang memoderasi proses penciptaan pengetahuan. Nonaka et al. (2000) mengelompoldcan knowledge asset menjadi 4 yaitu: experiential knowledge asset, conceptual knowledge asset, systemic knowledge asset dan routine knowledge asset. Experiential knowledge asset terdiri dari tacit knowledge yang di-share diantara anggota organisasi, antara anggota organisasi dcngan pihak ekstcrnal. Skill atau ketcrampilan clan know-how yang diperolch dan diakumulasi seseorang berdasarkan pengalaman hidup adalah contoh dari experiential knowledge asset. Conceptual knowledge asset terdiri dari explicit knowledge yang diartikulasikan rnelalui bcrbagai bentuk. Conceptual knowledge asset merupakan asset yang konscpnya datang dari customer. Contohnya adalah brand equity. Systemic knowledge asset terdiri explicit knowledge yang telah tersistem seperti spesifikasi produk, buku panduan dsb. Routine knowledge asset terdiri dari tacit knowledge yang tclah dilakukan dan diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari organisasi. Contohnya adalah budaya organisasi, know-how dsb.



6.25

EKMA4565/MODUL 6

E. MENGINTEGRASIKAN KETIGA KOMPONEN Setelah menjelaskan sccara detail masing-masing komponcn — intangible asset, intellectual capital, dan knowledge creation, sekarang giliran kita untuk mensinerginakan ketiga komponen tersebut dalam rangka menciptakan nilai tambah atau market value perusahaan. Sinergi dari ketiga komponcn tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.8 (Iihat Hussi, 2004). Pada intinya Gambar 6.8 mcrupakan ringkasan dari gambar-gambar sebclumnya (Gambar 6.3 sampai Gambar 6.7). Tampak dan Gambar 6.8 bahwa visi organisasi tentang pengetahuan (knowledge vision) akan menentukan keberhasilan organisasi tersebut dalam menciptakan market value. Bagi organisasi perusahaan yang dimaksudkan dengan market value adalah laba, scdangkan bagi organisasi yang tidak berorientasi laba market value bisa diartikan scbagai kcunggulan bersaing. Proses untuk mcningkatkan laba atau keunggulan bersaing bergantung pada tiga komponen nonkebendaan (soft components) yakni intangible asset, intellectual capital, knowledge creation. Market value

Intellectual capital

Develop

Commercially exploitable intangible assets -----

Om_

SECI

Ba

_---[Build and energise Ba

—I

Generative intangible assets

Lead SECI—I Direct

Synchronise Justify

n

Define

Knowledge vision

Sumber : Hussi (2004) Gambar 6.8. Hubungan antara komponen soft dalam membentuk market value

6.26

MANAJEMEN PERUBAHAN •

1. Knowledge Management Dewasa ini knowledge atau pengetahuan sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sebuah organisasi/perusahaan, lebih-lebih jika organisasi tersebut adalah organisasi yang secara natural berbasis pengetahuan. Contoh yang sangat ideal untuk menggambarkan situasi ini bisa ditemukan pada institusi Perguruan Tinggi (PT). Sebagaimana kita ketahui, PT adalah organisasi yang menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan dan menghasilkan pengetahuan (Rowley, 2000; Baban, 2007). Dengan demikian tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pengetahuan bagi sebuah PT merupakan input dan sekaligus output. Sementara itu proses penciptaan dan desiminasinya dilakukan oleh para akademisi yang tidak lain adalah orang-orang yang berpengetahuan (knowledge worker). Di samping itu, para akademisi yang sekaligus menjadi tempat menyimpan pengetahuan dituntut pula untuk terus mendapatkan, menciptakan, mengema.s dan mengaplikasikan pengetahuan barn (Davenport, et al., 1996). Karena itu pulalah menjadi sangat wajar jika para akademisi memiliki peran penting dan menjadi penentu bagi kemajuan sebuah PT. Selain PT, organisasi lain yang metniliki karakteristik hampir sama dengan PT rnisalnya perusahaan pengembang perangkat lunak (software). Seperti halnya PT, perusahaan ini juga membutuhkan pengetahuan secara intensif dan oleh karena itu knowledge worker menjadi penentu keberhasilan perusahaan. Dalam perkembangannya bukan hanya organisasi-organisasi yang secara natural memanthatkan pengetahuan sebagai daya saing, organisasi-organisasi lain pun mulai menciptakan pengetahuan untuk tujuan yang sama. Oleh karena itu pada era pengetahuan seperti sekarang ini sering dikatakan, organisasi yang bisa bertahan hidup dan meraih sukses hanyalah organisasi yang menjalankan aktivitasnya berbasis pengetahuan. Meski pernyataan ini terkesan bombastis, pada kenyataannya peran pengetahuan di dalam organisasi tidak bisa diabaikan. Semakin hari pengetahuan semakin menentukan keberhasilan seseorang maupun organisasi/perusahaan karena hampir semua aspek kehidupan organisasi dan bahkan kehidupan masyarakat sangat membutuhkan pengetahuan. Dalam konteks inilah mengelola pengetahuan menjadi sebuah kebutuhan. Tidak dipungkiri jika pada awalnya pengetahuan hanya tersimpan dan melekat pada masing-masing individu (Alavi & Leidner, 2001). Pengetahuan seperti ini disebut sebagai tacit knowledge (Nonaka, 1994; Nonaka & Takeuchi, 1995) yang manfaatnya hanya dinikmati oleh orang yang



6.27

EKMA4565/MODUL 6

bersangkutan. Sementara Hick et al. (2006) menyebutnya scbagai personal knowledge yaitu "knowledge contained only in the mind of a person — pengetahuan yang tersimpan hanya pada pikiran seseorang". Jika penjelasan ini dikaitkan dengan contoh pada kasus institusi PT, manakala pengetahuan hanya tersimpan pada diri para alcademisi maka manfaat yang diperoleh PT tersebut sangat minimal. Padahal tujuan sebuah organisasi membangun pengetahuan tentunya bukan sekedar agar pars pekerjanya memiliki pengetahuan tetapi organisasi sebagai sebuah institusi juga memiliki pengetahuan. Artinya pengetahuan yang semula hanya melekat pada din para karyawan harus dieksplisitkan sehingga bisa di-share kepada karyawan lain. Tujuannya manakala karyawan yang memiliki pengetahuan meninggalkan organisasi tidak dengan sendirinya pengetahuan hilang dari organisasi (Praise et al., 2006). Sebaliknya tujuan organisasi mengelola dan mengembangkan pengetahuan adalah agar terbentuk knowledge organization dan organisasi memiliki daya saing untuk mencapai tujuan (Gambar 6.9 memberikan sedikit gambaran awal tentang kaftan antara knowledge dengan tujuan organisasi).

Hasil dari KM digunakan oleh Proses bisnis

Proses Pengetahuan

Hasil dari Knowledge digunakan oleh Proses bisnis

Proses bisnis seperti penjualan atau pemasaran

Hasil dari bisnis: Pendapatan, Laba,

Sumber: Firestone (2001) Gambar 6.9. Dad KM ke Hasil bisnis

6.28

MANAJLMEN PERLJBAHAN •

Beruntung, dengan bantuan ICT pengetahuan sekarang bisa disimpan di perangkat-perangkat yang memungkinkan orang lain bisa mengaksesnya dengan mudah. Seperti dikatakan Davenport et at. (1998) agar sebuah organisasi menjadi knowledge organization, yang pertama harus dilakukan adalah menciptakan tempat penyimpanan pengetahuan (knowledge repositories) di mana pengetahuan dan informasi dapat disimpan dalam bentuk dokumen. Dengan karakteristik cara penyimpanan pengetahuan seperti ini dengan demikian pengetahuan bukan lagi hanya milik individu tetapi sudah bergeser menjadi milik publik — dalam hal ini milik organisasi, sehingga sangat memungkinkan bagi organisasi untuk mengelola pengetahuan dengan baik dan ujung-ujungnya semua pihak memperoleh manfaat yang optimal dari pengetahuan tersebut. Dengan bahasa lebih sederhana pengetahuan harus dikelola. Pengelolaan pengetahuan inilah yang dikenal dengan istilah knowledge management. Sebelum kita mencoba memahami lebih detail apa itu knowledge management (KM) dan bagaimana mengelolanya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa KM sebagai sebuah kajian tidak hanya dikaji dari satu disiplin ilmu tertentu. Berbagai disiplin ilmu terlibat dalam kajian KM. limn filsafat misalnya, memberi kontribusi dalam mendefinisikan pengetahuan. Cognitive science berkontribusi dalam pemahaman knowledge worker; ilmu sosial (dalam memahami motivasi, interaksi antar manusia, budaya dan lingkungan pengetahuan); information science (membangun kapabilitas terkait dengan pengetahuan); management science (optimalisasi operasi organisasi dan mengintegrasikannya ke dalam kehidupan organisasi); knowledge engineering (mengumpulkan dan mengkodifikasi pengetahuan); artificial intelligence (automatisasi kegiatan rutin dan pekerjaan-pekerjaan bermuatan pengetahuan) dan ilmu ekonomi (menentukan Skala prioritas). Akibat dari rag= disiplin ilmu yang terlibat dalam kajian pengetahuan maka tidak terelakkan jika (1) consensus untuk mendefinisikan KM tidak pernah tercapai dan (2) munculnya beberapa aliran dalam memahami konsep KM. Firestone (2001) dengan merujuk pada web site yang dikelola Dr. Yogesh Malhotra menemukan ragam definisi KM yang kadang-kadang berbeda satu dengan lainnya (untuk lebih detail, silakan buka www.brint.com.). Kritik Firestone terhadap definisi yang ada (kritik yang sarna juga disampaikan oleh Alvesson & Karreman, 2002) adalah kebanyakan definisi cenderung mengabaikan kata "management" seolah-olah KM bukan manajemen terhadap pengetahuan. Firestone sendiri kemudian



EKMA4565/MODUL 6

6.29

mendefiniskan KM scbagai "human activity that is part of the Knowledge Management Process (KMP) of an agent or collective — aktivitas manusia scbagai hagian dari proses manajemen pengetahuan baik secara individu maupun kolektif. Menurut Firestone, definisi ini mcrupakan bahasa lain dari "manajemen siklus hidup pengetahuan (Knowledge Life Cycle -- KLC) dan hasilnya". Sementara itu Davenport et al. (1998) mendefinisikan KM sebagai eksploitasi dan pengembangan knowledge assets dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Termasuk yang di mana di dalam KM adalah pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) — pcngetahuan yang sudah menjadi ranah publik dan terdokumentasikan dan pengetahuan tacit (tacit knowledge) — pengetahuan yang bersifat subycktif yang meickat pada diri masing-masing individu. Mcngingat manajemen pengetahuan mcliputi semua proses yang terkait dengan identifikasi, sharing dan penciptaan pengetahuan maka manajemen pcngetahuan mcmbutuhkan sistem yang memungkinkan (a) untuk membangun dan memelihara tempat penyimpanan pengetahuan (knowledge repository) dan (b) untuk mcmbudayakan dan memfasilitasi knowledge sharing dan proses pembelajaran. Davenport et al. selanjutnya mengatakan organisasi yang berhasil dalam mengelola pengetahuan pada umumnya menganggap pengetahuan sebagai asst dart berusaha mengembangkan nonna dan nilai-nilai yang mendukung penciptaan dan sharing pengetahuan. 2. Mazhab (Aliran) dalam Knowledge Management Michael Earl (2001) membedakan mazhab atau aliran dalam KM menjadi tujuh (7) aliran yang kemudian dikelompokkan mcnjadi tiga (3) mahzab yaitu: mahzab technocratic terdiri dari sistem, cartographic dan engineering; mazhab economic hanya memiliki komponen tunggal yaitu commercial; dan mazhab behavioral terdiri dari organizational, spatial dan strategic (lihat Gambar 6.10). Earl mengakui bahwa penggolongan KM ke dalam tiga mazhab ini rnasih helum sempurna. Sangat boleh jadi ada pembagian mazhab yang lebih komprehensif namun dengan menggolongkan KM ke dalam tiga mazhab ini diyakini bias membantu memahami konscp KM secara umum. Mazhab pertama disebut technocratic karena mazhab ini berbasis pada teknologi informasi dan manajemen yang pada batas-batas tertentu berupaya untuk mendukung knowledge worker dalam menjalankan tugas schari. Secara filosofi mazhab ini berupaya untuk mcngkodifikasi pengetahuan, menghubungkan satu pengetahuan dengan pengetahuan lain

6.30

MANAJEMEN PERUBAHAN •

dan berupaya untuk meningkatkan kapabilitas organisasi dengan memanfaatkan pengetahuan. Mazhab kedua disebut economic karena pada mazhab ini manajemen pengetahuan lebih diorientasikan bagaimana organisasi inenciptakan pendapatan dan nilai tambah melalui eksploitasi pengetahuan dan intellectual capital. Walliasil mazhab kedua lebih melihat KM sebagai media untuk meningkatkan nilai tambah organisasi dalam perspekti ekonomi. Mazhab terakhir — behavioral lebih ditujukan bagi para manajer bagaimana mereka mendorong dan mengelola organisasi sehingga setiap individu lebih proaktif dalam menciptakan, berbagi dan menggunakan pengetahuan sebagai sumber daya. Oleh karena kolaborasi, melakukan kontak dan kesadaran tentang KM menjadi unsur penting.

\ s *"t \ 411— TEDimxfunc --b. 4.. arsolAc —00

4— EIEMAYMAL

II

ATIMOUTE

SYSTEM

cARTorowlec

INGWEEASIG

HMI

Tatman

Mop

Rooms@

twos

llamas

Sem

Weed

Al

Knowledge Sam

Mossodso Paxton

Ks*MeV, Fbms

Moak.* Awn

Knakeip PH*

grambdp Exchwip

/CM*** Nobler

Damn

&dm.

Ativey

Woof*,

COMWIINI

Plop

!ahem

Xerox Solo Abe

Bon 1 Co MT

HP Malay

Oar Chew* VW

SP Ammo

Sham IMO Amps

Sao' Wpm

Krodeape mining and InIconako llevisraul Dioltaiings

*add TIMM Irsitullonaited Reams

SW.* CAMP DOW tor 14xmledge Puipsse sesta_ Evocations.",

lila& Masts

Gnome ard Mowed Maws Raccessma. tend Toals

Eft=

NT

EXAUPLE CRITICAL SUCCESS "MSS

eRtiCIP" CONMIBUTICW

111060PY

Oars Ctsinfreanilms YildeSai spew. Irovisss Is Kraft* Posed, NmerlsID Coned Canal Pe*

comencut

Koos** bred syd.

Roar woll manse, Warren

Saved Diana

MoluM1Nan Repot and Pmcsasmg %awn

Cogitation

C.onmatery

Gado/

Cormoolvaibe

OPGANCATIMAL SPATIAL

See

Colftalicn

Osewaty

snucrEcac

Cansikemees

Sumber: Michael Earl (2001) Gambar 6.10. Mazhab dalam KM 3. Knowledge Life Cycle McElroy (2000) mengatakan bahwa KM is all about getting the right information to the right people at the right time. Jadi pada intinya KM merupakan proses untuk mendapatkan informasi yang tepat untuk orang yang



EKMA4565/MODUL 6

6.31

tepat pada waktu yang tepat. Menurut McElroy pandangan ini menganggap bahwa organisasi scolah-olah telah memiliki pengctahuan yang sangat berharga sehingga tugas seorang manajer lebih pada bagaimana mendapatkan pengctahuan tersebut, mengkodifikasikannya dan mcndistribusikannya kepada para pekerja schingga ujung-ujungnya kinerja organisasi mcningkat. Pemahaman terhadap KM scperti ini olch McElroy discbut sebagai "supply side of KM". Secara konvensional pengembangan KM cendcrung menggunakan pcndekatan ini. Kebalikan dari supply side adalah "demand side of KM". Tidak seperti pada supply side yang menggunakan asurnsi bahwa organisasi memiliki pengetahuan, para praktisi dengan pendekatan demand side justru mempertanyakan: jika organisasi hams menunggu datangnya pengetahuan dari supply side dan hanya sekedar mengclola pengetahuan lama, apakah organisasi bisa meningkatkan kemainpuannya untuk bersaing dan mcningkatkan kinerjanya? Para praktisi yang bcroricntasi pada demand side mengakui jika bcrbagi pengctahuan mcrupakan hal penting tetapi apakah kita tidak bisa fokus untuk rnenghasilkan pcngetahuan sendiri yang Ichih baru yang memiliki daya kompctisi yang lebih tinggi? Barangkali inilah pertanyaan penting dari praktisi pada sisi demand side. Dengan Bahasa lain, para penganut demand side sesungguhnya bukan tidak mcngakui adanya supply side tetapi mereka lebih memprioritaskan untuk meneiptakan pcngetahuan yang lebih baru. Bahwa kemudian sumbcr untuk menciptakan• pengetahuan baru tersebut adalah pcngetahuan dari supply side, bagi penganut demand side tidak menjadi masalah. McElroy (2000) menyebut supply side of KM scbagai KM gencrasi pertama. Sedangkan praktik yang menyeimbangkan antara supply side dan demand side disebut scbagai KM generasi kedua. KM gencrasi kedua inilah yang disebut juga "The New Knowledge Management". McElroy kWh lanjut mengatakan bahwa dengan New KM pengctahuan akan tenis diproduksi dan proses produksinya mengikuti suatu aturan tertentu serta pola prilaku tertentu yang bisa diprcdiksi. Jika berbagai pihak mendukung dan memperkuat prilaku tersebut maka aksclerasi peningkatan produksi pengetahuan akan semakin tinggi dan konsekuensinya tcrjadinya proses pcmbelajaran organisasi dan inovasi berkelanjutan. New KM yang dikembangkan olch McElroy mcnghasilkan schuah model tcoritis yang bisa digunakan untuk memotret proses produksi, difusi dan implementasi pengetahuan. Model ini bcrupa siklus hidup pcngetahuan

6.32

PAANAJEMEN PERUBAHAN •

(Knowledge Life Cycle = KLC) seperti tampak pada Gambar 6.11 dengan urutan sebagai berikut: a. Setnua pengetahuan pada dasarnya berasal dari din dan pikiran seseorang. Bisa dikatakan bahwa organisasi bisa belajar jika dan hanya jika orang-orangnya matt belajar. Oleh karena itu tahapan penting dalam memproduksi pengetahuan baru dan berbagi pengetahuan adalah pengalaman individu dalam proses pembelajaran. b. Ketika seseorang telah melakukan pembelajaran dan hasilnya dikaitican dengan pengalaman sebelumnya maka muncul suatu situasi di mana ada hal-hal tertentu yang bisa mereka teruskan dan ada hal-hal lain yang harus dihentikan. Dengan kata lain, setelah seseorang mengetahui sesuatu maka ada hal-hal tertentu yang bisa disepakati karena sesuai dengan pengelaman sebelumnya dan ada hal-hal yang tidak bisa disepakati karena bertentangan dengan pengalaman sebelumnya. Dalam hal mereka tidak sepakat hampir pasti muncul keinginan untuk menyelesaikannya. Sebagai contoh jika seseorang menurut pengetahuannya yakin bahwa atasan mereka melakukan suatu kesalahan maka hal pertama yang akan dilakukan adalah memberi tahu atasan akan kesalahan tersebut. Tetapi sebelum hal itu dilakukan biasanya ia akan berbagi pengetahuan terlebih dahulu dengan orang lain tentang sesuatu yang ia ketahui. Jika keduanya saling tertarik untuk mendiskusikan persoalan tersebut maka mereka aim saling berbagi pengetahuan dan menciptakan pengetahuan yang peredaran terbatas di kalangan mereka. Dari sinilah terbentuk community of knowledge di mana pengetahuan telah berubah menjadi property public meski belum bersistem ke dalam organisasi. c. Komunitas yang telah berbagi pengetahuan selanjutnya meneruskan proses pembentukan pengetahuan yang kadang-kadang diselingi proses negosiasi agar pengetahuan baru bisa diterima. Hal ini bisa diartikan bahwa masing-masing anggota komunitas mencoba membawa pengetahuan kepada forum diskusi yang kemudian dibahas bersama, dimodifikasi dan diperbaharui. Hasilnya adalah pengetahuan baru yang kemudian diklaim sebagai pengetahuan milik komunitas tersebut. Namun jika di antara mereka terjadi ketidaksepakatan terhadap pengetahuan baru maka terjadi proses negosiasi sampai tercapai kesepakatan. Hanya saja proses negosiasi ini tidak terjadi pada level individual tetapi pada level organisasi.



d.

e.

EKMA4565/MODUL 6

6.33

Ketika komunitas telah menciptakan pengetahuan dan dalam batas-batas tertentu pengetahuan baru tersebut tidak sejalan dengan praktik pengctahuan yang ada, sangat botch jadi mereka akan membawa masalah ini pada senior manajer yang notabenenya inewakili komunitas formal organisasi. Boleh jadi pengetahuan barn yang diciptakan olch komunitas tersebut bisa ditcrima atau tidak sccara formal tetapi yang jelas penciptaan pengetahuan barn sudah sampai pada ranah struktur formal organisasi, bukan sekedar pada ranah informal seperti sebelumnya. Jika senior manajer sebagai wakil otoritas formal mencoba menciptakan pengetahuan barn yang berheda dcngan pengctahuan yang dibawa olch komunitas informal dan berusaha untuk menyebarkannya kc dalam praktik atau menginteg-rasikannya sccara organisasional maka terjadilah tahap intcgra.si pengetahuan dalam siklus pengctahuan. Pengetahuan kemudian menycbar baik sccara kcbctulan maupun scngaja disebarkan. Selanjutnya pengetahuan yang telah tersebar ke seluruh elcmcn organisasi akan menciptakan proses pcmbelajaran dan terjadilah inovasi organisasi. Jika pengetahuan telah tersebar dan menjadi praktik yang dominan dalam kehidupan organisasi maka individu-individu yang mengaplikasikannya akan mendapat pcngalaman barn. Dampaknya adalah pengetahuan barn akan memberikan umpan balik bagi yang. mcmpraktekkannya dan sccara berturut-turut pengetahuan barn terscbut akan menjadi dasar untuk menilai apakah pengetahuan barn lebilt memiliki nilai atau tidak. Yang lcbih penting lagi adalah umpan balik ini boleh jadi akan merubah cara kerja dan cara berpikir scscorang, menciptakan masalah, mendorong untuk helajar dan menemukan sesuatu yang barn yang pada akhirnya akan menjadikan proses ini kcmbali pada tahap pertama siklus pcngctahuan.

6.34

MANAJEMLN PERUBAKIAN •

F ...ea.& Loop Knowledge St i.diat. Relearn) Caaganisalwoul Korakdde Fee00ack 1.00P

E> Q

•Business SU.legav • &dawn • Organizational Moduli • Parks i Pieced": •Products d Setvues

Knowledge Protests, Rules and Rule Sets

• Customer Yoko

Knowlodde Diffusion & Appileation

COW. • COK Wood Systems It Other Anilects

OW • Gnaw [toted, Cow COI • OWNS alnirdie ec~ . mamma, 140IIVIN COM

WC • lisnoliales stnaritaw WC • WYNN eartml, Cart

NCO. Olt Mar antrailpe Calw rano

Sumber: McElroy (2000) Gambar 6.11. Siklus Hidup Pengetahuan 4. Knowledge Management dalam Praktik Untuk memperoleh gambaran bagaimana sebuah organisasi mengelola pengetahuan berikut ini contoh praktik manajemen pengetahuan yang dilakukan dua perusahaan konsultan McKinsey & Co dan Earnst & Young sebagaimana dituturkan oleh Rowley (2000). McKinsey adalah perusahaan konsultan yang telah mempraktikkan manajemen pengetahuan lebih dart 20 tahun. Pada mulanya perusahaan ini hanya membentuk kelompok kerja yang tujuannya adalah mengembangkan pengetahuan untuk area manajemen strategi dan organisasi. Baru pada tahun 1987 McKinsey secara resmi membangun proyek manajemen pengetahuan khususnya dalam membangun database perusahaan untuk tujuan praktis. Pada mulanya tentu saja banyak karyawan yang enggan terlibat dalam proyek ini; mereka cenderung resisten dan bahkan partner dart McKinsey harus dibujuk dan ditantang untuk menunjukkan core knowledge-nya. Meski mendapat rintangan proyek ini terus berjalan dengan mengandalkan pada network masing-masing individu



EKMA4565/MODUL 6

6.35

yang terlibat dalam proyek. Proyek manajemen pengetahuan mendapatkan momentum pada tahun 1994 saat terjadi pergantian direktur perusahaan di mana 1a menemukan mekanisme untuk melakukan proses pembelajaran bagi para ekspertis. Salah satunya adalah dengan melakukan kompetisi ala Olimpiade di mana masing-masing tim yang mewakili wilayah kerja berlomba dan menyajikan ide-idenya yang diperoleh saat mcrcka melayani klien. Sementara itu cara yang sedikit berbeda ditempuh oleh Ernst & Young dalam membangun manajemen pengetahuan. Ernst & Young mulai focus pada manajemen pengetahuan pada tahun 1993 dengan tujuan untuk meningkatican kemampuan modal intelektual dan menggunakan pengalaman sebelumnya sebagai dasar untuk praktik-praktik melayani klicn di masa mendatang. Salah satu strateginya adalah membangun komunitas yang memiliki kepentingan yang sama (community of interest). Ernst & Young memiliki 70 jaringan di dalamnya terdiri dari para elcspertis dan community of interest. Masing-masing jaringan memiliki database tersendiri. Scbagai contoh, satu jaringan fokus pada industry otomotif dengan segala informasi yang berkaitan dengan industry tersebut. Di samping itu siapa ekspert di bidang otomotif juga bisa diketahui dengan jelas. Secara sederhana, untuk mengelola pengetahuan, Ernst & Young menyediakan semua kebutuhan mulai dari data, infrastruktur dan Chief Knowledge Officer sehingga siapapun yang mcmbutuhkan pengetahuan bias dengan mudah mengaksesnya dan menggunakannya untuk kepentingan perusahaan dalam melayani klien. Dari sinilah Ernst & Young mampu bersaing dengan konsultan lainnya dan meraih sukses sampai kini. Berdasarkan kedua contoh di atas, Rowley (2000) kemudian membuat daftar yang bias digunakan bagi organisasi yang ingin mengembangkan dan mengelola pengetahuan: a. Mengelola dan mengembangkan pengetahuan harus melibatkan orangorang disegani di bidangnya. b. Sejak semula hams disadari jika banyak orang yang enggan mendokumentasikan pengetahuan inti yang dimilikinya. c. Praktik manajemen pengetahuan membutuhlcan waktu untuk merealisasikannya ke dalam praktik. d. Community of interest memegang peran penting dalam manajemen pengetahuan.

6.36

e.

f.

MANAJEMEN PERUBAMAN •

Dalam manajemen pengetahuan kemajuan hanya akan diperoleh jika ada sekelompok orang yang ditunjuk untuk berperan dalam manajemen pengetahuan. Termasuk di dalamnya orang-orang yang ditugasi untuk memvalidasi konten dan dukungan terhadap database, di samping para staf untuk mengawalnya. Pemroses pengetahuan akan bias bekerja lebih efisien dan efektif jika target pengetahuan yang akan dikelola diidentifikasi dengan jelas dan dalam pengelolaannya ada struktur pengetahuan yang disusun secara hirarkhis sesuai dengan peran pentingnya.

5. Perubahan Organisasi dan Knowledge Management Telah berulang kali dikemukalcan pada bagian-bagian sebelumnya bahwa kita sekarang ini hidup pada masyarakat pengetahuan (knowledge society) di mana setiap individu dan setiap organisasi tidak bisa melepaslcan din untuk tidak terlibat dengan pengetahuan. Yang barangkali hams disadari oleh setiap manajer adalah proses terciptanya pengetahuan baru terjadi dalam skala waktu yang relatif pendek sehingga dalam waktu yang pendek pula ratusan pengetahuan baru muncul berbarengan dan bertebaran ke segala penjuru. Akibatnya siklus hidup pengetahuan menjadi semakin pendek. Pengetahuan barn bisa berubah dengan cepat menjadi pengetahuan lama dan tanpa disadari tiba-tiba menjadi kedaluwarsa. Dalam perspektif yang lebih makro, semakin pendeknya siklus hidup pengetahuan tentunya berakibat pada semakin cepatnya perubahan lingkungan eksternal dan konsekuensi logisnya adalah lingkungan eksternal semakin tidak menentu (uncertain) dan turbulensi lingkungan menjadi semakin tinggi. Ujung-ujungnya organisasi hams segera melakukan perubahan dan menciptakan pengetahuan baru agar terus bisa bersaing. Siklus seperti ini tampaknya akan terus berputar tanpa pernah akan berhenti.

L AT IHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan keterkaitan antara knowledge creation, intangible asset dan intellectual capital! 2) Jelaskan apa yang Anda ketahui tentang knowledge management! 3) Sebutkan beberapa mazhab yang mendasari knowledge management!



EKMA4565/MODUL 6

6.37

Petunjuk Jawaban Latihan 1) Silakan Anda menyimak dan membacanya pada halaman 14 sampai dengan halaman 23, intinya adalah bahwa Ketiga komponen inilah yang secara bersama-sama menciptakan nilai tambah perusahaan bagi perusahaan. 2) Simak dan pahami materi pada halaman 24 sampai dengan halaman 31. Pada intinya knowledge management merupakan scbuah kajian yang berasal bukan hanya dari satu disiplin ilmu tertentu. Bcrbagai disiplin ilmu terlibat dalam kajian knowledge management. Davenport et al. (1998) mendefinisikan knowledge management sebagai cksploitasi dan pengembangan knowledge assets dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Termasuk yang dimana didalam knowledge management adalah pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) — pengetahuan yang sudah menjadi ranah publik dan terdokumentasikan dan pengetahuan tasit (tacit knowledge) — pengetahuan yang bersifat subyektif yang melekat pada diri masing-masing individu. Mcngingat manajcmcn pengetahuan mcliputi semua proses yang terkait dengan identifikasi, sharing dan penciptaan pcngetahuan maka manajemen pengetahuan membutuhkan sistem yang memungkinkan (a) untuk membangun dan memelihara tcmpat penyimpanan pengetahuan (knowledge repository) dan (b) untuk membudayakan dan mcmfasilitasi knowledge sharing dan proses pembelajaran. 3) Michael Earl membedakan mazhab atau aliran dalam knowledge management menjadi tujuh (7) aliran yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga (3) mahzab yaitu: Mahzab Technocratic terdiri dari system, cartographic dan engineering; Mazhab Economic hanya memiliki komponen tunggal yaitu commercial; dan Mazhab Behavioral terdiri dari organizational, spatial dan strategic. RANG KU MAN

Knowledge management adalah sebuah kajian yang tidak hanya dikaji dari satu disiplin ilmu tertentu, melainkan berasal dari beberapa disiplin ilmu. Firestone mendefiniskan knowledge management sebagai aktivitas manusia sebagai bagian dari proses manajcmcn pengetahuan baik secara individu maupun kolektif. Sementara Davenport et al.

6.38

MANAJEMEN PERUBAHAN •

mendefinisikan knowledge management sebagai eksploitasi dan pengembangan knowledge assets dalam rangka untuk mencapai tujitan organisasi. Termasuk yang di mana di dalam knowledge management adalah pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) — pengetahuan yang sudah menajdi ranah publik dan terdokumentasikan dan pengetahuan tasit (tacit knowledge) — pengetahuan yang bersifat subyektif yang melekat pada din masing-masing individu. Michael Earl membedakan mazhab atau aliran dalam knowledge management menjadi tiga mahzab yaitu: Mahzab Technocratic terdiri dart sistem, cartographic dan engineering; Mazhab Economic hanya memiliki komponen tunggal yaitu commercial; dan Mazhab Behavioral terdiri dart organizational, spatial dan strategic.

TES FORMATIF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! I) Pada masa knowledge-based economy peran aset berujud dalam menciptakan nilai tambah perusahaan juga tents mengalami penurunan, peran ini tergantikan oleh aset tidak berujud, salah satu aset tidak berujud adalah A. mesin B. gedung C. tanah D. knowledge

2) Untuk menciptakan market value, perusahaan membutuhkan capital yang berasal dart sumberdaya manusia, yaitu A. B. C. D.

structure capital customer capital intellectual capital financial capital

3) Knowledge asset terdiri dart input, output dan faktor-faktor yang memoderasi proses penciptaan pengetahuan, yang dikelompokkan menjadi empat kelompok aset, diantaranya adalah A. B. C. D.

explicit knowled experiential knowledge asset mecanical knowledge asset knowledge engineering



6.39

EKMA4565/MODUL 6

4) Mazhab dalam Knowledge Management yang berbasis pada tcknologi informasi dan manajemen yang pada batas-batas tertentu berupaya untuk mendukung knowledge worker dalam menjalankan tugas sehari adalah mazhab A. economic B. perubahan C. technocratic D. behavioral 5) Di bawah ini adalah perusahaan-perusahaan yang telah berhasil menerapkan Knowledge Management, salah satunya adalah A. Ernst & Young B. Telkomsel C. McDonald D. Kentucky Freid Chicken Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan —

Jumlah Jawaban yang Benar

x100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = balk 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum di lcuasai.

6.40

MANAJEMLN PERUIJAHANI •

KEOIATAN BELAJAR 2

Inovasi Organisasi lank mentulai KB 2 mahasiswa kembali diajak untuk menelaah ulang perjalanan peradaban manusia mulai dari era pertanian, era industri dan era informasi. Lenski & Lenski (1978) mengatakan bahwa setiap perpindahan dari satu era ke era lainnya selalu diawali dengan inovasi khususnya inovasi di bidang teknologi. Pada mulanya inovasi hanya dilakukan oleh seseorang kemudian melibatkan beberapa orang dan komunitas, dan akhirnya menjadi inovasi sekelompok masyarakat. Dan rangkaian inovasi tersebut hasil akhirnya adalah perubahan masyarakat seperti yang digambarkan Alvin Taller (1980). Dan penjelasan ini, paling tidak ada dua pesan yang bisa kita petik. Pertarna, inovasi bukan hanya monopoli masyarakat modern tetapi sudah dipraktikkan ribuan tahun yang lalu meski skala inovasinya boleh jadi berbeda. Artinya inovasi adalah fenomena yang sudah tua dan bahkan menunit Fragerberg (2003) inovasi secara inheren adalah manusiawi karena setiap orang pasti menginginkan sesuatu yang lebih baik. Kedua, sekecil apapun kontribusinya inovasi selalu menyebabkan perubahan. Atau dengan kata lain hasil dari inovasi adalah perubahan dalam pengertian dengan inovasi diharapkan terjadi kemajuan atau progres dan hidup akan jauh lebih rnudalt. Seandainya dunia ini tanpa inovasi kita bisa membayangkan bagaimana dunia begitu Icngang karena tidak ada deru pesawat terbang, lalu lalang kendaraan bermotor dan dunia sepi dari informasi karena tidak ada komputer. Terlepas bahwa inovasi sudah sangat lama dipraktikkan, namun dalam ranah ilmiah, inovasi baru dikaji pada tahun 1930an melalui tulisan Hagedoorn, 1996) dan baru pada pertengahan abad 20 Schumpeter inovasi mulai mendapat perhatian serius para akademisi dari berbagai disiplin berbeda (Ravichandran, 2000) yang ditandai oleh tulisan Burns & Stalker (1961) "The management of innovation". Sampai saat ini tulisan Burns & Stalker bahkan masih menjadi salah satu rujukan utama untuk kajian inovasi. Puncak perhatian para akademisi terhadap pentingnya memahami konsep inovasi terjadi menjelang akhir abad 20 awal abad 21 dengan ragam dan jumlah kajian yang terns meningkat secara akselaratif. Ketika itu masyarakat memasuki era informasi dan pengetahuan di mana kehidupan berjalan sangat cepat dan perubahan menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan



EKMA4565/MODUL

6.41

mcreka. Pada era ini siklus perubahan bahkan mengalami percepatan, tidak menentu dan tidak mudah dipredik.si kemana arah perubahannya. Dalam kondisi semacam ini frase "innovate or evaporate" menjadi kosakata setiap orang. Jika kita ingin bertahan hidup kita harus inovatif; jika tidak, kita sendiri yang ditelan zaman. Orang Jawa mengatakannya "iki jaman cdan ora ngcdan ora keduman" yang bisa diterjemahkan "kalau kita tidak kreatif/inovatif kita tidak bisa menjadi bagian dart masyarakat". Tcntunya frase ini bukan hanya berlaku bagi tnanusia sebagai individu tetapi juga masyarakat dan bahkan berlaku juga bagi organisasi. Dalam konteks kajian ilmiah inovasi bukanlah kata yang bcrdiri sendiri; bcberapa kata lain seperti pengetahuan, kreativitas, pcmbelajaran, ikut mcnyertainya. Scbagai contoh, agar bisa inovatif tcntunya seseorang harus berpengetahuan dan bcrpikiran kreatif. Steiner (2009) misalnya mengatakan bahwa kreativitas mcrupakan prasyarat untuk tcrciptanya inovasi. Scmentara itu mcnurut Tierney & Farmer (2002) pengalaman kerja scbagai indikator adanya proses pembelajaran secara praktis dan latar belakang pendidikan scbagai pertanda sescorang belajar sccara konscptual mcrupakan prcdiktor terhadap keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu berkrcasi (creative selfefficacy). Artinya orang yang krcatif pada umumnya mcmiliki pengctahuan khusus yang mendalam, baik pengetahuan lapangan maupun pengetahuan akademik. Dan kedua pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa pengetahuan-kreativitas-inovasi adalah sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan. Ketiganya akan tents berinteraksi dan ketiganya muncul karena di satu sisi adanya tuntutan hidup yang lebih baik dan di sisi lain terjadinya tekanan perubahan lingkungan. Oleh karena itu tidak berlebihan jika perubahan juga menjadi bagian tidak terpisahkan dart rangkaian hubungan pengetahuan-lcreativitas-inovasi. Seperti halnya pengetahuan (knowledge) yang pada awalnya hanya menjadi property individual, inovasi juga demikian karena hanya manusia yang mampu berinovasi. Schumpeter (1934) pada mulanya mengatakan bahwa inovasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seorang entrepreneur. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan entrepreneur adalah sescorang dalam kedudukannya scbagai individu. Namun pada buku bcrikutnya Schumpeter mengatakan lain. Menurutnya lokus tempat inovasi bcrproscs bergeser dart individu kc perusahaan besar (lihat misalnya: Doganova & Renault, 2008). Schumpeter bcrubah pikiran karena bcranggapan hanya organisasi besar yang mcmiliki somber daya yang

6.42

MANAJEMEN PERUBAHAN •

dibutuhkan untuk melakukan inovasi. Inovasi tidak hanya membutuhkan kreativitas individual semata tetapi membutuhkan juga kolaborasi, sumber dana, riset secara intensif dan bantuan teknologi yang semuanya itu hanya mungkin tersedia jika difasilitasi perusahaan besar. Pandangan Schumpeter sejalan dengan fakta bahwa dalam kehidupan modem seperti sekarang ini peran organisasi dalam mempengaruhi masyarakat banyak jauh lebih besar ketimbang peran individu (lihat kembali Modul 1 yang membahas perubahan dalam skala mikro). Sehebat apapun dalam berinovasi, Bill Gate tidak akan mengubah dunia jika tidak ada mendirikan Microsoft. Memang Bill Gate lah orang yang mendirikan dan menjadi tokoh sentral Microsoft tetapi tidak boleh dilupakan bahwa Microsoft lah yang sesungguhnya melakukan inovasi karena di sana bukan hanya Bill Gate tetapi berkumpul pars ekspertis yang saling belajar dan berbagi pengetahuan sehingga dari situlah inovasi berkembang dan menjadi budaya. Uraian di atas mernbawa kita pada satu simpulan ketika kita bicara tentang inovasi pada dasamya yang kita bicarakan adalah inovasi organisasi. Hal ini bukan berarti peran manusia dalam inovasi bisa diabaikan. Memang manusia merupakan pelaku utama inovasi namun hams disadari pula bahwa inovasi tidak ditentukan oleh manusia sebagai satu-satunya faktor. Masih banyak faktor lain yang ikut menentukan terciptanya inovasi sebut saja sumber daya keuangan, teknologi, struktur, iklim dan budaya organisasi. Bahkan seperti dikatakan Dodgson (2009) peran negara dalam menumbuhkan daya inovasi masyarakat juga tidak kalah penting. Inovasi dengan demikian merupakan bidang kajian yang sangat kompleks yang melibatkan berbagai disiplin berbeda dan menggunakan lensa berbeda sehingga membutuhkan kehati-hatian dalam mcnelaahnya. Untuk memperoleh gambaran awal tentang apa itu inovasi, ilustrasi yang digunakan Timon Gartner (2009) sebagai pembuka proposal disertasi yang ditulisnya akan dipaparkan di sini dengan harapan bisa membantu kita memahami inovasi secara umum dan istilah-istilah lain yang terkait — kreativitas dan adopsi. Pada tahun 1903 Mary Anderson mematenkan temuan kecilnya — wiper untuk membersihkan kaca mobil dan air hujan/salju, yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomi namun dewasa ini masyarakat (pengendara mobil) menikmati hasil temuan tersebut. Temuan itu bermula dan masalah yang dihadapi setiap pengendara mobil tennasuk Anderson yang setiap kali hams turun dan mobil sekedar untuk membersihkan salju yang menempel di kaca mobilnya. Pada waktu itu pada umumnya masyarakat



EKMA4565/MODUL 6

6.43

menerima apa adanya kondisi semacam itu. Namun tidak dcmikian dengan Anderson. Merasa tidak puas dengan kondisi tersebut Anderson kemudian membuat gambar mckanik yang diyakininya bisa mengatasi masalah tersebut. Dari sinilah Mary Anderson mendapat hak paten pcmbersih kaca sebagai hasil invensi yang dia lakukan. Ccrita ini memberi gambaran bahwa inovasi bermula ketika seseorang mcrasa tidak puas dengan suatu kcadaan dan termotivasi untuk melakukan perubahan. Atau dengan kata lain sescorang tidak botch menggunakan logika secara konvensional dan linier untuk bisa berinovasi. Gangguan yang kita hadapi hams disikapi secara kritis dan memerlukan imaginasi dan kreativitas. Dari situlah inovasi akan muncul dan gangguan yang sama tidak akan muncul secara berulang. Dan cerita di atas tampak bahwa krcativitas, tcrmasuk di dalamnya imaginasi, selalu datang mendahului terciptanya inovasi. Itulah scbabnya orang awam scring menyalahartikan scolah-olah inovasi dan kreativitas adalah satu dan pengertiannya sama. Woodman et al. (1993) secara tegas membedakan kedua istilah tersebut. Krcativitas merupakan sub set dari inovasi dan inovasi merupakan .01I7 set dari perubahan organisasi. Meski inovasi mcrupakan bagian dari perubahan organisasi akan tetapi tidak scmua perubahan organisasi sama dengan inovasi. Artinya perubahan organisasi tidak hams inovatif tetapi inovasi hampir selalu herakibat pada perubahan. Demikian juga, meski hasil dari krcativitas bisa bcrupa produk, jasa, ide dan proses barn yang nantinya diimplementasikan melalui inovasi, inovasi tidak selalu mengandung unsur kreativitas. Botch jadi inovasi hanya sekedar mengadaptasi produk dan proses yang sudah ada sebelumnya atau sekedar mengadopsi apa yang diciptakan orang lain di luar organisasi. Dari penjclasan Woodman et al. paling tidak ada dua istilah yang pengertiannya perlu diklarifikasi agar kita memperolch pemahaman yang lcbih balk. Kedua istilah tersebut adalah kreativitas dan inovasi. Semcntara itu jika kita merujuk pada pandangan Ravichandran (2000) tcntang inovasi maka istilah inovasi itu sendiri perlu diklarifikasi lebih jauh karena istilah ini memiliki kedekatan dengan istilah adopsi. A. KREATIVITAS Sternberg (2001) mengatakan bahwa orang yang kreatif tidak sama dcngan orang yang ccrdas. Kccerdasan menurut Sternberg adalah kemampuan untuk bcradaptasi dengan lingkungan. Sebagai contoh, ketika

6.44

MANAJEMEN PERUBAHAN



harga ponsel semakin hari semakin terjangkau dampaknya adalah penurunan jumlah orang yang menelepon menggunakan jasa wartel. Jika anda seorang pemilik wartel yang cerdas maka anda akan segera tanggap bahwa bisnis wartel sudah tidak mcnguntungkan. Oleh karenanya menutup wartel dan berpindah ke bisnis lain yang sedang trend saat itu misalnya jualan pulsa atau mengubah wartel menjadi gerai ponsel adalah solusi yang cerdas. Hal yang sama pernah dialami Lou Gertsner mantan CEO IBM. Ketika diserahi untuk mengelola IBM Lou sadar bahwa trend industry computer telah bergeser dari mainframe ke Personal Komputer (PC). Di sisi lain Lou sebagai CEO yang cerdas yakin bahwa pengguna PC pada akhirnya akan membutuhkan jaringan. Oleh karenanya la lantas memutuskan untuk masuk ke bisnis jaringan dan berhasil. Dua contoh ini menggambarkan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memiliki keterampilan sehingga is mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mampu mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan. Sementara itu kreativitas oleh Sternberg didefmisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan bukan hanya produk berkualitas tetapi juga baru. Gedung berbentuk U terbalik yang akan dibangun untuk menggantikan gedung lama DPR RI yang rancangannya dihasilkan para arsitek yang cerdas sesungguhnya memenuhi kriteria sebagai produk kreatif karena gedung tersebut boleh jadi berkualitas tinggi. Sayangnya kriteria lain tidak terpenuhi yakni karena gedung tersebut ternyata meniru sebuah gedung yang berlokasi di La Defense Paris bernama "Grand Arch" dan keduanya bahkan hampir sama persis. Oleh karena itu gedung baru berbentuk U terbalik tidak bisa disebut sebagai produk kreatif. Artinya calon gedung baru DPR RI merupakan contoh produk yang dihasilkan orang yang sekedar cerdas tetapi bukan orang yang Icreatif. Tentang perbedaan antara kreativitas dan kecerdasan, Sternberg lebih jauh mengatakan (1) kreativitas lebih luas dibandingkan dengan kecerdasan. Atau dengan bahasa yang lebih sederhana orang yang cerdas belum tentu kreatif. Sebaliknya orang yang kreatif cenderung cerdas meski tidak harus. Bahwa orang kreatif tidak harus cerdas dikemukalcan oleh Hayes (1990) "orang yang kreatif botch jadi memiliki IQ tinggi tetapi bisa jadi IQ-nya tidak terlalu tinggi, (2) mesh kreativitas merupakan property individual, kreativitas tidak berada pada ruang isolasi. Sebuah produk tidak bisa dikatakan produk kreatif hanya karena penciptanya mengatakan bahWa produk tersebut merupakan produk kreatif. Kreativitas harus diletakkan dalam konteks sosial



EKMA4565/MODUL 6

6.45

dalam pengcrtian apakah scbuah karya dianggap scbagai karya yang krcatif atau tidak, sangat bergantung pada penilaian sistem sosial terhadap produk terscbut. Olch karena itu suatu karya bisa dianggap kreatif bagi sckelompok masyarakat tetapi bclum tcntu dianggap karya kreatif bagi kclompok masyarakat lain. Krcativitas sesungguhnya tidak hanya bcrkaitan dengan produk tetapi dengan karya-karya lainnya. Hal ini misalnya ditegaskan oleh Woodman et al. (1993) yang mengatakan bahwa kreativitas adalah pcnciptaan produk, jasa, ide, proses atau prosedur baru yang herguna dan berharga, dilakukan oleh individu-individu yang bekerja bersama dalam sebuah kompleksitas sistem sosial. Sementara itu Lubart & Guignard (2004) mengatakan bahwa krcativitas merupakan kapasitas untuk mcnghasilkan sesuatu yang ban, dan asli yang inampu memenuhi kondisi saat ini yang tcrbatas. Dan ketiga definisi krcativitas yang discbutkan di muka dan definiEidefinisi lain yang tidak discbutkan di sini tampak bahwa masing-masing penulis cenderung mcnggunakan bahasa berbeda untuk menjelaskan esensi kreativitas. Dibalik perbcdaan tersebut, sctiap dcfinisi juga mcngandung unsur kesamaan dan unsur kesamaan inilah yang bisa disebut sebagai karakteristik kreativitas. Pertama, kreativitas mcliputi scmua bcntuk karya manusia balk karya yang bcrujud (produk) maupun tidak bcnijud termasuk desain, proses dan ide. Kedua, proses kreativitas tidak tcrjadi secara kcbetulan melainkan merupakan scbuah upaya yang sengaja dilakukan. Hal ini bisa diartikan bahwa kreativitas akan muncul jika pclakunya memiliki pengetahuan untuk itu. Pengetahuan terscbut bolch jadi pengetahuan praktis yang berbasis pada pengalaman masa lalu dan boleh jadi pengetahuan akademik hasil dari pcndidikan formal. Ketiga, kreativitas hams menghasilkan sesuatu yang ban' dan orisinal. Bisa dikatakan bahwa kebaruan adalah esensi dari krcativitas. Gedung baru berbentuk U scbagai calon pcngganti gedung lama DPR RI seperti dicontohkan di muka bukanlah produk krcatif karcna konsepnya tidak orisinal dan tidak butt sama sckali. Keempat, tidak dipungkiri bahwa individu merupakan aktor utama pclaku krcativitas tetapi kreativitas tidak hanya dilakukan secara individual tetapi bisa juga secara bcrkclompok dan organisasional. Kelima, karya yang kreatif harus menunjukkan adanya nilai tambah. Atau dengan kata lain, kreativitas harus menghasilkan kualitas lcbih baik dart kondisi sebelumnya.

6.46

MANAJEMEN PERUUAHAN •

B. KOMPONEN KREATIVITAS Menurut Sternberg et al. (1997). ada enam persyaratan sebagai modal davit- agar seseorang atau organisasi bisa disebut kreatif. Keenam syarat tersebut adalah: 1. Pengetahuan — mengetahui apa yang dianggap baru bukan sekedar menemukan kembali apa yang sudah ada. 2. Keinampuan intelektualitas — kemampuan untuk menghasilkan ide, mengevaluasinya dan menerapkan ide tersebut. 3. Cara berpikir kreatif — seseorang memiliki preferensi untuk berpikir dengan cara baru bukan sekedar cara berpikir konvensional. 4. Motivasi — ada keinginan dan upaya yang konsisten untuk terus bergerak dan menemukan sesuatu yang barn dan menjadikan segala sesuatunya terasa menycnangkan. 5. Keprihadian -- dalam din seseorang terdapat sifat yang persisten dan bulat untuk mengatasi berbagai macam hambatan. 6. Lingkungan - ada dukungan sehingga seseorang berani mengambil risiko misalnya risiko untuk melakukan kegiatan yang tidak populer. Dalam Bahasa Sternberg et al. (1997), keenam prasyarat di atas merupakan bentuk investasi yang harus dilakukan organisasi agar tercipta kreativitas. Hasil dan investasi tersebut bukan hanya individu-individunya raja yang kreatif tetapi juga organisasi secara keseluruhan menjadi kreatif. Dalam bentuk slogan, Sternberg et al. menyebut kreativitas sebagai "membeli dengan harga inurah dan menjual dengan harga tinggi". Sayangnya dalam realita lebih banyak organisasi yang tanpa disadari mendesain organisasinya yang justru membunuh kreativitas secara sistematis ketimbang yang mendukungnya (Amabile, 1998). Seperti dikatakan Amabile, jika sebuah organisasi terperangkap di dalam ekosistem organisasi yang membunuh kreativitas maka risiko yang dihadapinya sangat luas. Sebagai contoh, membunuh kreativitas berarti organisasi kehilangan senjata untuk berkompetisi: ide barn tidak akan pernah muncul. Padahal dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif sebuah perusahaan bisa bertahan hidup dan terns berkembang jika dan hanya jika perusahaan tersebut terus memperbaharui positioningnya melalui pcnciptaan ide-ide barn. Selain itu, sangat bolch jadi karyawan akan kehilangan energi dan komitmen jika kreativitasnya terbelenggu. Semua itu pada akhirnya berujung pada perasaan



6.47

EKMA4565/MODUL 6

frustrasi, dan aspek psikologis lainnya — stress, merasa tidak dihargai dan munculnya perasaan bahwa karyawan hanya sekedar sebagai slat yang dimanfaatkan oleh pcmilik perusahaan. Ujung-ujungnya daya kompetisi perusahaan terus menurun. Amabile sendiri sebagai seorang konsultan yang telah bcrtahun-tahun menekuni bidang krcativitas kemudian mengatakan bahwa krcativitas individual terdiri dari tiga komponen yaitu: (1) expertise, (2) creativethinking skill, dan (3) motivation seperti tampak pada Gambar 6.12. bcrikut ini.

Sumber: Amabile (1998) Gambar 6.12. Komponen Kreativitas Secara harfiah expertise atau kepakaran berarti pengetahuan baik teknikal, procedural maupun intelektual. Hal ini bisa diartikan bahwa agar seseorang menjadi krcatif maks la harus berpengetahuan tidak pcduli apakah pengetahuan tersebut diperolch melalui pendidikan formal, sekedar pengetahuan praktis mclalui pengalaman lapangan atau hasil intcraksi dengan para profesional lain. Sebagai contoh, jika anda diminta untuk mengubah sistem perhitungan harga pokok produk berbasis aktivitas (activity-based accounting) tidak bisa dihindari anda harus memiliki dan ekspert di bidang

6.48

MANAJEMEN PERUBAHAN •

akuntansi dan pengetahuan lain seperti proses produksi. Tanpa itu semua mustahil anda bisa kreatif dalam menentukan sistem perhitungan harga pokok produk yang lcbih efisien. Komponen kedua pembentuk kreativitas adalah keterampilan berpikir kreatif (creative-thinking skill). Yang dimaksud dengan creative-thinking skill adalah bagaimana seseorang menyikapi berbagai macam masalah dan cara penyelesaiannya yakni kapasitas seseorang untuk menggabungkan berbagai macam ide yang ada menjadi ide baru. Secara psikologis apakah seseorang berpikir kreatif atau tidak dalam batas-batas tertentu biasanya dipengaruhi pula oleh kepribadian orang tersebut. Untuk mengatasi masalah

membengkaknya harga pokok produksi selain orang tersebut hams ekspert di bidangnya tetapi juga hams berpikiran kreatif. Ia misalnya hams memiliki ide bagaimana proses produksi yang sekarang ada bisa disederhanakan tanpa mengganggu prosesnya itu sendiri. Proses yang lebih sederhana ini tentu dengan sendirinya akan mampu mengurangi biaya produksi. Pertanyaannya adalah apakah orang yang bertanggung jawab terhadap masalah harga pokok produk tersebut memiliki kepribadian yang sejalan dengan kebutuhan untuk kreatif? Misalnya apakah Ia bukan tipikal orang yang konformitis yang cenderung mengiakan orang lain? Kalau jawabannya "ya" maka kreativitas diyakini akan semakin subur. Komponen ketiga adalah motivasi. Jika ekspertis dan creative-thinking skill bisa disebut sebagai bahan baku terciptanya kreativitas, motivasi akan menentukan apakah kreativitas benar-benar bisa terwujud. Secara deftnitif motivasi adalah sebuah proses psikologis yang menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan tindakan-tindakan sukarela, dan mengarahkan serta memelihara tindakan tersebut secara terns menerus menuju pada satu tujuan tertentu. Jika dikaitkan dengan contoh di atas, apakah activity based accounting bisa terealisir sangat bergantung pada kemauan orang yang bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut. Sangat boleh jadi secara intrinsic orang tersebut mau mengupayakan agar activity-based accounting bisa terealisir tetapi jika tidak ada dorongan extrinsic boleh jadi kreativitas tidak akan pernah terwujud. Jika penjelasan Amabile tentang komponen pembentuk kreativitas dibandingkan dengan prasyarat terjadinya kreativitas seperti dikemukakan Sternberg et al. dapat disimpulkan bahwa keduanya sesungguhnya memiliki kesamaan seperti tampak pada Tabel 6.2. Kalaulah sedikit ada perbedaan, Amabile tidak menyebut lingkungan sebagai komponen pembentuk



6.49

EKMA4565/MODUL 6

kreativitas. Perbedaan ini bisa dipahami jika kita mcnyadari bahwa Amabile bcrangkat dari krcativitas individu sebagai titik tolaknya sementara Sternberg et al. hcrangkat dari kreativitas organisasi di mana komponen organisasi bukan hanya individu tetapi juga faktor-faktor organisasi lainnya termasuk lingkungan organisasi baik internal maupun ekstemal. Tabel 6.2. Komponen Kreativitas Amabile vs Sternberg et al.

Komponen Kreativitas manurut Amabile Ekspertis Creative-thinking Skill Motivation

Prasyarat Kreativitas menurut Sternberg et al. Pengetahuan Keman _ipuan Intelektualitas Cara berpikir kreatif Motivasi Kepribadian Lingkungan

C. TIPOLOGI KREATIVITAS Sejauh ini telah dijclaskan esensi dari kreativitas termasuk di dalamnya tentang komponen kreativitas. Untuk selanjutnya akan dijclaskan bcberapa tipologi tentang kreativitas. Penjelasan ini dianggap perlu karena kreativitas bukan sebuah konstruk tunggal. Dua tipologi kreativitas akan menjadi fokus perhatian pada modul ini yaitu tipologi yang dikemukakan oleh Unsworth (2001) dan Kaufmann (2003). 1. Tipologi Kreativitas Menurut Unsworth Untuk menjelaskan tipe-tipe kreativitas, Unsworth (2001) menggunakan dua dimensi sebagai parameternya yaitu pendorong yang menycbabkan seseorang bertindak kreatif dan masalah yang ditemukan saat proses kreatif dimulai. Seseorang mau melakukan tindakan kreatif karena di satu sisi ada dorongan dari dalam dirinya dan alasan lainnya karena dipaksa oleh pihak eksternal untuk melakukannya. Sementara itu dimensi kedua masalah yang dihadapi seseorang scsaat sebelum tindakan kreatif tcrsebut dilakukan. Masalah ini bisa diklasifficasikan menjadi dua yaitu masalahnya masilt tcrbuka dalam pengertian orang yang mau herkreasi harus tcrlebih dahulu menemukan masalahnya seperti seorang scniman yang mau menciptakan

6.50

MANAJEMEN PERUBAHAN •

gagasan baru, dan masalahnya sudah ada sehingga orang yang mau berkreasi tinggal menterjemahkan masalah tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut .Unsworth menggunakan dua dimensi yaitu dimensi pertama tipe masalah yang dibedakan menjadi masalah terbuka dan masalah tertutup, dan dimensi kedua dorongan untuk berkreasi yang dibedakan menjadi dorongan dari dalam dan dorongan dari Iuar. Dan dua dimensi ini dihasilkan empat tipologi kreativitas yaitu: expected creativity, proactive creativity, reactive creativity dan contributory creativity (lihat Gambar 6.13).

terbuka Kreativitas yang Diharapkan

Kreativitas Proreaktif

(Expected Creativity)

(Proactive creativity)

Kreativitas Responstif

Kreativitas Kontributif

(Responsive Creativity)

(Contributory Creativity)

Tipe Persoalan

tertutup ekstemal

Dorongan untuk Berkreasi

Sumber: Unsworth (2001) Gambar 6.13. Tipologi Kreativitas Expected Creativity : kreativitas yang dilakukan karena ada permintaan dan ekstemal tetapi masalah ditemukan sendiri disebut sebagai expected creativity. Di dalam organisasi contohnya adalah TQM. Responsive Creativity : jika dorongan untuk berkreasi datangnya dari pihak ekstemal dan masalah yang dihadapi juga sudah disodorkan maka seseorang tinggal merespon bagaimana melakukan tindakan kreatif. Contohnya adalah sekelompok orang yang ditugasi untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.



6.51

EKMA4565/MODUL 6

Proactive Creativity

: proses kreatif tcrjadi jika seseorang secara sadar terdorong atau termotivasi untuk bertindak kreatif dun terus berusaha menemukan masalah untuk dipecahkan. Contohnya adalah tindakan sukarela karyawan untuk terus memperbaiki proses produksi. Contributory Creativity : jika seseorang mau bertindak kreatif atas kesadarannya sendiri dalam rangka untuk membantu memecalikan masalah yang ada. Contohnya adalah membantu orang lain memecahkan masalah walaupun hal itu bukan tanggung jawabnya. 2. Tipologi Kreativitas Menurut Kaufmann Di muka telah disebutkan bahwa salah saw kriteria penting apakah sebuah karya disebut scbagai karya kreatif adalah adanya unsur kebaruan. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud dengan baru di sini? Apakah sesuatu yang ban► berarti sebelumnya belum ada sama sekali? Atau apakah sesuatu dikatakan baru jika berbeda dengan yang ada sebelumnya? Pertanyaan-pertanyaan ini dijawab Kaufmann (2003) dengan mengajukan sebuah taksonomi kreativitas — kebaruan seperti tampak pada Gambar 6.14 berikut ini. tinggi

tinggi Adaptasi yang cenias

Krcativitas reaktif

(Intellegent Adaptation)

(Reactive creativity)

Baru dalam hal tugas Memecalikan masalah rutin (Routine Problem Solving)

Kreativitas Proaktif (Proactive Creativity)

rendah

rendah

Baru dalam hal solusi

Sumber: Kaufmann (2003) Gambar 6.14. Taksonomi Kreativitas - Kebaruan

tinggi

6.52

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Untuk menghasilkan tipologi kcbaruan scperti tampak pada Gambar 6.13. Kaufmann menggunakan dua dimensi scbagai faktor pcnentunya, yaitu tingkat kebaruan tugas (task novelty) — apakah tugas yang akan dikerjakan mcmiliki tingkat kebaruan yang relatif rendah atau scbaliknya, dan kebaruan dalam menyelesaikan masalah (response novelty) — scjauh mana masalah yang dihadapi mcmbutuhkan tingkat kcbaruan. Olch karena dimensi kedua adalah apakah kebaruan dalam penyelesaian masalah relatif tinggi atau sebaliknya. Dari kombinasi dua dimensi ini dihasilkan 4 macam tipologi yaitu (I) routine problem solving, (2) intellegcnt adaptation, (3) reactive creativity dan (4) proactive creativity. Kategori pertama disebut routine problem solving karena baik pada sisi tugas maupun sisi solusi yang diharapkan tidak ada scsuatu yang baru. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan mengliadapi masalah dan semua orang sudah familiar dengan masalah tersebut, sedangkan tugas-tugas yang diberikan kepada karyawan untuk menyelesaikan masalah tersebut hanya mengandalkan System Operating Procedure (SOP) yang ada atau sekcdar menggunakan formula yang lama maka situasi ini bisa dikatakan sebagai pcnyelesaian masalah yang bersifat rutin (routine problem solving) sehingga tidak membutuhkan kccerdasan maupun kreativitas baru karena pengalaman masa lalu bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kategori kedua disebut intelligent adaptation. Discbut demikian karena pada katcgori ini meski masalah yang dihadapi perusahaan sudah dikenal baik oleh semua orang dan scmua orang juga sudah tahu bagaimana solusinya tetapi untuk menyelesaikan masalah tersebut hams digunakan caracara baru yang mcmbutuhkan kecerdasan para karyawan. Atau dengan kata lain tugasnya saja yang baru tetapi solusi tetap sama seperti sebelunmya. Sebagai contoh, agar konsumen tetap tertarik untuk membeli produk kita, perusahaan tidak cukup hanya mengiming-imingi konsumen dengan potongan harga yang menarik tetapi misalnya perlu dibarengi pula dengan memberi kesempatan konsumen untuk membayar secara angsuran. Jadi dalam hal ini kreativitas belum begitu diperlukan tetapi yang diperlukan adalah kccerdasan para karyawannya — solusinya masih sama yakni konsumen tctap mau membeli barang; tugasnya saja yang relatif baru yakni mcnawarkan pcmbelian dengan angsuran. Kategori ketiga adalah proactive creativity. Pada intinya unsur kreativitas sudah muncul meski kreativitas tersebut terletak pada solusi pcnyelesaian masalah bukan pada tugasnya. Tugasnya sendiri masih



EKMA4565/MODUL 6

6.53

herdasarkan pengalaman masa lalu. Pada kategori ini pada awalnya perusahaan sesungguhnya tidak menghadapi masalah. Masalah justru muncul atau sengaja dimunculkan ketika perusahaan berusaha untuk mengubah kondisi berjalan menjadi kondisi lebih baik. Di sini tampak bahwa perusahaan mclakukan terobosan (break through). Sebagai contoh, Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai universitas tertua di Indonesia scsungguhnya tidak menghadapi masalah berarti dalam persaingan dcngan perguruan tinggi lain bahkan bisa dikatakan rclatif memiliki keunggulan. Namun karena tidak puas dengan kondisi tersebut clan dalam upayanya untuk sejajar dan lebih baik dari universitas negeri, pada tahun 1996 Fakultas Ekonomi Ull mendirikan program internasional yang belum diselenggarakan oleh perguruan tinggi manapun di Indonesia. Pendirian program internasional inilah yang bisa dischut sebagai mcnciptakan masalah dan mengajukan solusi haru yang identik dengan kebanian solusi meski proses pendidikannya rclatif tidak berubah. Kategori keempat adalah reactive creativity. Pada kategori ini baik tugas yang harus dijalankan maupun solusinya semuanya bani. Karena scmuanya scrba barn baik tugas maupun solusinya sepintas tampak bahwa kategori ini merupakan tipologi yang paling membutuhkan krcativitas. Dalam banyak hal katcgori ini identik dengan konsep single loop learning dan double loop learning sebagaimana dikemukakan oleh Chris Argirys (1995). Dengan single loop learning pada dasarnya perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya tidak ada yang berubah; perubahan hanya terjadi pada skala kccil dalam rangka menyesuaikan diri dengan nornta yang ada. Namun jika lingkungan berubah secara signifikan boleh jadi norma yang ada hams ditinjau kembali karena sudah tidak sesuai lagi dengan lingkungan terbaru. Disinilah perusahaan membutuhkan double loop learning — perubahan lebih fundamental. Schagai contoh, ketika teknologi informasi mendominasi kehidupan masyarakat perusahaan yang tadinya sukscs dengan bisnis konvensional mau tidak mau hams menyesuaikan din dan masuk ke cbusiness. Dalam kondisi seperti ini maka asumsi-asumsi yang digunakan untuk menjalankan bisnis konvensional hams diubah ke asumsi barn yang sesuai dengan pola c-business. Dengan demikian baik tugas dan solusinya berbeda dengan sebelumnya.

6.54

MANAJEMCN PERUDAHAN •

1). MANAJEMEN KREATIVITAS l'ertanyaannya adalah apakah kreativitas bisa dikelola? Amabile (1998) menjawabnya bisa. Namun Amabile mengakui bahwa mengelola ekspertis dan creative thinking jauh lebih sulit ketimbang mengelola motivasi karyawan. IIal ini bukan berarti ekspertis dan creative thinking tidak bisa dikelola, hanya saja untuk mengelola keduanya membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar. Sedangkan mengelola motivasi hasilnya lebih cepat tampak. Lebih jauh Amabile mengatakan bahwa seorang manajer dapat mempengaruhi kreativitas sescorang dalam 6 hal yaitu: memberikan tantangan kepada karyawan, memberi kebebasan, menyediakan sumber daya, rnenata teamwork, melakukan supervisi dan memberikan dorongan organisasional. 1. Tantangan. Pekerjaan pertama seorang manajer untuk inenumbuhkan kreativitas adalah menempatkan karyawan pada pekerjaan yang sesuai sehingga karyawan mampu menunjukkan kepakarannya dan mampu berpikir kreatif. Kecocokan karyawan dengan pekerjaan juga akan mendorong terciptanya motivasi dari dalam (intrinsic motivation). Jika terjadi sebaliknya karyawan justru merasa bosan karena mereka tidak suka dengan tugas yang diembannya. Kecocokan karyawan dengan pekerjaan juga harus diwaspadai karena sering kali justru terjadi karyawan merasa sebagai "raja" yang tidak boleh diganggu orang lain bahkan rnanajernya sendiri. Barangkali itulah tantangan paling krusial yang dihadapi manajer. 2. Kebebasan. Memberi kebebasan karyawan berarti memberi mereka otonomi yang berkaitan dengan proses melakukan pekerjaan bukan dengan tujuan yang hendak dicapai. Kebebasan dalam hal bagaimana karyawan memutuskan cara untuk melakukan pekerjaan bisa menumbuhkan motivasi karyawan untuk berkrcasi dan lebih dan itu karyawan juga memiliki perasaan ikut memiliki. Di samping itu kebebasan juga memungkinkan karyawan berpikir kreatif dan mampu menunjukkan kepakarannya. Kesalahan yang sering dilakukan manajemen adalah (1) terlalu seringnya tujuan yang hendak dicapai berubah sehingga membingungkan karyawan dan (2) bahwa manajemen member kebebasan kepada karyawan hanya dalam ucapan tetapi praktilcnya tidak.



EKMA4565/MODUL 6

6.55

Sumber daya. Dua jenis sumber (Jaya yang bisa mempengaruhi kreativitas adalah waktu dan uang. Terhadap dua hal ini manajer hares bertindak hati-hati karena kesalahan dalam mengalokasikan waktu dan uang justru bisa membutuh kreativitas. Pada dasarnya mengelola sumbcr daya lebih membutuhkan seni ketimbang sain dalam pengertian menyediakan sumber daya keuangan melcbih ambang hatas yang dibutuhkan tidak akan meningkatkan kreativitas dan sebaliknya justru meinupus krcativitas. Sayangnya dalam banyak hal para manajcr sexing kali justru mengadopsi kcbijakan uang ketat. Kebijalcan ini berakibat pada krcativitas karyawan yang salah arah karena karyawan berIcreasi bukan untuk meningkatkan kualitas produk tctapi berkrcasi untuk mendapatkan tambahan uang. 4. Komposisi Tim. Dalam beberapa kasus kreativitas dihasilkan bukan olch individu melainkan oleh tim kerja. Oleh karena itu mcndesain komposisi anggota tim menjadi sangat penting agar krcativitas bisa tumbuh. Dalam hal ini keragaman perspektif dan latar belakang anggota tim sangat menentukan. Anggota tim yang mcmiliki perspektif dan latar belakang yang sama diyakini kurang kreatif dibandingkan jika perspektif mercka beragam. Keragaman memungkinkan masing-masing anggota tim melihat persoalan yang sama dengan perspektif berbeda dan disinilah creative thinking berkembang. Dampaknya tcntu saja tim menjadi semakin kreatif. 5. Dorongan Supervisi. Para manajer biasanya sibuk dcngan dirinya sendiri karena dikejar target pencapaian hasil. Namun sesibuk apapun manajcr perhatian terhadap karyawan hams diberikan jika menghendaki kreativitas tumbuh subur. Manajer tidak bisa membiarkan krcativitas tumbuh dengan sendirinya tanpa ada apresiasi dan pimpinan karcna karyawan pun ingin tampak bahwa mereka berkontribusi tcrhadap perusahaan dan terhadap orang lain atau komunitas. Apresiasi tcrhadap karyawan yang kreatif tidak hams dal= bentuk finansial, dalam bentuk penghargaan nonfinansial pun karyawan sudah bangga. Bahkan seperti dalam kasus perusahaan 3M .toleransi terhadap kesalahan ketika melakukan kreativitas juga bisa disebut scbagai penghargaan karcna hal ini akan memberi dorongan karyawan untuk tidak takut berkrcasi. Lebihlebih jika para manajer bisa menjadi role model maka diyakini kreativitas akan terns tumbuh.

3.

6.56

MANAJEMEN PERUBAHAN •

6. Dukungan Organisasi. Kreativitas akan scmakin tumbuh jika dorongan berkreasi bukan hanya datang dari pars supervisor langsung tetapi dari organisasi secara keseluruhan. Hal ini bisa diartikan bahwa kreativitas akan tumbuh subur jika iklim dan sistem organisasi mendorong tumbuhnya kreativitas sehingga pada akhirnya kreativitas menjadi budaya. Untuk sampai pada keadaan tersebut tentunya peran pimpinan puncak tidak bisa diabaikan. Dalam konteks menumbuhkan budaya kreatif pimpinan puncak tidak boleh mendelegasikannya kepada sekelompok orang tertentu, misalnya manajer menengah apalagi manajer level bawah. Pimpinan puncak suka atau tidak suka hams terlihat langsung dalam manajemcn kreativitas. Keterlibatan tersebut sebagai pertanda bahwa organisasi secara keseluruhan peduli terhadap kreativitas.

E.

INOVASI ORGAN ISASI

Setelah panjang lebar menguraikan esensi kreativitas kini giliran kita untuk memaltami arti penting inovasi organisasi. Seperti tclah dijelaskan di muka kreativitas memiliki hubungan yang erat dengan inovasi. Kreativitas selalu menghasilkan inovasi walaupun tidak secara otomatis terjadi sebaliknya — inovasi selalu mengandung unsur kreativitas. Tidal( ada jaminan bahwa kegiatan inovatif selalu kreatif. Bisa jadi inovasi menghasilkan kebaruan tetapi bukan tidak mungkin inovasi hanya sekedar mengadopsi dart inovasi orang lain atau organisasi lain. Meski adopsi sering dianggap sebagai unsur penting dari inovasi, tidak demikian dengan pendapat Ravichandran (2000). Menurutnya inovasi hams secara tegas dibedakan dari adopsi. Demikian juga inovasi tidak jarang dipersamakan dengan invensi atau temuan walaupun pengertian keduanya sesungguhnya berbeda. Karena adanya silang pendapat seperti ini dan untuk memperjelas perbedaan ketiga istilah tersebut maka istilah invensi, inovasi dan adopsi perlu didefinisikan secara jclas pula. 1. Invensi, Inovasi dan Adopsi Hams diakui bahwa membedakan invensi, inovasi dan adopsi bukan merupakan pckcrjaan mudah karena ketiganya merupakan konsep yang tumpang tindilt. Apalagi masyarakat umum sering kali tidak mempernmsalahkan apakah sesuatu yang barn discbut invensi atau inovasi.



EKMA4565/MODUL 6

6.57

Untuk menguji pemahaman kita, perhatikan Gambar 6.3a dan Gambar 6.3b. Apakah gambar tersebut merupakan bentuk kreativitas, invensi atau inovasi? Yang pasti kedua gambar tersebut mcnunjukkan adanya sesuatu yang baru yang berbeda dari lainnya. Remote control biasanya hanya digunakan untuk mengendalikan jarak jauh fungsi on-off TV atau AC tidak sekaligus untuk membuka botol. Demikian juga untuk memotong pizza biasanya tidak menggunakan gunting waklaupun dengan gunting memotong pizza tampak lebih mudah dan praktis. Kembali pertanyaannya adalah apakah unsur kebaruan tersebut sebuah kreativitas, invensi atau inovasi? Atau apakah kebaruan tersebut mengandung ketiga unsur yang dimaksud? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama kita perlu merujuk kembali definisi kreativitas yakni adanya unsur kebaruan. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa gagasan untuk menggabungkan fungsi remote control dan pembuka botol, jika orisinil, adalah gagasan krcatif. Demikian juga gagasan menggunakan gunting sebagai pemotong pizza. Jadi gambar di atas memenuhi unsur kreativitas. Kedua, untuk melihat apakah kedua gambar tersebut juga memenuhi unsur invensi kita memperhatikan definisi invensi berikut ini.

Gambar 6.15a. Remote control pembuka botol

6.58

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Gambar 6.15b. Gunting pizza Palmberg (1999) mendefmisikan invensi sebagai "an idea, a sketch or a sebuah ide/gagasan, sketsa atau model untuk suatu hal". Definisi yang hampir sama diberikan oleh Ahuja & Lampert (2001) yakni invensi adalah pengembangan ide baru. Kedua defmisi ini menunjukkan bahwa invensi merupakan sesuatu yang baru namun masih berada pada tataran konsep, model, prototipe atau pengetahuan. Jadi kedua gambar di atas juga memenuhi unsur invensi. Karena kreativitas dan invensi sama-sama mengandung unsur kebaruan, uraian berikut diharapkan bisa menjelaskan perbedaan antara invensi dari kreativitas. Ketika seseorang berpikiran bahwa remote control bisa digunakan untuk membuka botol maka pikiran tersebut disebut sebagai ide kreatif. Namun ide tersebut hanya sebatas gagasan jika tidak ditindaldanjuti dengan mewujudkan dan menguji cobakan dalam bentuk konsep atau prototype. Perwujudan gagasan dalam bentuk konsep inilah yang disebut invensi. Meski tidak harus, invensi yang membutuhkan bantuan teknologi atau rumusan kimia yang kompleks, misalnya invensi untuk ramuan obat baru, sehingga membutuhkan proses yang tidak sederhana pada umumnya dilakukan di laboratorium baik laboratorium perguruan tinggi, laboratorium model for something —



EKMA4565/MODUL 6

6.59

(R&D) perusahaan atau dilakukan bersama antara perguruan tinggi dengan perusahaan. Hasil dari invensi bukan produk atau jasa itu scndiri mclainkan baru sebatas rescp, formula atau prototipe untuk menghasilkan produk, jasa atau teknologi. Hash! invensi inilah yang biasanya dipatcnkan meski ada juga yang tidak dipatenkan. Alasan tidak dipatenkannya invensi boleh jadi karena hasil invensi terscbut bclum rnenunjukkan tanda-tanda nilai komcrsial, paling tidak pada saat invensi tersebut dihasilkan. Setelah sescorang atau sebuah perusahaan menghasilkan invensi atau temuan barn tidak otomatis temuan tersebut bisa dikomersialkan. Atau dengan kata lain invensi belum bisa langsung berubah menjadi inovasi. Bebcrapa bukti menunjukkan banyak invcnsi yang sudah dipctenkan tctapi hanya berhenti sampai diperoleh hak paten tctapi tidak dikomersialkan. Untuk mengubah invensi menjadi inovasi terkadang butuh waktu sampai puluhan tahun meski ada juga yang mcmbutuhkan interval waktu relatif pcndek. Sebagai contoh, Enos (1962) misalnya mengidentifikasi 35 produk hasil invensi yang ditemukan sejak pertengahan abad 19 sampai awal abad 20. Dari 35 temuan yang diinventarisasi Enos, dikctahui bahwa waktu interval paling lama adalah 79 tahun untuk temuan lampu dengan unsur fluor (lampu neon). Lampu neom ditemukan oleh Bacquerel tahun 1859 dan dikomersialkan oleh GE Westinghouse tahun 1938. Pisau cukur yang dikenal di Indonesia dikenal dengan nama silet ditemukan olch Gillette pada tahun 1895 dan dikomcrsiallcan olch Gillette Safety Razor Company pada tahun 1904 (butuh waktu 9 tahun). Temuan lainnya butuh waktu interval bervariasi antara 1 tahun sampai 53 tahun. Pada contoh lain, Khijli et al. (2006) misalnya mengatakan bahwa proses untuk menciptakan produk bcrbasis biotechnology yakni obat-obatan (drugs) sejak mulai invensi sampai dengan komersialisasi mcmbutuhkan waktu tidak kurang dari 15 tahun (lihat Gambar 6.4). Secara utnum, waktu 15 tahun terscbut bisa dibagi menjadi dua yakni 6.5 tahun pertama digunakan untuk menemukan formula barn dan uji klinis. Jika hasil uji klinis memberikan sinyal positif dalam pengertian memungkinkan untuk dikcmbangkan lebih lanjut maka pihak perusahaan mengajukan permohonan uji investigasi untuk temuan produk obatan-obatan barn (Investigational New Drug Application) kepada pihak berwenang. Sedangkan 8.5 tahun sisanya disebut sebagai postdiscovery - paska temuan yang dibagi menjadi beberapa fase waktu. Fase 1- 3 merupakan fase penyempurnaan yang diakhiri dengan pengajuan permohonan daftar produk obat-obatan baru. Berdasarkan pemiohonan ini

6.60

MANAJEMEN PERU BAHAN •

pihak benvenang — Food and Drug Authority (FDA) melakukan review dan persetujuan jika obat baru tersebut sesuai standar yang berlaku. Fase terakhir — fase 4 merupakan periode uji coba pasar. Selanjutnya, produksi akan dilakukan secara massal jika penerimaan pasar menunjukkan sinyal positif terhadap produk barn tersebut. roadbowery Dleeevery Predisical Twice

6.5 YRS

Phase I Plum II

FDA Approval sad Phase III Review Phase IV 'Dish

13 YRS; 2 YRS j3.5 YRS 1.5 YRS • Sink Product Out

Ptoducts Gan le File levestigeticael New Dreg Appficalion (IND)

File New Dies Application (NDA)

Sumber: Khijti et at. (2006) Gambar 6.16. Proses invensi dan inovasi produk Obat Dan dua contoh di atas diperoleh dua simpulan sementara (1) inovasi dalam batas-batas tertentu membutuhkan waktu yang lama, biayanya mahal dan mengandung risiko yang tidak kecil. Oleh karenanya meski inovasi diyakini menjadi keunggulan bersaing bagi sebuah perusahaan tidak semua perusahaan mampu melakukan inovasi karena tidak memiliki infrastruktur yang memadai, dan (2) inovasi pada dasarnya adalah komersialisasi dari invensi dan invensi merupakan perwujudan kreativitas dalam bentuk konsep atau formula. Inovasi dengan demikian bisa dirumuskan sebagai berikut: Inovasi = kreativitas + invensi + ekploitasi. 2. Definisi Inovasi Inovasi secara harfiah berasal dari bahasa Latin "innovare" yang berarti me-review, membuat sesuatu menjadi barn atau mengganti yang lama menjadi barn. Kata innovare itu sendiri berasal dari kata "novus" yang juga berarti baru (Shat, 2010). Dengan demikian jika kita melihat kembali esensi kreativitas dan invensi sena membandingkannya dengan kata inovasi



EKMA4565/MODUL 6

6.61

sestniggultnya ketiga memiliki kesainaan yakni unsur kebaruan. Perbedaan dari ketiganya terletak pada nilai guna dari kebaruan tersebut. Kreativitas mengliasilkan pengetahuan baru, pengetahuan baru menjadi dasar untuk meneinukan formula baru dan formula baru jika diwujudkan dalam realitas kehidupan akan memberi nilai guna dan membantu memecahkan persoalan yang sebelumnya tidak terpecahkan. Invensi yang memberi manfaat nyata inilah yang secara umum disebut sebagai inovasi. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa esensi dari inovasi adalah adanya unsur kebaruan (Johanessen, et al. 2001). Di luar itu inovasi didefinisikan secara berbeda oleh penulis berbeda bergantung pada fokus perhatian masing-masing. Munculnya perbedaan definisi inovasi boleh jadi karena cakupan dari kajian inovasi yang begitu luas. Inovasi misalnya bisa dikaji pada level individu, kelompok, organisasi, industri maupun nasional (lihat misalnya Read, 2000). l'erbedaan level kajian tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap konsepsi inovasi. l3erikut beberapa definisi inovasi yang diberikan oleh beberapa akademisi. a. Van de Ven (1986). "The process of innovation is defined as the development and implementation of new ideas by people who over time engage in transactions within an institutional context — proses inovasi didefmisikan sebagai pengembangan dan implementasi ide-ide baru oleh sekumpulan orang yang dalam kurun waktu lama sating bertransaksi dalain lingkup sebuah institusi" b. West and Farr (1990) "Innovation is the sequence of activity by which a new element is introduced into social unit, with the intention of benefiting the unit, some part of it, or the wider society. The element need not be entirely novel or unfamiliar to members of unit, but it must involve some discernible change or challenge to the status quo — inovasi adalah urut-urutan aktivitas dalam sebuah unit sosial yang di dalamnya memasukkan elemen barn dengan tujuan memberi manfaat bagi unit bersangkutan, sebagian dan unit bersangkutan atau keuntungan bagi masyarakat lebih luas. Elemen dimaksud tidak harus barn sama sekali atau tidak diketahui sebelumnya oleh anggota-anggota unit bersangkutan, tempi elemen tersebut hams melibatkan aspek perubahan atau mampu kondisi status quo.

6.62

MANAJEMCN PERUBAHAN •

c. Ravichandran (2000) "Organizational innovation can be constructed as the actualization of the creation of a new product, process, method or service by an organization, through concerted and commited efforts of its members, and by other resources, exhibiting a perceptual departure from its antecedent and demonstrating one or more utility values — inovasi

organisasi adalah aktualisasi dari penciptaan produk, jasa, proses atau metodc ba' yang dilakukan organisasi mclalui upaya bersama dan komitmen para anggota organisasi, dan penggunaan sumbcr daya lain sehingga basil ciptaan tersebut dianggap tclah berubah atau berbeda dari kondisi scbclumnya dan mcnunjukkan nilai guna lebih baik. 3.

Dimensi Inovasi Bisa dikatakan bahwa kctiga definisi di atas mcrupakan representasi dari definisi-definisi yang bisa ditcmukan pada berbagai litcratur tentang inovasi. Terlepas bahwa inovasi didcfinisikan secara berbcda, ada satu yang tidak bcrbeda dari setiap definisi inovasi yaitu unsur kebaruan. Olch karenanya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keharuan adalah inti dari inovasi. Sedangkan komponen inti yang kedua adalah nilai manfaat. Sctiap inovasi hares memberi nilai manfaat paling tidak bagi pcnisahaan yang berinovasi. Dengan inovasi misalnya perusahaan diharapkan mampu mcmperbaiki daya saing baik dalam lingkup pasar domestik maupun pasar global. Bcrkaitan dcngan kebaruan dalam inovasi, masih ada tiga pertanyaan yang perlu dielaborasi lebih lanjut yaitu: Apanya yang barn dari sebuah inovasi? Seberapa baru inovasi tersebut? Jika inovasi dikatakan baru, sesungguhnya ban, bagi siapa'? Itulah tiga pertanyaan yang diajukan oleh Johancsscn et al. (2001). Pcrtanyaan ini pada dasarnya adalah pertanyaan tentang -dimcnsi inovasi. 4.

Unsur Kebaruan dalani Inovasi Kebaruan adalah sebuah term penting khususnya bagi perusahaan yang barn berdiri (new start-up), perusahaan yang hendak memasuki pasar barn (new entry), perusahaan yang hendak memperbaiki proses aktivitas (new organization) dan bahkan bagi perusahaan yang mengalami kegagalan dan hendak menyehatkan did (organizational renewal). Mengadopsi hal-hal barn merupakan sebuah kcharusan bagi perusahaan-perusahaan scperti tersebut di atas jika ingin tetap bertahan hidup dan bisa bcrsaing dalam kancali



6.63

EKMA4565/MODUL 6

lingkungan yang sangat dinamis. Inovasi yang di dalamnya mclibatkan unsur kebaruan dengan demikian merupakan salah satu bentuk solusi yang sangat disarankan bagi tipikal perusahaan di atas. Baru dalam hal ini bisa berupa produk, jasa, metode produksi, membuka pasar barn, pasokan (supply), atau manajemennya baru (Johanessen et a/. 2001). Berdasarkan unsur kebaruan dalam inovasi, secara umunt inovasi biasanya dibedakan menjadi 4 macam yakni inovasi produk, jasa, proses dan administrasi atau manajemen (Damanpour, 1987; 1991; 1996; Van de Ven, 1986). Keempat macam inovasi tersebut kadatig-kadang diklasifikasikan seperti tampak pada gambar berikut. Inovasi Produk Inovasi Teknis Inovasi Proses

01 Inovasi Staff

Inovasi Administratif

Inovasi Marketing

Inovasi Struktur dan lklim Organisasi

5. Tipologi Inovasi Meski kebaruan merupakan unsur pokok dalam inovasi, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa barn agar sesuatu yang barn bisa disebut inovasi? Sejauh ini literature-literature inovasi menunjukkan bahwa kebaruan dalam inovasi tidak harus semuanya serba barn. Bisa saja yang baru hanya sebagiannya saja misalnya hanya kemasannya saja yang baru sementara isinya sama seperti sebelumnya. Sebuah pabrikan sepeda motor di Indonesia yang mengusung slogan "inovasi tiada henti" ternyata tidak banyak menunjukkan hal-hal baru dalam produknya. Bahkan jika dibandingkan dengan pabrikan lain yang tidak mengusung slogan inovasi, tingkat kebaruan pabrikan yang mengusung slogan inovasi relatif lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebaruan inovasi tidak harus menyeluruh. Memang seperti dikatakan Damanpour (1996) inovasi bisa radikal tetapi juga bisa incremental. Inovasi kadang-kadang juga dibedakan menjadi inovasi

6.64

MANAJEMEN PERURAHAN •

revolusioner dan inovasi cvolusioner. Inovasi radikal atau revolusioner adalah scbuah proses inovasi yang tingkat kcbaruannya sangat tinggi sehingga organisasi yang mengimplementasikan inovasi scring kali hams mengubah paradigma untuk menjalankan kcgiatannya. Scbaliknya inovasi incremental/evolusioner adalah proses inovasi yang tingkat kcbaruannya relatif rendah sehingga dalam menjalankan aktivitasnya perusahaan tidak hams mcngubah paradigma lama. 6.

Nilai Manfaat dari Inovasi Pcrtanyaan ketiga adalah baru untuk siva? Jika kita menilik alasan sebualt perusahaan melalcukan inovasi yakni agar bisa bcrtahan hidup atau agar bisa hersaing dengan perusahaan lain maka inovasi scsungguhnya lebili ditujukan untuk kepentingan ekstcrnal yakni untuk kcpentingan pasar. Dengan inovasi, diharapkan pasar merespon sccara positif apa yang dilakukan perusahaan. Terlepas bahwa tujuan akhir dari inovasi untuk memperbaiki posisi pasar, sifat kebaruan dalam inovasi scsungguhnya bisa dibedakan menjadi dua yaitu. baru bagi organisasi bersangkutan (disebut sebagai the firm-based framework) dan ban' bagi pasar (newness to the market framework) (lihat misalnya Kotabc & Swan, 1995). Tidak jarang perusahaan yang mengklaim dirinya melakukan inovasi, katakanlah inovasi proses, scsungguhnya proses yang sama sudah dilakukan oleh perusahaan lain scbclumnya. Namun karena proses tersebut betul-betul baru bagi perusahaan yang bersangkutan maka wajar jika diklaim sebagai scbuah inovasi. Inovasi seperti inilah yang disebut firm based framework. Meski firm based framework hanya mcnunjukkan kebaruan bagi organisasi bersangkutan tujuan akhirnya bukanlah sekedar organisasinya yang baru tetapi pada akhirnya diharapkan pula agar dengan kebaruan tersebut ujungujungnya kinerja perusahaan tnenjadi Iebih baik. Artinya meski firm based framework pada awalnya lebih beroricntasi internal pada akhirnya inovasi diharapkan bisa mempengaruhi posisi pasar. Atau dengan kata lain firm based dan newness to market framework scsungguhnya siding bcrkaitan. 7.

Adopsi (Wain Inovasi Di luar tiga pertanyaan tentang esensi inovasi yang diajukan Johanessen et al. Di atas, masih ada pertanyaan lain yaitu tentang orisinalitas inovasi. Pertanyaan ini dating dari Ravichandran (2000) yang mempersoalkan apakah inovasi yang sudah dilakukan oleh organisasi lain kemudian diadopsi oleh



6.65

EKMA4565/MODUL 5

sebuah organisasi bisa disebut inovasi bagi organisasi yang bersangkutan? Atau dengan kata lain apakah firm based framework bisa disebut inovasi? Ravichandran secara tegas mengatakan "tidak". Menurutnya inovasi dan adopsi adalah dua konsep yang berbeda. Ravichandran mendetinisikan adopsi sebagai membeli atau meminjam inovasi untuk digunakan sebuah organisasi di mana inovasi tersebut telah dilakukan sebelumnya di tempat lain atau organisasi lain dan telah menunjukkan nilai manfaat lebih balk dari kondisi sebelumnya. Definisi ini menunjukkan bahwa adopsi pada dasarnya adalah inovasi. lianya saja yang melakukan inovasi bukan organisasi yang bersangkutan tetapi organisasi lain. Sebagai contoh, perusahaan obat yang membeli hak paten dari sebuah perusahaan lain yang mengembangkan obat baru tidak bisa disebut sebagai perusahaan yang inovatif karena yang inengembangkan obat baru tcrsebut adalah perusahaan lain bukan perusahaan yang mengkomersialkan obat baru tersebut. Secara lebih detail Ravichandran membedakan inovasi dad adopsi seperti tampak pada 'rubel 6.3 sebagai berikut: Table 6.3. Perbedaan antara Inovasi dan Adopsi Inovasi Original Baru Diaptakan Wujud atau realisasi dad kemampuan organisasi Merniliki ketidakpastian yang relative tinggi Pioneer Memiliki unsur inovasi Dukungan dan pimpinan puncak Upaya yang berbasis komitmen dan berkesinambungan Da. .t dilihat oteti pihak ekstemal Sumber : Ravichandran (2000)

Ado Hasilnya berupa derivasi Bukan sesuatu yang baru bersifat umum Dibeli atau pinjaman Merupakan perwujudan dad daya bell Mudah diprediksi Pengikut bukan pencetus gagasan Merupakan bentuk respon Keputusan manajemen puncak Tidak hams memiliki komitmen dan keterkaitan Tidak hams teriihat oleh pihak ekstemal

8. Difusi Inovasi Meski Ravichandran (2000) mengatakan bahwa adopsi bukanlah inovasi karena yang melakukan inovasi adalah pihak lain namun tidak bisa dipungkiri jika sebuah organisasi/perusahaan melakukan inovasi hainpir pasti perusahaan-perusahaan lain pun akan melakukan hal yang kurang lebih sama atau bahkan lebih baik demi memperbaiki daya kompetisi. Akibatnya tidak

6.66

MANAJCMEN PERUBAHAN •

bisa dihindari jika inovasi terus bergulir mulai dari organisasi ke industri ke regional ke nasional dan global. Dengan penyebaran inovasi seperti ini bukan hanya perusahaan yang berinovasi yang memperoleh manfaat tetapi pada umumnya masyarakat juga akan diuntungkan. Pertarna, dengan semakin banyak perusahaan yang berinovasi berarti tidak ada monopoli terhadap produk atau jasa tertentu. Kedua, standar hidup masyarakat akan meningkat karena di satu sisi masyarakat bisa memperoleh produk/jasa dcngan kulaitas lcbih baik dan di sisi lain harganya tentu lebih murah. Sebagai contoh, jika anda ingin membuka Internet, media yang biasa anda gunakan (Internet browser) adalah Internet explorer hasil inovasi MirosoR. Namun sekarang anda punya pilihan lain untuk membuka Internet misalnya Mozilla Firefox, Flock, Safari maupun Google Chrome. Mungkin ke depan anda punya pilihan lain lagi karena inovasi terus berjalan. Proses penyebaran inovasi seperti ini disebut difusi inovasi. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa difusi inovasi merupakan potcnsi scbuah inovasi diadopsi olch pihak lain sehingga inovasi tersebut menycbar Iebilt luas (Wolfe, 1994). Proses penyebarannya itu sendiri membentuk sebuah kurve yang menyerupai huruf S schingga sering disebut sebagai S-Curve seperti tampak pada Gambar 6.17. Maturation

Jumlah Adopter Kumulatif

Rapid expansion Infancy

Interval waktu Sumber: Taylor It McAdam (2004) Gambar 6.17. Adopsi inovasi berbentuk Kutve - S.



EKMA4565/MODUL 6

6.67

Pada awalnya ketika sebuah perusahaan mencmukan sesuatu yang baru tentunya hanya perusahaan tersebut yang berusaha untuk mengomersialkannya jika temuan tersebut diyakini tnemiliki potensi pasar. Namun sebelum temuan tersebut dikomersialkan, bukan tidak mungkin perusahaan lain pun berusaha melakukan hal yang sama misalnya dengan mengintip apa yang dilakukan perusahaan pesaing. Dengan merujuk pada Gambar 6.5 (S-curve) tahap ini disebut sebagai slow initial adoption — adopsi awal yang masih lambat di mana hanya ada satu atau dua perusahaan yang melakukan inovasi. Sebagai contoh, sepeda motor matic pada mulanya tidak dikenal sebelum perusahaan Korea, Kymco, melakukan terobosan dengan mengemhangkan teknologi matic dan memproduksi sekaligus mengomersialkannya. Ketika perusahaan lain (Honda, Yamaha, Suzuki dan Kawasaki) meliliat potensi pasar dari teknologi matic, tidak pelak perusahaan lainpun mulai ramai-ra►nai ikut mengembangkan dan metnproduksinya sampai akhirnya inovasi motor matic tidak bisa lagi dikembangkan. Contoh ini memberi gambaran bahwa tahapan pada proses difusi bermula dari slow initial adoption dan berlanjut ke tahap take off di mana invensi mulai dikomersialkan, di imitasi oleh banyak perusahaan sehingga terjadi ekspansi besar-hesaran dan akhir tnencapai tahap maturity atau kemapanan di mana sebuah inovasi tidak lagi bisa dikemhangkan. Tentunya tidak semua inovasi akan diadopsi dan di imitasi oleh perusahaan lain seperti pada contoh teknologi matic maupun internet browser. Beberapa di antaranya bahkan hanya berhenti sampai diperolehnya hak paten tetapi tidak pernalt sampai pada komersialisasi. Faktor yang mempengaruhi apakah sebuah inovasi akan diadopsi oleh perusahaan lain di antaranya adalah (1) kemungkinan tingkat keuntungan yang akan diperoleh jika mengadopsi inovasi yang dilakukan perusahaan lain, (2) tingkat kompatibilitas dengan teknologi yang dimiliki perusahaan saat ini, (3) tingkat kompleksitas inovasi yang akan diadopsi, (4) dapat tidaknya inovasi baru bisa diujicohakan dan (5) mudah tidaknya inovasi baru bisa diobservasi oleh pihak lain (lihat Taylor & McAdam, 2004). Scmentara itu Rogers sebagaimana dikutip Taylor & McAdam (2004) membedakan perusahaan yang mendadopsi inovasi menjadi lima kategori yaitu (1) innovator — individu atau perusahaan yang pertama kali melakukan inovasi, (2) early adopter — perusahaan yang segera tanggap begitu ada inovasi ban', (3) early majority — perusahaan yang mengambil keputusan untuk mengadopsi inovasi sebelum kebanyakan perusahaan lain melakukannya, (4) late majority —

6.68

MANAJEMEN PERUBAMAN •

perusahaan yang mendapat tckanan untuk mengadopsi inovasi karena perusahaan lain telah melakukannya dan (5) laggard — perusahaan yang paling lambat atau paling akhir mengadopsi inovasi. F. KARAKTERISTIK ORGANISASI INOVATIF Amabilc dalam artikelnya "How to Kill Creativity" (1997) mengatakan bahwa organisasi di satu sisi bisa membunuh kreativitas karyawannya tetapi di sisi lain juga bisa mendorong karyawan untuk tcrus bcrkreasi. Analog dcngan penjclasan Amabile, inovasi juga mcnghadapi persoalan yang sama. Di satu sisi bisa saja organisasi sangat antusias dalam menurnbuhkan lingkungan organisasi yang inovatif. Salah satu contohnya adalah penisahaan 3M. Di penisahaan ini setiap karyawan memiliki kesempatan dan motivasi untuk menemukan hal-hal baru tcrutama karcna dukungan perusahaan sangat besar. 3M misalnya sangat terbuka bagi ide-ide baru, inenyediakan dana bagi karyawan yang hendak melakukan inovasi, memberi penghargaan bagi yang menemukan invensi baru, dan mentolerir kesalahan bagi yang gagal dalam inovasi. Akibatnya bisa diduga inovasi tumbuh subur dan ribuan invensi dihasilkan oleh perusahaan ini (lihat misalnya Higgins & McAllaster, 2002). Sebaliknya tidak jarang ditemukan pula perusahaan yang menghambat inovasi atau paling tidak enggan berinovasi. Pertama, botch jadi karena perusahaan memiliki keunggulan daya saing schingga menganggap inovasi tidak diperlukan lagi. Perusahaan yang memonopoli pasar misalnya cenderung berpandangan seperti ini. Kedua, walaupun bcberapa studi menunjukkan bahwa organisasi yang sudah tua memiliki kemampuan berinovasi lebih tinggi dibandingkan organisasi baru, teori lain mengatakan bahwa organisasi yang sudah tua biasanya tnengalatni situasi yang discbut "liability of oldness" yakni kesulitan beradaptasi dengan perubahan lingkungan karena struktur organisasi yang terlanjur sangat kaku (struktur organisasi mekanik). Akibatnya tingkat inovasinya relatif rendah. Sebaliknya organisasi yang inovatif biasanya memiliki struktur organisasi yang fleksible (struktur organisasi organik) (lihat: Burns and Stalker, 1961). Ketiga, inovasi merupakan proses yang sangat kompleks yang hasilnya tidak segera bisa dinikmati (tidak menentu) dan membutuhkan dana dan infrastruktur yang memadai — bukan hanya fisik tetapi juga budaya, manajemen dan sumber daya manusia. Prasyarat untuk dikatakan sebagai organisasi yang inovatif misalnya dapat dilihat pada label 6.3 (Matthews, 2002). Prasyarat seperti



6.69

EKMA45e15/MODUL

inilah yang tnenyebabkan heberapa perusahaan tidak mampu memenuhinya jika pillak manajemen tidak memiliki intensitas untuk bcrinovasi. Tabet 6.4. Komponen Organisasi yang Inovatif .

. Komponen

Visi, kepemimpinan don

kemauan untuk inovasi

Struktur organisasi yang tepat Orang-orang kunci

Team work yang efdirtif

Pengembangan did karyawan secara berkelanjutan

Komunikasi yang terbuka

Keterlibatan yang tiriggi dalam inovasi Fokus paia pelanggan Iklim yang kreatif Organisasi pernbelajar 1_

. t trislik:. t'..-.•:;,.‘-:7;4;.0 . _ 1 ' •f '...;; 160.--ac Ada kejelasan tentang tujuan organisasi yang hendak dicapai dan tujuan tersebut juga telah diartikulasrkan secara jelas. Pada saat yang sama pimpinan puncak men irriki komitmen yang ditunjukkan dengan pengembangan stratio intent Desain organisasi yang tepat sehingga daya kreatif karyawan mencapai level paling tinggi. Orang-orang kunci dalarn organisasi bertindak sebagai prcmotor, penjaga gawang dan peran-peran lain sejenis yang rnemfasilitasi dan menagerakkan inovasi organisasi. Tim kerja ditungsikan secara tepat dalam memecahkan bethagai persoalan organisasi. Oleh karenanya menulih dan membangun tim yang solid menjad sangat krusial. Organisasi memiliki komitmen untuk mendidik dan melatih karyawan dalam rangka meniastikan bahwa karyawan memiliki kompetensi yang dibutuhkan dan memiliki kemampuan belajar yang deka Menjaga efektivitas kornunikasi di dalam organisasi dan antara organisasi dengan pihak luar. Di dalam organisasi komunikasi dilakukan secara lateral, ke atas dan ke bawah. Seluruh karyawan berpartisipasi dalam kegiatan organisasi dalarn rangka peningkatan kinerja berkelanjutan (continuous improvement). Perhatiai ditujukan bark pada pelanggan internal dan ekstemal dengan mernbangun total quality culture. Berpandangan positif terbadap ide-ide kreatif yang didukung oleh sistem penghargaan yang relevan. Proses, struktur dan kuttur yang mendukung terciptanya pembelajaran individu, ditunjukkan dengan dibangunnya knowledge management.

Sumber: Matthews (2002) Berdasarkan prasyarat di atas, Matthews &Manley (2009) sclanjutnya membedakan praktik manajemen yang mendukung dan menghambat inovasi seperti tampak pada Tabel 6.4 sebagai berikut.

6.70

MANAJEMEN PERUBAHAN •

Tabet 6.5. Karakteristik Manajemen Yang Mendukung dan Mengharnbat Inovasi 4 "...Tr' r4.- - 7-s,'4"- -, ...„1"?.? ;■•!- '"Wii ... ( 71:1?Za ."4-;■, • ' 4% st ItOr • ,. . L:2.)v .10 ■ -,p, "v` .i.;., , 4 -t•- :. , • ',et,- 1...A, .„,ii.g AI _. , ,... ..",„; N..•.-,1,,,. Budaya organisasi yang mendorong kreativitas melalui penilatan gagasan yang fair dan konshuktif, pemberian pengakuan dan penghargaan untuk pekerjaan kreatif, mekanisrne untuk mengembangkan gagasan baru, gagasan yang terus mengalir dan visi bersama. Atasan bertindak sebagai role model, menetapkan tujuan secara tepat, dan member dukungan penuh kepada kelompok kerja yang rnenghargai kontribusi individu dan menunjukkan rasa percaya diri dalam kelorn • • . Anggota kelompok kerja memuliki skill yang beragam di mana masing-masing bisa berkomunikasi dengan balk, terbuka untuk menerima ide-ide baru, masing-masing bisa bersaing secara konstruktif, sating percaya dan sating membantu satu sama lain dan memiliki komitmen terhadap arta yang sedang rikerjakan kelompoknya. Merniliki akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan terrnasuk material, fasilitas dan informasi. keu Merniliki rasa dan kernauan bekerja keras untuk pekerjaan yang ek f •, rnenantan dan uj ek ji,.4K , an

—-

t

0

- ,,,-<1 1

, ■

,,

-

:

Dorongan manajemen

Dorongan atasan

Dorongan kelompok kerja

Sumber daya yang memadal Pekenaan yang rnenantang Kebebasan • is:f• _:,,:.•: :. •.." Hambatan manajemen

Tekanan beban kerja

tk

,, .

.

, '.

Budaya organtsast yang kental dengan suasana politik, destruktif dan indarl Mo. Tekanan terhadap waktu kerja yang sangat ketat, mengharapkan tingkat produktivitas yang tidak realistik dan banyaknya gangguan untuk mend. akan 'aan kreatif.

Sumber: Matthews & Manley (2009) 1. Proses Inovasi Professor Roy Rothwell dari Science Policy Research unit (SPRU), the University of Sussex sebagaimana dikutip Neely and Hii (1998) mengklasifikasikan proses inovasi menjadi lima generasi yaitu: a. Generasi Pertama Technology Push. b. Generasi Kedua Market Pull. c. Generasi Ketiga Coupling Model.



6.71

EKMA4565/MODUL

d. Generasi Keempat Integrated Model. e. Generasi Kelima Systems Integration and Networking. 2. Technology Push Proses inovasi pada awalnya mengikuti pola yang disebut technologypush atau linear model seperti tampak pada Gambar 6.6. Model ini banyak diterapkan pada periode tahun 1950-an dan 1960-an di mana ketika itu permintaan melebihi kapasitas produksi sehingga kebanyakan perusahaan berasumsi bahwa semua yang diproduksi pasti bisa terserap oleh pasar — supply creates its own demand. Dengan demikian pusat perhatian perusahaan lebih dititikberatkan pada R&D dan manufacturing ketimbang pada aspek pemasaran. R&D diperlakukan sebagai tempat melalukan inovasi untuk menghasilkan produk-produk baru. Semakin banyak R&D dilakukan semakin banyak inovasi dan semakin banyak pula dihasilkan produk baru. Peran manufacturing adalah memproduksi produk baru secara masal dan pasar dianggap mampu menyerap semua hasil produksi dibuat perusahaan. Dengan asumsi seperti ini maka inovasi diinterpretasikan sebagai sebuah proses yang bermula dari penelitian ilmiah yang dikembangkan pada R&D, diimplementasikan melalui kegiatan produksi yang hasilnya adalah produk baru dan dijual ke masyarakat melalui mekanisme pemasaran. Jadi inovasi pada dasarnya dipahami sebagai proses linear di mana R&D memiliki peran kunci sebagai input. Basic sdence

Fa.

Deign and engneering

Manufacturing

Sales

Marketing --►

Gambar 6.18. Proses inovasi generasi pertama - technology-push 3.

Marketing Pull

Jika pada tahun 1950-an dan 1960-an proses inovasi mengikuti linear model di mana proses inovasi bersifat inside-out, akhir tahun 1960-an sampai dengan awal tahun .1970-an terjadi hal sebaliknya yakni proses inovasi bersifat outside-in atau disebut marketing-pull. Karena tingkat persaingan pada periode ini sudah mulai menonjol, perusahaan cenderung berusaha untuk menawarkan produk yang semakin beragam yang memang dibutuhkan oleh kastemer bukan semata-mata yang dikehendaki perusahaan. Oleh

6.72

MANAJEMEN PERUBAHAN •

karenanya dalam konteks inovasi kebutuhan kastemer menjadi faktor pendorong untuk mclakukan inovasi (lihat Gambar 6.19). Atau dengan kata lain pasar merupakan sumber ide untuk menggerakkan kegiatan R&D. Design and enigneering

Customer needs

Manufacturing

Sales

Gambar 6.19. Proses inovasi generasi kedua-marketing-pull 4.

Coupling Model Needs of society and the market

New Needs

Idea genera Von

New techn

Research, design & development

4—*

Prototype production

4-11.

Manufacturing

Marti & sales

Market place

State the art of technology and science

Gambar 6.20. Proses inovasi generasi ketiga-coupling model

Dua model proses inovasi yang telah dibahas sebelumnya — technologypush dan marketing-pull dianggap memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya (1) model tersebut terlalu menyederhanakan proses inovasi yang dalam realita sesungguhnya sangat kompleks, (2) tidak ada umpan balik yang memungkinkan untuk perbaikan proses inovasi selanjutnya. Oleh karenanya memasuki pertengahan tahun 1970-an sampai dengan awal tahun1980-an dikembangkan model proses inovasi generasi ketiga yang disebut coupling model (lihat Gambar 6.20). Pada intinya model ini, meski masih bersifat sequential seperti pada model pertama dan kedua, jauh lebih komprehensif karena keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi sudah dipertimbangkan secara seksama. Faktor yang dimaksud adalah: perusahaan yang melakukan inovasi, komunitas ilmu pengetahuan dan teknologi, dan

6.73

• EKMA4565/MODUL

kebutuhan pasar. Model ini sering disebut pula sebagai "a complex net of communication path" karena sifatnya yang kompleks yang menghubungkan kondisi internal perusahaan, ketersediaan ilmu pengetahuan dan dan kebutuhan pasar. Dari hubungan inilah diperoleh umpan balik yang menjadi kunci dalam mengembangkan inovasi baru. Integrated Model Proses inovasi generasi keempat yang disebut integrated model mulai dikembangkan di Jepang khususnya pada industri otomotif dan elektronik sejak pertengahan tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an. Sama seperti proses inovasi generasi ketiga, integrated model merupakan proses inovasi yang bersifat kompleks, nonlinear dan mensyaratkan adanya umpan balik. Bedanya adalah proses inovasi generasi keempat tidak terjadi secara berurutan (sequential) melainkan proses inovasi yang melibatkan berbagai fungsi organisasi — marketing, R&D, product development, production engineering, supplier dan manufacture secara parallel (lihat Gambar 6.21). Fungsi-fungsi melakukan aktivitas bersama lintas fungsi agar bisa saling berbagi informasi dalam mengembangkan inovasi baru. 5.

[ Mariam.

I AD I Prodrovi &wino...tut H

I

I

I Part. learduae. (ouppbeni

, _I

I



1

IA

I

I L I II I Joint Group ineenozs (Rotioffieri Imanager) Mail chug Launch

Gambar 6.21. Proses Inovasi Generasi Keempat - Integrated Model Dari pengelaman industri otomotif di Jepang diyakini bahwa model ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan model-model sebelutnnya. Proses pengembangan produk barn membutuhkan waktu lebih pendek karena dilakukan secara integratif, biaya lebih efisien, dan lebih penting lagi waktu yang dibutuhkan untuk meniproses informasi juga lebih efisien. Pada era 1980-an dan 1990-an keuntungan dan proses inovasi generasi keempat ini —

6.74

MANAJEMEN PERUBAHAN •

mcmbutuhkan waktu yang semakin pendck mcnjadi sangat penting mengingat tingkat persaingan yang semakin tinggi dan waktu menjadi komponen kunci dalam mcnjaga tingkat persaingan. 6.

Systems Integration and Networking (SIN) Proses inovasi generasi kelima disebut scbagai systems integration and networking (SIN). Model ini rclatif bare dan ban' berkembang sejak pertengahan tahun 1990-an. Model ini dipicu olch berbagai trend yang berkembang saat ini: semakin maraknya aliansi strategis antar perusahaan multinasional, kolaborasi dalam melakukan R&D, networking antara perusahaan kccil mcnengah dengan perusahaan besar dan networking antar perusahaan kccil menengah. Trend ini menunjukkan bahwa untuk memperkuat daya saing perusahaan tidak harus bckerja sendirian. Scbaliknya perusahaan harus menjalin kcrja sama dengan perusahaan lain demi mempertahankan posisi masing-masing. Kcrja sama seperti ini tcrpaksa dilakukan karena mereka menyadari kckuatan dan kelcmahan masingmasing. Akibat dari trend seperti MI proses inovasi tidak pelak juga dilakukan olch dua atau tiga perusahaan secara berbarengan. Contoh paling bare adalah inovasi pengembangan mobil keluarga yang dilakukan olch Daihatsu dan Toyota yang menghasilkan produk Xenia dan Avanza. Di samping networking, proses inovasi gencrasi kclima juga lebih bcrorientasi pada sistem yang terintegrasi. Orientasi ini dimungkinkan karena bantuan tcknologi informasi yang semakin canggih. Dengan teknologi informasi seinua fungsi organisasi bisa diintegrasikan dengan mudah; demikian juga hubungan antara perusahaan dengan pihak eksternal menjadi semakin efcktif. Mclalui tcknologi informasi pengembangan desain produk bare juga bisa dilakukan dengan mudah dcngan bantuan perangkat lunak komputcr yang terscdia sangat murah. Oleh karenanya tidak menglicrankan jika inovasi produk berkembang semakin ccpat bukan hanya dilakukan perusahaan besar tctapi juga perusahaan kccil mcnengah mampu melakukan hal yang sama. Persoalan yang masih tcrsisa adalah karena proses inovasi dengan model SIN ini masih rclatif barn, hentuk dari SIN masih perlu dielaborasi lebih lanjut. Yang pasti adalah SIN jauh kWh kompleks dibandingkan dengan model-model sebelumnya dan tcntunya memcrlukan perhatian lebih serius dan energi lebih besar. Terlcpas dari model lima gencrasi seperti dikcmukakan Roy Rothwell di alas, dcngan kclebihan dan kckurangan masing-masing, ada pcndapat lain



6.75

EKINA4565/MODUL 6

yang mengatakan bahwa proses inovasi organisasi pada dasarnya bersifat siklikal. Pendapat ini dikemukakan oleh Desouza et al. (2009). Menurut mereka proses inovasi organisasi melibatkan lima tahapan yaitu: menghasilkan dan memobilisasi ide, advokasi dan memilah-milah ide, eksperimentasi, komersialisasi, dan difusi dan implementasi inovasi. Kelima tahapan ini saling terkait membentuk sebuah siklus seperti tampak pada Gambar 6.10 berikut ini.

Siklus Proses Inovasi

Generation and Mobilization

Adaotability and Sc. aiming,

Diftuaion and Implementation

e+perimentation

4-

6.76

MANAJEMEN PERUBAHAN •

INNOVATION DNA SEQUENCE

OUTCOMES

IIAPACT

CompodIvo Innovoticol E 1.1

Knowindesk Management

0 P L

a assist Monogomont

C 0 E S T U E N C V

P 0

w E R

Vrius Monogronent

Strologje Archilocturo lo &mood kolomion

Innovation Mopping of Onto* MIMIMos

ProclocIMM SInifogy • cost shot*" • moot • emit firm Pooiloniog Sifstsgy • product/sank* portfcrio • ~gent oPPoitunoy ifovolopnvont

N Value Creation

Aignmont SUSTANABLE COMPETITIVE ADVANTAGE

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kcrjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan dan berikan contoh apa yang Anda ketahui tentang kreativitas! 2) Sebutkan dimensi dari inovasi? 3) Jelaskan perbedaan klasifikasilcan generasi dari proses inovasi Coupling model dengan Integrated model! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Kreativitas oleh Sternberg didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan bukan hanya produk berkualitas tetapi juga baru. Sebagai contoh, arsitektur candi Borobudur yang rancangannya dihasilkan arsitek yang cerdas pada zamannya, untuk jelasnya dapat Anda pclajari pada halaman 4-6.



EKMA4565/MODUL 6

6.77

2)

Silakan Anda sitnak materi pada halaman 21-26. Ada beberapa dimensi yang mendasari inovasi yaitu: unsur kebaruan, seberapa baru agar sesuatu bisa disebut inovasi, nilai manfaatnya, adopsi dan difusi inovasi. 3) Professor Roy Rothwell rnengklasifikasikan proses inovasi menjadi lima generasi yaitu generasi: Technology Push, Market Pull, Coupling Model, Integrated Model dan Systems Integration and Networking. l'ada proses inovasi Coupling model bersifat sequential (berurutan) sedangkan proses inovasi Integrated model tidak terjadi secara berurutan.

RANGKUMAN

Inovasi secara harfiah berasal dari bahasa Latin "innovare" yang berarti me-review, membuat sesuatu menjadi baru atau mengganti yang lama menjadi baru. Di dalam inovasi terkandung unsur-unsur kreativitas dan invensi, dan sesungguhnya ketiga unsur tersebut memiliki kesamaan yakni unsur kebaruan. Perbedaan dari ketiga unsur terletak pada nilai guna dari kebaruan tersebut. Kreativitas menghasilkan pengetahuan baru, pengetahuan baru menjadi dasar untuk menemukan formula baru dan formula baru jika diwujudkan dalam realitas kehidupan akan memberi nilai guna dan membantu memecahkan persoalan yang sebelumnya tidak terpecahkan. Invensi yang memberi manfaat nyata inilah yang secara umum disebut sebagai inovasi, atau dengan rumusan sebagai berikut: Inovasi = kreativitas + invensi + eksploitasi. Untuk mengetahui dimensi-dimensi apa yang terkandung dalam inovasi, ada tiga pertanyaan yang perlu dielaborasi lebih lanjut yaitu: Apanya yang baru dari sebuah inovasi? Seberapa baru inovasi tersebut? Jika inovasi dikatakan baru, sesungguhnya baru bagi siapa? ltulah tiga pertanyaan yang pada dasarnya adalah pertanyaan tentang dimensi inovasi. Suatu organisasi dapat dikatakan sebagai organisasi yang inovatif memiliki beberapa prasyarat yang dapat dilihat pada Tabel 6.3. l'rasyarat seperti inilah yang menyebabkan beberapa perusahaan tidak mampu memenuhinya lebih lebih jika pihak manajemen tidak memiliki intensitas untuk berinovasi. Professor Roy Rothwell mengklasifikasikan proses inovasi menjadi lima generasi yaitu generasi: pertama Technology Push, kedua Market Pull, ketiga Coupling Model, keempat Integrated Model dan kelima Systems Integration and Networking. Masing-masing generasi ini memiliki kelemahan dan kelehihan sendiri-sendiri.

6.78

MANAJEMEN PERUEIAHAN •

TES FORMATIF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tcpat! 1) Di bawah ini yang bukan tipologi kreativitas menurut Kaufmann adalah A. intellegent adaptation B. routine problem solving C. expected creativity D. proactive creativity 2) Di bawah ini merupakan komponen-komponen dari kreativitas menurut Sternberg kecuali A. Cara berpikir kreatif B. Pragmatist C. Kemampuan intelektualitas D. " Motivasi 3) Salah satu karakteristik yang terkandung dari pengertian inovasi adalah A. bcrsi fat umum B. kecanggihan C. kebanlan D. mudah diprediksi 4) Sesuatu yang baru namun masih bcrada pada tataran konsep, model, prototipe atau pengetahuan adalah definisi dari A. invensi B. kreativitas C. difiisi D. inovasi 5) Proses inovasi yang bersifat komplcks, nonlinear, mensyaratkan adanya umpan balik, dan tidak terjadi secara berurutan serta melibatkan bcrbagai fungsi organisasi adalah model proses inovasi A. Technology Push B. Coupling C. Integrated D. Market Pull



6.79

EKMA4565/MODUL 6

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan

Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal

x100%

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS). Selamat! Jika masih di bawah 80%, Anda hams mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

6.80

MANAJEMEN PERUMAHAN •

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif I 1) D. 2) C. 3) B. 4) C. 5) A.

Tes Formatif 2 1) C. 2) B. 3) C. 4) A. 5) C.



EKMA4565/MODUL 6

6.81

Daftar Pustaka Alavi, M. & Leidner, D.E. (2001). Review: Knowledge Management and Knowledge Management Systems: Conceptual Foundation and Research Issues, Management Information System Quarterly, 25, 1, pp. 107-136. Allee, V. (1997). 12 Principles of Knowledge Management, Training and Development, 51, 11, pp. 71-74. Alvesson, M., Karreman, D. & Swan, J. (2002). Departures from Knowledge and/or Management in Knowledge Management, Management Communication Quarterly, 16, 2, pp. 282-291. Baban, C.F. (2007). A Knowledge Management Approach in Higher Education, Proceeding of KSS 2007: The Eight International Symposium on Knowledge and Systems Sciences, Orgaized by: Japan Institute of Science and Technology. Baloch, Q.B. & Katrem, N. (2007), The Third Wave (Book Review), Journal of Managerial Sciences, vol. 1, number 2, pp. 115 — 143. Barquin, R.C. (2001). What is Knowledge Management? Knowledge and Innovation: Journal of the KMCI, 1, 2, pp. 127-143. Bennet, A. & Bennet, D. (2007) context: The Shared knowledge Enigma, VINE: The Journal of Information and Knowledge Management Systems, 37, 1, pp. 12-40. Bennet, D. & Bennet, A. (2008). Engaging Tacit Knowledge in Support of Organizational Learning, VINE: The Journal of Information and Knowledge Management Systems, 38, 1, pp. 72-94. Bierly III, P.E., Kessler, E.H. & Christensen, E.W. (2000). Organizational Learning, Knowledge and Wisdom, Journal of Organizational Change Management, 13, 6, pp. 595-618.

6.82

MANAJEMEN PERM:VAHAN •

Biggam, J. (2001). Defining Knowledge: An epistemological Foundation for Knowledge Management, Proceedings of the 34th Hawaii International Conference on System Sciences — 2001. Chang & Lee (2008). Chen, C-A. (2007). Analysis of the Knowledge Creation Process: An Organizational Change Perspective, International Journal of Organization Theory and Behavior; Fall; 10, 3; pp. 287-313. Chen, C-A. (2008). Linking Knowledge Creation Process to Organization Theories: A macro View of Organization-Environment Change, Journal of Organizational Change Management, 21, 3, pp. 259-279. Csikszentmihalyi, M. (1999). If We Are So Rich, Why Aren't We Happy? American Psychologist, 54, 10, pp. 821-827. Davenport, T.H., Jarvenpaa, S.L. & Beers, M. C. (1996). Improving Knowledge Work Process, MIT Sloan Management Review, 37, 4, pp. 53-65. Davenport, T.H., de Long, D.W. & Beers, M.C. (1998). Successful Knowledge Management Projects, Sloan Management Review, 39, 2; pp. 43-57. Dcmarcst, M. (1997). Understanding Knowledge Management, Long Range Planning, 30, 3, pp. 374-384. Earl, M. (2001). Knowledge Management Strategies: Toward Taxonomy, Journal of Management Information Systems, 18, 1, pp. 215-233. Edvisson, L. & Malone, M.S. (1997). Intellectual Capital: Realizing Your Company's True Value by Finding Its Hidden Brainpower, l a edition, New York, NY: HarperBusiness. Firestone, J.M. (2001). Key Issues in Knowledge Management, Knowledge and Innovation: Journal of the KMCI, 1, 3, pp. 8-38.



EICINA4565/MODUL 6

6.83

Hick, R.C. Dattero, R. & Galup, S.D. (2006). The Five-tier Knowledge Management IIicrarchy, Journal of Knowledge Management, 10, 1, pp. 19-31. Hussi ,T. ( 2004). Reconfiguring Knowledge Management - Combining Intellectual Capital, Intangible Assets and Knowledge Creation, Journal of Knowledge Management, 8, 2, pp. 36-52. Hussi, T. & Alionen, G. (2002). Managing Intangible Assets — a Question of Integration and Delicate Balance, Journal of Intellectual Capital, 3, 3, pp. 277-286. Kakabadse, N.K., Kakabadse, A. & Kouzmin, A. (2003). Reviewing the Knowledge Management Literature: Towards a Taxonomy, Journal of Knowledge Management Volume 7 Number 4 pp. 75-91. Kaplan, R.S. & Norton, D.P. (2001). The Strategy Focused Organization: How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business Environment, Boston, MA: Harvard Business School Press. King, N. & Anderson, N. (2002). Managing Innovation and Change: A Critical Guide for Organizations, Singapore: Thomson. Leonard, D. (1999). Wellsprings of Knowledge — Building and Sustaining the Sources of Innovation, Boston, MA: Harvard Business School Press. Lenski. G & Lenski, J. (1987). Human Society: An Introduction to Macrosociology, 5" edition, New York, NY: McGraw-Hill Book Company. Martensson, M, (2000). Critical Review of Knowledge Management As a Management Tool, Journal of Knowledge Maangement, 4, 3, pp 204216. McElroy.M.W. (2000). The New Knowledge Management, Knowledge and Innovation: Journal of KMCI, 1,1, pp. 43-67.

6.84

MANAJEMEN PERUBAHAN •

McInerney, C. (2002). Knowledge Management and the Dynamic Nature of Knowledge, Journal of the American Society for Information Science and Technology, 53, 12, pp. 1009-1018. Morgan, G. (1997). Images of Organisations, Sage, London. Nonaka, I. (1994). A Dynamic Theory of Organizational Knowledge Creation, Organization Science, 5, pp. 14-37. Nonaka, I. & Konno, N. (1998). The Concept of 'Be: Building a Foundation for Knowledge Creation, California Management Review, 4, 3, pp. 4054. Nonaka, I. & Takeuchi, H. (1995). The Knowledge-Creating Company, New York: Oxford University Press. Nonaka, I., Toyama, R. & Konno, N. (2000). SECI, Ba and Leadership, A Unified Model of Dynamic Knowledge Creation, Long Range Planning, 33, pp. 5-34. Nonaka, I. Toyama, R. & Nagata, A. (2000). A Firm As a ICnoweledge Creating Entity: A New Perspective on the Theory of the Firm, Industrial and Corporate Change, 9, 1, pp. 1-20. Nunamaker, Jr. J.F., Romano, Jr. N.C. & Briggs, R.O. (2001). A Framework for Collaboration and Knowledge Management, Proceedings of the 34th Hawaii International Conference on System Sciences — 2001. Parise, S., Cross, R. & Davenport, T.H. (2006). Strategy for Preventing a Knowledge-Loss Crisis, MIT Sloan Management Review, pp. 31-38. Rowley, J. (2000). Is Higher education Ready for Knowledge management? The International Journal of Educational Management, 14, 7, pp. 325333. Scalzo, N.J. (2006). Mcmpry Loss? Corporate Knowledge and Radical Change, Journal of Business Strategy, 27, 4, pp. 60-69.

• EKMA4565/M00UL 6

6.85

Sveiby, K-E. (2001). A Knowledge-Based Theory of Firm to Guide in Strategy Formulation, Journal of Intellectual Capital, 2, 4, pp. 344-358. Tjakraatmadja, J.H. & Lantu, D.C. (2006). Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar, Bandung: Sekolah Bisnis dan Manajemen (SMB) Institut Teknologi Bandung. Taller, A. (1980). The Third Wave, London, Pan Book Ltd. Tuomi, I. (1999). Data is More than Knowledge: Implications for the Reversed Knowledge Hierarchy for Knowledge Management and Organizational Memory, Journal of Management Information System, Fall 16, 3, pp. 107-121.

,

ek

.1.1,

.

-,

"...tkl .17 ,ts

4*

°r

p . • i)



,



, .'1‘

Pr"

• tr,

Related Documents

Manajemen
June 2020 37
Manajemen
May 2020 39
Manajemen
May 2020 44
Manajemen
June 2020 41
Manajemen
December 2019 62
Manajemen
June 2020 41

More Documents from "Susi "

Manajemen Perubahan.pdf
October 2019 21
Ekma4478-m1.pdf
October 2019 12
Molahidatidosa.docx
October 2019 11
Tugas Pti 1.docx
June 2020 13
Form Pengkajiann.docx
October 2019 8
Undangan Rca
October 2019 26