Male_sexual_dysfunction (1).docx

  • Uploaded by: dedy setyawan
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Male_sexual_dysfunction (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,239
  • Pages: 13
DAFTAR ISI MALE SEXUAL DYSFUNCTION ................................................................................................................. 2 1.

KLASIFIKASI.................................................................................................................................. 2

2.

DEFINISI ....................................................................................................................................... 3

3.

ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO ....................................................................................................... 3 Faktor fisik ....................................................................................................................................... 4

Faktor psikis ........................................................................................................................................ 5 4.

PATOFISIOLOGI ........................................................................................................................... 5

5.

MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................................... 5

6.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK........................................................................................................ 6

7.

KOMPLIKASI ................................................................................................................................ 8

8.

PENATALAKSANAAN MEDIS ........................................................................................................ 8 Manajemen Umum ......................................................................................................................... 9 Manajemen Khusus......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSAKA ................................................................................................................................... 13

1

MALE SEXUAL DYSFUNCTION 1. KLASIFIKASI Klasifikasi berdasarkan keluhan utama : a. Erection Dysfunction (disfungsi ereksi) / Impotensi. ketidakmampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk memungkinkan kinerja seksual yang memuaskan (de Carufel F, Trudel G, 2006 : European Association of Urology, 2010). b. Premature Ejaculation Ejakulasi dengan stimulasi minimal dan lebih awal dari yang diinginkan, sebelum atau segera setelah penetrasi, yang menyebabkan mengganggu atau tekanan, dan di mana penderita memiliki kontrol volunter sedikit atau tidak ada (McMahon CG, Abdo C, et al. 2004 : European Association of Urology, 2010). Ikhtisasi terhadap kategori-kategori DSM-IV untuk disfungsi seksual seperti terlihat pada table dibawah ini.

2

2. DEFINISI Secara arti luas, disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira, 2006). disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek fungsi seksual (Pangkahila, 2006). Disfungsi ereksi (ED, impotensi) dan ejakulasi dini (PE) adalah dua keluhan utama dalam kedokteran seksual laki-laki. Ereksi merupakan fenomena neurovaskular di bawah kontrol hormonal. Ini termasuk dilatasi arteri, trabecular relaksasi otot polos dan aktivasi korporeal mekanisme veno-oklusif (Semans JH : European Association of Urology, 2010) Disfungsi

ereksi

didefinisikan

sebagai

ketidakmampuan

untuk

mencapai

dan

mempertahankan ereksi yang cukup untuk memungkinkan kinerja seksual yang memuaskan. Meskipun ED (Erection Dysfunction) adalah gangguan jinak, hal itu mempengaruhi fisik dan psikososial dan kesehatan memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup penderita dan mitra dan keluarga mereka (de Carufel F, Trudel G, 2006 : European Association of Urology, 2010) Kedua Konsultasi Internasional Sexual Medicine mendefinisikan gangguan fungsi seksual pada pria termasuk disfungsi ereksi (DE), orgasme / ejakulasi gangguan, priapisme dan penyakit Peyronie (Lue T, Guiliano F, Montorsi F, et.al. 2004: European Association of Urology, 2010) Kedua Konsultasi Internasional tentang Disfungsi Seksual dan Ereksi telah mendefinisikan PE sebagai ejakulasi dengan stimulasi minimal dan lebih awal dari yang diinginkan, sebelum atau segera setelah penetrasi, yang menyebabkan mengganggu atau tekanan, dan di mana penderita memiliki kontrol volunter sedikit atau tidak ada (McMahon CG, Abdo C, et al. 2004 : European Association of Urology, 2010)

3. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO Disfungsi ereksi memiliki faktor risiko yang umum, hampir sama dengan penyakit jantung (misalnya kurang olahraga, obesitas, merokok, hiperkolesterolemia, sindrom metabolik), namun beberapa di antaranya dapat dimodifikasi. Dalam MMAS (Massachusetts Male Aging Study), pria yang mulai berolahraga di usia pertengahan memiliki 70% penurunan risiko untuk ED dibandingkan dengan laki-laki menetap dan kejadian secara signifikan lebih rendah dari ED selama periode 8-tahun tindak lanjut dari olahraga teratur (Derby CA, Mohr BA, 2000) . Sebuah multisenter, acak, studi openlabel pada pria obesitas dengan DE moderat dibandingkan 2 tahun

3

latihan intensif dan penurunan berat badan dengan kelompok kontrol diberikan informasi umum tentang pilihan makanan sehat dan olahraga (Esposito K, Giugliano F, 2004). Perbaikan yang signifikan dalam indeks massa tubuh (BMI) dan skor aktivitas fisik, serta dalam fungsi ereksi, yang diamati pada kelompok intervensi gaya hidup. Perubahan ini sangat berkorelasi dengan kedua berat badan dan tingkat aktivitas. Namun, harus ditekankan bahwa studi prospektif terkontrol diperlukan untuk menentukan efek dari latihan atau perubahan gaya hidup lainnya dalam pencegahan atau pengobatan DE. Pada dasarnya disfungsi seksual dapat terjadi baik pada pria ataupun wanita, etiologi disfungsi seksual dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: Faktor fisik Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006). Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas terasa atau tidak diketahui gejalanya dari luar. Makin tua usia makin banyak orang yang gagal melakukan koitus atau senggama (Tobing, 2006). Kadang-kadang penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang tidak perlu diperiksakan dan sering tidak disadari (Raymond Rosen., et al, 1998). Dalam Product Monograph Levitra (2003) menyebutkan berbagai faktor resiko untuk menderita disfungsi seksual sebagai berikut:  Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria.  Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN), hiperlipidemia

(kelebihan lemak darah).  Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sklerosis.  Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan saraf.  Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah (hipogonadisme) dan

hiperprolaktinemia.  Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok).  Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, dan obesitas.

Beberapa obat-obatan anti depresan dan psikotropika menurut penelitian juaga dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain: barbiturat, benzodiazepin, selective serotonin seuptake inhibitors (SSRI), lithium, tricyclic antidepressant (Tobing, 2006).

4

Faktor psikis Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa misalnya depresi, anxietas (kecemasan) yang menyebabkan disfungsi seksual. Pada orang yang masih muda, sebagian besar disfungsi seksual disebabkan faktor psikoseksual. Kondisi fisik terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga jarang sekali menyebabkan terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006). Tetapi apapun etiologinya, penderita akan mengalami problema psikis, yang selanjutnya akan memperburuk fungsi seksualnya. Disfungsi seksual pria yang dapat menimbulkan disfungsi seksual pada wanita juga ( Abdelmassih, 1992, Basson, R, et al., 2000). Masalah psikis meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual, kurangnya pengetahuan tentang seks, dan keluarga tidak harmonis (Susilo, 1994, Pangkahila, 2001, 2006, Richard, 1992). Disfungsi seksual baik yang terjadi pada pria ataupun wanita dapat dapat mengganggu keharmonisan kehidupan seksual dan kualitas hidup, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang baik dan ilmiah.

4. PATOFISIOLOGI (terlampir)

5. MANIFESTASI KLINIS Pada gangguan disfungsi seksual pada laki-laki , tanda-tandanya adalah sebagai berikut: a. Tidak mampu ereksi sama sekali atau secara berulang (sedikitnya selama 3 bulan ) b. Tidak mampu ereksi yang konsisten c. Ereksi hanya sesaat d. Ereksi akan terjadi dengan cukup cepat dan keras saat melakukan aktivitas hubungan intim sebelum hubungan intim itu sendiri dimulai. e. Ereksi akan tetap bertahan selama proses kontak seksual sampai saat hubungan intim dimulai. f. Pria juga akan tetap mengalami ereksi saat melakukan hubungan seksual sampai ejakulasi terjadi, selanjutnya tingkat kekerasan penis akan menurun.

5

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Nocturnal penile tumescence and rigidity (NPTR) Penilaian pembesaran dan kekakuan penis pada malam hari (NPTR) harus dilakukan setidaknya dua malam. Mekanisme ereksi fungsional ditandai dengan kekakuan ereksi minimal 60% tercatat pada ujung penis yang berlangsung selama 10 menit atau lebih (Hatzichristou DG, Hatzimouratidis K, 2009). b. Uji injeksi intracavernous Uji injeksi intracavernous memberikan informasi terbatas mengenai status vaskular. Sebuah tes positif adalah respon ereksi kaku (tidak dapat menekuk penis) yang muncul dalam waktu 10 menit setelah injeksi intracavernous dan berlangsung selama 30 menit (Meuleman EJ, Diemont WL, 2009). Respon ini menunjukkan fungsi, tetapi belum tentu ereksi normal, karena ereksi mungkin dikarenakan insufisiensi arteri atau disfungsi veno-oklusif (Meuleman EJ, Diemont WL, 2009). Sebuah tes positif menunjukkan bahwa pasien akan merespon program injeksi intracavernous. Tes ini tidak meyakinkan sebagai prosedur diagnostik sehingga USG Duplex dari arteri penis harus diminta. c. USG dupleks arteri penis Sebuah aliran darah sistolik puncak yang lebih tinggi dari 30 cm / s dan indeks resistensi yang lebih tinggi dari 0,8 umumnya dianggap normal (Hatzichristou DG, Hatzimouratidis K, 2009). Penyelidikan vaskular lebih lanjut tidak diperlukan ketika pemeriksaan Duplex adalah normal. d. Arteriografi dan infus cavernosometry dinamis atau cavernosography Arteriografi dan infus cavernosometry atau cavernosography dinamis (DICC) harus dilakukan hanya pada pasien yang sedang dipertimbangkan untuk vaskular bedah rekonstruktif (Wespes E, Schulman C, 2008). e. Penilaian kejiwaan Pasien dengan gangguan kejiwaan harus dirujuk ke psikiater yang sangat tertarik pada ED. Pada pasien yang lebih muda (<40 tahun) dengan ED utama jangka panjang, penilaian kejiwaan dapat membantu sebelum penilaian organik dilakukan (Meuleman EJ, Diemont WL, 2009).

6

7

7. KOMPLIKASI Komplikasi akibat disfungsi ereksi dapat mencakup: o

Sebuah kehidupan seks tidak memuaskan

o

Stres atau kecemasan

o

Malu atau rendah diri

o

Masalah perkawinan atau hubungan

o

Kesulitan mendapatkan keturunan

Kehidupan sosial

o Disfungsi ereksi adalah peringatan adanya aterosklerosis pada arteri besar yang menyuplai jantung dan organ lain. Aterosklerosis juga meningkatkan risiko penyakit lain, termasuk aneurisma, stroke dan penyakit arteri perifer. o

Meningkatkan resiko terjadinya Cardiovascular disease

8. PENATALAKSANAAN MEDIS Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah sebagai berikut: 1. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual 2. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut 3. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual 4. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat bantu seks, serta pelatihan jasmani). Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual. Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang peduli. Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan wawancara keluhan terpisah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi atau penanganan disfungsi seksual pada kenyataanya tidak mudah dilakukan, sehingga diperlukan diagnosa yang holistik untuk mengetahui secara tepat etiologi dari disfungsi seksual yang terjadi, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen disfungsi ereksi menyangkut terapi psikologi, terapi medis dan terapi hormonal yaitu: 8



Terapi psikologi yaitu terapi seks atau konsultasi psikiatrik, percobaan terapi (edukasi, medikamentosa oral / intrauretral, vacum contricsi device).



Terapi medis yaitu terapi yang disesuaikan dengan indikasi medisnya



Terapi hormonal yaitu jika tes laboratoriumnya abnormal seperti kadar testoteron rendah , kadar LH dan FSH tinggi maka diterapi dengan pengganti testoteron. Jika Prolaktin tinggi, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan pituitary imaging dan dikonsulkan.

Manajemen disfungsi ereksi ada 2 macam, yaitu manajemen umum dan manajemen khusus. Manajemen Umum Pengendalian kadar gula ketat merupakan usaha paling baik. Subyek dengan neuropati diabetik, setelah pemberian tolrestat atau aldose reductase inhibitor (ARI) jangka panjang, hanya didapatkan kerusakan saraf ringan serta didapatkan regenerasi serabut saraf, normalisasi hubungan akson – glial dan demielinasi segmental. Usaha lain yang dapat dilakukan ialah upaya meningkatkan proses regenerasi dengan pemberian nerve growth factor (NGF), brain derived neurotrophic factor (BDNF). NGF merupakan faktor neurotropik penting yang mendorong kehidupan neuron sensoris, serabut kecil dan neuron simpatis pada sistem saraf perifer. BDNF mendorong hidupnya serabut saraf sensoris ukuran sedang yang menjadi perantara sensasi tekanan dan saraf motoris. Terapi nutrisi akhir – akhir ini banyak dikembangkan meskipun belum ada uji klinis memadai. Manajemen Khusus Pada manajemen khusus meliputi terapi non bedah dan terapi bedah / operatif yaitu: Ø Terapi non bedah / medis :  Farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil sitrat, vardenafil, alprostadil, papaverin

HCL, fenoksibenzamin HCL, Aqueous testosterone injection, transdermal testosteron, bromocriptiine

mesylate,

apomorfin,

fentolamin,

ganglioid,

linoleat



gamma,

aminoguanidin, metilkobalamin.  Injeksi intrakavernosa  Pengobatan kerusakan vena  Pengobatan hormonal  Terapi intraurethral pellet (MUSE)  Terapi external vacuum

9

Ø

Terapi Bedah

1.

Prostesis penis Termasuk terapi yang sangat sukses walaupun pasien dapat memilih atau mempertimbangkan terapi yang lain. Pembedahan penis kemudian dilanjutkan dengan pemasangan implant / protesa ini sangat rendah tingkat morbiditas dan mortalitasnya. a. Semirigid or malleable implant rod implants Kelebihannya:  Teknik bedah sederhana  Komplikasi relatif sedikit  Tidak ada bagian yang dipindah  Implant yang sedikit atau tidak mahal  Tingkat keberhasilannya 70-80%  Efektivitasnya tinggi

Kekurangannya:  Ereksi terus sepanjang waktu  Tidak meningkatkan lebar (ukuran) penis  Risiko infeksi  Dapat melukai atau merubah erection bodies  Dapat menyebabkan nyeri kulit  Jika tidak sukses, dapat mempengaruhi terapi lainnya.

b. Fully inflatable implants Kelebihannya:  Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah  Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi  Tampak alamiah  Dapat meningkatkan lebar (ukuran) penis saat digunakan  Tingkat keberhasilannya 70-80%  Efektivitasnya tinggi

Kekurangannya:  Risiko infeksi  Implant yang paling mahal  Jika tidak sukses, dapat memengaruhi terapi lainnya.

c. Self-contained inflatable unitary implants Kelebihannya:

10

 Rigiditas-flaksiditasnya menyerupai proses alamiah  Pasien dapat mengontrol keadaan ereksi  Tampak alamiah  Teknik bedahnya lebih mudah daripada prostesis “inflatable”

Kekurangannya:  Terkadang sulit mengaktifkan peralatan “inflatable”  Risiko infeksi  Dapat melukai atau merubah erection bodies  Relatif mahal

d. Vascular reconstructive surgery Kelebihannya:  Tampak alamiah  Rata-rata tingkat kesuksesannya 40-50%  Jika tidak berhasil tidak memengaruhi terapi lainnya  Tidak perlu implant  Efektivitasnya sedang

Kekurangannya:  Teknik pembedahannya paling sulit secara teknis  Perlu tes yang extensive  Dapat menyebabkan pemendekan penis  Hasil jangka panjang tidak tersedia  Sangat mahal  Risiko infeksi, pembentukan jaringan parut (scar), dengan distortion penis dan nyeri saat

ereksi.

11

12

DAFTAR PUSAKA B. Windhu, SitiCandra. 2009. DisfungsiSeksual. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologiEdisi 3. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC. Derby CA, Mohr BA, Goldstein I, Feldman HA, Johannes CB, McKinlay JB. Modifiable risk factors and erectile dysfunction: can lifestyle changes modify risk? Urology 2000;56:302–6. Durank, Mark dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Buku kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologiEdisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hatzichristou DG, Hatzimouratidis K. 2009. Male Sex Disfuction. From : http://www. Shsc .nhs.uk/documentbank/Porterbrook_protocol.pdf Accessed on : 2 June 2013. Pangkahila. 2006. MSD. From : http://id.prmob.net/disfungsi-ereksi/kesehatan/penyakit1204137.html Accessed on : 2 june 2013. Tobing, 2006MSD. Male Sex Disfuction. From : http://www.hawaii.edu/ hivandaids/Male%20 Sexual%20Dysfunction.pdf Accessed on : 2 june 2013.

13

Related Documents


More Documents from "Kevin Bran"