MAKALAH ILMU PENYAKIT MULUT PMS (PENYAKIT MENULAR SEKSUAL)
KELOMPOK 1 A Annisa Talita I.
20170720088
Ayu Puspitasari
20170720089
Adinda Noerma
20170720090
Afif Fahwi
20170720091
Annisa Rahmawati
20170720093
Annisya Ristie
20170720094
Aulia Alfi J.
20170720095
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2018 1
DAFTAR ISI
Daftar Isi..........................................................................................................................................2 Pembahasan......................................................................................................................................3 Definisi PMS............................................................................................................................3 Sifilis.........................................................................................................................................3 Gonorrhoea...............................................................................................................................7 AIDS.......................................................................................................................................11 Herpes Simplex...................................................................................................................... 15 Daftar Pustaka................................................................................................................................19
2
PEMBAHASAN
1.1 Definisi Penyakit Menular Seksual (Pms) Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah sekelompok infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kebanyakan PMS dapat ditularkan melalui hubungan seksual antara penis, vagina, anus, dan mulut (Zakaria, 2012) 1.2 Macam Penyakit Menular Seksual (Pms) 1.2.1 Sifilis Definisi : Suatu penyakit kelamin yang ditularkan secara seksual oleh Spirochaeta anaerob (bentuk spiral) yaitu Treponema Pllidum (Suryani, 2014) a. Penularan : melalui kontak langsung dengan lesi sifilis infeksius dari pasien menderita sifilis dengan cara hubungan seksual, transfuse darah, sekret vagina, transplasental b. Periode laten sifilis : Masa laten 1-2 tahun sampai 25 tahun sebelum manifestasi sifilis sekunder Tahun 1-2 dapat terjadi kambuh sifilih primer/ sekunder Wanita hamil pada masa ini → penularan intra uterin c. Etiologi sifilis Sifilis di sebabkan oleh spirocheta Triponema pallidum.Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang halus, ramping dengan lebar kira-kira 0,2μm dan panjang 5-15 μm. Bakteri yang patogen terhadap manusia, bersifat parasit obligat intraseluler, mikroaerofilik, dan tidak mampu bertahan hidup diluar tubuh host mamalia.(Maryani, 2015) Walaupunlesi primer dari penyakit yang ditularkan secara kontak langsung (seksual) ini biasanya terjadi pada genital, tetapimungkin juga terjadi pada bibir atau mukosa oral sebagai akibat kontak orogenital. (Lewis, 2012) d. Etiopatogenesis Sifilis Kontak dengan lesi sifilis saat berhubungan seks (vaginal, anal, oral) bakteri Treponema pallidum masuk melaluis elaput lendir yang utuh atau kulit
dengan lesimasuk keperedaran darah3-4 minggu setelah infeksi lesi primer (chancre primer) timbul pada area tempat masuk bakteri (penis, vagina, anus, rectum, bibir, ataumulut) dan bertahan 1-5 minggusembuh sendiri tapi bila tidak diobati akan berlanjutsifilis lanjut. 3
Pada saat kesembuhan sendiri terjadi, tidak timbul kelainan kulit dan selapu tlendir tapi tesserologik positif sifilislesi berkembang menjadi sifilis laten (bisa bertahan puluhan tahun dari awal infeksi sampai akhirnya menunjukkan lesi klinis sifilis) (Maryani,2015). e. Klasifikasi Penularan lewat kontak seksual langsung, ada 3 stadium : - Stadium I (Chancre/Ulkus Durum/Primer) Pasien belum pernah mengalami sebelumnya, tidak sakit, lama waktu/ sembuh sendiri 2-4 minggu, tidak ada keluhan batuk-batuk Chancre timbul di daerah inokulasi awal, biasaynya terjadi 3 minggu setelah terinfeksi.
Lesi di area genital dan rongga mulut.
Chancre di rongga mulut ditemukan pada sekitar 5-10% dari kasus yang ada. Tampak sebagai ulser, tidak sakit, permukaan halus, tepi lesi lebih menonjol dibandingkan sekitarnya, dan di dasar lesi ditemukan indurasi. Gejala lain yang juga selalu ditemukan adalah limfadenopati regional.
-
Stadium II (Mucous Patches/ Sekunder) Tahap ini dimulai 6-8 minggu setelah chancre timbul, dan bertahan hingga 2-10 minggu.
Gejala dan tanda umumnya: malaise, demam ringan, sakit kepala, lakrimasi, radang tenggorok, berat badan turu, mialgia, artralgia multipel, limfadenopati menyeluruh.
Lesi mulut khasnya adalah mucous patches, macular syphilis, condylomata lata, ulser tepi kemerahan dan nyeri. 4
Lesi kulitnya: macular syphilis , papular syphilis, condylomata lata, lesi di kuku, rambut rontok, ruam atipikal.
Bentuk lesi : makula / papula merah (skin rash/bercak) pd muka, tangan, kaki, genital
-
Stadium III (Gumma/ Tersier) - Merupakan fase laten - Reaktivasi bakteri mulai terjadi 2-3 tahun setelah infeksi pertama - Pemeriksaan Serologi (+) - Lesi spesifik berupa Gumma : granulasi, terlokalisir, single / multiple - Lokasi : kulit, membran mukosa, tulang - Penyebaran : CVS (central vascular system) dan nervus system - Lesi awalnya kecil menyebar secara progresif zona luas,sentral nekrosi terdapat destruksi tulang dan perforasi nasal cavity - Tidak nyeri dan tidak infeksius
Sifilis Congenital (keturunan) Kelainan yang dapat timbul pada sifilis kongenital: Saddle nose 5
Bulldog jaw (facial deformities + open bite) Hutchinson teeth pada gigi I & C Mullbery molar pada gigi P & M Hipoplasi gigi Nerve Deafness Gumma pada kulit dan mukosa
f. Prognosis Sifilis Baik bila diberikan antibiotik yang tepat. Akan tetapi, perawatan tidak akan mengembalikan kerusakan yang sudah dihasilkan oleh infeksi. Selain itu bila tidak diobati dengan benar dapat mengakibatkan komplikasi jangka panjang. g. Penatalaksanaan Farmakologi Sifilis Penatalaksana sifilis menggunakan terapi antibitik penicillin dan dibagi berdasarkan stadiumnya. Sifilis stadium dini, sifilis primer, sifilis sekunder : Benzatin (benzilpenisilin) secara IM selama 10 hari. Jika pasien alergi penisilin dapat menggunakan eritromisin 500mg per oral 4x sehari selama 14 hari atau doksisiklin 100mg 2x sehari atau tetrasiklin 500mg per oral 4x sehari selama 14 hari. Sifilis stadium lanjut : Prokain benzilpenisilin secara IM selama 20 hari berturut turut. JIka pasien alergi dapat menggunakan eritromisin 500mg
6
per oral 4x sehari selama 30 hari atau doksisiklin 100mg secara per oral 2x sehari atau tetrasiklin 500mg 4x seharu selama 30 hari. Sifilis stadium lanjut : Prokain benzilpenisilin secara IM selama 20 hari berturut turut. JIka pasien alergi dapat menggunakan eritromisin 500mg per oral 4x sehari selama 30 hari atau doksisiklin 100mg secara per oral 2x sehari atau tetrasiklin 500mg 4x seharu selama 30 hari. Untuk pasien yang hamil atau pasien dengan alergi penisilin, obat pilihan
yang dapat digunakan adalah doxycycline, tetracycline, sementara untuk pasien neurosifilis, bisa digunakan ceftriaxone. Terapi ini harus diikuti dengan pemeriksaan klinis dan follow-up lab untuk memastikan kesembuhan dan respon serologis.Injeksi intramuskular Benzathine pen-G jangka panjang dapat menyembuhkan pasien dengan sifilis primer, sekunder, atau tahap awal sifilis laten (early latent syphilis). Dosis 3x Benathine pen-G dalam interval mingguan dianjurkan untuk pasien dengan sifilis laten tahan akhir atau sifilis laten yang tidak diketahui durasinya (late latent syphilis atau latent syphilis with unknown duration). h. Penatalaksanaan Non Farmakologi Sifilis Pasien yang menerima perawatan sifilis harus menghindari kontak seksual dengan partner baru sampai lesi sifilis sembuh seluruhnya. Pasien dengan sifilis harus memberi tahu partner seks nya supaya bisa diperiksa dan menerima perawatan bila dibutuhkan. Pasien di edukasi mengenai resiko komplikasi sifilis. 1.2.2 Gonorrhea Gonorrhea infeksi bakteri
yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhea, suatu
diplokokus gram negative yang bersifat purulen dan dapat menyerang permukaan mukosa manapun di tubuh manusia a. Etiologi Gonorrhea disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Neisseria gonorrhoeae adalah bakteri diplokokus gram negatif yang aerob dan berbentuk seperti biji kopi. Terletak intra selular yang biasanya terdapat di dalam leukosit polimorfonuklear. Bakteri tersebut memiliki diameter sekitar 0,8μm. Selain itu, kuman ini tidak motil dan tidak berspora. Suhu35°C-37°C dan pH 7,27
7,6 merupakan kondisi optimal untuk bakteri Neisseria gonorrhoeae tumbuh. Secara morfologik gonorrhea terdiriatas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, sertatipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat non virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang. b. Patogenesis Penularan melalui kontak seksual atau melalui penularan vertical pada saat melahirkan. Bakteri ini terutama mengenai epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia. Patogenesis gonore terbagi menjadi 5 tahap sebagai berikut: 1. Bakteri Neisseria Gonorrhae meng infeksi permukaan selaput lendir dapat di temukan di uretra, endoserviks dan anus 2. Bakterri microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili Fimbriae terutama terdiri dari protein pilin oligomer yang digunakan untuk melekatkan bakteri kesel-sel dari permukaan selaput lendir. Protein membrane luar Oppacity associated protein (OPA) 3. Masuknya bakteri dalam sel kolumnar adalah masuknya bakteri kedalam sel kolumnar dengan proses yang disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membrane sel kolumnar, membentuk vakuola. 4. Bakteri berkembang biak setelah dibebaskan dalam jaringan epitel dengan proses eksositosis, Peptidoglikandanbakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama infeksi. Gonococcus dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dariNeisseria LOS. LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF, yang akan mengakibatkan kerusakan sel. 5. Reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrofil. Selaput lendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria gonorrhoeae dan neutrofil pada jaringan ikat sub epitel. Responimun host memicu Neisseria gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA ekstraseluler yang menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi dan mempromosikan virulensi. c. Gambaran Klinis Pada pria keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra 8
eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas. Pada beberapa kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral maupun bilateral. Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan oleh penderita wanita adalah rasa nyeri pada panggul bawah, dan dapat ditemukan serviks yang memerah dengan erosi dan sekret mukopurulen
d. Fase Gonorrhoea Terdapat 2 fase :l 1 Infeksi primer -> pd genital - Akut : laki : uretra -> prostat->vesikel semilunaris -> epididmis -> kandung kemih wanita : uretra -> serviks uteri - Kronis per hematogen, per limfogen -> skenitis, cystitis, endokarditis, artritis dll 2 Infeksi Sekunder -> manifestasi : parotis, TMJ (artritis) 1. Fase Akut (1-2 hari) 1.a Rongga Mulut : kering, panas, viskositas saliva meningkat (kental), kel.submandib >> nyeri, suhu meningkat 1.b Lesi berupa : 9
- vesikula, ulserasi, pseudomembran -> terdapat tepi inflamasi edematus - Bibir inflamasi akut -> sangat nyeri - Gingiva eritematus -> seperti spons lunak,nekrosis interdental papilla - Lidah kering merah -> nyeri disentuh - Mukosa bukal -> keradangan difus - Palatum molle & uvula merah 2. Fase Kronis Lesi : - putih - kuning / hijau - mudah berdarah e. Prognosis Prognosis baik, bila mengubah perilaku seksual f. Diagnosis Banding Trikomoniasis atau infeksi Trichomonas vaginalis. Biasanya ditandai dengan keluranya eksudat pada vagina yang disertai dengan busa. Diagnosis pasti ditemukannya protozoa pada sediaan basah. Kandidosis vaginalis atau infeksi Candida albicans. Ditandai dengan rasa gatal disertai keluarnya eksudat keputihan pada vagina. Diagnosis pasti ditemukannya jamur pada sediaan. Bakterial vaginosis atau infeksi Gardnerella vaginalis. Ditandai dengan ditemukannya duh tubuh vagina yang berwarna keabuan dan berbau amis. Diagnosis pasti ditemukannya Gardnerella vaginalis pada sediaan. Urethritis Non Spesifik (UNS). Urethritis yang disebabkan oleh kuman-kuman non spesifik. Kuman spesifik merupakan kuman yang dengan fasilitas laboratorium
sederhana
dapat
ditemukan
seketika
seperti
gonokok,
Trichomonas vaginalis, Candida albicans dan Gardnerella vaginalis. g. Penatalaksanaan Farmakologi 10
Gonorrhea dapat diterapi dengan penggunaan antibiotik. Direkomendasikan penggunaan dua antibiotik yaitu sefalosporin (cefixime atau cefriaxone) dan azithromycin. Dibutuhkan dua antibiotic karena tingginya tingkat infeksi dan adanya kecenderungan resistensi pada satu atau lebih antibiotik. Cefixime dan azithromycin diberikan secara oral sedangkan ceftriaxone diberikan melalui injeksi intramuscular.
h. Penatalaksanaan Non Farmakologi Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan tentang: - Bahaya penyakit menular seksual dan komplikasinya - Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya - Hindari hubungan seksual sebelum sembuh - Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa dating 1.2.3 AIDS Sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik/ kanker tertentu akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh HIV. Penyebaran virus didalam dara, air mata, saliva, air susu, cairan spinal, sekresi vagina dan cairan seminal dari orang yang terinfeksi. Melalu hubungan seksual, darah, transplasental masa inkubasi 1-3 tahun Manifestasi Oral: a. Candidosis Oral -57% AIDS -22 AIDS -> 19 Candidosis -Bercak putih pd palatum dpt dikerok -Bercak merah eritematous (40%) b. Kaposi Sarkoma -Sarkoma yg plg agresif pd px AIDS -Khas pd homosex & tidak pd penderita resiko tinggi lain -Klinis : makula, nodula, lingkaran warna merah keunguan, tepi tak teratur, tunggal/jamak, Ø mm-cm, tidak nyeri -Lokasi : palatum durum -> ginggival margin, ginggiva, kulit -> trauma benturan -Dijumpai pada 20% penderita AIDS c. Hairy Leukoplakia -Etiologi : virus Epstein Barr 11
d.
e.
f. g.
-Klinis : bercak putih perm. kasar seperti rambut, tidak dapat dikerok -Lokasi : tepi lidah (unilateral/bilateral) -> meluas ke dorsum lidah -Penderita Hairy leukoplakia : seropositif HIV 75% -> 30 bln -> AIDS Mycobacterium Avium Intraselluler -Varian yg erat dg AIDS -Jarang di RM tapi pernah dilaporkan Pneumocystis Carinii -Ulserasi non spesifik di RM -Jarang ditemukan -Lokasi : palatum molle -Dapat timbul kaitannya dg AIDS Herpes Simpleks Lokasi : perianal & nasolabial Limfoma Limfadenopati, pembesaran kelenjar, tidak nyeri, palpasi lunak
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejalan apapun, dapat terlihat sehat dari luar dan biasanya tidak mengerahui bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV (Komisi Penanggulangan AIDS,2011). Orang tersebut akan menjadi pembawa dan penular HIV kepada orang lain. Wartono, Chanif, Maryati, dan Subadrio (1999) membagi kelompok orang tanpa gejala ini menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV tetapi tanpa gejala dan tes darahnya negatif. Disebut "widowed period" b. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV tanpa gejala tetapi tes darah positif. a. Etiologi Disebabkan oleh virus human immuno deficiency (HIV).HIV adalah virus RNA yang menginfeksi limfosit CD4+ T, sel-sel glia otak, dan makrofag. Virus ini terkandung di dalam darah, air mata, saliva, dan ASI dan cairan tubuh serta jaringan lain dari orang yang terinfeksi. (Langlas, 2015) b. Patogenesis c. Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual.Jika virus masuk kedalam tubuh penderita (selhospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim
12
reverse transcriptase yang dimiliki oleh HIV, DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus . HIV menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama sekali limposit T4 yang memegang peranan penting dalamm engatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel langerhas pada kulit, sel dendrite folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, selserviks uteri dan sel-sel microglia otak.Virus yang masuk kedalam limfositT4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.Sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh akibat hancurnya limposit T4 secara besar-besaran yang mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala-gejala klinis AIDS. Perjalanan penyakit lambat dangejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi(Daili, 2009).
d. Tanda Dan Gejala Gejala awal HIV sama dengan gejala penyakit oleh virus seperti : demam tinggi, flu, malaise, radang tenggorokan, sakit kepala, nyeri perut, pegal - pegal, sangat lelah dan terasa meriang. Setelah 2 minggu kemudian gejalanya hilang dan masuk ke fase laten / fase inkubasi. Sampai beberapa tahun - 10 tahun kemudian baru muncul tanda dan gejala sebagai penderita AIDS (Komisi Penanggulangan AIDS, 2011). Tanda dan gejala AIDS : diare kronis tanpa penyebab jelas jangka waktu berbulan bulan, berat badan turun drastis, demam lebih dari 1 bulan. Infeksi yang tidak kunjung sembuh pada mulut san kerongkongan, kelainan kulit dan iritasi, pembengkakan kelenjar getah benung diseluruh tubuh seperti bawah telinga, leher, ketiak dan lipatah paha, batuk berkepanjangan lebih dari 1 bulan, pucat dan lemah, gusi sering berdarah, berkeringam waktu malam hari (Komisi penanggulangan Aids, 2011) e. Penatalaksanaan Farmakologi Terapi HIV melibatkan obat yang dapat memperlambat pertumbuhan virus di dalam tubuh. HIV merupakan suatu infeksi virus yang disebut retrovirus, dan kombinasi obat yang digunakan untuk terapi HIV disebut antiretroviral terapi (ART). Meskipun pengobatan HIV belum ada, ART dapat membuat tubuh menjadi lebih sehat selama beberapa tahun. ART mengurangi jumlah virus dalam darah dan cairan tubuh. ART biasanya diberikan melalui 13
kombinasi 3 obat atau lebih. Pemberian antiretroviral dilakukan secepat mungkin setelah didapatkan diagnosa. Obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa pusing, mual, diare, insomnia, mulut kering, dan sakit kepala. Contoh obat ART :
Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) seperti zidovudine (Retrovir), abacavir (Ziagen), dan emtricitabine (Emtriva), yang memblokir salah satu enzim yang diperlukan HIV untuk mereplikasi diri di dalam sel. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) seperti efavirenz (Sustiva), etravirine (Intelence), dan nevirapine (Viramune), yang menargetkan ensim yang sama seperti NRTIs, tetapi dengan struktur kimia yang berbeda. Protease inhibitors (PIs) seperti atazanavir (Reyataz), ritonavir (Norvir), dan tipranavir (Aptivus), yang menghentikan produksi satu komponen dari HIV Entry inhibitors, yang menghalangi masuknya HIV ke dalam sel CD4. Jenis obat ini meliputi 2 divisi kecil: yang pertama adalah antagonis CCR5 (juga disebut entry inhibitors), seperti maraviroc (Selzentry) yang memblokir CCR5, suatu protein reseptor pada permukaan sel CD4 (sel sistem kekebalan tubuh) yang diikat virus supaya dapat masuk ke dalam sel. Yang kedua adalah fusion inhibitors, seperti enfuvirtide (Fuzeon) yang juga memblokir kemampuan HIV untuk memasuki sel CD4. Integrase inhibitors seperti dolutegravir (Tivicay), elvitegravir (Vitekta), dan raltegravir (Isentress), yang memblokir HIV dari memasukkan DNA virusnya ke dalam sel inang. f. Penatalaksanaan Non Farmakologi Aspek Psikologis, meliputi : a.
Perawatan personal dan dihargai
b.
Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalah-masalahnya
c.
Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
d.
Tindak lanjut medis
e.
Mengurangi penghalang untuk pengobatan
f.
Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka
3.
Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal: a.
Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan diperhatikan 14
b. c.
Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang dalam
mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007) Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. House (2006) membedakan empat jenis dimensi dukungan social : a.
Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap pasien dengan HIV AIDS yang bersangkutan b.
Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain c.
Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi pinjaman uang, kepada penderita HIV AIDS yang membutuhkan untuk pengobatannya d.
Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana. 1.2.4 Herpes Simplex infeksi yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens (CDC Fact Sheet, 2007).
a. Etiologi dan morfologi
: Herpes Simplex Virus (HSV) dibedakan menjadi 2 tipe
yaitu HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Menurut hasil penelitian, HSV tipe 2 merupakan tipe 15
dominan yang ditularkan melalui hubungan seksual genito-genital. HSV tipe 1 justru banyak ditularkan melalui aktivitas seksual oro-genital atau melalui tangan (Salvaggio, 2009). b. Patogensis Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa dan bereplikasi local lalu menyebar melalui aksonke ganglia sensoris dan terus bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih luas.Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry, 2006). Infeksi rekuren: pengaktifan kembali HSV oleh berbagai macam rangsangan (sinar UV, demam) sehingga menyebabkan gejala klinis (Sterry, 2006). Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang sama. Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi dengan kenanikan titer antibody IgG.Seperti kebanyakan infeksi virus, keparahan penyakit meningkat seiring bertambahnya usia. Virus dapat menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung virus seperti ludah. Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri, parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada daerah yang terinfeksi. Nyerilokal, pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik gejala prodormal. Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar dibandingkan infeksi yang rekuren.Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar, berlawanan dengan vesikel pada herpes zoster yang beragam ukurannya. Mukosa membrane pada daerah yang lesi mengeluarkan eksudat yang dapat mengakibatkan terjadinyakrusta.Lesi tersebut akan bertahan selama 2 sampai 4 minggu kecuali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringanparut (Habif, 2004). Virus akan bereplikasi di tempatinfeksi primer lalu viron akan ditransportasikan oleh saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan masuk masa laten di ganglion. Trauma kulit lokal (misalnya: paparansinar ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan, demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan berjalan turun melalui saraf perifer ketempat yang telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan 16
dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang eritemmen jadi papula hingga terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan rupture menjadi erosi pada daerah mulut dan vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004). Infeksi HSV dapat menyebar kebagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jarijari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004).Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar keseluruh anggota tim (Sterry, 2006).
c. Gejala klinis : Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi, dan biasanya diawali dengan gejala prodomal. Serta timbul rasa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang 17
melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami nyeri saat berkemih atau disuria dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan (Salvaggio, 2009). Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita,lepuhan dan luka bisa terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di dalam rektum. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan asiklovir. Gejala-gejalanya cenderung kambuh kembali di daerah yang sama atau di sekitarnya, karena virus menetap di saraf panggul terdekat dan kembali aktif untuk kembali menginfeksi kulit. HSV-2 mengalami pengaktifan kembali di dalam saraf panggul. HSV-1 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan menyebabkan fever blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus bisa menimbulkan penyakit di kedua daerah tersebut. Infeksi awal oleh salah satu virus akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala dari virus kedua tidak terlalu berat. Aspek Oral: -
Stomatitis Herpetika Primer Ulser pada bibir sampai dengan faring (bilateral), sembuh spontan tanpa bekas lebih dari 1 minggu.
-
Herpes Simplex Sekunder (rekuren)/ Herpes Labialis Vesikel, ukuran 1-5mm, dikelilingi erutematus pada daerah mucocutaneus, sudut mulut, di bawah hidung. Setelah 36-48 jam akan menjadi krusta.
d. DD
: EM, herpes zoster, sifilis.
e. Etiopatogenesis : Dapat ditularkan melalui droplet infection, hubungan seks atau oralsex. Virus herpes simplex adalah virus yang menyerang DNA. Virus tersebut dapat masuk melalui inokulasi, inhalasi atau ingesti kemudian menyebar melalui epitel, 18
limfatik, aliran darah ataupun sistem saraf. Virus menginfeksi tubuh dengan cara take over komponen sel host, tahapan replikasi virus yaitu a. Adsorbsi : perlekatan di membran plasma sel host b. Penetrasi : virus/ genom masuk ke sitoplasma sel host c. Uncoating : pemecahan membran lipid dan capsid as.nukleat virus bebas sintesa mRNA virus d. Transkripsi : replikasi virus e. Sintesa komponen virus : protein, as.nukleat f. Assembly : genom virus baru & protein g. Pelepasan: ruptur perlahan dari dalam membran sel host. f. Prognosis
: merupakan self limiting disease. Apabila penanganannya tidak
tepat maka dapat memperburuk keadaan dan berlanjut pada komplikasi mingoen sefalitis atau radang selaput otak. g. Penatalaksanaan Farmakologi Terapi antrivirus diperlukan dalam pengobatan herpes simplex. Pemberian antivirus secara sistemik dapat membantu mengontrol gejala herpes. Antivirus yang digunakan untuk adlah acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir.
Acyclovir 400mg per oral 3x dalam sehari untuk 7-10 hari Acyclovir 200mg per oral 5x sehari untuk 7-10 hari Valacclvir 1 gram per oral 2x sehari untuk 7-10 hari Famciclovir 250mg per oral 3x sehari untuk 7-10 hari
Terapi dapat dilanjutkan jika belum sembuh dalam waktu 10 hari -
Bedrest
-
Diet TKTP
-
DHE
-
Rujuk ke SpKK
-
Antivirus Acyclovir
-
Simtomatik Paracetamol
-
Antibiotik Amoxicilin
-
Obat kumur dan orabase
-
Supportif Becom C 19
DAFTAR PUSTAKA DailiSyaifulFahmi, B.MakesWrestiIndriatmi, Zubier Farida, InfeksiMenularSeksual. FakultasKedokteranUniversitas Indonesia.
EdisiKeempat.
2009.
Firdiana SE. 2016. Gonorrhoe.Skripsi, Semarang :UniversitasDiponogoro. http://eprints.undip.ac.id/50837/3/Sela_Eka_Firdina_22010112140143_Laporan_KTI_BAB_II.pd f Habif, Thomas P., 2004. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infections. In: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th Edition. Philadelphia, Pennsylvania: Mosby.381-389. Heryani, Amelia Dwi. 2011. Insidensi, Karateristik, Dan PenatalaksanaanPenderitaGonore di BagianIlmukesehatanKulitdanKelamin. Bandung :FakultasKedokteran Islam Bandung. Langlais, Robert P dan Craig S. Miller. 2015. Atlas BerwarnaLesiMulut yang SeringDitemukan. Jakarta : EGC.
Lewis M, Jordan R. 2012. PenyakitMulut Diagnosis danTerapi, edisi 2.Jakarta:EGC\ Sterry, W., Paus, R., Burgdorf, W., 2006.Viral Diseases. In: Thieme Clinical Companions Dermatology. New York: Thieme. 57-60
Maryani S, 2015. Sifilis. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48399/4/Chapter%20II.pdf Uryani,
D., & Sibero, H. T. (2014). Syphilis. J MAJORITY, 7. Available http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/470/471
on
;
Workowski, K., & Bolan, a. (2015, june). sexually transmittes diseases treatment guideline. morbidity and mortality, 54, 1. Available on : https://www.cdc.gov/mmwr/pdf/rr/rr6403.pdf 20
.
21