BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala puji bagi illahi rabbi, semoga kita senantiasa ada dalam ridha dan maghfirahnya. Sholawat serta salam semoga terpancar curah kepada manusia junjungan alam, Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya, serta orang-orang sholeh yang senantiasa mengikuti jejak langkahnya. Sebelum kita hendak memasuki sebuah rumah maka terlebih dahulu kita akan melewati pintu, akan tetapi bila pintu itu tertutup maka terlebih dahulu kita hendak memiliki kuncinya, lalu bagaimana bila kuncinya hilang atau rusak maka kita harus mencari gantinya. Begitu juga dalam pelaksanaan sholat segala sesuatunya harus bermula, dan permulaan itu bisa menjadi syarat sebagaimana pintu menjadi syarat bagi seseorang yang hendak memasuki sebuah ruangan. Lalu apa yang menjadi syarat dalam pelaksanaan shalat? syaratnya adalah niat dan kaypiat yang benar dan lurus. Lalu apa yang menjadi kuncinya? Kuncinya adalah wudhu, sebagaimana di jelaskan dalam sebuah hadits wudhu itu adalah kunci dalam melaksanakan sholat, dan ia merupakan kriteria syah tidaknya seseorang dalam melaksanakan sholat. Lalu bagaimana ketika suatu keadaan memberatkan kita untuk melaksanakan wudlu, maka dalam kondisi itu sama seperti yang kehilangan kunci, la harus terlebih dahulu mencari kuncinya atau menggantinya. Dengan hal itu Allah Saw, menjadikan sebuah kunci pengganti agar shalat kita tetap syah, dan kita mafhum hal tersebut diistilahkan tayamum. B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari tayammum? 2. Dalil-dalil apa saja mengenai tayammum? 3. Apa saja syarat rukun tayammum? 4. Hal apa yang membatalkan tayammum? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari tayammum. 2. Mengetahui dalil-dalil tentang tayammum. 3. Mengetahui apa saja syarat tayammum. 4. Mengetahui apa yang membatalkan tayammum.
1
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Tayammum Tayamum berasal dari akar kata “tayammama” yang berarti bermaksud. Secara istilah tayamum adalah menyampaikan debu kepada wajah dan kedua tangan dengan niat khusus. Tayamum merupakan sarana bersuci pengganti wudhu (hadas kecil) dan mandi wajib (hadas besar) ketika terdapat uzur untuk melakukannya. Tata cara tayamum untuk kedua hadas tersebut adalah sama. Hanya saja, tayamum karena hadas kecil menjadi batal jika terdapat hal-hal yang membatalkan wudhu, sementara tayamum dari hadas besar tidak batal karena terdapat hal-hal tersebut tapi menjadi batal jika menemukan air dan mampu menggunakannya. B. Dalil-dalil tentang tayammum Tayamum adalah ibadah yang hanya Allah syariatkan untuk umat Nabi Muhammad SAW. Pensyariatan tayamum ini didasarkan pada Alquran dan hadits. Adapun Alquran yaitu firman Allah SWT: ص ِعيدًا ِ سفَ ٍر أ َ ْو َجا َء أ َ َحد ٌ ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَا ِئ ِط أَ ْو ََل َم ْست ُ ُم َ َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْر َ الن َ ضى أ َ ْو َعلَى َ سا َء َف َل ْم ت َِجد ُوا َما ًء َفتَ َي َّم ُموا َ َ ُس ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأ ْيدِي ُك ْم ِم ْنه ْ َطيِبًا ف َ ام “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Mâidah: 6). Dan hadits Nabi SAW: َ ت ت ُ ْر َبت ُ َها لَنَا ْ ََو ُج ِعل ِإذَا لَ ْم ن َِج ِد ْال َما َء،ورا ً ط ُه “Dan dijadikan debunya bagi kita suci jika tidak menemukan air.” (HR. Muslim). C. Sebab Tayamum Tayamum boleh dilakukan karena: 1. Tidak terdapat air. 2. Terdapat air tapi tidak dapat menggunakannya karena beberapa alasan, yaitu: a.) Sakit. Jika seseorang sedang sakit maka boleh bertayamum jika khawatir bertambahnya sakit, terlambat sembuh, menimbulkan cela yang besar pada anggota tubuh yang tampak, atau menyebabkan cacat pada anggota tubuh. Bahkan bisa menjadi wajib jika khawatir meninggal dunia jika tidak bertayammum. b.) Kebutuhan atas air. Jika terdapat air namun dibutuhkan oleh hewan yang terhormat maka dibolehkan bagi seseorang untuk bertayamum. Yang dimaksud 2
dengan hewan yang terhormat adalah setiap hewan yang dilarang dibunuh tanpa sebab.Hewan tidak terhormat adalah hewan yang boleh dibunuh, yaitu enam hewan: Orang yang meninggalkan shalat karena enggan atau malas. Pezina yang muhsan, yaitu seseorang yang berzina setelah pernah sebelumnya melakukan hubungan badan melalui akad nikah yang sah. Orang kafir harbi, yaitu orang kafir yang bukan merupakan ahlu dzimmah, bukan seseorang yang berada di bawah perlindungan kaum muslimin, atau tidak memiliki perjanjian damai dengan kaum muslimin. Orang murtad, yaitu orang yang memutuskan tali Islam baik dengan niat, ucapan ataupun perbuatan. Anjing yang mengganggu. Babi, karena ia lebih buruk dari anjing. Air dijual dengan harga diatas rata-rata. c.) Terdapat sesuatu yang menghalangi mencapai air seperti binatang buas. d.) Air berada di tempat yang sangat jauh. e.) Keadaan yang tidak memungkinkan memakai air, seperti kondisi sangat dingin.
D. Syarat Tayamum Terdapat tujuh syarat sah tayammum, yaitu: 1. Bertayamum dengan debu. Syarat-syarat debu yang boleh digunakan untuk tayamum adalah:
Suci (tidak najis). Dapat mensucikan (bukan mustakmal). Debu mustakmal adalah debu yang masih berada di anggota tayamum atau yang sudah terlepas darinya. Begitu pula debu yang digunakan untuk membersihkan najis. Murni yaitu yang tidak tercampur dengan benda lain meskipun sedikit, seperti pasir, tepung. Memiliki serbuk debu, yaitu ditandai dengan ada yang menempel di anggota tayamum. 2. Menghilangkan najis terlebih dahulu, karena tayamum adalah cara bersuci yang lemah (pengganti). 3. Menentukan arah kiblat dengan berijtihad jika belum mengetahuinya. 4. Sudah masuk waktu shalat, karena tayamum adalah cara bersuci dalam keadaan darurat sementara tidak dianggap darurat jika belum masuk waktu shalat. Nabi SAW bersabda: ُصلَّيْت َّ أ َ ْينَ َما أَد َْر َكتْنِي ال َ صالَة ُ تَ َمسَّحْ تُ َو
3
“Dimana saja aku bertemu waktu shalat maka aku akan membasuh (bertayamum) dan shalat.” (HR. Ahmad). 5. Bertayamum untuk setiap satu shalat wajib. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Umar RA: “Seseorang bertayamum untuk setiap shalat meskipun belum batal.”
E. Rukun Tayamum Tayamum memiliki lima rukun, yaitu: 1. Memindahkan debu. Maksudnya memindahkan debu dari sebuah tempat ke wajah dan kedua tangan. 2. Niat, yaitu berniat melakukan tayamum. Yang diniatkan dalam tayamum adalah berniat tayamum agar boleh melaksanakan shalat, bukan untuk menghilangkan hadas, karena tayamum tidak dapat menghilangkan hadas. Niat dimulai sejak perbuatan memindahkan debu dan terus berlanjut hingga membasuh sebagian wajah. Dianjurkan melafalkan niat tayamum. Contoh niat tayammum: Nawaytut tayammuma listibahatis shalati ( ن ََويْتُ التَّيَ ُّم َم ِصالَة َّ ) َِل ْستِبَا َح ِة ال. 3. Membasuh seluruh muka. Tapi tidak diwajibkan –atau bahkan tidak disunahkan—mengusap debu hingga tempat tumbuhnya rambut. 4. Membasuh kedua tangan. Cara yang dianjurkan dalam membasuh tangan adalah sebagai berikut: letakkan jari-jemari tangan kiri secara menyilang (horizontal) di punggung jemari kanan kecuali ibu jari. Tarik tangan kiri ke arah pergelangan. Sampai di pergelangan genggam pergelangan dengan jemari dan terus menarik tangan kiri sampai ke siku-siku. Sampai di siku-siku putarlah telapak tangan hingga berada di bagian dalam siku-siku lalu tarik kembali tangan kiri tersebut ke pergelangan. Lalu gerakkan ibu jari untuk menyapu punggung ibu jari kanan. Nabi SAW bersabda: ض ْر َبةٌ ِل ْل َيدَي ِْن إِلَى ْال ِم ْرفَقَي ِْن َ ض ْر َبةٌ ِل ْل َوجْ ِه َو َ :َان َ اَلت َّ َي ُّم ُم ِ ض ْر َبت “Tayamum itu dua kali hentakan: hentakan untuk wajah dan hentakan untuk kedua tangan hingga kedua siku-siku.” (HR. Daruquthni). 5. Tertib antara kedua basuhan, karena tayamum adalah pengganti wudhu. Maka sebagaimana diwajibkan tertib dalam wudhu maka diwajibkan pula dalam tayamum.
4
F. Sunah Tayamum Setiap perbuatan yang disunahkan dalam berwudhu maka disunahkan pula dalam tayamum, kecuali menigakalikan basuhan dan menyela-nyela jenggot. Selain sunah-sunah tersebut, ditambah pula lima perbuatan yang disunahkan dalam tayamum, yaitu: 1. Merenggangkan jari-jemari. 2. Mengurangi debu di tangan setelah mengambilnya dengan cara menepuk kedua telapak tangan atau dengan meniupnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ammar bin Yasir: “Nabi SAW memukulkan dengan kedua telapak tangannya ke atas tanah kemudian beliau mengurangi debunya.” Dalam riwayat lain: “Kemudian beliau meniupnya.”(HR. Bukhari). 3. Tidak mengangkat tangannya dari anggota tayamum hingga selesai membasuh seluruhnya. 4. Melepas cincin pada hentakan pertama ke tanah (untuk mengusap muka). Adapun pada hentakan kedua (untuk mengusap tangan) maka hukumnya wajib jika dapat menghalangi debu ke permukaan kulit. 5. Tidak menghilangkan debu dari anggota tayamum hingga selesai shalat.
G. Pembatal Tayamum Hal-hal yang membatalkan tayamum ada 4, yaitu: 1. Semua perbuatan yang membatalkan wudhu. 2. Murtad, karena tayamum dilakukan untuk kebolehan melaksanakan shalat sehingga hal itu tidak diperlukan bagi orang yang murtad. Berbeda dengan wudhu dan mandi karena keduanya bertujuan menghilangkan hadas bukan sekedar untuk kebolehan melaksanakan shalat. 3. Menemukan air bagi yang bertayamum karena tidak terdapat air. Rasulullah SAW bersabda: َّ َص ِع ْيد َ ب َ فَإِ َّن ذَلِك،ُسهُ بَش ََرتَه َّ فَإِذَا َو َجدَ ْال َما َء فَ ْلي ُِم، َ َو ِإ ْن لَ ْم يَ ِج ِد ْال َما َء َعش ََر ِسنِيْن،ط ُه ْو ُر ْال ُم ْس ِل ِم َّ ِإ َّن ال َ ِالطي َخي ٌْر “Sesungguhnya debu yang baik adalah alat bersuci bagi seorang muslim meskipun ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun. Jika ia menemukannya maka hendaknya ia menyentuhkannya pada kulitnya karena itu lebih baik baginya.” (HR. Abu Daud).
5
Jika orang tersebut menemukan air setelah selesai melaksanakan shalat maka shalatnya sah dan tidak perlu mengulangnya. Begitu pula, jika ia menemukannya ketika sudah masuk dalam shalat maka ia boleh menyempurnakan shalatnya itu. Tapi jika ia membatalkannya lalu melaksanakan shalat dengan berwudhu maka itu lebih afdhal. 4. Mampu menggunakan air, seperti orang yang sembuh dari penyakitnya.
H. Orang yang Tidak Mendapatkan Dua Sarana Bersuci (Air dan Debu) Orang yang tidak mendapatkan air dan debu (faaqid ath-thahuurain) maka hukumnya adalah sebagai berikut: 1. Ia tetap harus melaksanakan shalat wajib demi menghormati waktu. 2. Jika ia dalam keadaan junub (hadas besar) maka tidak boleh membaca Alquran selain surah al-Fatihah. 3. Tidak boleh menjadi imam. 4. Wajib mengqadha shalat yang dilakukannya. Jika orang yang tidak menemukan air dan debu mendapatkan keduanya atau salah satunya setelah selesai melaksanakan shalat, maka: 1. Jika mendapatkan air maka ia wajib mengqadha shalatnya, baik ia mendapatkannya ketika masih di dalam waktu shalat ataupun sesudah keluar waktunya. 2. Jika mendapatkan debu, maka:
Jika sebelum keluar waktu maka ia wajib mengqadha shalatnya. Jika setelah keluar waktu shalat, maka: Jika kewajiban mengqadha shalat dapat gugur dengan tayamum maka ia wajib bertayamum dan mengulangi shalatnya. Ini adalah keadaan dimana seseorang bertayamum di tempat yang umumnya tidak ada air, seperti dalam perjalanan. Namun, jika kewajiban mengqadha shalat tidak dapat gugur dengan tayamum maka ia tidak wajib bertayamum untuk mengulangi shalatnya karena tidak ada guna mengulanginya. Ini adalah keadaan dimana seseorang bertayamum di tempat yang pada umumnya terdapat air, seperti ketika seorang dalam keadaan mukim. Kesimpulannya: jika tayamum dapat menggugurkan kewajiban mengqadha shalat maka wajib baginya bertayamum dan mengulangi shalatnya. Tapi jika tidak maka ia tidak wajib melakukannya.
I. Mengqadha Shalat bagi Yang Bertayamum
6
Keadaan wajib mengqadha shalat bagi orang yang bertayamum Orang yang bertayamum wajib mengqadha shalat yang dilakukannya dalam delapan keadaan, yaitu:
1. Orang yang bermaksiat dengan perjalanan yang ia lakukan meskipun ia berada di tempat yang pada umumnya tidak terdapat air. 2. Orang yang tidak mendapatkan air di tempat yang pada umumnya terdapat air, baik dalam perjalanan atau tidak. 3. Orang yang lupa akan airnya di tempatnya sendiri. 4. Orang yang kehilangan air di tempatnya sendiri. 5. Orang yang bertayamum karena cuaca dingin. 6. Orang yang bertayamum karena sebagian anggota tayamumnya (wajah dan kedua tangan) tertutup sesuatu, seperti perban luka. 7. Orang yang bertayamum karena salah satu anggota tubuhnya tertutup sesuatu padahal anggota tersebut masih dalam keadaan hadas, atau penutup tersebut lebih dari batas yang diperlukan. 8. Orang yang bertayamum memiliki najis yang tidak dimaafkan sementara ia tidak mampu menghilangkan najis tersebut. Keadaan tidak wajib mengqadha bagi yang bertayamum Seseorang yang bertayamum tidak wajib mengqadha shalatnya dalam empat belas keadaan, yaitu: 1. Orang yang bertayamum di tempat yang pada umumnya tidak terdapat air. 2. Air yang ada adalah air yang khusus disedekahkan (mâun musabbal) untuk selain bersuci. 3. Tidak terdapat alat untuk mengambil air. 4. Terdapat penghalang dari air, seperti binatang buas atau musuh. 5. Khawatir meninggal dunia, seperti tenggelam karena terjatuh dari perahu ketika mengambil air. 6. Orang sakit yang yang khawatir meninggal jika menggunakan air. 7. Kekhawatiran terlambat sembuh. 8. Kekhawatiran bertambah sakit. 9. Kekhawatiran muncul cela berat pada anggota tubuh yang tampak. 10. Air dibutuhkan untuk minum hewan yang dihormati. 11. Air akan dijual untuk kebutuhan atau untuk membayar hutang. 12. Air dijual lebih mahal dari harga biasa. 13. Tidak mampu membeli air. 14. Memerlukan air untuk kebutuhan atau membayar hutang. WALLAHU A’LAM
7
BABIII KESIMPULAN
Tayammum adalah mengusap muka dan kedua tangan dengan debu yang suci pada saat-saat tertentu, sebagai pengganti wudhu’ dan mandi dengan syarat dan rukun yang tertentu. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum. Tayamum merupakan cara untuk menghilangkan hadats sebagai pengganti wudhu dikarenakan ada sebab-sebab yang memaksa. Orang tidak boleh melakukan tayammum selagi dirinya dan keadaannya masih memungkinkan menemukan air. Tayamum hanya di khususkan pada peristiwa-peristiwa kritis tidak ada air. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia. Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada. Tata cara bertayammum yang sesuai al-qur’an dan sunnah adalah: berniat kemudian membaca basmalah, lalu meletakkan kedua tangan pada debu dan mengusap di wajah (muka) sebanyak dua kali dan kembali meletakkan tangan pada debu dan mengusap tangan dari ujung jari hingga ke siku dan mendahulukan tangan kanan kemudian tangan kiri. Tayammum dianggap batal apabila menemukan air jika yang menyebabkan bertayammum adalah karena tidak ada air, bagi yang bertayammum karena sakitnya yang berbahaya jika menyentuh air maka tayammum dianggap batal jika sakitnya telah sembuh. Kedua, yang membatalkan tayammum adalah jika keluar dari agama islam (murtad), serta semua yang membatalkan wudhu juga dapat membatalkan tayammum.
8
DAFTAR PUSTAKA
Ust. Labib MZ, Kunci Ibadah, Surabaya : Bintang Usaha Jaya, 2008. SyaikhMuhammadNashiruddinAl-Albani. http://organisasi.org/pengertian-tayamum-cara-syarat-rukun-sebab-sunattayammum-wudhu-dengan-debu-tanah. Diakses pada tanggal 18 September 2012. http://salafivilla.blogspot.com/2009/06/hukum-seputar-tayammum.html. Diakses pada tanggal 18September 2012. http://panduansholat.blogspot.com/2011/03/tayamum.html. Diakses pada tanggal 18 September 2012
9