BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Radiasi dan radioisotop telah lama dikenal manusia, yaitu sejak ditemukanya teknik perunut oleh Hevesy pada tahun 1923, sehingga menambah kemajuan teknik nuklir untuk di gunakan dibidang kedokteran dan industri. Ada beberapa sumber radiasi dilingkungan kita, antara lain televesi, lampu penerangan, komputer. Selain itu ada sumbersumber radiasi yang bersifat unsur alamiah yaitu berada di air, udara dan lapisan bumi. Sumber radiasi dari unsur alamiah adalah thorium dan uranium berada di lapisan bumi, sedangkan karbon dan radon berada di udara. Sumber radiasi yang berada di air adalah tritium dan deuterium. Jika ditinjau jenisnya radiasi terdiri dari alpha (α), beta (β), gamma (γ), sinar-X dan neutron (n). Selain sumber radiasi alami terdapat juga sumber radiasi buatan manusia. Ada dua sumber radiasi buatan manusia yaitu sumber radiasi pengion dan non pengion. Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan sel-sel hidup. Jenis radiasi pengion adalah alpha, beta, gamma, neutron dan sinar-X. Radiasi nonpengion adalah jenis radiasi yang tidak menyebabkan ionesasi apabila berinteraksi dengan ion-ion hidup. Jenis radiasinya meliputi gelombang radio, televisi, gelombang radar dan lain-lainya. Suatu unsur dikatakan radioisotop atau isotop radioaktip ialah apabila unsur tersebut dapat memancarkan radiasi. Pada umumnya radioisotop digunakan untuk berbagai keperluan seperti dalam bidang kedokteran dan industri. Radioisotop yang digunakan tersebut tidak terdapat di alam, disebabkan waktu paruh dan beberapa faktor lainnya yang kurang memenuhi persyaratan. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pemanfaatan unsur radioaktif dalam bidang kesehatan? 2. Apa manfaat unsur radioaktif dalam bidang kesehatan? 3. Apa efek negatif dari penggunaan unsur radioaktif dalam bidang kesehatan?
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ZAT RADIOAKTIF Kita telah mengetahui bahwa atom terdiri atas inti atom dan elektronelektron yang beredar mengitarinya. Reaksi kimia biasa (seperti reaksi pembakaran dan penggaraman), hanya menyangkut perubahan pada kulit atom, terutama elektron pada kulit terluar, sedangkan inti atom tidak berubah. Reaksi yang menyangkut perubahan pada inti disebut reaksi inti atau reaksi nuklir (nukleus=inti). Reaksi nuklir ada yang terjadi secara spontan ataupun buatan. Reaksi nuklir spontan terjadi pada inti-inti atom yang tidak stabil. Zat yang mengandung inti tidak stabil ini disebut zat radioaktif. Adapun reaksi nuklir tidak spontan dapat terjadi pada inti yang stabil maupun, inti yang tidak stabil. Reaksi nuklir disertai perubahan energi berupa radiasi dan kalor. Berbagai jenis reaksi nuklir disertai pembebasan kalor yang sangat dasyat, lebih besar dan reaksi kimia biasa. Dewasa ini, reaksi nuklir telah banyak digunakan untuk tujuan damai (bukan tujuan militer) baik sebagai sumber radiasi maupun sebagai sumber tenaga dan pemanfaatannya dalam bidang kesehatan. B. SEJARAH PENEMUAN RADIOAKTIF Zat radioaktif yang pertama ditemukan adalah uranium. Pada tahun 1898, Marie Curie bersama-sama dengan suaminya Pierre Curie menemukan dua unsur lain dari batuan uranium yang jauh lebih aktif dari uranium. Kedua unsur itu mereka namakan masing-masing polonium (berdasarkan nama Polonia, negara asal dari Marie Curie), dan radium (berasal dari kata Latin radiare yang berarti bersinar). Ternyata, banyak unsur yang secara alami bersifat radioaktif. Semua isotop yang bernomor atom diatas 83 bersifat radioaktif. Unsur yang bernomor atom 83 atau kurang mempunyai isotop yang stabil kecuali teknesium dan promesium. Isotop yang bersifat radioaktif disebut isotop radioaktif atau radioi isotop, sedangkan isotop yang tidak radiaktif disebut isotop stabil. Dewasa ini,
radioisotop dapat juga dibuat dari isotop stabil. Jadi disamping radioisotop alami juga ada radioisotop buatan. Pada tahun 1895, W.C. Rontgen menemukan bahwa tabung sinar katode mengahasilkan suatu radiasi berdaya tembus tinggi yang dapat menghitamkan film potret, walaupun film tersebut terbungkus kertas hitam. Karena belum mengenal hakekatnya, sinar ini dinamai sinar X. Ternyata sinar X adalah suatu radiasi elektromagnetik yang timbul karena benturan berkecepatan tinggi (yaitu sinar katode dengan suatu materi (anode). Sekarang sinar X disebut juga sinar rontgen dan digunakan untuk rongent yaitu untuk mengetahui keadaan organ tubuh bagian dalam. Penemuan sinar X membuat Henry Becguerel tertarik untuk meneliti zat yang bersifat fluorensensi, yaitu zat yang dapat bercahaya setelah terlebih dahulu mendapat radiasi (disinari), Becquerel menduga bahwa sinar yang dipancarkan oleh zat seperti itu seperti sinar X. Secara kebetulan, Becquerel meneliti batuan uranium. Ternyata dugaan itu benar bahwa sinar yang dipancarkan uranium dapat menghitamkan film potret yang masih terbungkus kertas hitam. Akan tetapi, Becqueret menemukan bahwa batuan uranium memancarkan sinar berdaya tembus tinggi dengan sendirinya tanpa harus disinari terlebih dahulu. Penemuan ini terjadi pada awal bulan Maret 1986. Gejala semacam itu, yaitu pemancaran radiasi secara spontan, disebut keradioaktifan, dan zat yang bersifat radioaktif disebut zat radioaktif. C. SINAR-SINAR RADIOAKTIF Pada tahun 1903, Ernest Rutherford mengemukakan bahwa radiasi yang dipancarkan zat radioaktif dapat dibedakan atas dua jenis berdasarkan muatannya. Radiasi yang berrnuatan positif dinamai sinar alfa, dan yang bermuatan negatif diberi nama sinar beta. Selanjutnya Paul U.Viillard menemukan jenis sinar yang ketiga yang tidak bermuatan dan diberi nama sinar gamma. 1. Sinar alfa ( α ) Sinar alfa merupakan radiasi partikel yang bermuatan positif. Partikel sinar alfa sama dengan inti helium -4, bermuatan +2e dan bermassa 4 sma. Partikel alfa adalah partikel terberat yang dihasilkan oleh zat radioaktif.
Karena memiliki massa yang besar, daya tembus sinar alfa paling lemah diantara diantara sinar-sinar radioaktif. 2. Sinar beta ( ß ) Sinar beta merupakan radiasi partikel bermuatan negatif. Sinar beta merupakan berkas elektron yang berasal dari inti atom. Sinar beta paling energetik dapat menempuh sampai 300 cm dalam uadara kering dan dapat menembus kulit. Karena sangat kecil, partikel beta dianggap tidak bermassa sehingga dinyatakan dengan notasi . 3. Sinar gamma (γ ) Sinar gamma adalah radiasi elektromagnetek berenergi tinggi, tidak bermuatan dan tidak bermassa. Sinar gamma dinyatakan dengan notasi . Sinar gamma mempunyai daya tembus. D. UNSUR RADIOAKTIF DALAM BIDANG KESEHATAN Radioisotop telah banyak digunakan dalam banyak bidang, salah satunya adalah di bidang kesehatan. Bidang kesehatan merupakan bidang terbesar yang menggunakan senyawa bertanda radioaktif. Hampir 80% dari penggunaan zat radioaktif terletak pada bidang ini. Dengan adanya zat radioaktif kita telah dapat menyelidiki dan mempelajari proses fisiologi, biokimia, patologi dan farmakologi berbagai macam obat. Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran, telah dimulai pada tahun 1901 oleh Henry Danlos yang menggunakan radium untuk pengobatan penyakit TBC pada kulit. Radioisotop adalah isotop suatu unsur yang radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif. Isotop suatu unsur baik yang stabil maupun radioaktif memiliki sifat kimia yang sama. Ilmu kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologik dan biokimia sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian (World Health Organization). Bidang kedokteran yang menggunakan isotop untuk keperluan diagnosis maupun terapi dikenal dengan bidang kedokteran nuklir.
Bidang kedokteran lain yang memanfaatkan radiasi untuk keperluan diagnosis dan terapi adalah bidang radiologi. Perbedaan antara kedua bidang tersebut terletak pada jenis sumber radiasi yang digunakan. Bidang radiologi menggunakan sumber radiasi tertutup, sedangkan bidang kedokteran nuklir menggunakan sumber radiasi terbuka. Ditinjau dari sisi keselamatan penggunaan sumber radiasi tertutup lebih mudah penangananya, karena tidak mengakibatkan terjadinya kontaminasi internal. Contoh sumber radiasi tertutup yaitu pesawat sinar X, jarum radium, cobalt unit dan akselerator linier. Radiologi dimanfaatkan untuk menunjang diagnosis penyakit. Sumber radiasi terbuka sangat memungkinkan terjadinya kontaminasi internal. Sedang dalam penggunanya justru sebagian besar sengaja memasukkan sumber radiasi terbuka ke dalam tubuh. Namun demikian penggunaan sumber radiasi terbuka dalam bidang kedokteran telah diperhitungkan seteliti mungkin hingga tidak membahayakan pasien. Aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia telah dimulai sejak akhir tahun enam puluhan, setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai beroperasi di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh ahli dari luar negeri mulai merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Reaktor Atom Bandung (kini bernama Pusat Penelitian Teknik Nuklir), salah satu Pusat Penelitian di lingkungan Badan Tenaga Atom Nasional. Selain digunakan untuk mendiagnosis penyakit, radioisotop juga digunakan untuk terapi radiasi. Terapi radiasi adalah cara pengobatan dengan memakai radiasi. Terapi seperti ini biasanya digunakan dalam pengobatan kanker. Pemberian terapi dapat menyembuhkan, mengurangi gejala, atau mencegah penyebaran kanker, bergantung pada jenis dan stadium kanker. Dalam bidang radiologi, zat radioaktif digunakan dalam radiodiagnostik dan radioterapi. 1. Radiodiagnostik Radiodiagnostik adalah kegiatan penunjang diagnostik menggunakan perangkat radiasi sinar pengion (sinar X), untuk melihat fungsi tubuh secara anatomi. Ahli dalam bidang ini dikenal sebagai radiolog. Salah satu contoh
radiodiagnostik
adalah
rontgen.
Radiodiagnostik
dilakukan
sebelum
melakukan radioterapi. Prinsip dasar digunakannya penunjang diagnostik di bidang radiologi adalah penggunaan pesawat radiologi sebagai sumber tertutup (Tungsten), dengan energi yang besar (kV) untuk menghasilkan sinar x (sinar pengion) yang mengenai tubuh pasien. Transmisi radiasi yang mengenai tubuh tersebut bergantung dari kepadatan organ yang dilalui, makin padat akan memberikan gambaran putih (opakue) hal ini juga dapat ditimbulkan dengan pemberian kontras bubur barium pada pemeriksaan traktus intestinal (saluran cerna), juga pada pemeriksaan traktus urinarius (saluran kemih). Sedangkan sebaliknya akan memberikan warna hitam (lusence). Penggunaan kontras ini harus menggunakan persyaratan yang cukup ketat karena sifat alergik yang mungkin timbul pada diri pasien, sehingga diperlukan uji alergi dan juga ada kontra indikasi tertentu yang dipersyaratankan pada diagnsotik menggunakan kontras. Hasil pencitraan dalam bentuk gambaran anatomi. 2. Radioterapi Radioterapi adalah tindakan medis menggunakan radiasi pengion untuk mematikan sel kanker sebanyak mungkin, dengan kerusakan pada sel normal sekecil mungkin. Tindakan terapi ini menggunakan sumber radiasi tertutup pemancar radiasi gamma atau pesawat sinar-x dan berkas elektron. Baik sel-sel normal maupun sel-sel kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat. Sekitar 50 – 60% penderita kanker memerlukan radioterapi. Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker, selain itu juga bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari kanker. Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe, dan stadium tumor bersamaan. Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
a. Mengobati: banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan radioterapi, baik dengan atau tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti pembedahan dan kemoterapi. b. Mengontrol: Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan, radioterapi berguna untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel kanker menjadi lebih kecil dan berhenti menyebar. c. Mengurangi gejala: Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi dapat mengurangi gejala yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa nyeri dan juga membuat hidup penderita lebih nyaman. 3. PET PET merupakan salah satu hasil di garis depan pengembangan radioisotop untuk dunia kedokteran. PET adalah metode visualisasi fungsi tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron.Oleh karena itu, citra (image) yang diperoleh adalah citra yang menggambarkan fungsi organ tubuh. Kelainan dan ketidaknormalan fungsi atau metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan (imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode visualisasi tubuh yang lain, seperti MRI (magnetic resonance imaging) dan CT (computed tomography). MRI dan CT scans adalah visualisasi anatomi tubuh yang menggambarkan bentuk organ tubuh. Dengan
kedua
metode
ini,
yang
terdeteksi
adalah
kelainan
dan
ketidaknormalan bentuk organ. Berbagai kelainan metabolisme di dalam tubuh, termasuk di dalamnya adalah adanya metabolisme sel kanker, dapat diketahui dengan cepat melalui PET. E. MANFAAT UNSUR RADIOAKTIF DALAM BIDANG KESEHATAN Radioisotop dapat digunakan sebagai perunut (untuk mengikuti unsur dalam suatu proses yang menyangkut senyawa atau sekelompok senyawa) dan sebagai sumber radiasi /sumber sinar. Berikut adalah beberapa contoh aplikasi radioisotop sebagai perunut: 1. Teknesium-99 (Tc-99) yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah akan akan diserap terutama oleh jaringan yang rusak pada organ tertentu, seperti jantung, hati dan paru-paru. Sebaliknya, TI-201 terutama akan diserap oleh
jaringan sehat pada organ jantung. Oleh karena itu, kedua radioisotop itu digunakan bersama-sama untuk mendeteksi kerusakan jantung. 2. Iodin-131 (I-131) dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati, dan untuk mendeteksi tumor otak. 3. Iodin-123 (I-123) adalah radioisotop lain dari Iodin. I-123 yang memancarkan
sinar
gamma
yang digunakan
untuk
mendeteksi
penyakit otak. 4. Natrium-24 (Na-24) digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan peredaran darah. Larutan NaCl yang tersusun atas Na-24 dan Cl yang stabil disuntikkan ke dalam darah dan aliran darah dapat diikuti dengan mendeteksi sinar yang dipancarkan, sehingga dapat diketahui jika terjadi penyumbatan aliran darah. 5. Xenon-133 (Xe-133) digunakan untuk mendeteksi penyakit paru-paru. 6. Phospor-32 (P-32) digunakan untuk mendeteksi penyakit mata, tumor, dan lain-lain. Serta dapat pula mengobati penyakit polycythemia rubavera, yaitu pembentukan sel darah merah yang berlebihan. Dalam penggunaanya isotop P-32 disuntikkan ke dalam tubuh sehingga radiasinya
yang
memancarkan
sinar
beta
dapat
menghambat
pembentujan sel darah merah pada sum-sum tulang belakang. 7. Sr-85 untuk mendeteksi penyakit pada tulang. 8. Se-75 untuk mendeteksi penyakit pankreas. 9. Kobalt-60 (Co-60) sumber radiasi gamma untuk terapi tumor dan kanker. Karena sel kanker lebih mudah rusak terhadap radiasi radioisotop daripada sel normal, maka penggunakan radioisotop untuk membunuh sel kanker dengan mengatur arah dan dosis radiasi. 10. Kobalt-60 (Co-60) dan Skandium-137 (Cs-137), radiasinya digunakan untuk sterilisasi alat-alat medis. 11. Ferum-59 (Fe-59) dapat digunakan untuk mempelajari dan mengukur laju pembentukan sel darah merah dalam tubuh dan untuk menentukan apakah zat besi dalam makanan dapat digunakan dengan baik oleh tubuh. 12. Cr-51 dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan limpa.
13. Ga-67 dapat digunakan untuk memeriksa kerusakan getah bening. 14. C–14 dapat digunakan untuk mendeteksi diabetes dan anemia. Contoh aplikasi radioisotop sebagai sumber radiasi: 1. Teknik Pengaktifan Neutron Teknik nuklir ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil (Co, Cr, F, Fe, Mn, Se, Si, V, Zn, dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada siftanya yang tidak merusak dan kepekaannya yang sangat tinggi. Disini contoh bahan biologic yang akan diperiksa ditembaki dengan neutron. 2. Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar – X yang diserap oleh tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat osteoporosis yang sering menyerang wanita pada usia menopause sehingga menyebabkan tulang mudah patah. 3. Three Dimensional Conformal Radiotherapy (3d-Crt) Terapi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi telah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronika maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade, telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat pemercepat partikel generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk
membatasi
bentuk
jaringan
tumor
yang
akan
dikenai
radiasi,
memformulasikan serta memberikan paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini sejak tahun 1985 telah berkembang metode pembedahan dengan radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau
bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan teknik ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan tanpa merusak jaringan di luar target. 4. Sterilisasi radiasi. Radiasi dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Steritisasi dengan cara radiasi mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional 1. Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme. 2. Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan kimia. 3.
Karena dikemas dulu baru disetrilkan maka alat tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan cara konvensional, yaitu disterilkan dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan masih ada kemungkinan terkena bibit penyakit.
Prinsip sterilisasi adalah membebaskan alat tersebut dari semua jasad hidup terutama jasad renik (mikroba). Secara umum teknik sterilisasi dapat dibagi menjadi 2 bagian: 1. Sterilisasi panas menggunakan uap dan tekanan atau suhu 170oC 2. Sterilisasi dingin dengan menggunakan cara kimia atau cara radiasi Alat kedokteran kebanyakan berbahan plastik sehingga tidak tahan terhadap sterilisasi panas, untuk itu dilakukan sterilisasi cara radiasi menggunakan radioisotop. Alat-alat kedokteran yang disterilkan dengan cara radiasi harus tahan terhadap dosis radiasi yang digunakan. Bila bahan tersebut terurai karena radiasi maka hasil urainya tidak berpengaruh negatif. Jenis radiasi yang dapat digunakan untuk sterilisasi terdiri dari : 1. Radiasi pengion yang dapat berupa gelombang elektromagnetik (sinar , sinar X) dan dapat pula berupa partikel . 2. Radiasi non pengion misalnya sinar ultraviolet, infra merah, ultra sonik dll. Besarnya dosis untuk sterilisasi tergantung pada jumlah, jenis dan daya tahan mikroba yang mencemari, akan tetapi umumnya dosis yang digunakan adalah 25 kGy. Alat kedokteran yang disterilkan dengan cara radiasi harus tahan terhadap dosis radiasi yang digunakan.
5. Metode Terapi Saat ini, telah ada beberapa terapi menggunakan radioisotop yang dapat dikatagorikan ke dalam nanomedicine. Salah satunya adalah penggunaan CNT. Mereka menggunakan lensa dilapisi dengan carbon nanotube (CNT) untuk mengkonversi cahaya dari laser untuk gelombang suara terfokus. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sebuah metode yang bisa menghancurkan tumor atau bagian tubuh lainnya yang sakit tanpa merusak jaringan yang sehat. Para peneliti sedang menyelidiki penggunaan nanopartikel bismut untuk memfokuskan radiasi yang digunakan dalam terapi radiasi untuk mengobati tumor-kanker. Terapi ini sedang dikembangkan untuk menghancurkan tumor kanker payudara. Dalam metode ini, antibodi ditarik oleh protein yang diproduksi oleh sel kanker payudara setipe yang melekat pada nanotube, yang menyebabkan nanotube berakumulasi di tumor. Sinar inframerah dari laser diserap oleh nanotube dan menghasilkan panas yang dapat menghancurkan tumor. 6. Terapi tumor atau kanker. Berbagai jenis tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik sel normal maupun sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker tersebut. 7. Medical Imaging Medical imaging menggunakan sinar-X didasarkan pada perbedaan daya tembus sinar-X pada materi yang berbeda. Sedangkan pada nuclear medicine, medical imaging lebih didasarkan pada interaksi level molekul antara senyawa atau gugus atom tertentu dengan sel atau jaringan. Misalnya senyawa 2- methoxyisobutyl-isonitrile (MIBI) untuk jantung, diethylene tetramine penta acetate (DTPA) dan hexamethylpropylene amine oxime (HMPAO) untuk otak, DTPA untuk ginjal, hepatoiminodiacetic acid (HIDA) untuk hati dan hydroxy methylene diphosphonate (HMDP) untuk tulang. Penggunaan teknik nuklir dalam bidang kedokteran, dapat menunjang para ahli medis untuk mengambil keputusan dalam mendiagnosis suatu penyakit serta
dapat dipakai untuk pengobatan. Diagnosis penyakit dengan teknik nuklir dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat karena dari hasil pencitraan dapat dievaluasi keadaan struktur morfologis, maupun anatomis dan fisiologis suatu organ serta tidak memberikan rasa sakit. Pemakaian zat radioaktif untuk maksud diagnosis serta pengobatan penyakit relatif aman selama memenuhi aturan yang telah ditentukan baik mengenai dosis maupun penanganannya. Efek radiasi yang dipancarkan radioisotop dapat digunakan untuk sterilisasi bahan dan peralatan yang menunjang segi kesehatan serta dapat digunakan sebagai pengobatan dan terapi berbagai penyakit dalam organ tubuh. Teknik nuklir memberikan manfaat dan andil yang cukup besar dalam menunjang program kesehatan masyarakat. F. EFEK
SAMPING
UNSUR
RADIOAKTIF
DALAM
BIDANG
KESEHATAN 1. Darah dan Sumsum Tulang Merah Darah putih merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah sel. Komponen seluler darah yang lain (butir pembeku dan darah merah) menyusun setelah sel darah putih. Sumsum tulang merah yang mendapat dosis tidak terlalu tinggi masih dapat memproduksi sel-sel darah merah, sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang berakhir dengan kematian (dosis lethal 3–5 sv). Akibat penekanan aktivitas sumsum tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita kecenderungan pendarahan dan infeksi, anemia dan kekurangan hemoglobinefek stokastik pada penyinaran sumsum tulang adalah leukemia dan kanker sel darah merah. 2. Saluran Pencernaan Makanan Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala mual, muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare. kemudian dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang parah. Efek stokastik yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran pencernaan.
3. Organ Reproduksi Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas, sedangkan efek genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau kromosom pada sel kelamin.
4. Sistem Syaraf Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan sistem syaraf terjadi pada dosis puluhan sievert. 5. Mata Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik non stokastik yang masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun). 6. Kulit Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis, mulai dengan kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan. efek somatik stokastik pada kulit adalah kanker kulit. 7. Tulang Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan selaput dalam serta luar pada tulang. kerusakan pada tulang biasanya terjadi karena penimbunan stontium-90 atau radium-226 dalam tulang. Efek somatik stokastik berupa kanker pada sel epithel selaput tulang. 8. Kelenjar Gondok Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui hormon tiroxin yang dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap penyinaran luar namun mudah rusak karena kontaminasi internal oleh yodium radioaktif. 9. Paru-paru Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari gas, uap atau partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif yang terhirup melalui pernafasan.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN 1. Penggunaan zat radioaktif yang sangat luas dewasa ini dapat menimbulkan berbagai sensasi dalam kehidupan. 2. Zat radioaktif dan radioisotop yang berperan besar dalam ilmu kedokteran yaitu untuk mendeteksi berbagai penyakit serta digunakan untuk terapi. 3. Kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat radioaktif dan radioisotop memudahkan aktifitas manusia dalam berbagai bidang kehidupan. B. SARAN 1. Masalah zat radioaktif dan radioisotop hendaknya tidak ditafsirkan sebagai satu fenomena yang menakutkan. 2. Penggunaan radioaktif dan radioisotop hendaknya dibarengi pengetahuan dan teknologi yang tinggi. 3. Diharapkan penggunaan zat radioaktif dan radioisotop ini untuk kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA Akhadi, M. 2004. Pemanfaatan Radioisotop Dalam Teknik Nuklir Kedokteran. Badan Tenaga Nuklir Nasional: Jakarta. Arma, A. J. A. 2004 . Zat Radio Aktif Dan Penggunaan Radio Isotop Bagi Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Sumatera Utara: Medan. Nurlaila, Z. 2002. Penggunaan Teknik Nuklir dalam Bidang Kedokteran Nuklir dan Sterilisasi Serta Resikonya bagi Kesehatan. Buletin BATAN Th. XXII No. 1: Jakarta. Suyatno, F. 2010. Aplikasi Radiasi dan Radioisotop dalam Bidang Kedokteran. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN: Yogyakarta. Wiharto, K. 1996. Kedokteran Nuklir Dan Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Kedokteran. Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi BATAN : Jakarta