KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur penulis ucapkan pada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya pada penulis, khususnya dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh melalui sumber resmi. Atas selesainya makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Alat dan Mesin Pertanian, Ibu Dr. Dinah Cherie, S. TP, M. Si yang telah membimbing kami. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua anggota dalam kelompok atas kerjasamanya dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis harapkan adanya perbaikan dan penyempurnaan pada saat pembahasan berikutnya. Semoga makalah ini dapat menambah pemahaham dan wawasan bagi pembaca dan diri penulis khususnya. Harapannya untuk pembaca yang juga membahas seputar isi makalah ini dikemudian hari, gunakanlah data-data sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada.
Padang, 26 Oktober 2018
Penulis
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 1
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1 DAFTAR ISI .................................................................................................... 2 DAFTAR TABEL .......................................................................................... 3 DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... 4 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 5 1.2 Tujuan ................................................................................................. 8 1.3 Manfaat ............................................................................................... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori .................................................................................... 9 BAB III. METODA 3.1 Alat dan Bahan .................................................................................. 18 3.2 Metode Kerja..................................................................................... 18 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………...19 BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 18 5.2 Saran .................................................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA….................................................................................20
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 2
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Data hasil pengamatan sampel tertinggi masing-masing tahun tanam……21 2. Data hasil pengamatan sampel kejadian serangan tanaman per blok …….23 3. Jumlah dan jenis individu serangga hama yang ditemukan pada setiap plot perkebunan kelapa sawit .................................................................... 24
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 3
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Ulat Api................................................................................................11 2. Kumbang Tanduk………………….....................................................13 3. Babi Hutan….......................................................................................14 4. Bercak Daun………………………………………………………….16 5. Tajuk Daun…………………………………………………………...17 6. Kuncup Daun busuk…………………………………………….........17
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 4
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan produksi minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Minyak kelapa sawit diproduksi untuk tujuan komersial yaitu banyak digunakan sebagai bahan industri pangan, sabun, kosmetik, tekstil, dan bahan bakar alternatif. Kelapa sawit merupakan tanaman yang mengalami perkembangan produksi yang cukup pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa sawit 2015, perkebunan kelapa sawit tahun 20132015 mengalami perkembangan produksi yaitu sebesar 5.556 juta ton pada tahun 2013 menjadi 6.189 juta ton pada tahun 2015. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang penting karena peranannya bagi perekonomian nasional khususnya sebagai sumber devisa bagi negara, penyedia lapangan kerja, pengembangan wilayah dan pengembangan industri serta sebagai sumber penghasilan bagi petani maupun masyarakat lainnya. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia.
Kelapa sawit menjadi komoditas penting
dikarenakan mampu memiliki rendemen tertinggi dibandingkan minyak nabati lainnya yaitu dapat menghasilkan 5,5-7,3 ton CPO/ha/tahun (PPKS, 2013). Ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2013 mencapai 20,5 juta ton yang bernilai 15,8 miliar dolar Amerika (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia mengakibatkan tuntutan tanaman kelapa sawit untuk berproduksi yang tinggi tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan. Saat ini Indonesia menempati posisi teratas dalam pencapaian luas areal dan produksi minyak sawit dunia yang mencapai 8,9 juta hektar dengan 6,5 juta hektar berupa tanaman menghasilkan (TM). Produksi tanaman kelapa sawit dari luasan tanaman menghasilkan tersebut
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 5
baru mencapai 23,53 juta ton atau masih berkisar antara 3-4 ton TBS/ha per tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia di industry sawit Indonesia tetap bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian Negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industry sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia. Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan 2008 menunjukkan luas areal perkebunan sawit di Indonesia, dari 4.713.425 ha pada tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktivitas. Produktivitas kelapa sawit adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan kecendrungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk
mempertahankan
produktivitas
tanaman
tetap
tinggi
diperlukan
pemeliharaan yang tepat dan pengendalian hama dan penyakit. Perkebunan kelapa sawit merupakan sistem monokultur yang rentan terhadap serangan hama. Serangan hama merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman kelapa sawit yang mengakibatkan produktivitas tandan menurun. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian hama. Upaya tersebut akan membawa perubahan khususnya perbaikan hasil ekonomi yang diperoleh masyarakat (Yustina, dkk., 2011). Hama tanaman didefinisikan sebagai binatang yang memakan tanaman dan secara ekonomis merugikan. Hama merupakan semua organisme pengganggu tanaman budidaya. Kelas Insekta merupakan bagian yang terbesar hama yang diketahui. Insekta sangat mudah berpindah dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan baru, selain itu insekta berkembangbiak dengan cepat terutama pada kondisi yang menguntungkan (Sembiring, dkk., 2013). Ordo lepidoptera merupakan ordo yang paling banyak berperan sebagai
hama pada perkebunan kelapa sawit. Tipe mulut pada pada ordo
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 6
ini yaitu penghisap (sponging). Serangga dari ordo ini menghisap makannnya pada tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan maupun tanaman yang belum menghasilkan. Family dari ordo lepidoptera yang tergolong sebagai serangga hama pada kelapa sawit diantaranya yaitu Amatidae,
Crambinae,
Geometridae,
Lymantriidae,
Noctuidae,
Nymphalidae dan Pyralidae (Arifin, dkk., 2016) Hama perusak tanaman kelapa sawit dan tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia hingga Asia Tenggara, Pasifik dan daerah sentra perkebunan kelapa sawit lainnya yaitu Oryctes rhinoceros. Hama Oryctes rhinoceros terutama menyerang tanaman kelapa sawit yang kurang terawat dan dapat menyebabkan kerusakan yang sangat serius. Gejala tanaman yang terserang nampak daunnya membentuk potongan segitiga akibat dimakan hama ini (Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2011). Ulat pemakan daun kelapa sawit terdiri dari ulat api (Setothosea asigna), ulat kantong (Mahasena corbatti) dan ulat bulu (Dasychira inclusa) merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk daerah tertentu, ulat api dan ulat kantong sudah menjadi endemik sehingga sangat sulit dikendalikan. Kejadian yang sering terjadi di perkebunan kelapa sawit adalah terjadi suksesi hama ulat bulu dari ulat api atau ulat kantong apabila kedua hama ini dikendalikan secara ketat. Meskipun tidak mematikan tanaman, hama ini sangat merugikan secara ekonomi. Daun yang habis akan sangat mengganggu proses fotosintesis tanaman kelapa sawit, yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kelapa sawit. Biasanya produksi akan turun 2 tahun setelah terjadi serangan ulat api maupun ulat kantong (Sinaga, dkk., 2015).
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 7
1.2 Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah: 1.
Mengetahui atau identifikasi hama dan penyakit yang terdapat di perkebunan sawit;
2.
Mengetahui alsintan yang digunakan dalam pemberantasan hama dan penyakit tanaman;
3.
Mengetahui perhitungan alsintan yang digunakan dalam memberantas hama dan penyakit tanaman;
1.3 Manfaat Manfaat yang didapatkan dari pembuatan makalah ini adalah: 1.
Mahasiswa memahami jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit;
2.
Mahasiswa memahami cara mengatasi hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit.
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori A. Hama Hama adalah perusak tanaman pada bagian akar, batang, daun atau bagian lainya pada tanaman budidaya sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan sempurna atau mati. Ciri-ciri hama antara lain yaitu kebanyakan dapat dilihat oleh mata telanjang, umumnya dari golongan hewan (tikus, burung, serangga, ulat dan sebagainya). Hama cenderung merusak bagian tanaman budidaya tertentu sehingga tanaman menjadi mati atau tanaman tetap hidup tetapi tidak banyak memberikan hasil (Sunarya & Destiani, 2016). Berdasarkan pernyataan diatas, hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang yang karena aktivitas hidupnya merusak tanaman sehingga menimbulkan kerugian ekonomi bagi manusia. Ada beberapa golonggan hama yang biasanya menyerang tanaman budidaya yaitu sebagai berikut: 1. Golongan serangga; Contoh serangga yang sering menyerang tanaman budidaya adalah belalang, wereng, kutu, ulat, kumbang, lalat dan lain lain. 2. Golongan mamalia; Binatang mamalia yang sering menyerang tanaman budidaya misalnya kelelawar, tupai, musang, tikus, kera, gajah, babi dan lain-lain. 3. Golongan binatang lunak; 4. Golongan aves. Seluruh atau sebagian tanaman yang terserang hama dapat mengalami penurunan fungsi atau bahkan tidak berfungsi sama sekali proses metabolisme pada tubuh tanaman tersebut, sehingga pertumbuhannya tidak normal dan bahkan berakhir dengan kematian. Berikut beberapa contoh serangan ham pada tanaman sebagai berikut (Rukmana, 2002): KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 9
1. Serangan hama pada bagian akar tanaman menyebabkan proses penyerapan unsur hara, air dan lainnya terganggu; 2. Serangan hama pada bagian batang atau cabang dan ranting menyebabkan pengangkutan zat makanan terganggu atau terhenti sama sekali sehingga tanaman menjadi layu dan mati; 3. Serangan hama pada bagian daun dapat menyebabkan proses fotosintesis terganggu; 4. Serangan hama pada bagian buah dan biji dapat menyebabkan buah rusak. Berikut adalah contoh beberapa hama yang terdapat pada tanaman kelapa sawit sebagai berikut: 1. Ulat api Ulat api termasuk ke dalam famili Limacodidae, ordo Lepidoptera (bangsa ngengat) (Gambar 1). Ulat ini „tidak berkaki‟ atau apoda. Ulat pemakan daun kelapa sawit yang utama serta sering menimbulkan kerugian adalah ulat api. Hasil percobaan simulasi kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit umur 1, 2 dan 8 tahun, diperkirakan penurunan produksi berturut-turut adalah<4%, 12-24% dan 30-40% dua tahun sebesar 50% (Rezamayas, 2012). Siklus hidup Setora nitens berlangsung antara 40 sampai dengan 70 hari dengan periode larva hingga instar ke 9 selama 18 sampai dengan 32 hari. Serangan berat Setora nitens biasanya terjadi saat musim kemarau dan mencapai ambang kendalinya pada fase tanaman sawit belum menghasilkan ketika populasinya mencapai 5 larva per pelepah daun dan pada fase tanaman sawit menghasilkan ketika populasinya mencapai 10 larva per pelepah (Andriansyah, 2013). Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur ditengah punggung yang berwarna keunguan. Setora nitens selama perkembangannya, Ulat Api berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm2 (Susanto dkk., 2006). Seekor ngengat betina mampu bertelur sebanyak 300-400 butir telur dan akan menetas setelah 4-8 hari setelah diletakkan. Serangan Setora nitens di lapangan umumnya mengakibatkan daun Kelapa Sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti lidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 10
selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akibatnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Sudharto, 2001).
Gambar 1. Ulat Api
2. Kumbang tanduk Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Pada Kelapa Sawit Serangan hama ini cukup membahayakan pada TBM apabila serangan mengenai titik tumbuh tanaman kelapa sawit maka akan mengakibatkan penyakit busuk dan kematian. Kumbang tanduk banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman kelapa sawit di areal (Heri Hartanto, 2011). Menurut Susanto dkk (2012), kerugian akibat serangan O. rhinoceros pada perkebunan kelapa sawit dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara tidak langsung adalah dengan rusaknya pelepah daun yang akan menurunkan produksi. Kerugian secara langsung adalah matinya tanaman kelapa sawit akibat serangan hama ini yang sudah mematikan pucuk tanaman. Hama ini menyerang bakal daun pada titik tumbuh, masuk melalui pelepah. Kumbang ini menggerek ke dalam kumpulan daun yang akan tumbuh, KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 11
menyebabkan daun yang keluar menjadi rusak dan menjadi tempat masuknya pathogen yang dapat mematikan tanaman Kelapa Sawit (Vademikum, 2003). Permasalahan hama ini semakin menjadi lebih penting diakibatkan pemberlakuan sistem zero burning pada replanting atau peremajaan tanaman tua. Batang kelapa sawit yang sudah terserang ganoderma tetapi masih tegak berdiri, merupakan tempat yang sangat sesuai untuk perkembangan hama O. rhinoceros (Susanto dkk, 2012). Kumbang menggerek jaringan pucuk melalui salah satu ketiak pelepah. Setelah masuk merusak pelepah daun yang belum terbuka (bila daunnya muncul bentuknya seperti digunting menyerupai kipas). Seekor kumbang mampu tinggal 1 minggu dan merusak 4 pelepah. Pada tanaman < 2 tahun sangat bahaya karna dapat merusak titik tumbuh (Tim Pengembangan Materi LPP, 2013) Stadia yang mengganggu tanaman dari kumbang ini adalah stadia dewasanya (imago). Kumbang ini panjangnya 4 cm dan berwarna coklat tua dan pada kepalanya terdapat tanduk atau cula. Kumbang ini terbang dari sarang tempat meletakkan telurnya. Sarangnya ini merupakan kayu lapuk, kompos, batang kelapa atau kelapa sawit membusuk yang lembab. Larvanya berwarna putih, silindris, gemik, berkerut-kerut, agak melengkung. Pupanya berwarna coklat kekuningan. Siklus hidupnya berlangsung 8-11 bulan yaitu stadia telur 9-14 hari, larva (instar) 106-141 hari, pupa18-23 hari, praimago 15-20 hari dan imago 90-138 hari (Lubis, 2008). Kumbang ini menimbulkan kerusakan pada tanaman muda dan tanaman tua. Kumbang membuat lubang pada pangkal pelepah daun muda terutama pada daun pupus. Makin muda bibit yang dipakai semakin mudah kumbang masuk kedalam. Kumbang akan bertahan didalam sampai menemukan pupus. Pelepah pupus akan terpotong dan menjadi layu dibagian atas dan pada situasi seperti ini pupus akan mudah dicabut dari pokok. Pada kondisi yang lebih parah adalah pupus mudah keluar menyamping dan membengkok kemudian baru tegak. Memang tidak mematikan tanaman tetapi pertumbuhannya sangat tertekan. KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 12
Untuk memantau serangan maka perlu diamati tiap pokok atau sampel pokok untuk melihat luka atau keratan baru. (Lubis, 2008). Kerugian akibat serangan kumbang O. rhinoceros sangat besar terutama pada areal replanting. Gerekan O. rhinoceros dapat merusak daun dan apabila mencapai titik tumbuh akan dapat menyebabkan kematian tanaman sampai 80% (Susanto dkk, 2012).
Gambar 2. Kumbang tanduk 3. Babi hutan Konversi hutan, punahnya predator alami dan aktivitas manusia di kawasan
hutan
setelah
ditebang-pilih
menyebabkan
perpindahan,
peningkatan populasi dan serangan babi hutan ke kebun sawit. Ekosistem kebun sawit memberikan daya dukung yang baik terhadap perkembangan babi hutan (Sus scrofa) dan dimanfaatkan oleh babi hutan sebagai sumber makanan, tempat berlindung, beristirahat dan berkembang biak. Babi hutan Sus scrofa memiliki adaptasi dan penyebaran yang tinggi pada habitat yang berbeda, sehingga babi hutan ini dapat berkembang biak dengan cepat, yaitu 2-10 ekor per kelahiran per tahun (Sibuea dan Tular, 2000). Permasalahan utama bagi petani di kebun sawit adalah serangan babi hutan terhadap anakan sawit, karena dapat mengurangi jumlah pohon karet yang hidup dan menghambat laju pertumbuhan anakan karet (Williams et al., 2001). Penelitian pengaruh babi hutan terhadap pertumbuhan menemukan bahwa : 1.
70% batang anakan sawit pada kebun yang dipagar menjadi patah terutama disebabkan oleh babi hutan;
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 13
2.
Pada sistim sisipan, anakan sawit yang terserang babi hutan rata-rata mencapai lebih dari 50%. Berbagai metode perlindungan terhadap serangan babi hutan telah
dilakukan oleh petani secara tradisional, antara lain dengan memagar anakan sawit, memagar kebun, penggunaan anakan karet besar, penutupan anakan karet dengan semak, berburu, penggunaan predator (ular python) dan memasang perangkap, namun demikian cara ini dirasakan kurang efektif, walaupun memerlukan tenaga serta biaya yang cukup tinggi. Hasil pengamatan ICRAF terhadap cara pengendalian hama babi hutan yang dilakukan oleh masyarakat menunjukkan hasil sebagai berikut: 1. Pemagaran kebun dan pembersihan semak kurang efektif karena anakan sawit tetap terkena serangan yang cukup tinggi. Sedangkan pemagaran individu anakan sawit dengan bambu dan ikatan duri pada sistem sisipan dapat mengurangi tingkat serangan babi hutan. Cara ini cukup efektif tetapi memerlukan biaya tinggi. 2. Kombinasi perlakuan pemagaran individu anakan sawit - penutupan anakan sawit dengan semak - penggunaan perangkap dan pemberian racun dapat mengurangi tingkat serangan. 3. Penggunaan kayu manis yang ditanam dengan anakan sawit kurang efektif, kemungkinan disebabkan kayu manis yang tumbuh kurang baik akibat kurangnya cahaya. 4. Jarak kebun dengan jalan yang dekat dan aktivitas petani di lahan yang tinggi dapat mengurangi kehadiran babi hutan. Pengendalian yang efisien harus menggunakan pendekatan landsekap karena pengendalian serangan babi hutan secara lokal dapat menyebabkan peningkatan serangan babi hutan pada lokasi lainnya, misalnya kombinasi antara menjaga tempat untuk berlindung babi hutan (hutan-hutan di sekitar aliran sungai, semak belukar tua dan lain-lain) dan cara-cara tradisional, sehingga serangan babi hutan tetap pada tingkat yang wajar yang tidak merugikan petani.
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 14
Gambar 3. Babi Hutan B. Penyakit Menurut Rahmat Rukmana dan Sugandi Saputra (2005:11), penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama. Tanaman sakit adalah suatu keadaan proses hidup tanaman yang menyimpang dari keadaan normal dan menimbulkan kerusakaan. Makna kerusakan tanaman adalah setiap perubahan yang menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil. Berikut ini beberapa contoh penyakit yang sering terjadi pada tanaman kelapa sawit: 1.
Penyakit Bercak Daun Penyakit biotik yang banyak ditemukan di pembibitan awal adalah penyakit
bercak daun yang disebabkan oleh jamur Curvularia sp., Cochlibolus carbonus, Drechslera halodes var. elaeicolg Helminthosporium sp., Pestalotia sp., Cercospora SP. dan Corticium solani (Semangun, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Sitindaon (2006), bibit kelapa sawit yang berada di lokasi Sentral Pengembangan Pertanian (SPP) Universitas Riau diserang oleh penyakit. Intensitas serangan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Pestalotia sp. yaitu 29,78 %, intensitas serangan bercak daun yang disebabkan oleh Curvularia lunata yaitu 67,56 %, dan intensitas serangan bercak daun yang disebabkan oleh Cercospora sp. yaitu 71,81 %. Penyakit bercak daun ini berakibat sangat menghambat pertumbuhan bibit kelapa sawit sampai matinya bibit, sehingga perlu diperhatikan cara pengendaliannya. KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 15
Pengendalian penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Cercospora sp. yang dilakukan di lapangan masih didominasi oleh penggunaan fungisida sintetik yang kadang-kadang sampai berlebihan sehingga dikhawatirkan menimbulkan residu fungisida, pencemaran lingkungan, dan ketahanan patogen terhadap fungisida (Rahaju, 1999). Salah satu alternatif pengendalian Iain adalah dengan penggunaan bahan alami yang ramah lingkungan, murah, dan banyak tersedia di alam. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah senyawa kitosan dari limbah kulit udang putih (Rogis dkk., 2007).
Gambar 4. Bercak Daun
2.
Penyakit Tajuk Daun Tanaman muda yang sakit mempunyai banyak daun yang membengkok ke bawah di tengah pelepahnya. Pada bengkokan ini tidak terdapat anak daun atau anak daunnya kecil, atau robek-robek. Gejala ini mulai tampak pada janur. Di disini anak-anak daun yang masih terlipat itu tampak busuk pada sudut atau tengahnya. Untuk sementara tanaman terhambat pertumbuhannya tetapi kelak akan sembuh dengan sendirinya. Meskipun demikian ada kalanya tanaman yang sembuh tadi menjadi sakit kembali, yang nantinya akan sembuh untuk seterusnya. Penanggulangan nya yaitu dengan melakukan seleksi indukan yang tidak mempunyai sifat karie penyakit ini tetapi menggunakan indukan yang lebih sehat.
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 16
Gambar 5. Penyakit Tajuk Daun 3.
Penyakit Busuk Kuncup Kelapa Sawit Penyakit ini dapat menyerang tanaman kelapa sawit dengan gejala mengering bagian pucuk dan bila dibelah akan mengeluarkan bau yang busuk. Penyakit ini menyerang tanaman yang akan memasuki masa produksi dan yang telah produksi. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian tanaman, dan berlangsung sangat cepat bila serangan masuk ke titik tumbuh. Penyebab penyakit sama dengan penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah pada tanaman kelapa yaitu Phytophthora sp. (Semangun, 1990). Penanggulangan nya yaitu dengan memotong bagian kuncup yang terserang, serta juga dapat dengan menggunakan fungisida dan herbisida tetapi yang lebih efektif adalah pemotongan kuncup yang terserang penyakit.
Gambar 6. Kuncup Daun Busuk
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 17
BAB III METODE
3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah literatur yang tertera pada daftar pustaka.
3.2 Metode Kerja Metode kerja yang digunakan penulis adalah metode kerja yang disesuaikan dengan hasil penelitian dari Nugraha Sembiring dan Mena Uly Tarigan (2013) pada kebun kelapa sawit PT Socfin Indonesia Kebun Matapao di Desa Matapao, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. KHL adalah pelaksana langsung pekerjaan di kebun yang bertugas melaksanakan segala kegiatan kebun yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan kebun. Adapun hal yang akan dijelaskan meliputi: jumlah hama, tingkat serangan, kejadian serangan hama, tingkat kerusakan tanaman, perhitungan tingkat kerusakan tanaman, dan penanggulangan hama pada tanaman kelapa sawit.
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode diagonal (Budiarto, 2002). Sampel diambil mulai dari sudut blok, kemudian diamati berkelanjutan dengan arah diagonal. Pengambilan sampel pada penelitian ini hanya 10 blok dimana 5 blok untuk pengamatan pada tanaman yang belum menghasilkan (TBM), Pada setiap hektar terdapat kira-kira 124 tanaman dengan pola tanam mata lima. Jadi setiap blok tanam terdapat 2480 tanaman. Jumlah sampel yang diambil adalah 248 tanaman dimana pengambilan sampel dilakukan secara diagonal. Hal ini sesuai dengan kaidah pengambilan sampel pada umumnya dimana sampel penelitian minimal sebesar 10% (Budiarto, 2002). Teknik pengamatan dilakukan dengan mengamati jumlah populasi ulat kantong yang ada pada pelepah sawit. Pada areal TBM diamati pada pelepah pelepah no 9-17 dan untuk TM adalah pelepah 7-25.
Periode Pengamatan Periode pengamatan dilakukan pada pagi hingga siang hari untuk memudahkan pengamatan.
Jumlah Hama Pengamatan jumlah hama ini tidak dibedakan pada tiap pelepah yang ada pada tanaman. Pengamatan jumlah hama dilakukan menyeluruh pada tanaman kelapa sawit yang menjadi sampel yang kemudian dijadikan satu data, yaitu data jumlah hama. Jumlah hama yang dihitung akan dijadikan data awal untuk mengamatan tingkat serangan hama.
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 19
Tingkat Serangan Hama Tingkat serangan yang dimaksud disini merupakan tingkat serangan berdasarkan jumlah hama yang terdapat pada pelepah tanaman sawit. Ambang kritis untuk hama ulat kantong ini adalah 5 ekor per tanaman. Adapun tingkat serangan hama ulat kantong ini adalah sebagai berikut: < 2 ekor/pelepah
: Ringan
2-4 ekor/pelepah
: Sedang
>5 ekor/pelepah
: Berat (butuh penanganan)
(Kok et al., 2011)
Kejadian Serangan Hama Kejadian serangan hama merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang oleh hama ulat kantung terhadap seluruh jumlah tanaman yang menjadi sampel. Penghitungan kejadian serangan hama dilakukan dengan rumus: K = n/N x 100% Keterangan: K = kejadian serangan oleh hama tertentu n = jumlah tanaman yang terserang oleh hama tertentu N = jumlah tanaman pada satu plot (Tulung, 2000).
Tingkat Kerusakan Tanaman Tingkat kerusakan tanaman adalah besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ulat kantung terhadap tanaman kelapa sawit yang diukur dengan ketentuan (skor) tertentu. Tingkat kerusakan akibat serangan hama perusak daun (defoliator) ditentukan dengan rumus Kilmaskossu dan Nero-kouw (1993):
Keterangan: KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 20
I: Tingkat kerusakan per tanaman ni: Jumlah tanaman dengan skor ke-i vi: Nilai skor serangan N: Jumlah tanaman yang diamati V: Skor tertinggi Tingkat skor yang digunakan adalah: 0 : sehat 1 : Sangat ringan (1-20%) 2 : Ringan (21-40) 3 : Sedang (41-60%) 4 : Berat (61-80%) 5 : Sangat berat (81-100%). (Kilmaskossu dan Nero-kouw, 1993)
Hasil Pengamatan Adapun hasil pengamatan tingkat serangan ulat kantong dapat dilihat dari Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah ini Tabel 1. Data hasil pengamatan sampel tertinggi masing-masing tahun tanam Jumlah
Nomor
Jumlah
Tahun
Sampel
Sampel
Pelepah
Tanam/Blok
yang
yang
yang
Terserang
Terserang
Terserang
14
50
8
3
42
14
2011/27
2011/34
Tingkat
Tingkat
Jumlah
Serangan
Kerusakan
Hama
Hama
Tanaman
(ekor/pelepah)
(%)
119
14,87
50,0
3
10
1,25
12,5
30
1
13
1,62
5,0
129
2
78
9,75
17,5
147
7
12
1,5
45
2010/33 2009/28
49
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 21
2009/29
2008/36
2006/18
29
2
52
6,5
10,0
42
2
20
2,5
12,5
48
1
93
5,17
3,33
173
5
28
1,56
16,67
5
18
5
22
1,22
1,.00
7
5
2
11
0,61
6,67
145
2
5
0,28
2,22
151
3
4
0,22
6,67
90
5
28
1,56
7,78
26
29
2006/19 2004/20
2004/21
6 6
Jumlah hama tertinggi pada semua blok terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama. Hama ini sudah jauh melebihi ambang batas, sehingga sangat diperlukan penanganan khusus dalam pengendaliannya. Tingginya jumlah hama pada sampel 50 blok 27 dapat disebabkan oleh pengamatan perkembagan hama yang berada pada TBM masih kurang. Kok et al. (2011) menyatakan kontrol yang baik sangat memudahkan dalam pengendalian ulat kantong. Batas populasi kritis untuk ulat kantong adalah 5 ekor ulat/pelepah. Ketika jumlah ulat melampaui batas populasi kritis, maka akan dilakukan pengendalian. Selain itu pada tanaman yang baru ketersediaan nutrisi tanaman sangatlah banyak. Rhainds et al. (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi nutrisi yang terkandung dalam daun tanaman yang menjadi makanan ulat kantong, akan meningkatkan pertumbuhan ulat kantong. Daun tanaman yang mengandung banyak nutrisi akan menyediakan makanan yang cukup untuk perkembangan larva. Tingkat serangan tertinggi pada semua blok yang terjadi selaras dengan jumlah hama, karena tingkat serangan merupakan perbandingan antara jumlah hama dengan jumlah pelepah yang diamati. Tingkat serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 22
14.875 (15 ekor per pelepah) dimana pada tingkat serangan ini termasuk ke dalam kategori berat (>5ekor/pelepah) dan membutuhkan penanganan. Beratnya serangan ulat kantong dikarenakan areal pertanaman yang baru saja mengalami pengolahan untuk penanaman ulang. Areal baru akan mengurangi jumlah musuh alami ulat kantong. Syed dan Sankaran (1972) mengemukakan bahwa keberadaan musuh alami di areal pertanaman dapat menekan perkembangan ulat kantong. Semakin sedikit musuh alami maka perkembangan ulat kantong semakin tinggi Intensitas serangan tertinggi pada semua blok terdapat pada sampel 50 blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50 termasuk dalam kategori sedang, dimana ada beberapa pelepah yang sudah mencapai tingkat keparahan yang tinggi yaitu skala 4 dan 5. Skala 4 dan 5 merupakan skala intensitas dimana pelepah tanaman sudah mengalami kerusakan yang tinggi dan daun sudah mencoklat kering seperti nekrosis. Hal ini dikarenakan penanganan yang lambat sehingga serangan keadaan pelepah sudah menjadi parah (defoliasi). Basri dan Kevan (1995) menyatakan bahwa larva muda ulat kantong memakan jaringan epidermis dan larva yang lebih tua mampu membuat lubang pada daun kelapa sawit. Akan terjadi nekrosis dan skeletonisasi pada jaringan daun. Hal ini memicu kerugian yang tinggi pada pertanaman kelapa sawit. Kondisi tanaman yang masih kecil tidak mampu menahan angin sehingga berhembus cukup kencang. Angin juga merupakan salah saru faktor pendukung dalam perkembangan ulat kantong. Angin yang kencang akan membawa larva yang kecil untuk berpindah ke pohon yang lain.
Tabel 2. Data hasil pengamatan sampel kejadian serangan tanaman per blok Tahun Tanam
Kejadian Serangan (%)
2011
4,89
2011
1,05
2010
4,89
2009
17,13
2009
9,09
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 23
2008
10,14
2006
1,75
2006
2,45
2004
2,10
2004
2,10
Persentase kejadian serangan yang tertinggi pada semua blok tamanan terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 17,13%. Pengendalian yang terlambat adalah pemicu ttingginya kejadian serangan hama. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah tanaman yang terserang dan jumlah ulat kantong yang diketahui. Terlebih jumlah dan masa perkembangan yang besar dari ulat kantong mendukung dalam besarnya jumlah tanaman yang terserang. Rhainds et al. (1995) menyatakan bahwa perkembangan hama ini sangat cepat. Induk betina dapat menghasilkan telur berkisar antara 200-300 butir dalam 1 kelompok telur. Rata-rata jumlah telur yang menetas dari satu kelompok telur adalah berkisar 140-210 neonat. Hama ini mempunyai tubuh yang kecil sehingga memungkinkan untuk penyebaran hama ini dibantu dengan tiupan angin. Tabel 3. Jumlah dan Jenis Individu Serangga Hama yang ditemukan pada Setiap Plot di Perkebunan Kelapa Sawit Jumlah Jenis Serangga No.
(Ni) Ordo
1
Individu
Family
Coleoptera Curculionidae
Genus/Spesies Rhynchophorus
5
ferrugineus 2
Coleoptera Scarabaeidae
Oryctes rhinoceros
3
Isoptera
4
Lepidoptera Pyralidae
Tirathaba
7
5
Lepidoptera Limacodidae
Setora nitens
8
6
Lepidoptera Noctuidae
Ostrinia
12
Rhinotermitidae Coptotermes
15 178
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 24
7
Lepidoptera Crambinae
Cnaphalocrocis
9
8
Orthoptera
Acrididae
Melanoplus
18
9
Orthoptera
Acrididae
Valanga
20
10
Orthoptera
Tettigoniidae
Scudderia
12
Jumlah Total
284
BAB V PENUTUP KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 25
5.1 Kesimpulan Hama adalah semua binatang yang mengganggu dan merugikan tanaman. Sedangkan penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama. Ada beberapa golongan yang harus dipahami golongan dari hama yaitu golongan serangga, golongan mamalia, golongan binatang lunak, dan golongan aves. Penyakit yang sering terjadi pada tanaman sawit yaitu Genodherma. Penyakit genodherma ini disebabkan oleh jamur dan bakteri. Untuk Pengendalian terhadap hama dan penyakit yang terjadi pada tanaman sawit, itu disesuiakan dan tergantung dengan jenis apa hama dan penyakit itu sendiri. Cara-cara pengendalian hama terbagi menjadi tiga yaitu secara manual, mekanis dan biologi. Berdasarkan data yang di atas. jumlah kejadian serangan hama banyak terjadi pada tanaman muda (TBM). Persentase kejadian serangan yang tertinggi terdapat pada blok 28 dengan tahun tanam 2009 yaitu sebesar 17.13%. Jumlah hama tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu berjumlah 119 ekor hama/tanaman. Tingkat serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu 14.875 (15 ekor/pelepah) dengan kategori berat (>5 ekor/pelepah). Intensitas serangan tertinggi terdapat pada sampel 50 pada blok 27 dengan tahun tanam 2011 yaitu sebesar 50 termasuk dalam kategori sedang dengan kriteria skala 3 (41-60%). Secara umum serangan ulat kantong di PT SOCFINDO Kebun Matapao masih dalam keadaan ringan. Penanggulangan yang dilakukan adalah dengan pengontrolan hama yang baik serta rutin pada tanaman kelapa sawit TBM karena ulat kantong sangat menyukai nutrisi yang terdapat pada daun kelapa sawit yang masih muda. Pemindahan bibit kelapa sawit juga dapat mengurangi populasi dari ulat kantong dan juga menambah musuh alami dari ulang kantong itu sendiri. Pengendalian ulat kantong juga bisa dengan pestisida jenis Deltametrin.
5.2 Saran KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 26
Dari makalah yang telah ditulis, maka saran untuk kebaikan kedepannya, yaitu sebagai berikut: 1.
Pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit sebaiknya dan seminimal mungkin tidak menggunakan zat kimia yang dapat mengurang produktivitas dari tanaman kelapa sawit itu sendiri;
2.
Pengontrolan rutin merupakan hal yang sangat penting karena tanaman kelapa sawit sangat rentan terhadapat hama dan penyakit terutama tanaman TBM;
KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 27
DAFTAR PUSTAKA
Basri, M. W. and P. G. Kevan., 1995. Life history and feeding behaviour of the oil palm bagworm, M. plana Walker (Lepidoptera: Psychidae). Elaeis. 6(2):82-101. BPS, 2012. Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Ditjenbun, Jakarta. Budiarto, E., 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC, Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan. 2008. Statistka Perkebunan Indonesia, Kelapa Sawit. Ditjenbun. Jakarta Hamim, S., Purnomo, Hariri, M., 2011. Population Assessment And Approporiate Spraying Technique To Control Tha Bagworm (Metisa plana Walker) in North Sumatera And Lampung. J Agrivita, Vol 33 No 2. Bandar Lampung Kilmaskossu, S.T.E.M and J.P. Nero-kouw. 1993. Inventory of Forest Damage at Faperta Uncen Experi-ment Gardens in Manokwari Irian Jaya Indonesia. Proceedings of the Symphosium on Biotechnological and environmental Approaches to Forest and Disease Management. SEAMEO, Bogor. Kok, C.C., Eng, O.K., Razak, A.R., dan Arshad, A.M., 2011. Microstructure and Life Cycle Of Metisa Plana Walker. J Sustainability Science and Management, Vol 6 No 1; 51-59. Malaysia. Rhainds, M., G. Gries and C. Chinchilla. 1995. Pupation site and emergence time influence the mating success of female bagworms, Oiketicus kirbyi (Lepidoptera: Psychidae). Entomologia Experimentalis et Applicata. 77:183-187. Rhainds, M., D. R. Davis and P. W. Price, 2009. Bionomics of Bagworm (Lepidoptera; Psychidae). Annu. Rev. Entomol. 2009. 54:209–26 Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta. Syed, R. A. and Sankaran, T., 1972. The Natural Enemies of Bagworns on Oil Palms in Sabah, East Malaysia. Pacific Insects 14 (1): 57-71 Tulung, M. 2000. Study of Cacoa Moth (Conopomorpha cramerella) Con-trol in North Sulawesi. Eugenia 6 (4): 294-299 KELOMPOK: 5 ALSINTAN KELAS C 28