BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan
beserta
pengawasan
yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Kegiatan
konstruksi
kecelakaan
konstruksi
relatif
tinggi
dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola sebagaimana dengan aspek lainnya dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber daya manusia, keuangan dan pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa adanya intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Menurut Kepmenaker 05 tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan/desain, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan, bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
1
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana
penerapan
sistem
dan
mekanisme
pengelolaan
keselamatan dan kesehatan kerja pada pelaksanaan proyek konstruksi.
1.3 Tujuan 1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis. 2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. 5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 6. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungin dalam bekerja.
2
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Secara Filosofis Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adl dan makmur.
Secara Keilmuan Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Tujuan K3 Tujuan dari k3:
Melindungi kesehatan, keamanan dan keselamatan dari tenaga kerja.
Meningkatkan efisiensi kerja.
Mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Dasar hukum k3 :
UU No.1 tahun 1970
UU No.21 tahun 2003
UU No.13 tahun 2003
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-5/MEN/1996
3
Bahaya dalam K3 Dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Kimia Terhirupnya atau terjadinya kontak antara manusia dengan bahan kimia berbahaya. Contoh: abu sisa pembakaran bahan kimia, uap bahan kimia dan gas bahan kimia. 2) Fisika -
Suatu temperatur udara yang terlalu panas maupun terlalu dingin.
-
keadaan yang sangat bising.
-
keadaan udara yang tidak normal.
Contoh: Kerusakan pendengaran dan Suatu suhu tubuh yang tidak normal 3) Proyek/ pekerjaan -
Pencahayaan atau penerangan yang kurang.
-
Bahaya dari pengangkutan barang.
-
Bahaya yang ditimbulkan oleh peralatan.
Contoh: -
Kerusakan penglihatan
-
Pemindahan barang yang tidak hati-hat sehingga melukai pekerja
-
Peralatan kurang lengkap dan pengamanan sehngga melukai pekerja.
Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam
4
perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuanketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah. Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. menghambat
Kekurangankekurangan penerapan
pedoman
tersebut di
tentunya
lapangan,
serta
sangat dapat
menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi. Pedoman K3 Konstruksi selama hampir dua puluh tahun masih menjadi pedoman yang berlaku. Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, yang kini dikenal sebagai Departemen Pekerjaan Umum, mulai memperbarui pedoman ini, dengan dikeluarkannya KepMen Kimpraswil No. 384/KPTS/M/2004
5
Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan” yang baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan gedung, belum dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari cakupan isinya, Pedoman Teknis K3 untuk bendungan tersebut sebenarnya dapat digunakan pula untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan” juga mencakup daftar berbagai penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan. Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di Amerika Serikat misalnya, (OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and Health Administration (OSHA), sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara berkala (setiap tahun). Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat komprehensif dan mendetail. Hal lain yang dapat dicontoh adalah penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk menjawab secara spesifik berbagai isu utama yang muncul dalam pelaksanaan pedoman teknis di lapangan. Pedoman yang dibuat dengan tujuan untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan, selayaknya secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan demikian, pelaku konstruksi akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri.
6
Bahaya Konstruksi - Terbentur - Membentur - Terperangkap - Jatuh dari ketinggian - Pekerjaan yang terlalu berat. - Terkena aliran listrik - Terbakar Strategi Penerapan K3 di Proyek Konstruksi Kebijakan K3 Merupakan landasan keberhasilan K3 dalam proyek. Memuat komitment dan dukungan manajemen puncak terhadap pelaksanaan K3 dalam proyek. Harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja dan digunakan sebagai landasan kebijakan proyek lainnya. Administratif dan Prosedur Kontraktor harus memiliki organisasi yang menangani K3 yang besarnya sesuai dengan kebutuhan dan lingkup kegiatan. Organisasi K3 harus memiliki asses kepada penanggung jawab projek. Kontraktor harus memiliki personnel yang cukup yang bertanggung jawab mengelola kegiatan K3 dalam perusahaan yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
7
Kontraktor harus memiliki personel atau pekerja yang cakap dan kompeten dalam menangani setiap jenis pekerjaan serta mengetahui sistim cara kerja aman untuk masing-masing kegiatan. Kontraktor harus memiliki prosedur kerja aman sesuai dengan jenis pekerjaan dalam kontrak yang akan dikerjakannya. Identifikasi Bahaya Sebelum memulai suatu pekerjaan,harus dilakukan Identifikasi Bahaya guna mengetahui potensi bahaya dalam setiap pekerjaan. Identifikasi Bahaya dilakukan bersama pengawas pekerjaan dan Safety Departement. Identifikasi Bahaya menggunakan teknik yang sudah baku seperti Check List, What If, Hazops, dan sebagainya. Semua hasil identifikasi Bahaya harus didokumentasikan dengan baik dan dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan. Safe Working Practices Harus disusun pedoman keselamatan untuk setiap pekerjaan berbahaya dilingkungan proyek misalnya : - Pekerjaan Pengelasan - Scaffolding - Bekerja diketinggian - Penggunaan Bahan Kimia berbahaya - Bekerja diruangan tertutup 8
- Bekerja diperalatan mekanis dan sebagainya Safety Inspection Inspeksi dilakukan secara berkala. Dapat dilakukan oleh Petugas K3 atau dibentuk Joint Inspection semua unsur dan Sub Kontraktor. Equipment Inspection Semua peralatan (mekanis,power tools,alat berat dsb) harus diperiksa oleh ahlinya sebelum diijinkan digunakan dalam proyek. Semua alat yang telah diperiksa harus diberi sertifikat penggunaan dilengkapi dengan label khusus. Pemeriksaan dilakukan secara berkala. Keselamatan Kontraktor (Contractor Safety) Harus
disusun
pedoman
Keselamatan
Konstraktor/Sub
Kontraktor. Perusahaan harus menerapkan Contractor Safety Management System (CSMS) CSMS adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola kontraktor yang bekerja di lingkungan perusahaan. CSMS merupakan sistim komprehensif dalam pengelolaan kontraktor sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan pekerjaan.
9
Tujuan CSMS: -
Untuk meyakinkan
bahwa kontraktor
yang bekerja
dilingkungan perusahaan telah memenuhi standar dan kriteria K3 yang ditetapkan perusahaan. -
Sebagai alat untuk menjaga dan meningkatkan kinerja Keselamatan di lingkungan kontraktor.
-
Untuk mencegah dan menghindarkan kerugian yang timbul akibat aktivitas kerja kontraktor.
Dasar Penerapan CSMS: -
Undang-undang Keselamatan Kerja No 1 Tahun 1970 Perusahaan bertanggung jawab menjamin keselamatan setiap orang yang berada ditempat kerjanya (termasuk kontraktor dan pihak lainnya yang berada di tempat kerja).
-
Undang
undang
Perlindungan
Konsumen
Perusahaan wajib melindungi keselamatan konsumen sebagai akibat kegiatan perusahaan API RP 2221. Keselamatan Transportasi Kegiatan Proyek melibatkan aktivitas transportasi yang tinggi. Pembinaan dan Pengawasan transportasi diluar dan didalamn lokasi Proyek. Semua kendaraan angkutan Proyek harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pengelolaan Lingkungan
10
Selama proyek berlangsung harus dilakukan pengelolaan lingkungan dengan baik mengacu dokumen Amdal/UKL dan UPL. Selama proyek berlangsung dampak negatif harus ditekan seminimal mungkin untuk menghindarkan kerusakan terhadap lingkungan. Pengelolaan Limbah dan B3 Kegiatan proyek menimbulkan limbah dalam jumlah besar, dalam berbagai bentuk. Limbah harus dikelola dengan baik sesuai dengan jenisnya. Limbah harus segera dikeluarkan dari lokasi proyek. Keadaan Darurat Perlu disusun Prosedur keadaan darurat sesuai dengan kondisi dan
sifat
bahaya
proyek
misalnya
bahaya
kebakaran,
kecelakaan, peledakan dan sebagainya. SOP Darurat harus disosialisasikan dan dilatih kepada semua pekerja. Accident Investigation and Reporting System Semua kecelakaan dan kejadian selama proyek harus diselidiki oleh petugas yang terlatih dengan tujuan untuk mencari penyebab utama agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
11
Alat Pelindung Diri Adapun bentuk peralatan dari alat pelindung: a) Safety helmet Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda-benda yang dapat melukai kepala. b) Safety belt Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat trasportasi. c) Penutup telinga Berfungsi sebagai penutu telinga ketika bekerja di tempat yang bising. d) Kaca mata pengamanan Berfungsi sebagai pengamanan mata ketika bekerja dari percikan. e) Pelindung wajah Berfungsi sebagai pelindung wajah ketika bekerja. f) Masker Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihisap di tempat yang kualitas udaranya kurang bagus. g) Safety Shoes Berfungsi mengurangi dampak dan menghindarkan terlukanya jari-jari kaki dari hantaman,tusukan atau timpaan benda yang berat dan keras pada saat terjadi kecelakaan kerja.
12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Pelaksanaan prosedur K3 dalam pekerjaan konstruksi bangunan telah diatur dengan berbagai aturan yang secara jelas memberikan batasanbatasan dalam pekerjaan kosntruksi agar pekerjaan konstruksi berjalan dengan baik tanpa menimbulkan bahaya. Prosedur K3 juga telah memberikan langkah-langkah dalam mencegah dan menangani bahaya dan kecelakaan dalam proyek kosntruksi. 3.2 Saran Program K3 harus lebih ditingkatkan lagi supaya para pekerja lebih
merasa aman dan nyaman.
13