MAKALAH KONSEP PERSONAL MASTERY Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kulian Kepemimpinan Dan Berfikir Sistem yang di ampu oleh : Agnes Mersatika Hartoyo, S.K.M., M.Kes
OLEH ; KELOMPOK 2 KELAS K3 1. Evi Sartika 2. La Ode Nahrul Jamiat 3. Nasruddin 4. Siti Azzahra 5. Tuti Mulyanti 6. Winda Sari Ondjo 7. Emi Ayu Elsawati 8. Rahma Windi Astuti
(J1A1 17 037) (J1A1 17 068) (J1A1 17 088) (J1A1 17 132) (J1A1 17 143) (J1A1 17 285) (J1A1 17 309) (J1A1 17 327)
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunianya kami masih diberi kesempatan. Untuk menyelesaikan tugas Kepemimpinan Dan Berfikir Sistem Kesehatan Masyarakat. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing ibu Agnes Mersatika Hartoyo, S.K.M., M.Kes, yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun tugas ini. Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu Kepemimpinan Dan Berfikir Sistem Kesehatan Masyarakat, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya tugas ini dapat terselesaikan. Semoga tugas kami dapat bermanfaat bagi para mahasiswa umum khususnya pada diri kami sendiri dan semua yang membaca tugas kami ini. Dan mudah-mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun tugas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Kendari, 16 Maret 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem 2.2 Unsur Dalam Sistem 2.3 Cara Berpikir Sistem 2.4 Mengubah Pola Pikir 2.5 Pemikiran Sistem dan Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan
iii
iv
BAB I PEMBAHASAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman identik dengan modernisasi dan pertumbuhan yang pesat di segala bidang, hal ini memaksa setiap organisasi untuk terus berkembang dan tumbuh mengikuti zaman. Sehingga setiap organisasi harus melakukan perubahan dan berbagai perbaikan seperti memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen/klien, merekrut SDM terbaik, serta memperbaiki sistem agar tetap dapat bertahan. Kunci sukses sebuah perubahan terletak pada sumber daya manusia yaitu sebagai inisiator dan agen perubahan terus menerus, pembentuk proses serta budaya yang secara bersama meningkatkan kemampuan perubahan organisasi. Keanekaragaman sumber daya manusia dalam organisasi cukup tinggi, sehingga kemampuan sumber daya manusia tersebut sebagai “agent of change” juga berbeda-beda. Namun demikian, usaha perubahan suatu organisasi akan tercapai jika setiap karyawan
memiliki
kemauan untuk
berubah, tidak
hanya
mengandalkan kemampuan saja (Ulrich Dave, 1988). Organisasi biasanya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individu yang setinggi-tingginya karena pada dasarnya kinerja individu akan berpengaruh pada kinerja dari sebuah tim atau kelompok dan akhirnya akan berpengaruh pada kinerja organisasi. sehingga organisasi lebih mengharapkan perilaku individu yang baik sebagai cerminan dari kinerja yang baik. Beberapa perilaku yang diharapkan dimiliki karyawan adalah OCB (Organizational Citizenship behaviour) dan Personal Mastery. OCB (Organizational Citizenship behaviour) merupakan perilaku individu terhadap organisasi atau orang lain yang dilakukan secara sukarela. Karyawan yang memiliki OCB akan dapat mengendalikan perilakunya sendiri sehingga dapat memilih perilaku yang terbaik untuk kepentingan organisasinya. Begitu
1
2
juga dengan karyawan yang memiliki Personal Mastery. Seperti pendapat Senge (1990) bahwa ada lima disiplin (pilar) yang membuat suatu organisasi menjadi learning organization,
yaitu: Personal Mastery yang merupakan prinsip bagi
seseorang untuk secara terus menerus memperdalam visi pribadi, fokus pada kekuatan diri sendiri, mengembangkan kesabaran diri serta melihat realita secara objective. Sehingga dengan adanya pengembangan dari masing individu dapat meningkatkan kinerja organisasi. Pilar kedua adalah
Mental Model yang
memegang konsep bercermin, dan peningkatan gambaran tentang dunia luar, dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan tindakan kita. Pilar ketiga Shared Vision adalah membangun rasa komitmen dalam suatu kelompok dengan menggambarkan visi perusahaan menjadi visi pribadi karyawan. Pilar keempat Team Learning adalah kelompok berbagi wawasan atau pengalamaan, sehingga dapat mengembangkan otak dan kemempuan berpikir. Pilar terakhir adalah
System Thinking merupakan prinsip tentang
mengaamati seluruh sistem dan tidak hanya fokus pada individu. Kelima point di atas serta adanya Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dapat membantu organisasi untuk mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan. Konsep diri seseorang tergambarkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan individu tersebut. Pandangan terhadap diri sendiri, hasil evaluasi diri, serta harapan terhadap diri sendiri membentuk konsep diri individu. Pemahaman terhadap konsep diri dari sudut pandang psikologi akan membantu untuk membentuk konsep diri yang baik. Konsep diri yang positif kemudian akan membentuk perilaku dan interaksi yang positif pula dalam kehidupan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini antara lain : 1. Bagaimana Definisi Personal Mastery? 2. Bagaiman Konsep Mengenali Diri?
3
1.3 Tujuan 1.1.1
Tujuan Umum Tujuan umum penulis makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dari
personal mastery dan bagaimana konsep dari mengenali diri. 1.1.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus penulisan makalah ini antara lain:
1) Untuk mengetahui Definisi Personal Mastery. 2) Untuk mengetahui Konsep Mengenali Diri.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Personal Mastery Secara turun menurun istilah mastery berasal dari bahasa sansekerta yang berasal dari kata mah yang berarti lebih besar “greater” atau dapat diartikan juga sebagai “maharaja”. Setelah berabad-abad, dalam bahasa Latin dan Inggris mastery diartikan sebagai memiliki arti mendominasi atas sesuatu yang lain,sedangkan dalam bahasa Perancis, berasal dari kata Maitre yang berarti seseorang mempunyai keahlian khusus, cakap, dan ahli dalam sesuatu (Senge et al., 2010 pg 174). Mastery
lebih
direfleksikan
sebagai
maître
yang
menjelaskan
bahwakapasitas seseorang tidak hanya terbatas pada bagaimana ia memproduksi sesuatu namun juga mengenai prinsip yang mendasari proses ia memproduksi hal tersebut. Mastery merujuk pada perasaan bahagia dan upaya dimana kita tidak dapatmenyebut seseorang meraih kesuksesan besar jika hanya melakukan perjuangan dengan cara yang konstan hingga dapat disebut sebagai “masterfull” (Senge et al., 2010 pg 174). Dunham-Taylor dan Pinczuk (2006) mendefinisikan personal mastery sebagai proses internal yang dilakukan ketika kita mengetahui apa yang lebih baik untuk kita yang tidak terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan, namun diikuti oleh berbagai keputusan besar dalam pekerjaan kita. Lingkungan yang keras dan krisis personal
terkadang
mampu
membawa
ke
sebuah
perubahan
tanpa
kitamenginginkan perubahan tersebut dan hal ini mengarahkan untuk mencapai personal mastery. Personal
mastery
adalah
sebuah
pendekatan
untuk
menemukan
kehidupanyang sesungguhnya, berarti, dan terpenuhi dalam kehidupan personal ataupun kehidupan profesional seseorang secara nyata (Dhiman, 2011 pg 69) akan
4
tetapi bukan berarti keberhasilan atau kesuksesan dalam mencapai lingkungan sosial
5
6
seperti memiliki nama, menjadi kaya, populer, mendapatkan kecantikan secara fisik, atau mendapatkan pendidikan yang tinggi namun lebih pada apa yang ada di dalam diri, walaupun hal lain sedang terjadi di sekitar individu tersebut (DunhamTaylor dan Pinczuk, 2006). Seseorang dengan personal mastery yang tinggi akan selalu belajar mengembangkan kemampuannya untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam kehidupan mereka (Senge, Miller and Davidson, 2004 pg 126). Senge (2006) menjelaskan bahwa personal mastery adalah tujuan mayor sebuah organisasi pembelajar yang didasari oleh pembelajaran dan pertumbuhan personal karyawan, dan kreatifitas sebagai pendekatan dalam melakukan sebuah bisnis/ usaha (Healey dan Marcheese, 2012) dan menjadi salah satu pilar dari FifthDiscipline
yang
diperkenalkan
Peter
Senge
dan
membentuk
organisasipembelajar. Senge (2010) mengungkapkan bahwa dalam organisasi pembelajar terdapat lima pilar yang mendasari yaitu: 1. Penguasaan diri (personal mastery) Penguasaan diri merupakan bentuk pembelajaran untuk mengembangkan kapasitas personal untuk menciptakan hasil yang paling diinginkan, dan membentuk
lingkungan
organisasi
dengan
mengembangkan
para
staf
dankaryawan di dalamnya untuk menggapai tujuan dan cita-cita yang mereka inginkan (Senge et al., 2010 pg 15). 2. Model mental (mental models) Model mental adalah sebuah disiplin pembelajaran yang menunjukkan asumsi yang mendalam, generalisasi dan gambaran yang mempengaruhi bagaimana memahami dunia sekitar serta bagaimana mengambil langkah berikutnya (Sedarmayanti, 2014 pg 115). 3. Penjabaran visi (shared vision) Penjabaran visi adalah membangun sebuah komitmen dalam tim, dengan mengembangkan gambaran secara bersama mengenai masa depan yang diharapkan, serta prinsip dan pedoman yang kita harapkan terdapat di dalamnya (Senge et al., 2010 pg 15).
7
4. Pembelajaran tim (team learning) Pembelajaran tim adalah pembelajaran yang menunjukkan proses pengembangan kemitraan dan pengembangan kapasitas tim untuk mewujudkan pembelajaran serta kinerja yang diinginkan anggotanya (Sedarmayanti, 2014 pg 115). 5. Berfikir Sistem (systems thinking) Berfikir sistem adalah sebuah kerangka konseptual berupa cara berfikir dan bahasa dalam mendeskripsikan dan memahami, serta usaha dan hubungan interrelationship yang membentuk sebuah sistem perilaku yang membantuuntuk mengubah pola tersebut secara efektif (Senge et al., 2010 pg 15).Ketika personal mastery menjadi sebuah disiplin, maka sebuah aktivitas akan terintegrasi dalam kehidupan dan didasari oleh dua perubahan yaitu: 1) Secara berkelanjutan akan mengklarifikasi mengenai seberapa penting sesuatu hal untuk diri kita. 2) Secara berkelanjutan belajar memandang dan memahami sesuatu hal denganlebih baik dan jernih (Senge, Miller and Davidson, 2004 pg 126). Personal
mastery
merupakan
satu
hal
yang
sangat
penting
dalampembangunan sebuah organisasi pembelajar yang mengembangkan potensi atau kapasitas seseorang dalam mewujudkan keinginannya dan menciptakan lingkungan organisasi yang memungkinkan mengembangkan seluruh stafnya menggapai cita-cita dan tujuan yang mereka pilih berdasarkan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini berhubungan dengan pembelajaran secara keseluruhan baik pada tingkat individu, tim, atau organisasi itu sendiri (Learning and Pty, ND pg 1)(Senge et al., 2010). Perkembangan sebuah organisasi dikembangkan melalui perkembangan individu-individu di dalamnya.(Senge etal., 2010 pg 127). Istilah mastery diartikan sebagai mendominasi atas orang lain atau suatu hal atau memiliki keahlian pada tingkatan yang spesial (Senge, Miller and Davidson, 2004 pg 127). Personal mastery merupakan level pertama dalam
8
sebuah pembelajaran, yang menjadikan kemampuan individu untuk lebih efektif dalam pembelajaran sepanjang hayat dan berkaitan dengan pengembangan personal, serta untuk menjadi anggota tim yang efektif dalam sebuah pembelajaran(Learning and Pty, ND pg 1) dan ketika seseorang dapat merefleksikan tujuan yang sebenarnya maka individu tersebut akan dapat memulai transformasi, penguasaan, serta aktualisasi diri (Dhiman, 2011 pg 70). Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa personal
mastery
adalah
penguasaan
diri
yang
berkaitan
dengan
pembelajaranindividu untuk selalu mengembangkan dirinya dan belajar sepanjang hayat untuk menjadi seseorang yang lebih efektif untuk menggapai sesuatu yang diharapkan, dimana didalamnya juga memiliki proses dan memungkinkan melibatkan berbagai keputusan besar yang diambil.Menurut Marty Jacobs (2007) pg 1, seseorang yang memiliki personalmastery yang tinggi akan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Memiliki sense khusus mengenai tujuan hidupnya 2) Mampu menilai realitas yang ada dengan akurat. Seseorang dengan personal mastery yang tinggi akan melihat realitas saat ini sebagai sebuah perkumpulan atau sekutu dan bukan sebagai sebuah serangan, mereka belajar mengenai bagaimana cara untuk menerima dan berusaha untuk mengubah daripada melakukan perlawanan terhadap hal tersebut (Senge, Miller and Davidson, 2004 pg 127). 3) Terampil dalam mengelola tegangan kreatif untuk memotivasi diri dalam mencapai kemajuan kedepannya 4) Melihat perubahan sebagai suatu peluang 5) Memiliki rasa keingintahuan yang besar 6) Menempatkan prioritas
yang tinggi
terhadap hubungan personal
tanpamenunjukkan rasa egois atau individualismenya 7) Pemikir sistemik, dimana seseorang melihat dirinya sebagai salah satu bagiandari sistem yang lebih besar (Jacobs, 2007 pg 1).
9
Peter Senge (2004) menjelaskan bahwa seseorang dengan personal mastery yang tinggi memiliki kesadaran “aware” yang tajam akan ketidaktahuan mereka, ketidakmampuan dirinya, dan area perkembangan mereka, serta mereka memilki rasa kepercayaan diri yang dalam (Senge, Miller and Davidson, 2004 pg 127). Menurut Marty Jacobs (2007) pg 1, seseorang yang memiliki personalmastery yang tinggi akan memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Memiliki sense khusus mengenai tujuan hidupnya b) Mampu menilai realitas yang ada dengan akurat. Seseorang dengan personal mastery yang tinggi akan melihat realitas saat ini sebagai sebuah perkumpulan atau sekutu dan bukan sebagai sebuah serangan, mereka belajar mengenai bagaimana cara untuk menerima dan berusaha untuk mengubah daripada melakukan perlawanan terhadap hal tersebut (Senge, Miller and Davidson, 2004 pg 127). c) Terampil dalam mengelola tegangan kreatif untuk memotivasi diri dalam mencapai kemajuan kedepannya. d) Melihat perubahan sebagai suatu peluang. e) Memiliki rasa keingintahuan yang besar. f) Menempatkan prioritas yang tinggi terhadap hubungan personal tanpa menunjukkan rasa egois atau individualismenya. g) Pemikir sistemik, dimana seseorang melihat dirinya sebagai salah satu bagiandari sistem yang lebih besar (Jacobs, 2007 pg 1). Peter Senge (2004) menjelaskan bahwa seseorang dengan personal mastery yang tinggi memiliki kesadaran “aware” yang tajam akan ketidaktahuan mereka, ketidakmampuan dirinya, dan area perkembangan mereka, serta mereka memilki rasa kepercayaan diri yang dalam (Senge, Miller and Davidson, 2004 pg 127).
10
2.2.Konsep Mengenali Diri 1. Konsep Diri Pembahasan mengenai konsep diri sudah dibicarakan sejak para filsuf mulai bertanya-tanya mengenai “diri”. William James, salah satu pelopor psikologi (Mussen dkk., 1979) mencoba menguraikan perbedaan dari “diri” yang menjadisumber dikotomi. James membedakan diri menjadi dua komponen yaitu “aku objek” (me) dan “aku subjek” (I). “Aku objek” adalah keseluruhan diri seseorang yang dapat disebut miliknya, termasuk didalamnya kemampuan, karakteristik sosial dan kepribadian, serta kepemilikan materi. “Aku subjek” adalah diri sebagai yang mengetahui. “Me” dan “I” adalah diri global yang berlangsung bersamaan (Burns, 1979). Mereka merupakan aspek-aspek yang berbeda dari suatu kesatuan yang sama; pembedaan antara pengalaman yang murni (I) dan isi pengalaman (Me); antara pengenal dan yang dikenal. Menurut James diri ini terdiri dari empat (4) komponen, yaitu: 1) Diri spiritual; 2) Diri kebendaan; 3) Diri sosial dan 4) Diri badaniah. Diri spiritual menyangkut kepuasan terhadap apa yang telah kita lakukan, bukan terhadap apa yang kita punyai. Diri kebendaan terdiri atas pakaian dan milik-milik kebendaan yang kita lihat sebagai bagian dari kita. Diri sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan orang lain. Setiap individu memiliki banyak diri-diri sosial yang berbeda-beda, sebanyak individu-individu dan group-group yang dianggap penting. Diri badaniah ditempatkan terakhir. Diri badaniah berkaitan dengan kondisi fisik seseorang, seperti tinggi, gemuk, pendek, berotot, mancung atau pesek, kulit terang atau gelap , rambut lurus atau keriting. Hal senada mengenai konsep diri dikemukakan oleh Cooley pada tahun 1902 (Burns, 1979). Cooley menambahkan pembentukan
konsep
diri
masyarakat seseorang.
sebagai Baginya
faktor penting dalam umpan
balik
yang
diintrerpretasikan secara subjektif dari orang-orang lain merupakan sumber data utama mengenal diri. Teorinya yang terkenal adalah looking-glass-self (Johnson dan Medinnus, 1974), yaitu bagaimana konsep diri seseorang dipengaruhi oleh
11
pendapat orang lain terhadap dirinya. Kaca cermin memantulkan evaluasievaluasi yang dibayangkan orang lain tentang kita. Dengan kata lain, konsep diri merupakan hasil dari penilaian atau evaluasi terhadap diri sendiri dan pendapat orang lain mengenai dirinya sendiri. Pemikiran Cooley kemudian ditindak lanjuti oleh George H. Mead pada tahun 1934 (Johnson & Medinnus, 1974). Bagi Mead, konsep diri tergantung dari kelompok sosial yang ia masuki (Burns, 1979). Dalam interaksi sosial itu individu memperhatikan bagaimana reaksi orang lain terhadapnya. Dengan demikian individu dapat mengantisipasi reaksi orang lain tersebut dengan perilaku yang pantas dan individu juga belajar bagaimana lingkungan bereaksi terhadapnya. Mead (dalam Wyse, 2004), menulis bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan perbandingan sosial yang dilakukan individu. Perbandingan sosial yang dimaksud adalah kita membandingkan diri kita dengan orang-orang yang dianggap penting dan menggunakan informasi tersebut untuk membangun konsep tentang diri kita. Rogers dalam Burns (1979) mendefenisikan konsep diri sebagai kesadaran yang tetap, mengenai pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan Aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Menurutnya dalam Hurlock (1999), membagi konsep diri menjadi dua bagian yaitu konsep diri sebenarnya/ rill dan konsep diri ideal. Konsep diri sebenarnya ialah konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain, dan apa yang kiranya reaksi orang lain terhadapnya. Konsep diri ideal ialah gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakan. Rogers (Alwisol, 2012) mengenalkan dua konsep lagi untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, yaitu incorgruence dan congruence. Incongruence adalah ketidak cocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin, sedangkan congruence berarti situasi yang merupakan pengungkapan pengalamandiri dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral dan sejati. Menurutnya
12
pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Menurut Susana (2007) konsep diri yang sehat tidak sekedar positif, tetapi merupakan gambaran tentang diri yang sesuai dengan kenyataan dirinya (real self). Apabila gambaran tentang dirinya, terutama diri yang dicita-citakan (ideal self) tidak sesuai dengan kenyataan dirinya, maka akan terjadi kesenjangan antara diri yang dicita-citakan dengan kenyataan dirinya. Kesenjangan ini akan menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam diri seseorang. Semakin besar kesenjangan, semakin besar pula rasa tidak nyaman yang ditimbulkan. Ada dua jenis konsep diri negatif (Calhoun & Acocella, 1990). Pertama, pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, dia tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Dia benarbenar tidak tahu siapa dia, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dihargai dalam hidupnya. Kedua, konsep dirinya hampir merupakan lawan dari yang pertama. Disini konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur, dengan kata lain terlalu kaku. Mungkin karena dididik dengan sangat keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat. Tipe ini menerima informasi baru sebagai ancaman dan menjadi sumber kecemasan. Berkaitan dengan evaluasi diri, konsep diri yang negatif menurut defenisinya meliputi penilaian negatif terhadap diri. Apapun yang dilakukan tidak memberi kepuasan terhadap dirinya. Apapun yang diperolehnya tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lain. Konsep diri yang positif merupakan bentuk dari penerimaan diri. Orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik sekali (Wicklund dan Frey (Calhoun & Acocella, 1990). Orang dengan konsep diri positif bersifat stabil dan bervasiasi. Mereka dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Berkaitan dengan pengharapan, orang dengan konsep diri positif merancang tujuan-tujuan yang sesuai dan realistis. Uraian-uraian mengenai konsep diri diatas, semuanya mengarahkan konsep diri kepada hal-hal yang berkaitan dengan individu itu
13
sendiri, yang didalamnya mencakup pandangannya terhadap dirinya, apa yang ia peroleh dari hasil evaluasinya terhadap yang orang lain lakukan, katakan terhadap dirinya. Hasil dari apa yang ia ketahui, yang ia harapkan dan ia evaluasi itu dapat berupa fisik, emosi, sosial maupun spiritual. Berpikir mengenai dirinya sendiri adalah aktivitas manusia yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya, secara harfiah orang akan berpusat pada dirinya sendiri. Sehingga self (diri) adalah pusat dari dunia sosial setiap orang. Sementara, seperti yang telah kita ketahui, faktor genetik memainkan sebuah peran terhadap identitas diri atau konsep diri. Yang sebagian besar didasari pada interaksi dengan orang lain yang dipelajari dimulai dengan anggota keluarga terdekat kemudian masuk ke interaksi dengan mereka di luar keluarga. Dengan mengamati diri, yang sampailah pada gambaran dan penilaian diri, ini disebut konsep diri. William D.Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “ Those psychical, social, and psychologicalperceptions of our selves that we have derived from experiences and our interaction with other”. Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaantentang diri. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi , sosial dan fisik. Konsep ini bukan hanya gambaran deskripstif, tetapi juga penilaian tentang diri. Jadi konsep diri meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri. Menurut Hurlock konsep diri ialah konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan orang lain, apa yang kiranya reaksi orang terhadapnya. Konsep diri ideal ialah gambaran mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakannya. Agustiani (2009) menyatakan konsep diri merupakan merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep ini bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat- saat dini kehidupan anak menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di
14
kemudian hari.Konsep diri menurut Rogers (1997) adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang didasari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat referensi setiap individu yang secara perlahan – perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan ‘’apa dan siapa aku sebenarnya” dan “apa sebenarnya yang harus aku perbuat”. Jadi konsep diri adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Untuk menunjukkan apakah konsep diri yang konkret sesuai atau terpisah dari perasaan dan pengalaman organismik. Konsep dirimerupakan pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita, melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Kita mencintai diri kita bila kita telah dicintai orang lain dan kita percaya diri kita telah dipercaya orang lain(Dedy, 2001). Kartini Kartono dalam kamus besar Psikologinya menuliskan bahwa konsep diri merupakan keseluruhan yang dirasa dan diyakini benar oleh seseorang mengenai dirinya sebagai individu, ego, dan hal hal yang dilibatkan di dalamnya.Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut atau cita – cita yang dimilikinya (Brehm dan Kassin, 1993), atau dapat dimengerti sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki individu tentang karakteristik atau ciri- ciri pribadinya (Worchel dkk, 2000). Berdasarkan pengertian–pengertian diatas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, apa dan bagaimana diri kita. Pandangan tersebut mulai dari identitas diri, cita diri, harga diri, ideal diri gambaran diri serta peran diri kita, yang diperoleh melalui interaksi diri sendiri maupun dengan orang lain.(lingkungan saya) . 2. Dimensi Konsep Diri
15
Ada beberapa dimensi yang terkandung dalam konsep diri, yaitu pengetahuan
seseorang
tentang
dirinya,
pengharapan
mengenai
dirinya
(descriptive) dan penilaian (evaluative) tentang diri sendiri (Calhoun & Acocella, 1990). Berikut ketiga dimensi ini akan dibahas rinci : a) Dimensi pengetahuan Dimensi ini adalah tentang apa yang seseorang ketahui mengenai dirinya sendiri seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan dan lainnya. Faktor-faktor tersebut menempatkan individu kepada suatu kelompok sosial seperti kelompok umur, suku bangsa, dan sebagainya. Akhirnya individu tersebut mengidentifikasikan dengan kelompok sosial tersebut yang menambah daftar julukan kita, seperti kelompok menengah atas, kelompok wanita karir dan lainnya. Julukan-julukan ini berganti setiap hari dan setiap individu tersebut menerima julukan baru, ada informasi baru yang diterima yang individu tersebut masukan ke dalam potret diri mentalnya. b) Dimensi Harapan Rogers (Calhoun dan Acocella 1990) mengemukakan bahwa pada saat individu memiliki satu set pandangan tentang siapa kita, kita juga mempunyai satu set pandangan lain yaitu tentang kemungkinan kita menjadi apa dimasa mendatang. Artinya individu tersebut memiliki pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan ini merupakan diriideal. Diri ideal ini berbeda setiap individu. Apapun harapan setiap individu, semuanya membangkitkan kekuatan yang mendorong menuju masa depan dan memandu kegiatan individu dalam perjalanan hidupnya. c) Dimensi Penilaian Ini merupakan penilaian terhadap diri sendiri (Marsh dkk., 1983). Setiap individu berkedudukan sebagai penilaian tentangnya diri sendiri setiap hari, mengukur apakah kita bertentangan dengan 1) saya-dapat-menjadi-apa, yaitu pengharapan individu bagi dirinya sendiri; 2) saya-seharusnya-menjadi-apa. Hasil pengukuran tersebut disebut rasa harga diri. Rogers menilai bahwa semakin besar ketidaksesuaian antara gambaran kita mengenai siapa kita dan gambaran tentang seharusnya kita
16
menjadi apa atau dapat menjadi apa, akan semakin rendah rasa harga diri kita. 3. Aspek Konsep Diri Konsep diri terbagi atas beberapa bagian. Atwater dalam Puspasari (2007), mengolongkannya dalam lima bagian,setelah melakukan penelitian panjang tentang konsep diri, yaitu pola pandang diri subjektif (subjective self), bentuk dan bayangan tubuh (self image), perbandingan ideal (the ideal self), pembentukan diri secara sosial (the social self) dan skala-skala konsep diri: a) Pola pandangan diri subjektif (Subjective self) Cara pengenalan diri yang terbentuk dari bagaimana individu melihat dirinya sendiri. Biasanya secara umum diri yang dipikirkan itu terdiri dari gambaran-gambaran diri (self image) baik itu potongan visual (seperti bentuk wajah dan tubuh yang diamati ketika bercermin), persepsi diri (umumnya didapati melalui
bentuk
komunikasi
terhadap
diri
sendiri
ataupun
pengalaman
bersosialisasi dengan orang lain). Dengan pemahaman konsep diri, seseorang akan membandingkan dirinya dengan orang lain dalam berbagai hal baik itu bersifat nonfisik. Salah satu proses yang berkaitan dengan perbandingan nonfisik adalah proses perbandingan perspektif. Perbandingan ini dilakukan seseorang untuk melihat karakteristik dirinya dalam mengembangkan diri, seperti tingkat kemampuan komunikasi, tingkat kemampuan untuk menarik perhatian lawan jenis atau lainya. Tentunya mekanisme pengenalan diri nyata dan perseptif tidak dapat dipisahkan. Proses pengenalan diri yang bersifat nyata mempengaruhi persepsi diri kita. Misalnya seseorang yang melihat bayangan dirinya pada cermin secara nyata kemudian secara langsung akan mempengaruhi persepsi dirinya. b) Bentuk dan Bayangan Tubuh (Body Image) Berbeda dengan mekanisme yang sebelumnya, bahwa bayangan tubuh dicermin mempengaruhi persepsinya, sebaliknya yang kedua ini adalah kondisi emosional dapat memberi pengaruh terhadap bagaimana seseorang mengenali
17
bentuk fisiknya. Misalnya pengalaman traumatis yang beresiko besar seperti pelecehan seksual atau kekerasan fisik maupun psikologis lainnya. Korban pada umumnya akan memiliki konsep diri yang negatif pada tubuhnya. c) Perbandingan Ideal Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri dengan sosok ideal yang diharapkan. Proses pembentukan diri ideal ini melalui proses-proses seperti adanya pembentukan harapan diri seperti ingin menjadi cantik atau lebih pandai, persyaratan moral, seperti kejujuran, ketaatan beribadah dan tingkah laku terhadap orangtua. Misalnya anak yang tinggal pada lingkungan yang sangat religious, kemungkinan besar akan memiliki konsep diri yang sangat tinggi pada kejujuran. Menurut Keliat dalam Salbiah (2003), agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, idela diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. d) Pembentukan Diri Secara Sosial (The Social Self) Proses ini merupakan proses melihat diri seperti yang dirasakan orang lain. Seseorang mencoba untuk memahami persepsi orang lain terhadap dirinya. Pembentukan konsep diri ini melibatkan penilaian sekelompok terhadap suatu individu. Penilaian sekelompok orang inilah yang merupakan proses labelisasi terhadap karakteristik konsep diri seseorang. Proses labeling ini, misalnya memanggil anak dengan nama si gendut, bandel, tukang berkelahi. Pemberian label ini dilakukan berdasarkan persepsi orang terhadap apa yang kelihatan, baik fisik maupun non fisik. Keliat dalam Salbiah (2003) memasukan peran dan identitas dalam pembentukan diri secara sosial. e) Skala-skala Konsep Diri Konsep diri melalui sejarah perkembangan yang cukup panjang, yang meliputi:
18
1) Model terdahulu yang berisikan riset tentang konsep diri sebagai sesuatu yang terdiri dari banyak segi (multifaceted) (Marsh dkk., 1984); 2) Model Shalvelson yang berisikan tentang model konsep diri yang bersifat terorganisasi atau terstruktur, terdiri dari banyak segi (multi-faceted), bersifat hirarkis (dalam hirarki terdapat puncak yang stabil, namun untuk hirarki di bawahnya menjadi kurang stabil sebagai konsekuensi adanya konsep diri pada suatu situasi yang spesifik), bersifat evaluatif maupun deskriptif dan berbeda dari konstruk yang lain (Byrne & Darlene, 1996); 3) Model Shalvelson dan Marsh (Marsh dkk., 1983).
4. Tipe-Tipe Manusia Menurut Kant Yang Bisa Membantu Kita Mengenal Diri Sendiri 1) Sanguinis (Berdarah Ringan), ciri-cirinya: Sering berjanji tapi jarang ditepati, karena tidak dipikir dulu masakmasak. Tak dapat diandalkan. Sukar bertobat, tak pernah kapok, jarang menyesal. Ramah dan periang. Dalam masalah-masalah yang serius cepat bosan, tapi dalam soal hiburan tak bosan-bosannya. 2) Melankholis (Berdarah Berat), ciri-cirinya: Perhatiannya tertuju pada kesulian-kesulitannya. Kurang puas akan dirinya sendiri. Kurang suka melihat orang lain senang (iri, dengki). Tidak mudah percaya pada orang lain. Selalu menepati janji. Selalu bimbang/ragu. 3) Choleris (Berdarah Panas), ciri-cirinya: Cepat terbakar (marah) tapi cepat pula padamnya. Tindakan-tindakannya cepat tapi tidak tetap. Suka memerintah. Mengejar kehormatan, suka dipuji (riya). Suka formalitas. Cinta pada diri sendiri. Kalau berpakaian selalu rapi agar terkesan cerdas. 4) Phlegmatis (Berdarah Dingin), ciri-cirinya:
19
Dalam arti negative:
Tidak peka, lamban. Dorongan yang kuatpun tak mampu membuatnya bertindak. Malas Cenderung bosan dan mengantuk.
Dalam arti positif:
Tidak mudah marah, tapi kalau sudah marah awet. Tidak mudah bergerak, tapi kalau sudah bergerak tahan lama. Tidak risau dengan keadannya itu. Cocok untuk tugas-tugas ilmiah.
5. Cara-Cara Untuk Mengenali Diri Sendiri Mengenal diri sendiri amat penting dalam hidup ini. Sebab orang yang mengenal dirinya akan mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Ia akan pandai menempatkan diri dalam pergaulan. Juga mampu mengelola kelebihannya (potensi) untuk meraih kesuksesan hidup di masa depan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengenal diri sendiri adalah : 1) Mencatat kelebihan dan kekurangan kita. Ambil waktu yang luang dan tenang untuk melakukan hal ini. Lalu biarkan pikiran kita menjelajah masa lalu. Catat prestasi-prestasi yang pernah kita lakukan, sifat-sifat kita yang baik atau yang kurang baik atau kesukaan (hobi) yang kita miliki. Bisa juga kita minta bantuan orang yang kita percayai dan mengenal diri kita secara dekat untuk ditanyai tentang apa sebenarnya kelebihan dan kekurangan kita. 2) Untuk membantu mengenal kelebihan dan kekurangan diri dekatkan diri kita kepada Allah SWT. Dengan ibadah, Allah akan memberikan banyak hidayah kepada kita, termasuk lebih mengenal diri sendiri. “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. 59 :19). 3) Gunakan catatan itu untuk memperbaiki kekurangan kita. Sebaliknya, menggunakan kelebihan yang kita miliki untuk merancang cita-cita yang sesuai dengan potensi (kelebihan) yang kita miliki. 4) Jangan lakukan mengenal diri hanya dengan mengenal kekurangan diri kita saja. Sebabnya dampaknya membuat kita menjadi minder. Apalagi jika kekurangan tersebut adalah kekurangan yang dicapkan orang lain kepada kita. Jangan hidup dengan label yang diberikan orang lain kepada kita padahal kita belum tentu seperti itu. Misalnya, kita percaya bahwa kita
20
orang malas hanya karena beberapa orang mengatakan hal itu, padahal sebenarnya kita adalah orang yang rajin. 5) Mengenal diri sebenarnya bukan hanya siapa diri kita pada saat ini, tapi juga siapa diri kita di masa mendatang (konsep diri). Oleh sebab itu, kita bisa membentuk diri kita seperti apa yang kita kehendaki. Caranya, masukkan terus menerus pikiran positif seperti apa diri kita di masa mendatang. Yakin bahwa kita bisa berubah seperti apa yang kita maui. Niscaya diri kita di masa mendatang akan lebih baik dari diri kita di masa kini (terjadinya peningkatan kualitas diri).
BAB III PENUTUP A. Simpulan Dari hasil tinjauan pustaka diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Secara turun menurun istilah mastery berasal dari bahasa sansekerta yang berasal dari kata mah yang berarti lebih besar “greater” atau dapat diartikan juga sebagai “maharaja”. 2.
Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, apa dan bagaimana diri kita. Pandangan tersebut mulai dari identitas diri, cita diri, harga diri, ideal diri gambaran diri serta peran diri kita, yang diperoleh melalui interaksi diri sendiri maupun dengan orang lain.(lingkungan saya) .
3. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengenal diri sendiri adalah : a. Mencatat kelebihan dan kekurangan kita. Ambil waktu yang luang dan tenang untuk melakukan hal ini. Lalu biarkan pikiran kita menjelajah masa lalu. b. Untuk membantu mengenal kelebihan dan kekurangan diri dekatkan diri kita kepada Allah SWT. Dengan ibadah, Allah akan memberikan banyak hidayah kepada kita, termasuk lebih mengenal diri sendiri. c. Gunakan catatan itu untuk memperbaiki kekurangan kita. Sebaliknya, menggunakan kelebihan yang kita miliki untuk merancang cita-cita yang sesuai dengan potensi (kelebihan) yang kita miliki. d. Jangan lakukan mengenal diri hanya dengan mengenal kekurangan diri kita saja. Sebabnya dampaknya membuat kita menjadi minder. Apalagi jika kekurangan tersebut adalah kekurangan yang dicapkan orang lain kepada kita. Jangan hidup dengan label yang diberikan orang lain kepada kita padahal kita belum tentu seperti itu.
21
e. Mengenal diri sebenarnya bukan hanya siapa diri kita pada saat ini, tapi juga siapa diri kita di masa mendatang (konsep diri). Oleh sebab itu, kita bisa membentuk diri kita seperti apa yang kita kehendaki.
22
23
DAFTAR PUSTAKA https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ikma11.weebly. com/uploads/1/2/0/7/12071055/kelompok_11.pdf&ved=2ahUKEwjTh_6F 4IDhAhVZknAKHbajBugQFjACegQICBAB&usg=AOvVaw2CMGIwLx VnJA096luTzoXx(Diakses pada tanggal 16 Maret 2019) http://repository.unair.ac.id/77630/2/full%20text.pdf (Diakses pada tanggal 16 Maret 2019) Kiling, NoviantiBeatriks dan Kiling, YohanesIndra. 2015. Tinjauan Konsep Diri Dan Dimensinya Pada Anak Dalam Masa Kanak-Kanak Akhir. Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling. Vol. 1, No. 1 : 116-124. Silviani, Ida._. Mengenal Diri https://www.academia.edu/16469858/Mengenal_Diri_Sendiri pada tanggal 16 Maret 2019)
s
Sendiri. (Diakses