Makalah.docx

  • Uploaded by: Riri Syavira
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,672
  • Pages: 14
PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI INDUSTRI PENGOLAHAN BUAH KELAPA SAWIT

Nama : Riri syavira Nim : 4151210012 Kelas : Kimia 2015

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir bisnis dan investasi pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah terjadi Booming. Permintaan atas minyak nabati dan penyediaan untuk biofuel telah mendorong peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari Crude palm Oil (CPO). Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki sekitar 7 ton/hektar. Indonesia memiliki potensi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sangat besar karena memiliki cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja dan kesesuaian agroklimat. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 2007 sekitar 6,8 juta hektar (Ditjen Perkebunan, 2008 dalam Hariyadi, 2009) yang terdiri dari sekitar 60 % diusahakan oleh perkebunan besar dan sisanya sekitar 40 % diusahakan oleh perkebunan rakyat (Soetrisno, 2008). Luas perkebunan kelapa sawit diprediksi akan meningkat menjadi 10 juta hektar pada 5 tahun mendatang. Mengingat pengembangan kelapa sawit tidak hanya dikembangkan diwilayah Indonesia bagian barat saja, tetapi telah menjangkau wilayah Indonesia bagian timur. Perkembangan luas kebun kelapa sawit di Indonesia dewasa, ini cukup pesat, seiring dengan tingginya, permintaan dunia, akan minyak (CPO). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2006) menunjukan bahwa, Indonesia menghasilkan minyak sawit (CPO) 18,8 juta ton. Dari angka tersebut perkiraan limbah pabrik sawit yang dihasilkan dalam setahun berupa, tandan kosong 540 juta ton, serat perasan buah 11,2 juta ton, Lumpur sawit atau solid decanter 7,6 juta ton (2juta ton bahan kering), solid membran 40 juta ton (4 juta ton bahan kering), bungidi inti sawit 8,6 juta ton dan cangkang 7,6 juta ton. Jumlah ini akan terus meningkat dengan bertambahnya jumlah produksi minyak sawit. Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak negative. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan devisa Negara, memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri. Selain dampak positif ternyata juga memberikan nampak negative. Secara ekologis system monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta plasma nutfah, sejumlah spesies tumbuhan dan hewan. Peningkatan luas kebun kelapa sawit yang diiringi dengan peningkatan jumlah produksi, mengakibatkan bertambahnya

jumlah atau kapasitas industri pengelolaan minyak sawit. Hal ini juga akan menimbulkan masalah, karena jumlah limbah yang dihasilkan akan bertambah pula, yang apabila tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik akan pencemaran lingkungan. Limbah industri kelapa sawit terdiri dari limbah cair, padat dan gas. Sementara limbah industri kelapa sawit mengakibatkan dampak ekologi berupa mencemari lingkungan karena akan mengurangi biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, produksi melepaskan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya dan limbah gasnya meningkat nya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara. Sedangkan produk industri kelapa sawit memberikan manfaat yang positif sebagai bahan bioenergi yang lebih ramah lingkungan karena diproduksi dari bahan organic dan dapat diperbaharui. 1.2. Permasalahan  Proses perusakan lingkungan tetap terus berjalan dan kerugian yang ditimbulkan harus ditanggung oleh banyak pihak, tetapi solusi yang tepat belum saja ditemukan. 

Masih adanya kesenjangan yang tetap terpelihara antara masyarakat, industri, pemerintah dan penegak hukum, walaupun sudah ada Undang-undang Lingkungan Hidup sebagai perangkat hukum

1.3. Tujuan Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini untuk memahami tentang limbah industri kelapa sawit. Sedangkan secara khusus penulisan ini bertujuan :  Mengidentifikasi sumber, jenis,dampak dari pada limbah industri kelapa sawit  Mengidentifikasi pengendalian limbah industri kelapa sawit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pohon Industri Kelapa Sawit Dari kelapa sawit bisa dibuat berbagai produk turunan yang dapat diolah secara lebih lanjut. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk mensiasati dalam pengolahan pemanfaatan limbah kelapa buah sawit. 2.2. Limbah Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yeng perkembangannya sangat pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklion. Pada umumnya, limbah cair industri kelapa sawit mengandung bahan organic yang tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawait di kelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bunkil, TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan lindi (leachatea). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. Kandungan unsure hara kompas yang berasal dari limbah kelapa sawit sekitar 0,4 % (N), 0,029 sampai 0,05 % (P 2O5), 0,15 sampai 0,2 % (K2O). Pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dari kolam anaerobic sekunder dengan BOD 3.500 – 5000 mg/liter yang dapat menyumbangkan unsure hara terutama N dan K, bahan organic, dan sumber air terutama pada musim kemarau. Setiap pengoalahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah pada berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200 kg, sedangkan untuk setiap produksi 1 ton minyak sawit mentah (MSM) akan menghasilkan 0,6 – 0,7 ton limbah cair dengan BOD 20.000-60.000 mg/liter. Kandungan hara limbah cair PKS adalah 450 mg N/l, 80 mg P/l, 1,250 mg K/l dan 215 mg/l. Sistem aplikasi limbah cair dapat dilakukan dengan system sprinkle (air memancar), flatbed (melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder).

2.3. Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah kosong dan cangkang sawit. Tandan buah kosong umunya dapat dimanfaatkan kembali dilahan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk kompos. Prosesnya terlebih dahulu dicacah sebelum diaplikasikan (dibuang) ke lahan. Sedangkan cangkang buah sawit dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar (alternative fuel oil) pada boiler dan power generation. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak sawit merupakan sisa dari proses pembuatan minyak sawit yang berbentuk cair. Limbah ini masih banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit yang sering disebut dengan land application. 2.4. Peraturan Pemerintah Terkait Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pemanfaatan air limbah untuk digunakan sebagai pupuk pada lahan di perkebunan kelapa sawit yaitu: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Untuk melakukan pengelolaan limbah cair, diwajibkan melakukan kajian terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada tanah diperkebunan. Hasil kajian ini akan menjadi dasar dalam pemberian ijin pemanfaatan tersebut. Selain kedua peraturan tersebut di atas yang mengatur secara spesifik pemanfaatan air limbah industri kelapa sawit, ada satu peraturan lagi yang dikeluarkan oleh KLH yang mengatur tentang baku mutu air limbah yang boleh dibuang ke lingkungan, yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995.

SUMBER PENCEMAR, PENYEBAB PENCEMAR, JENIS PENCEMARAN, DAMPAK LINGKUNGAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA. 3.1. Sumber Pencemar, Penyebab Pencemar, Jenis Pencemar dan Dampak Lingkungan 3.1. 1. Limbah Cair Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit dapat berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan (13-23 %). Bahkan saat ini limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah / tahun. Ketersediaan limbah itu meupakan potensi yang sangat besar jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Namun sebaliknya akan menimbulkan bencana bagi lingkungan dan manusia jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik dan profesional. Limbah cair kelapa sawit mengadung konsentrasi bahan organik yang relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan dan mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid serta residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila limbah cair ini dibuang ke perairan akan berpeotensi mencemari lingkungan karena akan mengurangi biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, sehingga harus diolah sebelum dibuang. Standar baku mutu lingkungan limbah yang dihasilkan pabrik CPO adalah pH 6 – 9, BOD 250 ppm, COD 500 ppm, TSS (total suspended solid) 300 ppm, NH3 – N 20 ppm, dan oil grease 30 ppm (Naibaho, 1996). Limbah cair yang ditampung pada kolam-kolam terbuka akan melepaskan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain itu gas metan tersebut juga menimbulkan bau yang tidak sedap. Meskipun dengan beberapa teknologi yang telah dikembangkan saat ini limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan biogas, pakan ternak, bahan pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan, tetapi bila limbah cair ini tidak ditangani dengan baik dan profesional akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. 3.1.2. Limbah Padat Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Berikut ini adalah komposisi bahan organik serat dan tandan kosong kelapa sawit. Limbah padat yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit di Indonesia mencapai 15,20 juta ton limbah / tahun. Limbah padat berupa cangkang, tandan

kosong, serat, pelepah, dan batang sawit mengandung 45 % selulose dan 26 % hemiselulose. Limbah-limbah ini akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Pemanfaatan limbah padat dapat berupa pembuatan pupuk kompos, bioetanol, bahan pulp untuk pembuatan kertas, pembuatan sabun dan media budidaya jamur. 3.1.3. Limbah Gas Limbah gas yang dihasilkan industri kelapa sawit dapat berupa gas hasil pembakaran serat dan cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan dan CO2 yang dihasilkan oleh kolam-kolam pengolahan limbah cair. Limbah gas ini akan menyebabkan meningkatnya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara. 3.2. Pengendalian/ Pengelolahan Limbah Buah Kelapa Sawit 3.2.1. Konsep Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina, dkk, 2009). Dalam pengelolaan industri kelapa sawit juga dihasilkan limbah baik yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit maupun yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit. Untuk menghindari masalah lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri kelapa sawit, maka diperlukan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini didukung oleh sikap untuk menciptakan produk yang harus berorientasi lingkungan dan harus dibuat dengan proses yang ramah lingkungan (green consumerism) dan menempatkan lingkungan sebagai non tariff barrier. Oleh karena itu pendekatan yang banyak diterapkan adalah konsep produk bersih (cleaner production). Konsep ini dilakukan dengan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu hingga hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk meningkatkan efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Kata kunci yang diperlukan dalam pengelolaan adalah menimalkan limbah, analisis daur hidup, teknologi ramah lingkungan. Pola pendekatan untuk menciptakan produk bersih adalah pencegahan dan meminimalisasi limbah yang menggunakan hirarki pengelolaan melalui 1 E 4 R yaitu Elimination (pencegahan), Reduce (pengurangan), Reuse (penggunaan kembali), Recycle (daur ulang), Recovery / Reclaim (pungut ulang) (Panca Wardhanu, 2009

3.2.2. Pengelolaan Limbah Cair Limbah Industri Kelapa Sawit Limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan biogas dengan melakukan rekayasa. Limbah cair ditempatkan pada tempat khusus yang disebut bioreaktor. Bioreaktor dapat diatur sedemikian rupa sehingga kondisinya optimum untuk meproduksi biogas. Selain itu juga dapat ditambahkan mikroba untuk mempercepat pembentukan gas metan untuk menghasilkan biogas. Proses tersebut dapat menghasilkan potensi yang sangat besar. Dari 28,7 juta ton limbah cair kelapa sawit dapat dihasilkan 90 juta m3 biogas yang setara dengan 187,5 milyar ton gas elpiji (Anonymous, 2009). Selain itu limbah cair dapat juga dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahan pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan. Salah satu elemen yang sangat penting dalam operasional Pabrik Kelapa Sawit adalah dalam hal pengelolaan Limbah, salah satunya adalah limbah cair atau effluent yang jumlahnya lebih kurang 60% dari capasitas olah pabrik. Jika pabrik mengolah FFB (fresh fruit bunches) sebanyak 420 ton sehari maka limbah cair yang dihasilkan adalah lebih kurang 252 ton effluent. Hal ini jika tidak menjadi perhatian tentunya dapat mencemari lingkungan disekitarnya apalagi tanpa adanya treatmen. Akan tetapi dengan pengelolaan yang baik tidak saja menjadi ramah lingkungan akan tetapi menjadi nilai tambah untuk perusahaan karena dapat di jadikan sebagai nutrien pengganti pupuk dengan cara Land Aplikasi ataupun dikombinasikan dengan Janjangan Kosong sehingga menjadi Enriched Mulch yang dapat menggantikan fungsi pupuk an organik. Jika limbah cair PKS tersebut dibuang langsung ke perairan atau diaplikasikan ke lahan kebun akan mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia, dan biologi bagi badan penerima. Oleh karena itu harus dilakukan pengolahan dan pengelolaan pada limbah sebelum dibuang ke badan penerima. Pemanfaatan buangan akhir dari Pengolahan Limbah cair ke Land Application adalah upaya untuk menjadikan program produksi bersih yang meniadakan buangan akhir limbah cair ke badan air yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan. Untuk penampungan limbah di lahan kebun harus disediakan paritparit penampung yang disebut trenches. Program ini dilakukan harus mendapat izin dari pemerintah sesuai peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Limbah cair atau POME yang menjadi pemantauan utama adalah Centrifuge Waste. Hal ini mengingat tingkat pencemarannya sangat tinggi. Metoda POME ini sederhana dan cepat hanya membutuhkan bahan kimia dan peralatan yang relatif murah. 3.2.3. Pengelolaan Limbah Padat Limbah Industri Kelapa Sawit Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos dengan proses fermentasi dan dimanfaatkan kembali untuk pemupukan kelapa sawit itu sendiri. Penggunaan pupuk tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat penggunaan pupuk kalium hingga 20 %. 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 600-650 kg kompos. Selain itu tandan kosong kelapa sawit mengandung 45 % selulose dan 26 % hemiselulose. Tingginya kadar selulose pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui dengan cepat (renewable). 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 120 liter bioetanol (Anonymous, 2009). Tandan kosong kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pulp untuk pembuatan kertas. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sehingga dapat menambah pendapatan dan mengurangi limbah padat. Cangkang dan serat kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai sumber energi potensial. Cangkang dan serat kelapa sawit biasanya dibakar untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan oleh pembakaran cangkang dan serat telah mencukupi kebutuhan energi pengolahan pabrik kelapa sawit. Namun seiring dengan pelarangan pembakaran cangkang dan serat, maka serat dan cangkang dimanfaatkan untuk keperluan lain. Cangkang saat ini telah dimanfaatkan untuk pembuatan berikat arang aktif dan bahan campuran pembuatan keramik. Sedangkan serat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk. Sementara itu limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit berupa pelepah kelapa sawit dan batang kelapa sawit telah dimanfaatkan sebagai bahan pulp untuk pembuatan kertas dan perabot. Sedangkan daun dan pelepah kelapa sawit digunakan untuk pakan ternak ruminansia.

3.3. Pemanfaatan Limbah Pabrik Sawit untuk Pakan Sapi. 3.3.1. Tandan kosong Tandan kosong merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan oleh pabrik pengolahan sawit. Bahan ini mempunyai protein 3,7 % dan nilai gizinya sama, atau lebih baik dari jerami pada (Osman, 1998). Akan tetapi, teksturnya keras seperti kayu, selungga, tidak disukai oleh ternak kecuali bahan ini diolah lebih dahulu dalam bentuk lain yang lebih disukai. Meskipun sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk pemanfaatan tandan kosong menjadi pakan ternak, kenyataannya sampai saat ini, bahan tersebut umumnya masih digunakan sebagai mulsa, yang dikendalikan ke kebun sawit. Pemanfaatan bahan ini sebagai bahan pakan mungkin merupakan alternatif terakhir, bila bahan pakan lain tidak tersedia lagi. 3.3.2. Serat perasan buah Serat sisa perasan buah sawit merupakan serabut berbentuk seperti benang. Bahan ini mengandung protein kasar sekitar 4% dan serat kasar 36% (lignin 26%). Dari komposisi kimia yang dimiliki, bahan ini mempunyai kandungan gizi yang setara dengan rumput. Penggunaan serat perasan buah sawit dalam ransum sapi telah diteliti oleh Hutagalung et al. (1986). Bahan ini mernpunyai nilai kecernaan sekitar 47%. Penggunaan serat perasan dalam ransum sapi disarankan sekitar 10% dari konsumsi bahan kering. Serat perasan ini kurang disukai oleh ternak sapi, oleh karena itu perlu pengolahan agar bahan ini dapat digunakan secara optimal. Proses fermentasi temyata dapat meningkatkan palatabilitas bahan ini (Suharto, 2004). Perlakuan amoniasi telah dilaporkan dapat meningkadm pertambahan bobot badan sapi bila dibandingkan dengan yang tidak di proses (Hutagalung et al., 1986), seperti terlihat pada Tabel 2. Rossi dan Jamarun (1997) melaporkan serat sawit dapat digunakan sebagai pengganti 50% nunput lapangan dalarn ransum sapi dengan suplementasi bungidl inti sawit. 3.3.3. Lumpur sawit Dalam proses pengolahan minyak sawit (CPO) dihasilkan limbah cairan yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan. Limbah ini mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu. ‘biochemical oxygen demand’ (BOD) sekitar 20.000-60.000 mg/l (Wenten, 2004). Pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat decanter, yang menghasilkan solid ‘decanter atau lurnpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11-14% dan lemak kasar 10-14%. Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari, bahan ini terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila dikeringkan,

lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan keras. Banyak penelitian telah dilaporkan tentang penggunaan lumpur sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun non-ruminansia. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada ternak sapi, Suharto (2004) menyimpullm bahwa kualitas lumpur sawit lebih unggul dan dedak padi. Sutardi (1991) melaporkan penggunaan lumpur sawit untuk menggantikan dedak dalam ransum sapi perah jantan maupun sapi perah laktasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggantian semua (100%) dedak dalam konsentrat dengan lumpur sawit memberikan perturnbuhan dan produksi susu yang sama dengan kontrol. Bahkan ada kecenderungan bahwa kadar protein susu yang diberi ransum lumpur sawit lebih tinggi dari kontrol. Hal yang serupa juga, dilaporkan oleh Suharto (2004). Menurut Chin (2002), pemberian lumpur sawit yang dicampur dengan bungidl inti sawit dengan perbandingan 50:50 adalah yang terbaik untuk pertumbuhan sapi. Dilaporkan bahwa sapi droughtmaster yang digembalakan di padang penggembalaan rumput Brachiaria decumbens hanya mencapai pertmbuhan 0,25 kg/ekor/hari, tetapi dengan penambahan lumpur sawit yang dicampur dengan bungkil inti sawit, mampu mencapai pertmbuhan 0,81 kg/ekor/hari. 3.3.4. Solid Membran Limbah cairan yang dikeluarkan setelah pengutipan lumpur sawit, masih mengandung bahan padatan yang cukup banyak. Oleh karena, itu, bahan ini merupakan sumber kontaminan bagi lingkungan bila, tidak dikelola, dengan baik. Suatu metoda baru untuk memisahkan padatan dan cahun~ dengan menggunakan alat penyaring membran keramik sedang dikembangkan di P.T. Agricinal -Bengkulu (Wenten, 2004). Aplikasi teknik ini dapat mengutip padatan dengan jumlah sekitar dua, kali lipat lebih banyak dari padatan yang dikutip oleh decanter. Bahan ini disebut ’solid heavy phase’ atau ’solid membran’, berbentuk pasta dengan kadar air sekitar 90%, dan berwarna. kecoklatan. Bahan yang sudah dikeringkan mengandung protein kasar sekitar 9 %, serat kasar 16% dan lemak kasar 15% (Tabel 1). Dari kandungan gizinya, kemungkinan bahan ini bukan hanya, cocok digunakan sebagai bahan pakan untuk temak ruminansia, tetapi kemungkinan juga. baik untuk temak non- nuninansia. Belum ada, penelitian tentang penggunaan bahan ini sebagai bahan pakan temak, eksplorasi untuk ini sedang dilakukan di Balai Penelitian Temak - Ciawi.

3.4.5.Bungkil Inti Sawit Bungkil inti sawit merupakan hasil samping dari pemerasan daging buah inti sawit. Proses mekanik yang dilakukan dalam proses pengambilan minyak menyebabkan jumlah minyak yang tertinggal relatif cukup banyak (sekitar 7-9 %). Hal ini menyebabkan bungIdl inti sawit cepat tengik akibat oksidasi lemak yang masih tertinggal- Kandungan protein baban ini cukup tinggi, yaitu sekitar 12-16%, dengan kandungan serat kasar yang cukup tinggi (36%). Bungkil inti sawit biasanya terkontaminasi dengan pecahan cangkang sawit dengan jumlah sekitarl5-17%. (Anonymous, 2002). Pecahan cangkang ini mempunyai tekstur yang sangat keras dan tajam. Hal im menyebabkan bahan tersebut kurang disukai ternak dan dikhwatirkan. 3.4. Pemanfaatan Tandan Kosong Untuk Kompos Limbah padat tandan kosong sawit (TKS) dibakar dalam incinerator dan abunya yang mengandung Kalium cukup tinggi yaitu mencapai 127,9 mg/100 g. Sistem pengomposan untuk tandan kosong kelapa sawit (TKKS) di sebut kompos bioaktif. Proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit menjadi kompos bioaktif berlangsung 3-6 bulan. Hal ini dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu apabila dikombinasikan antara pencacahan atau pengecilan bahan baku dengan mesin pencacah dan pemberian aktivator dekomposisi yaitu orgadec (organik decomposer) Pada kelapa sawit, dengan menggunakan kompos bioaktif TKKS yang matang (C/N ratio, 20) dengan 50 % dosis pupuk konensional, meningkatkan produksi dan mempercapat masa produksi tanaman kalapa sawit dari 30 – 32 bulan menjadi 22 bulan. Dari survey yang dilakukan pemupukan kelapa sawit TBM kandungan hara dalam satu hektarnya adalah 80,4 kg N, 9,9 kg P, 106,8 kg K dan 12 kg Mg. Nilai ini didapat bahwa rata-rata dosis yang umum digunakan adalah 1,25 kg urea, 0,50 kg RP, 1,50 kg MOP dan 0,50 kg Kieserit.

BAB III KESIMPULAN 1. Pengembangan perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positif dan negatif. Oleh karena dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) harus memperhatikan dan menyerasikan fungsi-fungsi lingkungan. 2. Dalam pengelolaan industri kelapa sawit agar terwujud produk bersih perlu menerapkan prinsip 1E 4 R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery). 3. Peningkatan luas kebun sawit yang diiringi dengan peningkatan jumlah produksi mengakibatkan bertambahnya jumlah atau kapasitas industri pengolahan minyak sawit. Hal ini juga akan menimbulkan masalah, karena limbah yang dihasilkan akan bertambah pula, dan apabila tidak dikelola dan dimanfaatkan dengan baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan

DAFTAR PUSTAKA Haruki Agustina, pengelolahan Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun, C:\Documents and Settings\Acer\My Documents\Downloads\article.php.htm Parpen Siregar. 2009, Dampak Ekologi Pengembangan, http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/07/07/dampak-ekologipengembangan-perkebunan/ Parpen Siregar, Afrizon, Surahman Aidi, dan Syafaruddin. 2009, Pengelolaan limbah Industri kelapa sawit berwawasan Lingkungan, C:\Documents and Settings\Acer\My Documents\Downloads\JURNAL LINGKUNGAN.htm Kelapa Sawit, Dari Wikipedia bahasa Melayu, ensiklopedia bebas, C:/Document and Settings/Acer/My Doci=ument/Donloads/Kelapasawit.htm. Rasmawan, (2009). Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Pakan Ternak Sapi di Bengkulu http://uwityangyoyo .wordpress.com/2009/05/16/pemanfaatan-limbah-pabrik-sawit untukpakan-ternak-sapi-di-bengkulu/ Santobri, (2008), Pengolahan janjang kelapa sawit, http://aaobring.blogspot.com/2008/08/pengelolaan-janjang-kosongkelapa-sawit.html.

More Documents from "Riri Syavira"

Piridin.docx
May 2020 3
Gagasan Tertulis.docx
May 2020 10
Makalah.docx
May 2020 5
Senyawa Aromatik.docx
April 2020 12
Tugas Level.docx
April 2020 14