BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memberikan kemungkinan kepada siswa untuk memperoleh kesempatan, harapan dan pengetahuan agar dapat hidup secara lebih baik. Besarnya kesempatan dan harapan sangat bergantung pada kualitas pendididkan yang ditempuh. Pendidikan juga dapat menjadi kekuatan untuk melakukan perubahan agar sebuah kondisi menjadi lebih baik. Pendidikan yang berkualitas tentunya melibatkan siswa untuk aktif belajar dan mengarahkan terbentuknya nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan. Menurut Ridwan Abdullah
(2015: 3) Pendidikan seharusnya membentuk
siswa yang dapat menghadapi era globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, pergeseran ekonomi dunia serta pengaruh dan imbas teknologi berbasis sains. Pendidikan juga seharusnya membentuk siswa yang memiliki karakter agar mereka tidak menyalahgunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk merugikan orang lain. Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada budaya bangsa yang mengedepankan karakter yang sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan Abad 21. Oleh karena itu dibutukhan kecakapan di Abad 21 yang merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking (HOTS)) yang sangat diperlukan dalam mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan global. Pada Abad 21, kompetisi untuk hidup layak bergantung pada kreativitas dan kemampuan melakukan inovasi. Kondisi ini menyebabkan negara yang memiliki sumber daya manusia yang unggul akan lebih maju daripada negara dengan sumber daya alam yang banyak, namun tidak memiliki sumber daya manusia yang andal. Pada abad 21 ini, kualitas dari pendidikan sendiri sangat berpengaruh terhadap kualitas dari sumber daya manusia yang dimiliki suatu negara. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan terhadap pendidikan. Salah satu bentuk pengembangan mutu dalam pendidikan Indonesia abad 21 adalah dengan
1
penerapan sistem High Order Thinking Skills (HOTS). seperti yang dikatakan oleh Li Ka-shing (dalam Hatta Saputra 2016:85) “We are approaching a new age of synthesis. Knowladge cannot be merely a degree or a skill... it demands a broader vision, capabilities in critical thinking and logical deducation without which we cannot have constructive progress”. Pengetahuan itu tidak hanya sekedar gelar atau keterampilan saja. Memasuki Abad 21 saat ini, pendidikan tidak hanya membutuhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan tetapi hanya sekedar gelar. Namun pendidikan Abad 21 menuntut kita untuk mampu mejadi manusia yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan dedukasi logis yang lebih luas, sehingga mampu untuk menggerakkan pendidikan di Indonesia Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan membenahi sistem pembelajaran atau meningkatkan kualitas praktik belajar mengajar yang ada di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Sistem pembelajaran yang bermutu yang diberikan dalam praktik belajar mengajar sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Menurut Hatta Saputra (2016: 86) pembelajaran bermutu sangat diperlukan terutama untuk memberikakn kecakapan dan keterampilan yang dibutuhkan oelh anak-anak didik, seperti literasi dasar (membaca, matematika dan sains), kemampuanberpikir kritis, kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, dan lain sebagainya sebagai modal untuk menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan global. Tingkat penguasaan literasi merupakan salah satu penanda umum dari mutu pembelajaran dari lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, khususnya sekolah. Penguasaan terhadap literasi dapat menghadirkan generasi terdidik yang dapat bersaing di era global. Dalam dunia pendidikan sendiri salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berfikir dapat dilakukan melalui matematika secara substandial . konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang sederhana sampai yang paling kompleks memerluka kemampuan berpikir matematika yang baik untuk mengatasinya. Menurut Suherman,dkk (2001) matematika penting karena selain sebagai ilmu juga berfungsi sebagai alat dan pola pikir. Matematika sebagai pola pikir, siswa
2
dibiasakan memperoleh pengetahuan melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki sekumpulan objek-objek abstrak, sehingga siswa mampu membuat perkiraan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh yang lebih khusus. Sedangkan menurut
Huda dan Kencana
(2013), matematika dapat
mengembangkan pemikiran kritis, kreatif sistematis dan logis. Selain itu matematika mampu memberikan kontribusi dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal yang sederhana sampai yang kompleks dan abstrak. Sehingga berpikir tingkat tinggi dalam matematika dapat membawa pengaruh besar bagi mutu pendidikan di Indonesia. Dari penjelasan sebelumnya, perkembangan Abad 21 memiliki kaitan yang erat dengan High Order Thinking Skills (HOTS), dan literasi. Serta matematika juga memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan pemikiran yang kritis dan kreatif. Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang Perkembangan Abad 21, High Order Thinking Skills (HOTS) in Mathematics dan literasi matematik. Makalah ini mampu membantu pengetahuan pembaca seiring dengan pendidikan pada Abad 21 yang semakin berkembang.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sampaikan. Masalah-masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini merupakan poin penting untuk disampaikan tentang Literasi Matematika, Higher Order Thinking (HOT) in Mathematics, dan Keterampilan Abad-21. Berikut hal yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan Literasi Matematika ? 2. Apa yang dimaksud dengan Higher Order Thinking (HOT) in Mathematics ? 3. Apa yang dimaksud dengan Keterampilan Abad-21?
3
1.3. Tujuan Masalah Permaslahan yang telah penulis sampaikan perlu dibahas dengan cermat agar tujuan dari penulisan makalah ini bisa diketahui. Tujuan dalam pembahasan makalah ini disesuaikan dengan rumusan masalah sebagai awal dari hal yang perlu diberikan penjelasan dan pembahasan. Berikut tujuan dari makalah ini, yaitu: 1.
Mendeskripsikan pengertian Literasi Matematika
2.
Mendeskripsikan pengertian Higher Order Thinking (HOT) in Mathematics
3.
Mendeskripsikan pengertian Keterampilan Abad-21
4
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Literasi Matematika 2.1.1 Pengertian Literasi Menurut James Gee (dalam Buhari, 2011: 5) Literasi adalah “Matery of, or fluetcontrol over a secondary Diiscource” dalam memberikan pengertian, Gee menggunakan dasar pemikiran bahwa literasi merupakan suatu keterampilan yang dimiliki sesorang dari kegiatan berfikir, berbicara, membaca dan menulis. Sedangkan berdasarkan penggunaannya Baynham (dalam Buhari, 2011:5) mengatakan bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca dan berfikir kritis. Menurut PISA (Programme for International Student Assessment) terdapat 3 macam literasi, yaitu : literasi membaca, literasi sains, dan literasi matematika. a. Literasi membaca Literasi membaca merupakan kemampuan sesorang untuk memahami, menggunakan, merefleksi serta terlibat pada wacana teks dalam rangka mencapai tujuan membaca, mengembangkan pengetahuan dan potensi diri serta berpartisipasi dalam masyarakat. b. Literasi Sains Literasi sains merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memiliki pengetahuan sain dan menggunakannya, memperoleh pengetahuan baru dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti ilmiah. c. Literasi Matematika
5
Literasi matematika menurut PISA merupakan kemampuan sesorang untuk memformulasikan, menerapkan, dan menginterpretasikan matematika pada beragam konteks dan situasi masalah. 2.1.2. Literasi Matematika Menurut OECD (2013) Literasi Matematika adalah kapasitas siswa untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Termasuk bernalar matematika, menggunakan konsep matematika, prosedur, fakta dan alat bantu matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi fenomena. Dengan penguasaan literasi matematika, setiap individu akan dapat merefleksikan logika matematis untuk berperan pada kehidupannya, komunitasnya serta masyarakatnya. Literasi matematika menjadikan individu mampu membuat keputusan berdasarkan pola pokir matematis yang konstruktif. Menurut Ojese (2011) literasi matematika merupakan pengetahuan untuk mengetahui dan menggunakan dasar matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian ini, siswa yang memiliki kemampuan literasi matematika yang baik mampu memiliki kepekaan konsep matematika yang relevan dengan fenomena dan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Turner & Burkhard dalam kajian Sari (2015) menjelaskan bahwa literasi matematika dimaknai sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman matematis secara efektif dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari. Jadi literasi matematika adalah kemampuan individu dalam menggunakan pengetahuan matematis yang dimilikinya untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Literasi matematika dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luas diri siswa (eksternal). Faktor internal dapat dipilah menjadi aspek kognitif seperti kemampuan intelektual, kemampuan numerik, dan kemampuan verbal; dan aspek nonkognitif seperti minat dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan 6
sekolah, setra lingkungan media massa dan lingkungan sosial (Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendikbud, 2013b).
2.2. Higher Order Thinking (HOT) in Mathematics High Order Thinking Skill (HOTS) merupakan kemampuan berfikir yang mengujikan pada tingkat yang lebih tinggi, dalam artian tidak hanya mengujikan pada aspek ingatan atau hapalan saja, namun menguji sampai pada aspek analisis, sintesis dan evaluasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Alice Thomas dan Glenda yang menyebutkan bahwa HOTS ( High Order Thinking Skill ) atau berpikir tingkat tinggo adalah suatu pencapaian kemampuan berpikir menuju kepada pemikiran yang lebih tinggi tingkatannya. Maaksud dari pemikiran yang lebih tinggi tingkatannya disini adalah pemikiran yang lebih dari sekedar pengulangan fakta-fakta. Al’Azzy dan Budiono (2013) berpikir tingkat tinggi adalah suatu kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Berpikir kritis pada sadarnya merupakan berpikir secara lebih mendalam. Menurut Hatta Saputra (2016:92) HOTS adalah peningkatan kemampuan pemahaman dan penguasaan anak didik atas materi pembelajaran agar ia dapat berpikir secara kritis (critical thinking), kreatif (creative thinking), mampu memecahkan masalah (problem solving) dan mampu membuat putusan (making decisin) dalam situasi-situasi yang sulit. Menurut Hudoyo, Matematika berkenaan dengan ide, aturan, hubungan yang diatur dengan logis sehingga matematika memiliki keterkaitan dengan dengan konsep abstrak. Matematika adalah suatu bahasa dengan menggunakan istilah yang dapat didefinisikan secara akurat, cermat, dan jelas, representasinya dengan simbol serta padat, lebih berupa sebuah bahasa simbol tentang ide.
7
Jadi HOTS dalam matematika adalah suatu kemampuan memahami konsep abstrak serta berpikir yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi dengan cara kritis, kreatif, logis. Menurut Bloom keterampilan berpikir
tingkat tinggi merupakan
keterampilan yang paling abstrak dalam dominan kognitif, yaitu meliputi analisis, sintesis dan evaluasi. HOTS dalam ranah kognitif (berdasarkan Taksonomi Bloom revisi) meliputi analisis, evaluasi dan kreasi/sintesis. Jadi siswa mampu menganalisis (memecahkan masalah menjadi beberapa bagian, kemudian menentukan bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain dan keseluruhan, mengevaluasi (menilai yang mencakup memeriksa dan mengkritisi) dan sintesis (membuat sesuatu yang bari dari yang sudah ada). HOTS ini sendiri merupakan suatu proses berpikir anak didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode. Tujuan utama HOTS adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir anak didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis informasi yang datang kepadanya, berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan pengetahuan yan dimilikinya serta membuat putusan dalam situasi-situasi yang kompleks. Pada saat pembelajaran guru harus melibatkan siswa pada proses belajar mengajar, hal tersebut dilakukan agar siswa mampu berpikir tingkat tinggi. Penilaian dapat diterapkan untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan pengajaran berdasarkan taksonomi kognitif bloom menginginkan siswa agar dapat menerapkan pengetahuan serta keterampilan untuk konteks baru yakni siswa dapat mengimplementasikan konsep yang belum diketahui sebelumnya. Pada taksonomo Bloom dapat dikatakan bermula dari kemestian pemebelajaran untuk bisa menyentuh tiga domain yang menunjang keutuhan pemahaman dan kedirian anak didik yakni : (1) domain kognitif, (2) domain
8
afektif, dan (3) domainpsikomotorik atau domain manipulatif. Ketiga domain ini harus menjadi sasaran dari praktik pembelajaran. Jika salah satu dimain ditinggalkan, maka anak didik sulit untuk berkembang dan mengeluarkan potensinya secara maksimal. Tujuan dari pembuatan taksonomi ini berguna untuk membangun komunikasi yang baik dalam konteks pendidikan dan pembelajaran. Kemudiann Anderson dan
Karthwohl melakaukan revisi terhadap
taksonomi Bloom, yang mana lebih terfokus pada menjadikan taksonomi kognitif Bloom menjadi lebih hidup dan aplikatif bagi guru dan praktik pembelajaran itu sendiri. Yang mana level kognitif yang dikembangkan oleh Anderson dan Karthwohl tersebut pada akhirya menjadi dasar bagi pengembangan HOTS ( High Order Thinking Skill ) yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi peningkatan mutu pembelajaran terutama dengan meningkatkan kemampuan berpikir anak didik. Anderson & Kwrthwol (2001) mengklasifikasikan dimensi proses berpikir sebagai berikut. Menciptakan
/ Berkreasi Mengevaluasi HOTS
Kata kerja : megkontruksi, desain, kreasi, mengembangkan, menulis, memformulasi
Kata kerja : evaluasi, menilai, menyanggah, memutuskan, memilih, mendukung
Menganalisi
Kata
kerja
:
membadingkan,
memeriksa,
mengkritis, menguji Mengaplikasi MOTS
Kata kerja : mengnakan, mendemonstrasikan, mengilustrasikan, mengoperasikan.
Memahami
Kata
kerja
:
menjelaskan,
megklasifikasi,
menerima, melaporkan LOTS
Mengetahui
Kata kerja : mengingat, mendaftar, mengulang, menirukan
Dalam HOTS ( High Order Thinking Skill ) terdapat 3 level kognitif yaitu :
9
1. Menganalisis Menurut Sunardiyanto (2004) dalam Kawuwung (2011:164) analisis adalah suatu kemampuan yang mengacu pada penguraian materi dalam komponenkomponen dan faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan bagian satu dengan lainnya 2. Mengevaluasi Menurut
Zubaidah
(2000)
dalam
Kawuwung
(2011:164)
menilai
(mengevaluasi) didefinisikan sebagai kemampuan melakukan judgement berdasar pada kriteria dan standar tertentu. Kriteria yang sering digunakan adalah menentukan kualitas, efektifitas, efisiensi dan konsistensi, sedangkan standar digunakan dalam menentukan kualitas maupun kuantitas. Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatau atau beberapa hal. Kategori menilai terdiri dari memerikasa (checking)
dan mengkritik
(critiquing). 3. Menciptakan / Berkreasi Menurutu Rahayu (2012) berkreasi didefinisikan sebagai mengeneralisasi ide baru, produk atau cara pandang yang baru dari suatu kejadian, kemudian membuat rencana (planning). Siswa dikatakan mampu berkreasi jika dapat membuat produk (producing) baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk atau struktur yang belum pernah diterangkan oleh guru sebelumnya.
2.3 Keterampilan Abad-21 Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan, termasuk dalam proses pembelajaran. Dunia kerja menuntut perubahan kompetensi. Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi menjadi kompetensi penting
10
dalam memasuki kehidupan abad 21. Sekolah dituntut mampu mempersiapkan peserta didik memasuki abad 21. Pembelajaran abad 21 merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta penguasaan terhadap teknologi. Literasi menjadi bagian terpenting dalam sebuah proses pembelajaran, peserta didk yang dpat melaksanakan kegiatan literasi dengan maksimal tentunya akan mendapatkan pengamalan belajar lebih dibanding dengan peserta didik lainnya. Pembelajaran akan meletakkan dasar dan kompetensi, pengukuran kompetensi dengan urutan LOTS menuju HOTS. Menurut Bernie Triling dan Charles Fadel (2009), sebagai berikut : keterampilan abad 21 merupakan keterampilan yang dibutuhkan untuk survive dalam menghadapi kehidupan global yang teramat kompleks, keterampilan ini berimplikasi pada proses pendidikan yang tidak hanya memfokuskan diri pada kegiatan pembelajaran konvensional yang bersifat kognitif seperti membaca, berhitung dan menulis, akan tetapi pendidikan diarahkan pada isu-isu kontemporer seperti kesadaran global, ekonomi atau keuangan, kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan, melalui keterampilan abad 21 ini diharapkan peserta didik mampu mempraktekan pengetahuannya untuk memahami dan memberikan solusi pada tantangan di dunia nyata. Lebih lanjut Trilling dan Fadel (2009; 48) menjelaskan bahwa, keterampilan abad 21 adalah keterampilan belajar dan berinovasi. Keterampilan ini berkenaan dengan kemampuan berfikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi dan kemampuan untuk berkreativitas dan berinovasi. Ketiga keterampilan ini, diyakini merupakan keterampilan utama, yang dapat menjawab berbagai tantangan hidup baik dari dimensi ekonomi, sosial, politik maupun dimensi pendidikan. Oleh sebab itu, proses pembelajaran hendaknya diorientasikan untuk membekali siswa dengan ketiga keterampilan tersebut disamping membekali siswa dengan pengetahuan tertentu.
11
Trilling and Fadel (Maftuh, 2010) mengatakan bahwa untuk dapat menghadapi tantangan pada abad 21 seseorang harus memiliki keterampilan sebagai berikut: 1) Critical thinking and problem solving, 2) communicating and collabotarion, 3) creativity and innovation, 4) information literacy, 5) media literacy, 6) ICT literacy, 7) flexibility and adaptabiliy, 8) initiative and accountability, 9) leadership and responsibility. Roterdam & Willingham (2009) mencatat bahwa kesuksesan seorang peseta didik tergantung pada kecakapan abad 21, sehingga peseta didik harus belajar untuk memilikinya. Partnership for 21𝑠𝑡 Century Skills mengidentifikasi kecakapan abad 21 meliputi : berpikir kritis, pemecahan masalah, komunikasi dan kolaborasi. Sedangkan menurut National Education Association (dalam Trisdiono, 2013) mengatakan untuk mencapai sukses dan mampu bersaing di masyarakat global, peserta didik harus ahli dan memiliki kecakapan sebagai komunikator, kreator, pemikir kritis, dan kolaborator. Untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu menghadapi tantangan abad 21 peserta didik harus mampu mengembangkan potensi diri yang dimilikinya. Menurut Dirjen Pendididkan Dasar dan Menengah (2017) Keterampilan berpikir lebih tinggi (Higher Order Thinking Skills (HOTS)) sangat diperlukan dalam mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan abad 21. Untuk itu kegiatan di sekolah harus merujuk pada 4 karakter belajar abad 21 atau yang biasanya dikenal dengan istilah 4C. 1. Kecakapan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah (Critical Thinking and Problem Solving) Menurut Paul and Elder (2006:xviii) berpikir kritis bersifat mandiri, berdisiplin diri, dimonitor diri, memperbaiki proses berpikir sendiri. Hal itu dipandang sebagai aset penting terstandar dari cara kerja dan cara berpikir dalam praktek. Hal itu memerlukan komunikasi efektif dan pemecahan masalah dan juga komitmen untuk mengatasii sikap egosentris dan sosiosentris bawaan.
12
Berpikir kritis menurut Beyer (1985) adalah : berpikir kritis adalah kemampuan 1) menentukan kredibilitas suatu sumber, 2) membedakakn antara yang relevan dari yang tidak relevan, 3) membedakan fakta dari penilaian, 4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi
yang tidak terucapkan, 5)
mengidentifikasi bias yang ada, 6) mengidentifikasi sudut pandang, 7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan. Jadi, Critical Thinking and Problem Solving merupakan proses pembelajaran hendaknya membuat peserta didik dapat berpikir kritis dengan menghubungkan pembelajaran dengan masalah-masalah kontekstual yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Kedekatan dengan situasi yang real yang dialami oleh peserta didik ini akan membuat peserta didik menyadari pentingnya pembelajaran tersebut sehingga peserta didik akan menggunakan kemampuan yang diperolehnya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. 2. Kecakapan berkomunikasi (Commnication Skills) Communication merupakan pembelajaran yang dilaksanakaan oleh guru dan peserta didik harus terjadi komunikasi multi arah. Di mana terjadi komunikasi timbal balik antara guru dengan peserta didik. Peserta didik hendaknya diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dalam proses belajar mengajar, sehingga peserta didik dapat mengkonstuk pengetahuannya sendiri melalui komunikasi dan pengalaman yang dia alami sendiri. 3. Kreativitas dan Inovasi (Creativity and Innovation) Menurut Guilford (1976) mengemukakan kreatifitas adalah cara-cara berpikir yag divergen, berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir heuristik dan berpikir lateral. Pada kemampuan ini peserta didik diharapkan memiliki kemampuan dalam mengembankan, melaksanakan dan menyampaikan gagasan baru secara lisan maupun tulisan, mengemukakan ide-ide kreatif secara koseptual dan praktikal, serta mamiliki kemampuan dalam menciptakan kebaharuan berdasarkan pengetahua awal yang dimiliki. 13
4. Kolaborasi (Collaboration) Kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu bentuk kerjasama dengan satu sama lain saling membantu dan melengkapi untuk melakukan tugastugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah ditentukan. Dimana dalam proses pembelajaran guru hendaknya menciptakan situasi dimana pesrta didik dapat belajar bersama-sama atau berkelompok (team work), sehingga akan tercipta suasana demokratis dimana peserta didik dapat belajar menghargai perbedaan pendapat, menyadari kesalahan yang ia buat, serta dapat memupuk rasa tanggung awan dalam mengerjkan tanggung jawab yang diberikan. Selain itu, dalam situasi ini peserta didik akan belajar tentang kerjasama dalam tim, dan kepemimpinan. Sementara Hosnan (2014; 87) mengemukakan secara singkat bahwa, keterampilan yang hendaknya dipersiapkan bagi siswa untuk menghadapi tuntutan abad 21 adalah sebagai berikut: a. Comunication skill (Keterampilan berkomunikasi) Keterampilan komunikasi menuntut siswa untuk memahami, mengelola dan menciptakan komunikasi secara efektif dalam berbagai bentuk, baik secara lisan, tulisan dan multimedia. Dalam pembelajaranya siswa diberikan kesempatan menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-ide, baik pada saat berdiskusi dengan temanya maupun ketika menyelesikan permasalahanya. b. Collaboration skill (Keterampilan bekerjasama) Keterampilan bekerjasama menuntut siswa menunjukan kemampuanya dalam kerja sama kelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dengan berbagai peran dan tanggung jawab, bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda. Siswa juga menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibilitas secara pribadi, pada tempat belajar dan hubungan masyarakat, menetapkan dan mencapai standard dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang lain.
14
c. Critical thinking and Problem solving skill (keterampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah) Keterampilan berfikir kritis dan pemecahan masalah, menuntut siswa berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memamahi dan membuat pilihan rumit dan kompleks. Siswa diharapkan menggunakan kemampuan yang dimilikinya, untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan madiri. Siswa juga memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisis dan menyelesaikan masalah. d. Creativity and Innovation skill (kreatifitas dan keterampilan berinovasi) Kreatifitas
dan
keterampilan
berinovasi
menuntut
siswa
memiliki
kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada orang lain. Bersikap terbuka dan responsive terhadap perpspektif baru dan berbeda.
Pembelajaran Abad 21 merupakan pembelajaran yang harus mempersiapkan generasi Abad 21 dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berkembang begitu pesat. Sejalan dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum 2013 seperti yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2015, maka karakteristik pembelajaran Abad 21 adalah sebagai berikut. 1. Berpusat pada peserta didik; fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi peserta didik. 2. Mekanisme pembelajaran harus terdapat interaksi multi-arah yang cukup dalam berbagai bentuk komunikasi serta menggunakan berbagai sumber belajar yang kontekstual sesuai materi pembelajaran. 3. Peserta didik disarankan untuk lebih aktif dengan cara memberikan berbagai pertanyaan dan melakukan penyelidikan, serta menuangkan ideide baik lisan, tulisan atau perbuatan.
15
4. Kegiatan pembelajaran yang dikembangkan harus dapat memfasilitasi peserta didik untuk dapat bekerjasama antar sesamanya (kolaboratif dan kooperatif). 5. Pembelajaran harus memperlihatkan karakteristik tiap individu dengan keunikannya masing-masing. 6. Guru harus dapat memotivasi peserta didik untuk memahamii interkoneksi antar konsep, baik dalam mata pelajarannya dan antar mata pelajaran, serta aplikasinya dalam dunia nyata. 7. Sesuai dengan karakter pendidikan Abad 21 (4K atau 4C), maka pembelajaran yang dikembangkan harus dapat mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir lbih tinggi (Higher Order Thinking Skills (HOTS)).
16
BAB III PENUTUP 3.1.Kesimpulan 1. literasi matematika adalah kemampuan individu dalam menggunakan pengetahuan matematis yang dimilikinya untuk memecahkan masalahmasalah dalam kehidupan sehari-hari. Literasi matematika dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luas diri siswa (eksternal). Faktor internal dapat dipilah menjadi aspek kognitif seperti kemampuan intelektual, kemampuan numerik, dan kemampuan verbal; dan aspek nonkognitif seperti minat dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, setra lingkungan media massa dan lingkungan sosial. 2. HOTS ini sendiri merupakan suatu proses berpikir anak didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode. Tujuan utama HOTS adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir anak didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis informasi yang datang kepadanya, berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan pengetahuan yan dimilikinya serta membuat putusan dalam situasi-situasi yang kompleks. 3. Untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu menghadapi tantangan
abad 21 peserta didik harus mampu mengembangkan potensi diri yang dimilikinya. Untuk itu siswa harus memiliki keterampilan berpikir lebih tinggi (Higher Order Thinking Skills (HOTS)) dan literasi. Sedangkan Untuk itu kegiatan di sekolah harus merujuk pada 4 karakter belajar abad 21 atau yang biasanya dikenal dengan istilah 4C yaitu Critical Thinking, Commnication Skills, Creativity and Innovation, and Collaboration.
17
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Ridwan. 2015. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta : Bumi Aksara. Karim, Syaiful dan Daryanto. 2017. Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta : Gava Media. Saputra, Hatta. 2016. Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global, Penguatann Mutu Pembelajaran dengan Penerapan HOTS ( High Order Thinking Skills). Bandung : CV. SMILLE’s INDONESIA INSTITUTE (SMILLE’s Publishing). Dirjen Pendididkan Dasar dan Menengah . (2017) . Panduan Implementasi Kecakapan Abad 21 Kurikulum 2013 di Sekolah Menengah Atas.
Jakarta : Dirjen
Pendididkan Dasar dan Menengah Zulhilya. 2013. Pengaruh Metode Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap KeterampilanBerpikir
Kreatif
dan
Komunikatid
dalam
Pembelajaran
Universitas Pendidikan Indonesia. Dirjen Pendididkan Dasar dan Menengah . (2017) . Implementasi Pengembangan Kecakapan Abad 21 Dalam Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). akarta : Dirjen Pendididkan Dasar dan Menengah Rohim, Abdul, Ridho Bima dan Starlet Gerdi Julian. 2016. Belajar dan Pembelajaran di Abad 21. Mahdiansyah dan rahmawati. 2014. LITERASI MATEMATIKA SISWA PENDIDIKAN MENENGAH: Analisis Menggunakan Desain Tes Internasional dengan Konteks Indonesia. Septiani Putri, Ika. 2017. Deskripsi Kemampuan Literasi. Dirjen Pendididkan Dasar dan Menengah . (2017) . Penyusuan Soa Higher Order Thinking Skills Sekolah Menengah Atas. Jakarta : Dirjen Pendididkan Dasar dan Menengah
18
Winarso, Widodo. 2014. Membangun kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi melalui
pendekatan
induktif,
deduktif
dan
induktif-deduktif
dalam
pembelajaran matematika. EduMa.Vol.3.No.2 Desember 2014 Julianingsih, Suhaesi. 2017.Pengembangan Instrumen Asesmen Higher OrderThingking Skils (HOTS) untuk mengukur dimensi pengetahuan IPA siswa Di SMP. Tamarn, Badrud.Pembelajaran dan Keterampilan Abad 21: Tantangan Pendidik Masa depan.
19