Makalah_attention_deficit_hiperactivity.docx

  • Uploaded by: Masker Namo Id
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah_attention_deficit_hiperactivity.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,328
  • Pages: 29
TUGAS MAKALAH ATTENTION DEFICIT HIPERACTIVITY DISORDER (ADHD) Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikiatri

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Muhammad Fanani, dr., Sp.KJ(K) Disusun Oleh: Tyas Muliana Hafsari

(G0110066)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Psikiatri tanpa ada halangan suatu apapun. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami gangguan ADHD secara menyeluruh. Dalam menyelesaikan makalah ini, kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Muhammad Fanani, dr., Sp.KJ (K) selaku dosen mata kuliah Psikiatri 2. Orang tua kami yang telah mendukung kami 3. Teman-teman seperjuangan mata kuliah Psikiatri 4. Teman-teman Psikologi UNS 2010, serta 5. Pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami telah berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya agar bermanfaat bagi para pembaca. Kami selaku penyusun masih menyadari bahwa kami masih banyak kekurangan dalam menyusun laporan ini. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan laporan ini.

Surakarta, November 2012

Penyusun ii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...................................................................................

i

KATA PENGANTAR ....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iii

BAB I.

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

A. Latar Belakang ............................................................................

1

B. Rumusan Masalah .......................................................................

2

C. Tujuan .........................................................................................

3

D. Metode Penyusunan ....................................................................

3

BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................

4

A. Gambaran Klinis .........................................................................

4

B. Epidemiologi ...............................................................................

6

C. Diagnosis ....................................................................................

7

D. Klasifikasi ................................................................................... 10 E. Etiologi........................................................................................ 10 F. Perjalanan Penyakit..................................................................... 15 G. Terapi (Penatalaksanaan) ............................................................ 15 H. Prognosis ..................................................................................... 18 I. Contoh Kasus .............................................................................. 20 J. Diagnosis Banding ...................................................................... 22 BAB III. PENUTUP.. .................................................................................... 23 A. Kesimpulan ............................................................................... 23 B. Saran ......................................................................................... 24 iii

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas telah ditemukan dalam literatur selama bertahun-tahun dengan beragai istilah. Pada awal 1900-an, anak yang impulsif, terdisinhibisi, dan hiperaktif --- banyak di antaranya memiliki cedera neurologis yang disebabkan oleh ensefalitis --- dikelompokkan di bawah label “sindrom hiperaktif”. Pada tahun 1960-an suatu kelompok heterogen anak-anak dengan koordinasi buruk, ketidakmampuan belajar, dan labilitas emosional tetapi tanpa cedera neurologis spesifik digambarkan menderita cedera otak minimal. Sejak saat itu hipotesis lain telah diajukan untuk menjelaskan asal gangguan, seperti kondisi dengan dasar genetik yang mencerminkan tingkat kesadaran yang abnormal dan kemampuan yang buruk untuk memodulasi emosi. Teori tersebut pada awalnya didukung oleh pengamatan bahwa medikasi stimulan membantu menghasilkan atensi yang bertahan dan memperbaiki kemampuan anak untuk memusatkan perhatian pada tugas yang diberikan. Sekarang ini, tidak ada faktor tunggal yang dianggap menyebabkan gangguan, walaupun banyak variabel lingkungan dapat menyebabkannya dan banyak gambaran klinis yang dapat diramalkan adalah berhubungan dengannya. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan/atau Hiperaktivitas atau Gangguan Hiperkinetik dalam PPDGJ-III (F90) (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, 1993) adalah suatu diagnosis untuk pola perilaku anak yang berlangsung dlam jangka waktu paling sedikit 6 bulan, dimulai sejak berusia sekitar 7 tahun, yang

1

menunjukkan sejumlah gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala perilaku hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya. Para ahli percaya bahwa setidaknya tiga dari seratus anak usia 4-14 tahun menderita ADHD. Orang dewasa juga terpengaruh oleh ADHD, tetapi kerusakan yang ditimbulkan terhadap kehidupan anak sering kali jauh lebih besar karena efeknya terhadap keluarga, teman sekelas dan guru. ADHD dapat menyebabkan anak-anak tidak punya teman, sering membuat kekacauan di rumah dan sekolah dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah mereka. Pada kira-kira sepertiga kasus, gejala-gejala menetap sampai dengan masa dewasa(Townsend, 1998). Hiperaktivitas pada anak penderita ADHD seringkali mulai menjadi perhatian ketika anak-anak mulai berjalan. Satu dari tiga anak digambarkan hiperaktif oleh orangtuanya. Para guru menilai satu dari lima murid mereka hiperaktif. Bahwa anak dinilai hiperaktif tidak selalu berarti mereka menderita ADHD. Untuk dapat disebut menderita ADHD, anak hiperaktif perlu memiliki karakteristik yang lebih banyak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusun merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran klinis dari gangguan ADHD? 2. Bagaimana epidemiologi gangguan ADHD? 3. Apa saja diagnosis gangguan ADHD? 4. Apa saja tipe (klasifikasi) gangguan ADHD? 5. Apa macam etiologi gangguan ADHD? 6. Bagaimana perjalanan penyakit ADHD? 7. Bagaimana penatalaksanaan gangguan ADHD? 8. Apa prognosis dari gangguan ADHD? 9. Bagaimana contoh kasus dari gangguan ADHD? 10. Apa saja diagnosis banding dari gangguan ADHD? 2

C. Tujuan Berikut merupakan tujuan dari penyusunan makalah: 1. Untuk mengetahui gambaran klinis dari gangguan ADHD. 2. Untuk mengetahui epidemiologi gangguan ADHD. 3. Untuk mengetahui diagnosis gangguan ADHD. 4. Untuk mengetahui tipe (klasifikasi) gangguan ADHD. 5. Untuk mengetahui etiologi gangguan ADHD. 6. Untuk mengetahui perjalanan penyakit ADHD. 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan ADHD. 8. Untuk mengetahui prognosis dari gangguan ADHD. 9. Untuk mengetahui contoh kasus dari gangguan ADHD. 10. Untuk mengetahui diagnosis banding dari gangguan ADHD.

D. Metode Penyusunan Makalah ini disusun melalui studi literatur dengan menggunakan beberapa buku dan informasi yang di dapat dari internet.

3

BAB II PEMBAHASAN

A. Gambaran Klinis ADHD mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan ADHD peka terhadap stimuli dan mudah dimarahkan oleh suara, cahaya, temperatur, dan perubahan lingkungan lain. Kadang-kadang terjadi kebalikannya, anak-anak tenang dan lemah, banyak tidur, dan tampaknya berkembang lambat pada bulanbulan pertama kehidupan. Tetapi, lebih sering untuk bayi dengan ADHD untuk bersikap aktif di tempat tidurnya, sedikit tidur, dan banyak menangis. Anak ADHD jauh lebih jarang dibandingkan anak normal untuk menurunkan aktivitas lokomotoriknya saat lingkungan mereka terstruktur oleh batas-batas sosial. Di sekolah, anak ADHD dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil di sekolah dan menjawab giliran orang lain. Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun hanya semenit. Anak-anak dengan ADHD sering sekali mudah marah secara meledak. Iritabilitas mereka mungkin ditimbulkan oleh stimuli yang relatif kecil, yang mungkin membingungkan dan mencemaskan anak. Mereka seringkali labilsecara emosional. Mudah dibuat tertawa atau menangis, dan mood dan kinerja mereka cenderung

bervariasi

dan

tidak

dapat

diramalkan.

Impulsivitas

dan

ketidakmampuan menunda kegembiraan adalah karakteristik. Mereka sering kali rentan terhadap kecelakaan. Kesulitan emosional penyerta adalah sering ditemukan. Kenyataan bahwa anak-anak lain menumbuhkannya pada waktu dan kecepatan yang sama dapat menyebabkan ketidakpuasan dan tekanan pada orang dewasa. Konsep diri yang 4

negatif dan permusuhan reaktif yang dihasilkannya adalah diperburuk oleh kesadaran anak bahwa ia memiliki masalah. Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan dalam urutan frekuensi: 1) Hiperaktivitas 2) Gangguan motorik perseptual 3) Labilitas emosional 4) Defisit koordinasi menyeluruh 5) Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk) 6) Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku denga tibatiba, tidak memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah) 7) Gangguan daya ingat dan pikiran 8) Ketidakmampuan belajar spesifik 9) Gangguan bicara dan pendengaran 10) Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar. Kira-kira 75 persen anak-anak dengan ADHD hampir konsisten menunjukkan perilaku agresi dan menantang. Tetapi, bilamana menantang dan agresi berkaitan dengan hubungan dalam keluarga yang merugikan, hiperaktivitas lebih erat berhubungan dengan gangguan kinerja pada tes kognitif yang memerlukan konsentrasi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa beberapa sanak saudara

dari

anak-anak

hiperaktivitas

menunjukkan

ciri-ciri

gangguan

kepribadian antisosial. Kesulitan sekolah, baik belajar maupun perilaku, adalah sering ditemukan, kadang-kadang berasal dari gangguan komunikasi dan gangguan belajar yang ada bersama-sama atau dari distraktibilitas anak dan atensi yang berfluktuasi, yang menghalangi perolehan, penahanan, dan penunjukkan ilmu pengetahuan. Kesulitan tersebut ditemukan terutama pada kelompok uji. Reaksi merugikan 5

personal sekolah terhadap karakterisitik perilaku ADHD dan menurunnya penghargaan diri karena merasa tidak mampu dapat berkombinasi terhadap komentar merugikan dari teman sebaya sehingga menyebabkan sekolah menjadi tempat yang tidak menyenangkan, yang mengakibatkan dilakukannya perilaku antisosial dan perilaku merendahkan diri sendiri dan menghukum diri sendiri. B. Epidemiologi ADHD adalah salah satu alasan dan masalah kanak-kanak yang paling umum mengapa anak-anak dibawa untuk diperiksa oleh para professional kesehatan mental. Konsensus professional menyatakan bahwa kira-kira 30,5% atau sekitar 2 juta anak-anak usia sekolah mengidap ADHD (Martin, 1998). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40% dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta. Sedangkan laporan tentang insiden ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari 2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar. Jika dihitung keseluruhan, jumlah anak hiperaktif di Amerika Serikat adalah 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena bila dihitung dari 300 anak yang ada 15 di antaranya menderita hiperaktif. Di Inggris, insidensi dilaporkan lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, kurang dari 1 persen. Untuk Indonesia sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat. Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, dengan rasio 3 berbanding 1 sampai 5 berbanding 1. Gangguan paling sering ditemukan pada anak laki-laki yang pertama. Orangtua dari anakanak dengan ADHD menunjukkan peningkatan insidensi hiperkinesis, sosiopati, 6

gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan konversi. Walaupun onset biasanya tidak dibuat sampai anak dalam sekolah dasar dan situasi belajar yang terstruktur mengharuskan pola perilaku yang terstruktur, termasuk rentang perhatian dan konsentrasi yang sesuai dengan perkembangannya. C. Diagnosis Tanda

utama

hiperaktivitas

harus

menyadarkan

klinisi

tentang

kemungkinan ADHD. Riwayat pranatal yang terinci tentang pola perkembangan anak dan pengamatan langsung biasanya menemukan aktivitas motorik yang berlebihan. Hiperaktivitas tidak merupakan manifestasi perilaku yang tersendiri, singkat, dan transien di bawah stres tetapi ditemukan selama waktu yang lama. Menurut DSM-IV, gejala harus ditemukan sekurangnya dua keadaan (sebagai contoh, sekolah, rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas. Ciri pembeda lain dari ADHD adalah rentang perhatian yang pendek dan distraktibilitas yang mudah. Di sekolah, anakanak dengan ADHD tidak dapat mengikuti instruksi dan sering menuntut perhatian ekstra dari gurunya. Di rumah, mereka sering kali tidak mematuhi permintaan orang tua. Mereka berkelakuan secara impulsif, menunjukkan labilitas emosional, eksplosif dan iritabel. Berikut Kriteria Diagnostik DSM-IV untuk Gangguan Defisit-Atensi/ Hiperaktivitas: A. Salah satu (1) atau (2): 1) Inatensi : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan: a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau melakukan kesalahan yang tidak berhati-hati dalam tugas sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain 7

b. Sering melakukan kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap tugas atau aktivitas permainan c. Sering tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku oposisional atau tidak mengerti instruksi) e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas f. Sering menghindari, membenci, atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang memerlukan usaha mental yang lama (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah) g. Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya: tugas sekolah, pensil, buku, atau peralatan) h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari 2) Hiperaktivitas-impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperaktivitasimpulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan: Hiperaktivitas a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-geliat di tempat duduk b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di mana diharapkan tetap duduk c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat (pada remaja atau dewasa, mungkin terbatas pada perasaan subjektif kegelisahan) d. Sering mengalami kesulitan bermain tau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang e. Sering “siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan “didorong oleh sebuah motor” f. Sering bicara berlebihan 8

Impulsivitas g. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan selesai h. Sering sulit menunggu gilirannya i. Sering memutus atau mengganggu orang lain (misalnya: memotong atau masuk ke percakapan atau permainan) B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi (misalnya, di sekolah [atau pekerjaan] dan di rumah). D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan. E. Gejala

tidak

terjadi

semata-mata

selama

perjalanan

ganggua

perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya: gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan kepribadian). Penulisan didasarkan pada tipe: Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, tipe kombinasi : jika memenuhi baik kriteria A1 dan A2 selama enam bulan terakhir. Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, predominan tipe inatentif : jika memenuhi kriteria A1 tetapi tidak memenuhi kriteria A2 selama enam bulan terakhir. Gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas, predominan tipe hiperaktif-impulsif : jika memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama enam 9

bulan terakhir. Catatan penulisan : Untuk individu (terutama remaja dan dewasa) yang sekarang memiliki gejala yang tidak lagi memenuhi kriteria lengkap, harus dituliskan “dalam remisi parsial.” D. Klasifikasi Karena simtom-simtom ADHD bervariasi, DSM-IV-TR mencantumkan tiga subkategori, yaitu: 1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya konsentrasi. 2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif. 3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas. Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat aktivitas yang sesuai dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan perhatian atau lebih lambat dalam memproses informasi (Barkley, Grodzinsky, & DuPaul,1992), mungkin berhubungan dengan masalah pada daerah frontal atau striatal otak (Tannock,1998). Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan perilaku tidak mengerjakan tugas disekolah, kelemahan kognitif, rendahnya prestasi, dan prognosis jangka panjangnya lebih baik. Berbeda dengan anak yang mengalami gangguan tingkah laku, mereka bertingkah disekolah dan dimana pun, dan kemungkinan jauh lebih agresif, serta mungkin memilikiorang tua yang antisosial. E. Etiologi Penyebab gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas tidak diketahui. Sebagian besar anak dengan ADHD tidak menunjukkan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada sistem saraf pusat. Sebaliknya, sebagian besar anak dengan gangguan 10

neurologis yang diketahui yang disebabkan oleh cedera otak tidak menunjukkan defisit-atensi dan hiperaktivitas. Walaupun tidak adanya dasar neurofisiologis atau neurokimiawi spesifik untuk gangguan, gangguan dapat diperkirakan berhubungan dengan gangguan lain yang memengaruhi fungsi otak, seperti gangguan belajar. Faktor penyumbang yang diajukan untuk ADHD adalah pemaparan toksin pranatal, prematuritas, dan kerusakan mekanis pranatal pada sistem saraf janin. Penyedap makanan, zat pewarna, pengawet, dan gula telah juga diperkirakan sebagai kemungkinan penyebab untuk perilaku hiperaktif. Tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut menyebabkan gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas. Berikut merupakan faktor-faktor penyebab ADHD: Faktor Predisposisi  Faktor Biologi  Faktor Genetik Penelitian menunjukan bahwa predisposisi genetika terhadap ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua menderita ADHD, kemungkinan sebagian anaknya akan mengalami gangguan tersebut (Biederman, dkk,1995). Ada banyak penelitian tentang etiologi (penyebab) ADHD, tetapi tidak ada kesimpulan yang tegas dari riset-riset tersebut. Orang tua biologis dari anak-anak dengan gangguan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk memiliki gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas dibandingkan orang tua adoptif. Jika gangguan defisitatensi/ hiperaktivitas ada bersama-sama dengan gangguan konduksi pada seorang anak, gangguan penggunaan alkohol dan gangguan kepribadian antisosial adalah lebih sering pada orang tua dibandingkan populasi umum. 11

Bukti-bukti untuk dasar genetik untuk gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas adalah lebih besarnya angka kesesuaian dalam kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Juga, sanak saudara anakanak hiperaktif memiliki risiko dua kali menderita gangguan dibandingkan populasi umum. Salah satu sanak saudara mungkin memiliki gangguan hiperaktivitas yang menonjol, dan yang lainnya memiliki inatensi yang menonjol. Tampaknya reseptor tertentu di otak yang biasanya menanggapi neurotransmiter yang disebut dopamin tidak bekerja dengan benar. Kemungkinan besar, dopamin tidak diproduksi pada tingkat normal dalam otak. Kekurangan dopamin ini mengganggu proses kognitif seperti fokus dan perhatian. Mengenai apa yang diturunkan dalam keluarga sampai saat ini belum ditemukan, namun studi baru-baru ini menunjukan bahwa ada perbedaan fungsi dan struktur otak pada anak ADHD dan anak yang tidak ADHD. Frontal lobe pada anak ADHD kurang responsif terhadap stimulasi (Rubia dkk,1999 ; tannock, 1998), aliran darah cerebral berkurang (Sieg dkk, 1995). Terlebih lagi beberapa bagianotak (frontal lobe, nucleus, kaudat, globus pallidus) pada anak ADHD lebih kecil dari ukuran normal (Castellanos dkk, 1996; Filipek dkk, 1997; Hynd dkk, 1993).  Faktor perinatal dan prenatal Berbagai hal yang berhubungan dengan masa-masa kelahiran serta berbagai zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan merupakan prediktor simtom-simtom ADHD.  Racun Lingkungan Teori pada tahun 1970-an menyangkut peran racun dalam terjadinya hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi 12

kerja sistem saraf pusat pada anak-anak hiperaktif. Nikotin, merupakan racun lingkungan yang dapat berperan dalam terjadinya ADHD.  Cedera Otak Telah lama diperkirakan bahwa anak yang terkena ADHD mendapatkan cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem saraf pusatnya selama periode janin dan perinatalnya. Atau cedera otak mungkin disebabkan oleh sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik, dan efek lain yang merugikan dan oleh stres dan kerusakan fisik pada otak selama masa bayi yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, dan trauma. Cedera otak yang minimal, samar-samar, dan subklinis mungkin bertanggung jawab untuk timbulnya gangguan belajar dan ADHD. Tanda neurologis nonfokal (lunak) sering ditemukan.  Faktor Psikologi Bruno Bettelheim (1973), mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD, yaitu hiperaktifitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD, seperti yang dikemukakan Ross dan Ross (1982), hiperaktivitas dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudarasaudara kandung. Dalam hubungan orang tua-anak sangat kurang bersifat dua arah dan lebih mungkin merupakan “rantai asosiasikompleks” (Hinshaw dkk, 1997). Seperti halnya orang tua anak yang hiperaktif mungkin memberi lebih banyak perintah dan memiliki interaksi negatif dengan mereka(a.l.,Anderson, Hinshaw, & Simmel, 1994; Heller dkk, 1996), demikian juga anakanak hiperaktivitas diketahui kurang patuh dan memiliki interaksi yang lebih negative dengan orang tua mereka (Barkley, Karlsson & Pollar; Tallmadge & Barkley, 1983). 13

 Faktor Psikososial Anak-anak dalam institusi sering kali overaktif dan memiliki rentang atensi yang buruk. Tanda tersebut dihasilkan dari pemutusan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan. Kejadian fisik yang menimbulkan stres, suatu gangguan keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan berperan dalam awal atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi mungkin termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk mematuhi

sara berkelakuan dan

bertindak

yang rutin.

Status

sosioekonomi tampaknya bukan merupakan faktor predisposisi. Faktor Presipitasi 

Peristiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.



Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.



Gangguan bahasa dan pembelajaran



Tanda-tanda ketidak matangan neurologis, seperti berperilaku aneh, lemahkeseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.



Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obatobatan yang dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat berpengaruh terhadap sistem jaringan otak sentral.



Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang dihubungkandengan kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989; Grattal dan Eslinger,1991).



Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan pada fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul, 1992).

14

F. Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa remaja atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas, atau hiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan masalah pengendalian impuls mungkin menetap. Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang menghilang dan distraktibilitas adalah yang terakhir. Remisi kemungkinan tidak terjadi sebelum usia 12 tahun. Jika remisi memang terjadi, biasanya terjadi antara usia 12 dan 20 tahun. Remisi dapat disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan relatif sedikit sekuela yang bermakna. Tetapi sebagian besar pasien dengan ADHD mengalami remisi parsial dan rentan terhadap gangguan kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian lain dan gangguan mood. Masalah belajar sering kali terus ada. Pada kira-kira 15 sampai 20 persen kasus, gejala ADHD menetap sampai masa dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukkan penurunan hiperaktivitas tetapi tetap impulsif dan rentan terhadap kecelakaan. Walaupan pencapaian pendidikan mereka adlah lebih rendah dari orang tanpa ADHD, riwayat pekerjaan awal mereka adalah tidak berbeda dari orang dengan pendidikan yang sama. G. Terapi (Penatalaksanaan)  Farmakoterapi Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan sistem saraf pusat, terutama dextroamphetamine (Dexedrine), methylphenidate, dan Pemoline (Cylert). Food ang Drug Administration (FDA) mengizinkan dextroamphetamine pada anak berusia 3 tahun dan lebih dan methylphenidate pada anak berusia 6 tahun dan lebih; keduanya adalah obat yang paling sering digunakan.

15

Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui. Pendapat respos paradoksikal oleh anak tidak lagi diterima. Methylphenidate telah terbukti sangat efektif pada hampir tigaperempat anak dengan ADHD dan memiliki efek samping yang relatif kecil. Methylphenidate edalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara efektif selama jam-jam sekolah, sehingga anak dengan gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas dapat memerhatikan tugasnya dan tetap di dalam ruang kelas. Obat telah ditunjukkan memperbaiki skor anak hiperaktif pada tugas yang membutuhkan kegigihan, seperti tugas kinerja kontinu dan asosiasi berpasangan. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual, dan insomnia. Beberapa anak mengalami efek “rebound”, di mana mereka menjadi agak mudah marah dan tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat medikasi dihentikan. Pada anak-anak dengan riwayat tik motorik, harus

digunakan

dengan

berhati-hati,

karena,

pada

beberapa

kasus,

methylphenidate dapat menyebabkan eksaserbasi gangguan tik. Permasalahan lain yang sering tentang methylphenidate adalah apakah obat akan menyebabkan supresi pertumbuhan.  Psikoterapi Medikasi sendiri saja jarang memuaskan kebutuhan terapeutik yang menyeluruh pada anak ADHD dan biasanya hanya merupakan satu segi dari regimen multimodalitas. Pada psikoterapi individual, modifikasi perilaku, konseling orang tua, dan terapi tiap gangguan beajar yang meneyertai mungkin diperlukan. Jika menggunakan medikasi, anak dengan ADHD harus diberikan kesempatan untuk menggali arti medikasi bagi mereka. Dengan melakukan hal itu akan menghilangkan kekeliruan pengertian (seperti, “saya gila”) tentang pemakaian medikasi dan menjelaskan bahwa medikasi hanya sebagai tambahan. Anak-anak harus mengerti bahwa mereka tidak perlu selalu sempurna. 16

Jika anak-anak dengan ADHD dibantu untuk menyusun lingkungannya, kecemasan mereka menghilang. Dengan demikian, orang tua dan guru mereka harus membangun struktur hadiah atau hukuman yang dapat diperkirakan, dengan menggunakan model terapi perilaku dan menerapkannya pada lingkungan fisik, temporal, dan interpersonal. Persyaratan yang hampir universal untuk terapi adalah membantu orang tua untuk menyadari bahwa sikap serba mengizinkan adalah tidak membantu bagi anak-anak mereka. Orang tua harus juga dibantu untuk menyadari bahwa, walaupun ada kekurangan pada anak-anak mereka dalam beberapa bidang, mereka menhadapi tugas maturasi yang normal, termasuk perlu mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka. Dengan demikian, anak-anak dengan ADHD tidak mendapatkan manfaat dari dibebaskan dari persyaratan, harapan, dan perencanaan yang berlaku untuk anak lain.  Terapi Bermain Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak dengan ADHD. Melalui proses bermain anak-anak akan belajar banyak hal, diantaranya : 

Belajar mengenal aturan



Belajar mengendalikan emosi



Belajar menunggu giliran



Belajar membuat perencanaan



Belajar beberapa cara untuk mencapai tujuan melalui proses bermain  Terapi Back in Control Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk

menangani anak dengan ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan. Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory Bodenhamer. Program ini berbasis pada sistem yang berdasar pada aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh. 17

Program ini lebih cenderung ke sistem training bagi orang tua yang diharapkan dapat menciptakan sistem aturan yang berlaku di rumah sehingga dapat mengubah perilaku anak. Demi efektivitas program, sebaiknya orang tua bekerja sama dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi anaknya ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan bersama-sama dengan pihak sekolah maka orang tua sangat memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk melakukan proses monitoring dan evaluasi. Dalam program ini, yang harus dilakuan orangtua adalah : 

Definisikanlah aturan secara jelas dan tepat. Buat aturan sejelas mungkin sehingga pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaan tanpa banyak penyimpangan.



Jalankan aturan tersebut dengan ketat



Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap aturan itu. Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan



Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan. Gunakan katakata kunci yang tidak akan diperdebatkan.

H. Prognosis Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masa remaja adalah berada dalam risiko tinggi untuk mengalami gangguan konduksi. Kira-kira 50 persen anak-anak dengan gangguan konduksi akan mengembangkan gangguan kepribadian antisosial di masa dewasanya. Anak-anak dengan kedua ADHD dengan gangguan konduksi juga berada dalam risiko mengalami gangguan berhubungan dengan zat.

18

Secara keseluruhan, hasil akhir ADHD pada masa anak-anak tampaknya berhubungan dengan jumlah gangguan konduksi yang menetap dan faktor keluarga yang kacau. Hasil yang optimal tampaknya dipermudah dengan menghilangkan agresi anak dan dengan memperbaiki fungsi keluarga sedini mungkin. Anak-anak didiagnosis dengan ADHD memiliki kesulitan yang signifikan pada masa remaja, tanpa memperhatikan perawatan. Di Amerika Serikat, 37% dari orang-orang dengan ADHD tidak mendapatkan ijazah sekolah tinggi walaupun banyak dari mereka akan menerima layanan pendidikan khusus. Amerika mengutip pengarahan 1995 ulasan buku tahun 1994 mengatakan hasil gabungan dari pengusiran dan angka putus sekolah menunjukkan bahwa hampir separuh dari semua siswa ADHD tidak pernah menyelesaikan SMA. Juga di Amerika, kurang dari 5% dari orang dengan ADHD mendapatkan gelar sarjana dibandingkan dengan 28% dari populasi umum. Orang-orang dengan ADHD sebagai anak-anak mengalami peningkatan risiko dari sejumlah hasil kehidupan yang merugikan begitu mereka menjadi remaja. Ini termasuk risiko yang lebih besar otomatis crash, cedera dan biaya pengobatan yang lebih tinggi, lebih awal aktivitas seksual, dan kehamilan remaja. Russell

Barkley

menyatakan

bahwa

gangguan

ADHD

dewasa

mempengaruhi "pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, kegiatan seksual, kencan dan pernikahan, pengasuhan dan keturunan morbiditas psikologis, kejahatan dan penyalahgunaan narkoba, kesehatan dan berkaitan dengan gaya hidup, manajemen keuangan, atau berkendara. ADHD dapat ditemukan untuk menghasilkan beragam dan gangguan serius ". Proporsi anak-anak yang memenuhi kriteria diagnostik untuk ADHD tetes oleh sekitar 50 % selama tiga tahun setelah diagnosis. Hal ini terjadi terlepas dari perawatan yang digunakan dan juga terjadi pada anak-anak yang tidak diobati dengan ADHD.ADHD tetap menjadi dewasa di sekitar 30-50% dari kasus. Mereka terpengaruh kemungkinan untuk mengembangkan mekanisme bertahan sebagai mereka dewasa, sehingga kompensasi untuk ADHD sebelumnya. 19

I. Contoh Kasus Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dirujuk ke dokter psikiatrik anak atas permintaan sekolahnya karena kesulitan yang dibuatnya di kelas. Ia telah dua kali diberhentikan sementara dari sekolah dalam setahun. Gurunya mengeluh bahwa ia sangat tidak dapat diam sehingga murid-murid lain tidak dapat memusatkan perhatian. Ia tidak pernah berada di bangkunya tetapi berjalan-jalan di sekolah, berbicara dengan anak lain saat mereka bekerja. Ia tampaknya tidak pernah mau tahu apa yang harus dikerjakannya kemudian dan kadang-kadang melakukan sesuatu yang aneh. Pemberhentian sementara dari sekolah terakhir ini adalah karena ia berayun-ayun dari tiang lampu di atas papan tulis, di mana ia mendakinya untuk pindah dari satu kelas ke kelas lain; karena tidak dapat turun lagi, kelas menjadi gaduh. Ibunya berkata bahwa perilaku anak tersebut telah sulit sejak ia masih kecil dan bahwa, saat ia berusia tiga tahun, ia sangat banyak bergerak dan menuntut. Ia hampir selalu membutuhkan tidur sebentar dan terbangun sebelum orang lain terbangun. Saat ia kecil, “ia masuk ke dalam apa saja”, terutama di pagi hari, saat ia akan terbangun pada jam 4.30 atau 5.00 pagi dan menuruni tangga sendirian. Orangtuanya akan terbangun dan menemukan ruang keluarga atau dapur “berantakan”. Saat ia berusia empat tahun, ia belajar membuka kunci pintu apartemen dan berjalan ke jalan utama yang ramai; untungnya ia diselamatkan dari kecelakaan lalu lintas oleh orang-orang yang lewat. Ia ditolak oleh program prasekolah karena perilakunya yang sulit. Akhirnya, setelah satu yang penuh kesulitan di taman kanak-kanak, ia dimasukkan di dalam program perilaku khusus untuk anak kelas satu dan kelas dua. Ia masuk dalam kelas yang biasanya untuk sebagian besar mata pelajaran tetapi menghabiskan banyak waktu di ruang khusus dengan guru khusus.

20

Tes psikologi menemukan bahwa anak laki-laki tersebut memiliki kemampuan rata-rata, pencapaiannya hanya sedikit di bawah tingkat yang diharapkan. Rentang perhatiannya dijelaskan oleh ahli psikologis sebagai “sebenarnya tidak ada”. Ia tidak memiliki minat untuk menonton televisi dan tidak menyukai permainan dan mainan yang memerlukan konsentrasi atau ketenangan. Ia tidak populer dengan anak-anak lain. Dan di rumah ia lebih senang berada di luar, bermain dengan anjingnya atau mengendarai sepedanya. Jika ia bermain dengan mainan, permainannya adalah merusak dan menghancurkan, ibunya tidak meminta ia untuk menjaga barang-barangnya. Ia juga tidak patuh dan dalam tahun-tahun selanjutnya telah provokatif dan menantang di sekolah dan, dengan suatu tingkat, di rumah. Ia telah mencuri sejumlah kecil uang dari rumah dan sekolah, dan anak lain telah mengeluh karena ia telah mengambil mainan kecil mereka yang dibawa dari rumah. Anak laki-laki tersebut telah diobati dengan stimulan, methylphenidate (Ritalin), dalam dosis kecil (5 sampai 10 mg sehari); tetapi medikasi tersebut telah dihentikan setahun yang lalu, tampaknya karena tidak memiliki efek pada sikap menantang dan masalah kelakuannya. Saat ia menggunakan obat, ia jauh lebih mudah ditangani di sekolah; ia kurang banyak bergerak dan kemungkinan lebih banyak memperhatikan dibandingkan sebelumnya, walaupun aspek lain dari perilakunya tidak memuaskan. Diskusi Perilaku anak laki-laki tersebut secara grafis menunjukkan inatensi, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang karakteristik dari gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas. Ia mengalami kesulitan untuk tetap duduk, berpikir, dan tidak dapat mengikuti instruksi, tidak mempertahankan perhatian, sering terlihat tidak mendengarkan apa yang dikatakan pada dirinya, berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain, memiliki kesulitan dalam bermain dengan tenang, dan sering terlibat dalam aktivitas fisik yang berbahaya tanpa memikirkan akibatnya. Karena 21

ia hampir selalu memiliki gejala lain gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas (seperti sulit menunggu giliran, menjawab pertanyaan tanpa dipikir, banyak bicara, dan mengganggu orang lain) dan karena gejalanya dengan bermakna mengganggu fungsinya di rumah dan di sekolah, dinyatakan bahwa gangguan adalah parah. J. Diagnosis Banding Suatu kumpulan temperamental yang terdiri dari tingkat aktivitas yang tinggi dan rentang perhatian yang pendek harus dipertimbangkan pertama kali. Membedakan karakteristik temperamental tersebut dari gejala utama ADHD sebelum usia 3 tahun adalah sulit, terutama karena bertumpangtindihnya ciri-ciri sistem saraf pusat yang imatur secara normal dan timbulnya tanda gangguan visual-motorik-perseptual yang sering ditemukan pada ADHD. Kecemasan pada anak perlu diperiksa. Kecemasan mungkin menyertai ADHD sebagai ciri sekunder, dan kecemasan sendiri mungkin dimanifestasikan oleh overaktivitas dan distraktibilitas. Banyak anak dengan ADHD memiliki depresi sekunder sebagai reaksi terhadap frustrasi terus-menerus yang dirasakan mereka terhadap kegagalan mereka untuk belajar dan rasa rendah diri mereka. Kondisi tersebut harus dibedakan dari gangguan depresif primer, yang kemungkinan dibedakan oleh hipoaktivitas dan menarik diri. Sering kali, gangguan konduksi dari berbagai jenisnya harus dibedakan dari ADHD, karena anak-anak mungkin tidak mampu membaca atau mengerjakan matematika karena gangguan belajar, bukannya inatensi. Tetapi, gangguan defisitatensi/ hiperaktivitas sering ditemukan bersama-sama dengan salah satu atau lebih gangguan belajar, termasuh gangguan membaca, gangguan matematika, dan gangguan ekspresi menulis.

22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dinyatakan dalam urutan frekuensi:

hiperaktivitas, gangguan

motorik perseptual, labilitas

emosional, defisit koordinasi menyeluruh, gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distraktibilitas, keras hati, gagal menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku denga tiba-tiba, tidak memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah), gangguan daya ingat dan pikiran, ketidakmampuan belajar spesifik, gangguan bicara dan pendengaran, dan tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar. Laporan tentang insiden ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari 2 sampai 20 persen anak-anak sekolah dasar. Anak laki-laki memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, dengan rasio 3 berbanding 1 sampai 5 berbanding 1. Gangguan paling sering ditemukan pada anak laki-laki yang pertama. Orangtua dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan peningkatan insidensi hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan konversi. Karena simtom-simtom ADHD bervariasi, DSM-IV-TR mencantumkan tiga subkategori, yaitu tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya konsentrasi, tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif, dan tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas. Beberapa penyebab ADHD di antaranya adalah faktor predisposisi yaitu faktor biologi: genetik, perinatal dan prenatal, serta racun lingkungan; faktor psikologi 23

dan sosial dan faktor presipitasi yaitu: peristiwa pasca kelahiran, gangguan bahasa dan pembelajaran, dan sebagainya. Beberapa terapi untuk penderita ADHD antara lain dengan farmakoterapi yaitu terapi dengan menggunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala hiperaktivitas, psikoterapi, terapi bermain, dan terapi back in control. B. Saran Kami menganjurkan untuk lebih menambah khasanah pengetahuan tentang ADHD dengan membaca jurnal-jurnal tentang ADHD. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai penyebab dan cara penanggulangan untuk menekan angka penderita ADHD dan agar anak yang terkena gangguan ADHD dapat diperlakukan dengan benar. Di samping itu agar mencari alternatif terapi (penatalaksanaan) untuk penderita ADHD.

24

DAFTAR PUSTAKA

Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. http://www.pdfcoke.com/doc/71659704/Adhd diakses tanggal 4 November 2012. http://www.pdfcoke.com/doc/104336205/Makala-Had-Hd

diakses

tanggal

4

November 2012. Kaplan, M.D., Halord I, Sadock, M.D., Benjamin J., Grebb, M.D., Jack A. 2010. Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Terjemahan Dr. Widjaja Kusuma. Tangerang: Binarupa Aksara. Komalasari,

Erna.

2010.

Prognosis

ADHD.

http://erna-

komalasari.blogspot.com/2010/02/prognosis-adhd.html diakses tanggal 4 November 2012. Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga. Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta : Indeks

25

More Documents from "Masker Namo Id"