Makalahag.docx

  • Uploaded by: Esron Aje
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalahag.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,234
  • Pages: 29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembahasan kal ini kita akan menbicarakan tentang sakramen dalam agama Katolik dan 5 tugas panggilan gereja. Pembahasan tentang tugas panggilan gereja, bukanlah pembicaraan yang baru lagi, secara khusus dalam dunia pelayanan gereja. Ketika mendengar tugas panggilan gereja, hal pertama yang kita pikirkan pastilah Persekutuan (Koinonia), Kesaksian (Martyria), Pewartaan (Kerygma), Litrugi (Liturgia) dan Pelayanan (Diakonia) atau yang biasa disebut dengan “ Panca Tugas Gereja” . Meskipun 5 tugas gereja ini bukan kata atau istilah yang asing lagi dalam kehidupan pelayanan, akan tetapi tugas panggilan gereja tersebut masih merupakan proses yang diharapkan selalu dinamis sehingga dalam melaksanakan dan mewujudkan tugas pelayanan tersebut para pelayan Tuhan selalu menuju pada kesempurnaan melayani Tuhan. Ketika tugas panggilan gereja ini ditetapkan oleh Allah untuk dikerjakan oleh gereja, tentu sekali Allah pun membuat ketetapan serta ketentuan bagi gereja dalam melaksanakan tugas panggilan tersebut. Bagaimana lima tugas panggilan gereja ini seharusnya dilakukan, dan seperti apa pandangan Alkitab tentang tugas panggilan gereja ini akan dibahas dalam makalah yang penulis sajikan dibawah ini. Selain itu Panca Tugas Gereja, umat Kristiani juga sudah pasti tidak asing dengan kata sakramen. Sakramen adalah tanda atau jaminan memperoleh keselamatan. Namun bukan hanya tentang keselamatan tetapi juga secara

1

fungsional, sakramen adalah sebuah alat karunia yang menyatakan kasih Allah untuk memperteguh kepercayaan/iman. Dalam makalah ini, kami juga akan menjelaskan sejarah singkat mengenai perkembangan sakramen, arti sakramen dalam gereja Katholik, dan beberapa hal lain yang berhubungan dengan sakramen. B. Rumusan Masalah 1. Apa saja 5 tugas gereja ? 2. Apa makna 5 tugas gereja ? 3. Bagaimana bentuk perwujudan 5 tugas gereja ? 4. Bagaimana pengertian sakramen ? 5. Bagaimana sejarah sakramen ? 6. Apa saja sakramen ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa saja 5 tugas gereja 2. Untuk memahami makna 5 tugas gereja 3. Untuk memahami bentuk perwujudan 5 tugas gereja secara konkret 4. Untuk mengetahui pengertian sakramen 5. Untuk mengetahui sejarah adanya sakramen berdasar dokumen-dokumen Gereja 6. Untuk mengetahui jenis-jenis sakramen 7. Untuk mengetahui pentingnya sakramen dalam kehidupan umat Kristiani

2

BAB II PEMBAHASAN A. 5 TUGAS GEREJA 1. GEREJA YANG MENGUDUSKAN (LITURGIA) Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus. Imamat Umum: melaksanakan tugas pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen, memberi kesaksian hidup, melaksanakan cinta kasih secara aktif dan kreatif. Ini dilakukan oleh semua umat. Imamat Jabatan: membentuk,

memimpin

umat,

memberikan

pelayanan

sakramen.

Ini

dilakukan oleh para Imam. Allah adalah kudus dan senantiasa memanggil semua orang menuju kekudusan. Selain bimbingan Allah, untuk mencapai kekudusan, semua umat perlu mengusahakannya. Ada beberapa bentuk kegiatan untuk mewujudkan usaha tersebut, yaitu: a. Doa dan doa resmi gereja (liturgi) b. Perayaan sakramen-sakramen c. Perayaan sakramentali dan devosi Penjelasan: 1) Doa dan Doa Resmi Gereja Doa berarti berbicara atau berkomunikasi dengan Tuhan (curhat dengan Tuhan). Dalam doa, kita dituntut untuk lebih mendengarkan

3

daripada berbicara sebab Firman Tuhan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Fungsi Doa : -

Mengkomunikasikan diri kita kepada Tuhan

-

Mempersatukan diri kita dengan Tuhan

-

Mengungkapkan cinta, kepercayaan, harapan kita kepada Tuhan

-

Menemukan makna yang baru dalam hidup, dan lain-lain

Syarat doa yang baik : -

Didoakan dengan hati

-

Bertolak dari pengalaman hidup yang nyata

-

Diungkapkan dengan rendah hati

Cara-cara berdoa yang baik : -

Berdoa secara batiniah (Matius 6: 5-6, Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamar, kuncilah pintu, dan berdoalah).

-

Berdoa dengan cara yang sederhana dan jujur. (Matius 6: 7, Lagi pula dalam doamu, janganlah kamu bertele-tele…)

Doa Resmi Gereja disebut ibadat atau liturgi. Yang pokok bukan sifat resmi melainkan kesatuan gereja dengan Kristus dalam doa, Liturgi adalah karya Kristus, Imam Agung serta TubuhNya yaitu Gereja. Liturgi juga merupakan perayaan iman di mana orang yang ikut dalam perayaan imam mengambil bagian dalam misteri Kristus yang dirayakan. Doa resmi bukan sekedar mendaraskan rumus-rumus hafalan melainkan mengarahkan hati kepada Tuhan. Yang berdoa 4

bukan badan melainkan hati. Ibadat ini terdiri atas: ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore, ibadat malam dan ibadat bacaan. 2) Sakramen Sakramen adalah lambang atau symbol dalam hidup sehari-hari kita menemukan banyak tanda. Bila kita hendak mengungkapkan cinta, kita akan memberikan sekuntum mawar. Mawar merupakan sebuah tanda untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak kelihatan yaitu cinta. Begitupun sakramen. Sakramen merupakan tanda yang kelihatan untuk menjelaskan sesuatu yang tidak kelihatan yaitu cinta dan karya Allah. Allah yang begitu mencintai manusia merupakan Allah yang tidak kelihatan. Ia yang tidak kelihatan itu kemudian menampakkan diri dalam diri PuteraNya Yesus. Yesus hadir dan menyapa kita dan kelihatan secara nyata. Melihat Kristus berarti melihat Allah yang tidak kelihatan itu. Namun setelah kebangkitanNya, Ia tidak kelihatan secara fisik. Yesus lalu hadir dalam Gereja. Dengan demikian, gereja menampakkan Kristus. Sakramen-sakramen yang kita terima adalah tangan Kristus yang menjamah, merangkul dan menyembuhkan kita. Lewat sakramen, kualitas hidup seseorang semakin meningkat. Orang semakin dekat dengan Tuhan. Perayaan sakramen merupakan PERTEMUAN antara Kristus dan kita. Yang dituntut dari kita adalah sikap batin yakni kehendak baik untuk melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki. Secara lebih mendalam tentang Sakramen akan dibahas pada bagian selanjutnya.

5

3) Sakramentali Sakramentali

adalah

tanda-tanda

suci

(berupa

ibadat/upacara/pemberkatan) yang mirip dengan sakramen-sakramen. Macam-macam Sakramentali: -

Pemberkatan orang, benda/barang rohani, tempat, makanan. Ini merupakan pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerahNya.

-

Pemberkatan dalam arti tahbisan rendah: pentahbisan orang dan benda.

4) Devosi Devosi berasal dari kata bahasa Latin, Devotio yang berarti penghormatan. Devosi adalah bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian khusus orang atau umat beriman kepada rahasia kehidupan Yesus tertentu,

misalnya

hati

Yesus

yang

Mahakudus,

Sakramen

Mahakudus. Atau devosi juga bisa ditujukan kepada orang-orang kudus seperti devosi Santa Maria, devosi kepada santo-santa pelindung. Devosi tidak bersifat paksaan melainkan sukarela. Devosi hendaknya bertujuan untuk menguatkan iman kita kepada Allah dalam diri Yesus Kristus.

2. GEREJA YANG MEWARTAKAN (KERYGMA) Ada 3 bentuk Sabda Allah dalam gereja yaitu: Sabda/pewartaan para rasul sebagai daya yang membangun gereja, Sabda Allah dalam Kitab Suci

6

sebagai kesaksian, Sabda Allah dalam pewartaan aktual gereja sepanjang zaman. Tiga bentuk sabda Allah di atas saling berhubungan satu sama lain. Sabda Allah berawal dari pengalaman para rasul ketika hidup bersama Yesus. Sesudah kenaikan Yesus, para rasul mulai mewartakan kepada umat. Dari pewartaan para rasul itulah kemudian mulai ditulis. Sabda Allah inilah yang kemudian dilanjutkan oleh Gereja dalam pewartaan aktual gereja. Tugas kita adalah mewartakan sabda Allah sebagaimana yang dilakukan para rasul dulu. Ada dua pola pewartaan dalam mewartakan Sabda Allah yaitu: -

Pewartaan verbal/kata-kata (kerygma)

-

Pewartaan dalam tindakan (martyria)

Pewartaan verbal sebenarnya merupakan tanggung jawab para imam tetapi kita sebagai kaum awam dituntut untuk turut serta dalam kegiatan pewartaan antara lain melalui: -

Kotbah atau homili : pewartaan yang berdasarkan perikope kitab suci. Kotbah diwartakan dari mimbar. Meskipun terkesan satu arah (melulu dari yang berkotbah) namun kotbah yang baik adalah komunikasi dua arah di mana pendengar juga diaktifkan. Orang yang membawakan kotbah disebut pengkotbah.

-

Pelajaran agama: proses pendampingan para guru agama kepada para siswa untuk menemukan makna hidupnya dalam terang Kitab Suci. 7

-

Katekese umat : kegiatan suatu kelompok umat di mana mereka aktif berkomunikasi untuk menafsirkan hidup nyata dalam terang injil yang diharapkan

berkelanjutan

dengan

aksi

nyata

sehingga

dapat

membawa perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik. Orang yang membawakan katekese disebut Katekis -

Pendalaman kitab suci : membaca dan merenungkan kitab suci. Bisa dilakukan dalam keluarga, kelompok dan pada kesempatan khusus misalnya masa APP (prapaskah) atau masa adven (sebelum Natal) dan bulan Kitab Suci (BKSN)

Pewartaan dalam tindakan (Martyria) penjelasannya akan dibahas di bagian tentang Gereja Yang Menjadi Saksi Kristus (Martyria). Dalam mengaktualisasikan sabda Tuhan, ada dua tuntutan yang harus dipenuhi atau diketahui oleh seorang pewarta sabda Allah yaitu: 

Mendalami dan menghayati Sabda Tuhan. Orang tidak dapat mewartakan sabda Allah dengan baik kalau dia sendiri belum mengenal, memahami dan melaksanakannya. Untuk itu, seorang pewarta harus membekali diri dengan pengetahuan tentang kitab suci dengan mengikuti penataran atau seminar.



Mengenal umat atau masyarakat konteksnya Selain pengenalan tentang kitab suci, seorang pewarta juga dituntut mengenal konteks atau masyarakat yang ada sehingga pewartaan kita sungguh menyentuh masyarakat yang ada.

8

3. GEREJA YANG MELAYANI (DIAKONIA) Gereja tidak pernah ada untuk dirinya sendiri, tetapi sebaliknya menjadi tanda dan saran bagi dunia dan masyarakat. Gereja dipanggil untuk melayani sebagaimana Yesus sendiri datang untuk melayani. Pada malam perjamuan terakhir, Yesus menunjukkan diriNya sebagai seorang pelayan atau hamba dengan membasuh kaki para rasul. Sabda Yesus sendiri dalam Markus bab 10: 45, “Anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani” mendapat perwujudan yang nyata. Santo Paulus melukiskan pengalaman Yesus ini dengan mengatakan bahwa “Kristus telah mengambil rupa seorang Hamba” (Filipi, 2: 7). Dengan demikian menjadi murid Yesus berarti harus meneladani Yesus dengan cara MELAYANI. Dasar pelayanan dalam

gereja

bertumpu

pada

semangat

pelayanan

Kristus

sendiri.

“Barangsiapa menyatakan diri murid Kristus, ia wajib hidup sama seperti hidup Kristus.” (I Yohanes bab 2: 6). Ciri-Ciri Pelayanan Gereja : -

Bersikap sebagai Pelayan Dalam Markus bab 9: 35 dikatakan bahwa, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”

-

Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru Gereja (kita) senantiasa menimbah kekuatan dari teladan Yesus sendiri sebagai nafas hidup kita

-

Option for the Poor.

9

Perhatian utama pelayanan gereja adalah orang-orang yang miskin namun tetap memposisikan mereka sebagai subyek yang sederajat dan tetap menghormati harga dirinya dan bukan mengobyekan mereka (memperlakukan seenaknya) -

Kerendahan Hati Seperti Kristus, gereja pun hendaknya melihat diri sebagai hamba yang tak berguna (Lukas 17: 10)

4. GEREJA YANG MENJADI SAKSI KRISTUS (MARTYRIA) Kata SAKSI memiliki dua arti yaitu Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa atau kejadian dan Orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberi keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa tersebut sungguh-sungguh terjadi. Dari kedua arti di atas, kita dapat disimpulkan bahwa saksi selalu menunjuk pada personal/pribadi seseorang yang mengetahui atau mengalami dan mampu memberikan keterangan yang benar. Dengan demikian, menjadi “Saksi Kristus” berarti Menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahui tentang Kristus kepada orang lain. Penyampaian, penghayatan atau pengalamannya itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap atau tindakan nyata (teladan hidup). Menjadi saksi Kristus selalu mengandung resiko sebagaimana Sabda Yesus sendiri, “Kamu akan dikucilkan bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang

10

membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah” (Yohanes 16: 2). Meskipun demikian, banyak orang yang terinspirasi dari pengorbanan Yesus sendiri dan mengorbankan nyawanya sebagai saksi Kristus atau Martir (martir berarti orang yang berkorban atau rela mati demi menjadi saksi Kristus). Martyria terbagi atas dua yaitu: -

Martyria Merah/Darah: orang yang rela menumpahkan darahnya demi memberi kesaksian tentang imannya akan Tuhan. Contoh:Uskup Romero yang tewas ditembak karena membela orang miskin di kota San Salvator, Pater Maximilianus Kolbe yang rela mati dibunuh di kamp konsentrasi Nazi Jerman demi menggantikan seorang bapak yang hendak dieksekusi, Santo Tarsisius yang rela mati demi menyelamatkan hosti tubuh Kristus.

-

Martir Putih: orang yang rela berbuat apa saja termasuk menghadapi tantangan demi memberi kesaksian tentang Tuhan. Orang seperti ini tidak perlu mati seperti martyria merah/darah tetapi rela hidup seperti Kristus. Contoh: Mother Teresa yang selama hidupnya melayani orang-orang miskin di Calcuta-India, Pater Damian yang selama hidupnya melayani orang-orang kusta yang dibuang di pulai Molokai.

5. GEREJA SEBAGAI SUATU PERSEKETUAN (KOINONIA) Kata koinonia berasal dari bahasa Yunani yang berarti persekutuan. Kisah Para Rasul 2: 42 melukiskan persekutuan dalam jemaat perdana: “mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.” Tugas

11

koinonia menyatakan keberadaan Gereja sebagai suatu persekutuan. Kata koinonia merupakan bahasa Yunani, yang berasal dari kata “koin” yang berarti mengambil bagian. Dalam perspektif biblis, koinonia diartikan sebagai paguyuban atau persekutuan (Kis. 2: 41-42). Koinonia berarti sebuah paguyuban atau persekutuan dalam melaksanakan sabda Tuhan. Dalam terang sabda Tuhan inilah Gereja melaksanakan tugas koinonia untuk membangun relasi dengan orang lain sebagai persaudaraan yang berpusat pada Yesus Kristus. Koinonia bisa diartikan sebagai paguyuban dalam melaksanakan sabda, yakni paguyuban sebagai suatu persaudaraan dalam Yesus Kristus yang mendengarkan sabda dan melaksanakan sabdaNya. Dengan demikian, Gereja merupakan suatu persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Melalui persekutuan, Gereja membentuk dirinya jemaat Kristus yang anggota-anggotanya dibentuk menjadi satu tubuh Kristus (1 Kor 12: 13). Gereja melaksanakan koinonia atau persekutuan untuk membangun relasi dengan sesama sebagai saudara yakni antarpribadi dengan Allah dan antarpribadi dengan sesama manusia. Tugas koinonia ini menjadi sarana di mana orang dapat mengenal dan membantu mengembangkan hidup beriman sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Dalam suasana persekutuan atau paguyuban

sebagai

persaudaraan

itu

juga

mengungkapkan

iman

sebagaimana tampak dalam kehidupan Gereja Perdana. “Semua orang yang menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (Kis. 2: 44). Persekutuan semacam inilah yang

12

diharapkan oleh Gereja, yang tetap berpusat pada Kristus. Kristus yang pertama-tama berperan mempersatukan semua anggota, yang kemudian menjadi nyata dalam keterlibatan dan pelayanan bersama. Persekutuan (koinonia) berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Setiap orang beriman dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara territorial (keuskupan, paroki, stasi / lingkungan, keluarga), dalam komunitas basis Gerejani, maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja dan juga terlibat dalam paguyuban atau kelompok yang ada di masyarakat

B. PENGERTIAN DAN MAKNA SAKRAMEN Sakramen berasal dari kata ‘mysterion’ (Yunani), yang dijabarkan dengan kata ‘mysterium’ dan ‘sacramentum’(Latin). Sacramentum dipakai

untuk

menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai ‘mysterium‘. Kitab Suci menyampaikan dasar pengertian

sakramen

sebagai

misteri/

‘mysterium‘

kasih

Allah,

yang

13

diterjemahkan sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26, Rom 16:25). Rahasia/ ‘misteri’ keselamatan initak lain dan tak bukan adalah Kristus (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27). Katekismus mengutip perkataan St. Leo Agung mengajarkan, “apa yang tampak pada Penebus kita, sudah dialihkan ke dalam misteri-misteri-Nya”/ sakramensakramen-Nya. ((Katekismus Gereja Katolik 1115)) Jadi sakramen-sakramen Gereja merupakan tanda yang kelihatan dari rahasia/ misteri Kristus -yang tak kelihatan- yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh kuasa Roh Kudus. ((Lihat Katekismus Gereja Katolik 774.)) Betapa nyatanya ‘rahasia’ ini diungkapkan di dalam sakramen-sakramen Gereja, terutama di dalam Ekaristi (lihat artikel: Sudahkah kita pahami arti Ekaristi?) Mengacu pada pengertian ini, maka Gereja sendiri adalah “Sakramen Keselamatan”

yang

menjadi

tanda

rahmat

Allah

dan

sarana

yang

mempersatukan Allah dan manusia ((Lihat KGK 775, Lumen Gentium 1.)) Sebagaimana Yesus yang mengambil rupa manusia menjadi “Sakramen” dari Allah sendiri, maka Gereja sebagai Tubuh Kristus menjadi “Sakramen” Kristus. Artinya, di dalam Gereja, kuasa ilahi yang membawa kita kepada keselamatan bekerja melalui tanda yang kelihatan. ((Lihat Roman Catechism (Catechism of the Council of Trent 1565) Part II on the Sacraments, “The Word ‘Sacrament'”, par 4., “… a sign is called a Sacrament, because the divine power secretly operates our salvatiom under the veil of sensible things.”))

14

Di dalam perannya sebagai “Sakramen Keselamatan” inilah, Gereja dipercaya oleh Kristus untuk membagikan rahmat Tuhan di dalam ketujuh sakramen. Jadi sakramen tidaklah hanya sebagai tanda atau lambang, tetapi juga sebagai pemenuhan makna dari tanda itu sendiri, yaitu rahmat pengudusan untuk keselamatan kita ((Lihat Roman Catechism Part II, Ibid., “Signs Instituted by God”, “God has appointed signs with power not only to signify, but also to accomplish what they signify. See also, “Kind of Sacred thing Meant Here”, “…the nature of a Sacrament,… is a sensible object which posseses, by divine institution, the power not only of signifying, but also of accomplishing holiness and righteousness.”)) sehingga Gereja mengajarkan bahwa dengan mengambil bagian di dalam sakramen, kita diselamatkan, karena melalui Kristus, kita dipersatukan dengan Allah sendiri. ((Lihat KGK 1129.)) Ketujuh sakramen ini menjadi tanda akan sesuatu yang terjadi sekarang, sesuatu yang terjadi di masa lampau, dan sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang. ((Lihat St. Thomas Aquinas, Summa Theologica III, q. 60, art 3, dikutip dalam KGK 1130.)) Jadi semua sakramen tidak hanya membawa rahmat pengudusan (sekarang), namun juga menghadirkan Misteri Paska Kristus (di masa lampau) yang menjadi sumber kekudusan, dan menjadi gambaran akan kebahagiaan surgawi sebagai akhir dari pengudusan kita (yang akan datang). ((Lihat Ibid., “All Sacraments Signify Something Present, Something Past, Something Future: all of them declare not only our sanctity and justification, but also… the Passion of Christ our Redeemer, which is the source of our sanctification, and also eternal life and heavenly bliss, which are the end of

15

sanctification…They remind us of something past, they indicate and point out to something present; they foretell something future.”)) Dengan berpartisipasi di dalam sakramen inilah kita mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi yang tidak mengenal batas waktu; di dalam kehidupan Kristus yang mengatasi segala sesuatu.

C. 7 SAKRAMEN GEREJA Mungkin ada orang bertanya, mengapa ada tujuh sakramen? Alasannya adalah karena terdapat hubungan yang erat antara kehidupan rohani dan jasmani. ((Disarikan dari Roman Catechism, “Why the Sacraments were Instituted“)) Secara jasmani ada tujuh tahap penting kehidupan: kita lahir, tumbuh menjadi dewasa karena makan. Jika sakit kita berobat, dan di dalam hidup kita dapat memilih untuk tidak menikah atau menikah. Lalu setelah selesai menjalani hidup, kita meninggal dunia. Nah, sekarang mari kita lihat bagaimana sakramen menguduskan tahap-tahap tersebut di dalam kerohanian kita. Kelahiran kita secara rohani ditandai dengan sakramen Pembaptisan, di mana kita dilahirkan kembali di dalam air dan Roh (Yoh 3:5), yaitu di dalam Kristus sendiri. Kita diteguhkan oleh Roh Kudus dan menjadi dewasa dalam iman melalui sakramen Penguatan (Kis 1:5). Kita bertumbuh karena mengambil bagian dalam sakramen Ekaristi yang menjadi santapan rohani (Yoh 6: 51-56). Jika rohani kita sakit, atau kita berdosa, kita dapat disembuhkan melalui pengakuan dosa dalam sakramen Tobat/ Pengakuan dosa, di mana melalui perantaraan iman-Nya Tuhan Yesus mengampuni kita (Yoh 20: 22-23). Lalu jika

16

kita terpanggil untuk hidup selibat untuk Kerajaan Allah, Allah memberikan kuasa untuk melakukan tugas-tugas suci melalui penerimaan sakramen Tahbisan Suci/ Imamat (Mat 19:12). Sedangkan jika kita terpanggil untuk hidup berkeluarga, kita menerima sakramen Perkawinan (Mat 19:5-6). Akhirnya, pada saat kita sakit jasmani

ataupun

saat

menjelang

ajal,

kita

dapat

menerima

sakramen Pengurapan orang sakit, yang dapat membawa rahmat kesembuhan ataupun persiapan bagi kita untuk kembali ke pangkuan Allah Pencipta (Yak 5:14). Pengajaran tentang adanya tujuh sakramen ini kita terima dari Tradisi Suci, yang kita percayai berasal dari Kristus. Ketujuh sakramen ini ditetapkan melalui Konsili di Trente (1564) untuk menolak bahwa hanya ada dua sakramen Baptis dan Ekaristi menurut pandangan gereja Protestan. Sebagai umat Katolik, kita mematuhi apa yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik, sebab mereka -lah penerus para rasul, yang meneruskan doktrin para rasul dengan kemurniannya.

D. PENCIPTA SAKRAMEN Allah melalui

Kristus

adalah Pencipta

Sakramen.

((Lihat Roman

Catechism, “The Author of the Sacraments“, “God alone has power to enter into the hearts and minds of men, He alone, through Christ, is manifestly the author of the Sacraments.”)) Sakramen mengandung kuasa yang mencapai kedalaman jiwa seseorang, dan hanya Allah yang mampu melakukan hal itu. Jadi walaupun disampaikan oleh para imam, sakramen-sakramen Gereja tersebut merupakan

17

karya Kristus. Kardinal Ratzinger (sekarang Paus Benedict XVI) menyatakan, dari sisi pandang imam sebagai penerus para rasul, sakramen berarti, “Aku memberikan apa yang tidak dapat kuberikan sendiri; aku melakukan apa yang bukan pekerjaanku sendiri… aku (hanyalah) membawakan sesuatu yang dipercayakan kepadaku.” ((Diterjemahkan dari Joseph Cardinal Ratzinger, Called to Communion, (Ignatius Press, San Francisco, 1991), p. 115)) Jadi Kristuslah yang oleh kuasa Roh Kudus bekerja melalui para imamNya di dalam sakramen-sakramen. Pada sakramen Pembaptisan, Kristus sendirilah yang membaptis, ((Lihat KGK 1088.)) demikian juga pada sakramen Pengakuan Dosa, Kristus sendiri yang mengampuni melalui imam-Nya, dan di dalam Ekaristi, Ia sendiri yang memberikan Tubuh dan DarahNya untuk menjadi santapan rohani kita, sehingga kita dipersatukan dengan-Nya dan dengan sesama umat beriman di dalam ikatan persaudaraan sejati.

E. AKIBAT UTAMA ADANYA SAKRAMEN Berikut ini adalah akibat yang dihasilkan oleh penerimaan sakramen: ((Disarikan dari Roman Catechism, “Effects of the Sacraments”)). Pertama, adalah rahmat pengudusan. Rahmat ini merupakan pemenuhan janji Kristus yang dituliskan oleh Rasul Paulus, bahwa Kristus mengasihi Gereja-Nya dan menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, menyucikannya dengan air dan firman (Ef 5:26). Rahmat ini diberikan pada setiap orang untuk hidup bagi Tuhan, dan kepada Gereja secara keseluruhan untuk meningkatkan kasih dan misi pewartaan.

18

Kedua, dengan menerima dan mengambil bagian di dalam sakramen, kita berpartisipasi

di

dalam

kehidupan

Yesus,

dan melalui

Yesus

kita

berpartisipasi di dalam kehidupan Allah Tritunggal Maha Kudus. Keikutsertaan kita dalam kehidupan Yesus, terutama dalam Misteri Paska ini mengantar kita kepada keselamatan kekal. Manusia melalui usahanya sendiri tidak dapat mencapai keselamatan, karena keselamatan pertama-tama karunia Allah (lih. Ef 2:5,8) yang kita terima melalui Yesus Kristus. Sebab oleh akibat dosa asal kita terpisah dari Tuhan, dan Kristus mempersatukan kita kembali dalam kehidupanNya melalui sakramen-sakramen. Melalui sakramen kita disatukan dengan Tuhan, dan diubah menjadi menyerupai Dia; tubuh kita yang fana menerima yang ilahi dan hati kita diisi oleh kebajikan-kebajikan yang berasal dari Allah sendiri, terutama dalam hal iman, pengharapan dan kasih. Ketiga, ketiga sakramen

yaitu

Pembaptisan,

Penguatan

dan

Tahbisan

suci,

memberikan ‘karakter’ yang terpatridi dalam jiwa seseorang yang menerima sakramen tersebut. Pembaptisan menjadikannya anak angkat Allah, Penguatan menjadikannya sebagai ‘serdadu’ Kristus, dan Tahbisan suci menjadikannya imam yang diberi kuasa untuk menguduskan dan menerimakan sakramensakramen. Karena karakter khusus inilah, maka ketiga sakramen ini hanya dapat diterima satu kali saja.

F. CARA

AGAR

KITA

MENERIMA

‘BUAH’

YANG

BERGUNA

MELALUI

SAKRAMEN

19

Pertama, kita harus mengetahui, menghargai dan menghormati rahmat ilahi yang

diberikan

melalui

sakramen-sakramen

ini.

Lalu,

karena

kita

mengetahui bahwa Allah sendiri yang memberikan rahmat-Nya, maka kita harus memperlakukan rahmat itu dengan hormat dan dengan semestinya, dan dengan sikap yang benar, terutama dalam sakramen Tobat dan Ekaristi, agar kita dapat menghasilkan buahnya. Kita harus mempersiapkan diri dan berpartisipasi pada saat kita menerima sakramen-sakramen dalam perayaan liturgi Gereja Kita mengetahui bahwa Yesuslah yang memerintahkan pemberian sakramen-sakramen tersebut melalui ajaran-ajaranNya. Karena berasal dari Kristus, rahmat itu adalah karunia yang sempurna, yang diberikan oleh kuasa Roh Kudus, yang dapat menembus jiwa untuk mendatangkan kesembuhan rohani, dan mendatangkan keselamatan yang tak ternilai harganya.

G. SAKRAMEN – SAKRAMEN GEREJA KATOLIK Ketujuh sakramen (Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Tahbisan, Perkawinan, dan Urapan orang sakit) merupakan tanda yang menyampaikan rahmat dan kasih Tuhan secara nyata. Hal ini merupakan pemenuhan janji Kristus yang tidak akan pernah meninggalkan kita sebagai yatim piatu (Yoh 14:18). Melalui sakramen tersebut, Allah mengirimkan Roh Kudus-Nya

untuk

menyembuhkan,

memberi

makan

dan

menguatkan

kita.Keberadaan sakramen sebenarnya telah diperkenalkan sejak zaman Perjanjian Lama, tetapi pada saat itu hanya merupakan simbol saja -seperti sunat dan perjamuan Paskah (pembebasan Israel dari Mesir)- dan bukan

20

sebagai tanda yang menyampaikan rahmat Tuhan. Kemudian Kristus datang, bukan untuk menghapuskan Perjanjian Lama melainkan untuk menggenapinya. Maka Kristus tidak menghapuskan simbol-simbol itu tetapi menyempurnakannya, dengan menjadikan simbol sebagai tanda ilahi. Sunat disempurnakan menjadi Pembaptisan, dan perjamuan Paskah menjadi Ekaristi. Dengan demikian, sakramen bukan hanya sekedar simbol semata, tapi menjadi tanda yang sungguh menyampaikan rahmat Tuhan. Di sini kita melihat bagaimana Allah tidak menganggap benda- benda lahiriah sebagai sesuatu yang buruk, sebab di akhir penciptaan Allah melihat semuanya itu baik (Gen 1:31). Bukti lain adalah Kristus sendiri mengambil rupa tubuh manusia (yang termasuk ‘benda’ hidup) sewaktu dilahirkan ke dunia (lih. Ibr 10:5) Kita dapat melihat pula bahwa di dalam hidupNya, Yesus menyembuhkan, memberi makan dan menguatkan orang-orang dengan menggunakan perantaraan benda-benda, seperti tanah sewaktu menyembuhkan orang buta (Yoh 9:1-7); air sewaktu mengubahnya menjadi anggur di Kana (Yoh 2:1-11), roti dan ikan dalam mukjizat pergandaan untuk memberi makan 5000 orang (Yoh 6:5-13), dan roti dan anggur yang diubah menjadi Tubuh dan DarahNya di dalam Ekaristi (Mat 26:26-28). Jika Yesus mau, tentu Ia dapat melakukan mujizat secara langsung, tetapi Ia memilih untuk menggunakan benda- benda tersebut sebagai perantara. Janganlah kita lupa bahwa Ia adalah Tuhan dari segala sesuatu, dan karenanya Ia bebas menentukan seturut kehendak dan kebijaksanaan-Nya untuk menyampaikan rahmatNya kepada kita. 1. Sakramen Pembaptisan (KGK 1213-1284)

21

Akibat dosa asal, kita lahir di dunia dengan kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23), sehingga kita tidak mungkin bersekutu dengan Allah. Yesus telah turun ke dunia untuk membawa manusia kembali ke pangkuan Allah. Yesus mengatakan bahwa seseorang harus “dilahirkan kembali dalam air dan Roh” (Yoh 3:5), yaitu di dalam Pembaptisan, di mana seseorang dilahirkan kembali secara spiritual. Oleh kelahiran baru di dalam Pembaptisan ini kita diselamatkan (lih. 1Pet 3:21), karena di dalam Pembaptisan kita dipersatukan dengan kematian Kristus untuk dibangkitkan bersama-sama dengan Dia (Rom 6:5). Jadi Sakramen Pembaptisan mendatangkan dua macam berkat, yaitu penghapusan dosa dan pencurahan Roh Kudus beserta karuniaNya ke dalam jiwa kita, yang memampukan kita untuk hidup baru (Acts 2:38). Oleh Pembaptisan, kita diangkat menjadi anak-anak Allah dan digabungkan ke dalam Gereja yang menjadikan kita anggota Tubuh Kristus. 2. Sakramen Ekaristi (KGK 1322- 1419) Kristus mengasihi Gereja-Nya tanpa batas dengan menganugerahkan Tubuh dan Darah-Nya sendiri kepada setiap anggota keluargaNya di dalam perjamuan Ekaristi. Ekaristi merupakan penyempurnaan dari perjamuan Paska Perjanjian Lama, yang ditandai dengan kurban anak domba yang membebaskan orang-orang Israel dari maut. Dalam Ekaristi, Kristuslah, Anak Domba Allah yang menjadi kurban untuk menghapus dosa-dosa kita, dan karena itu kita memasuki Perjanjian Baru yang membebaskan kita dari kematian kekal. Yesus sendiri berkata, “Jika kamu tidak makan daging-Ku dan minum darah-Ku, engkau tidak mempunyai hidup di dalam dirimu” (Yoh

22

6:53). Maka, dengan menyambut Ekaristi, kita melaksanakan ajaran Yesus untuk memperoleh hidup yang kekal. Sakramen ini ditetapkan oleh Yesus sendiri pada Perjamuan Terakhir sebelum sengsara-Nya, ketika Ia berkata kepada

para

rasulNya,

“Ambillah,

makanlah,

inilah

TubuhKu…

Minumlah…inilah darahKu yang ditumpahkan bagiMu.. ..perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk 22:19-29, Mat 26: 28, Mrk 14:22-24). Gereja Katolik mengajarkan bahwa kurban salib Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 9:28). Kristus tidak disalibkan kembali di dalam setiap Misa Kudus, tetapi kurban yang satu dan sama itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus untuk mendatangkan buah-buahnya, yaitu penebusan dan pengampunan dosa. Hal itu dimungkinkan karena Yesus yang mengurbankan Diri adalah Tuhan yang tidak terbatas oleh waktu dan kematian, sehingga kurbanNya dapat dihadirkan kembali, tanpa berarti diulangi. Melalui perkataan imam yang dikenal sebagai konsekrasi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus oleh kuasa Roh Kudus. Karena itu, kita harus memeriksa diri sebelum menyambut Ekaristi, sebab “barangsiapa dengan tidak layak makan roti dan minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan…dan barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1Kor 11:27-29). Dari pengajaran Rasul Paulus ini, kita mengetahui bahwa Kristus sungguh hadir di dalam Ekaristi. Yesus memakai segala cara untuk menyatakan bahwa Ia mau tinggal bersama kita, untuk menyertai dan

23

menguduskan kita, karena sungguh besarlah kasihNya kepada kita sebagai anggota Gereja-Nya. 3. Sakramen Penguatan (KGK 1285-1321) Tuhan memperkuat jiwa kita juga dengan Sakramen Penguatan. Hal ini kita lihat dari kisah para rasul yang, walaupun telah menerima rahmat Tuhan, mereka dikuatkan secara istimewa pada hari Pentakosta, ketika Roh Kudus turun atas mereka. Atas karunia Roh Kudus ini para rasul dapat dengan berani mengabarkan Injil dan melaksanakan misi yang Yesus percayakan kepada mereka. Karunia Roh Kudus ini diturunkan melalui penumpangan tangan para rasul (Kis 8:14-17) yang kemudian juga dilanjutkan oleh para penerus mereka (para uskup) kepada Gereja-Nya. Melalui Sakramen Penguatan inilah kita dikuatkan dalam iman untuk menghadapi tantangan hidup. 4. Sakramen Pengakuan/ Tobat (KGK 1422-1498) Allah mengetahui bahwa di dalam perjalanan iman, kita dapat jatuh di dalam dosa. Maka Ia menganugerahkan Sakramen Pengakuan/ Tobat pada kita, karena Allah selalu siap sedia untuk mengangkat kita dan mengembalikan kita ke dalam persekutuan dengan Dia. Di dalam sakramen ini kita mengakukan dosa kita di hadapan imam, karena Yesus telah memberi kuasa kepada para imamNya untuk melepaskan umatNya dari dosa. Setelah kebangkitanNya, Yesus berkata kepada para rasulNya, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh

24

20:22-23). Melalui Sakramen Tobat ini kita menerima pengampunan dosa dari Tuhan dan juga rahmatNya, yang membantu kita untuk menolak godaan dosa di waktu yang akan datang. 5. Sakramen Perkawinan (KGK 1601-1666) Sebagian besar orang dipanggil untuk kehidupan berumah tangga. Melalui Sakramen Perkawinan, Tuhan memberikan rahmat yang khusus kepada pasangan yang menikah untuk menghadapi bermacam tantangan yang mungkin timbul, terutama sehubungan dengan membesarkan anak-anak dan mendidik mereka untuk menjadi para pengikut Kristus yang sejati. Dalam sakramen Perkawinan terdapat tiga pihak yang dilibatkan, yaitu mempelai pria, mempelai wanita dan Allah sendiri. Ketika kedua mempelai menerimakan sakramen Perkawinan, Tuhan berada di tengah mereka, menjadi saksi dan memberkati mereka. Allah menjadi saksi melalui perantaraan imam, atau diakon, yang berdiri sebagai saksi dari pihak Gereja. Sakramen Perkawinan adalah kesatuan kudus antara suami dan istri yang menjadi tanda yang hidup tentang hubungan Kristus dengan GerejaNya (Ef 2:21-33). Karenanya, perkawinan sakramental Katolik adalah sesuatu yang tetap dan tak terceraikan, kecuali oleh maut (Mrk 10:1-2, Rom 7:2-3, 1Kor 7:10-11). 6. Sakramen Tahbisan (KGK 1536- 1600) Pada zaman Perjanjian Lama, meskipun bangsa Israel telah dikatakan sebagai ‘kerajaan imam dan bangsa yang kudus’ (Kel 19:6), Allah tetap memanggil para pria tertentu untuk menjalankan tugas sebagai imam (Kel

25

19:22). Hal yang sama terjadi di dalam Perjanjian Baru, sebab walaupun semua orang Kristen dikatakan sebagai ‘imamat yang rajani’ (1Pet2:9), namunYesus memanggil secara khusus beberapa orang pria untuk menjalankan tugas pelayanan sebagai imam. Melalui Tahbisan ini, para imam diangkat untuk menjadi pelayan Gereja untuk menjalankan tugas-tugas Kristus, yaitu sebagai imam untuk menguduskan, nabi untuk mengajar dan raja untuk memimpin dan melayani umat-Nya. Di atas semua ini tugas yang terpenting

adalah

mengabarkan

Injil

dan

menyampaikan

sakramen-

sakramen. 7. Sakramen Urapan Orang Sakit (KGK 1499- 1532) Alkitab mengatakan agar jika kita sakit, maka baiklah kita memanggil penatua Gereja untuk mendoakan dan mengurapi kita dengan minyak di dalam nama Tuhan. Dan doa yang didoakan dengan iman ini akan menyelamatkan kita yang sakit dan mengampuni dosa kita (Yak 5:14-15). Oleh karena itu, sakramen Urapan orang sakit ini tidak hanya dimaksudkan untuk menguatkan kita di waktu sakit, tetapi juga untuk membersihkan jiwa kita dari dosa dan mempersiapkan

kita

untuk

bertemu

dengan

Tuhan.

Kesimpulan:

26

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Tugas pelayanan Gereja Gereja adalah Tanda Kasih Tuhan, Gereja adalah tujuan akhir hidup manusia dan sarana untuk mencapai tujuan itu. ‘Gereja’ yang merupakan keselamatan manusia dalam persekutuan dengan Allah dan sesama, juga menjadi ‘sakramen keselamatan’, atau sarana dan tanda yang nyata dari misteri kasih Allah yang ditunjukkan oleh pengorbanan Yesus di kayu salib. Sebagai anggota Gereja, kita diikutsertakan di dalam misteri itu, dengan mengambil

27

bagian di dalam misteri Paska Kristus yang dinyatakan di dalam ketujuh sakramen yang kita terima, lewat perantaraan penerus para rasul, yaitu para uskup dan pembantunya (imam). Marilah kita mensyukuri anugerah Gereja Kudus ini, beserta dengan rahmat sakramen dan keberadaan para pemimpin Gereja, sebab oleh semua itu kita beroleh karunia Allah yang tiada batasnya, yaitu keselamatan di dalam persekutuan dengan Tuhan. Tugas tugas gereja Gereja mempunyai lima tugas yang saling berhubungan erat dan pelayanan dalam tugasnya gereja tidak membeda bedakan dalam pelayanan semua sama dalam kasih Tuhan . Gereja memberikan kita jalan untuk senantiasa kita dekat pada Tuhan oleh karena kasihNya, lima tugas gereja ialah melayani , mewartakan,menguduskan, persekutuan , saksi kristus . Lima tugas gerja tidak terbatas dalam lingkup gereja karena gereja bukanlah sebuah gedung tetapi adalah persekutuan umat katolik , lima tugas gereja dapat di jalankan dalam lingkungan , sekolah , persekutuan doa, organisasi katolik tetapi tidak terlepas dari pengawasan seorang biarawan / uskup.

28

DAFTAR PUSTAKA http://www.katolisitas.org/sakramen-apa-pentingnya-di-dalam-kehidupan-imankita/ diakses pada 21 November 2018 http://katolisitas-indonesia.blogspot.com/2012/07/dasar-sakramen-gerejakatolik.html diakses pada 21 November 2018 ______. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, penerjemah). Jakarta: Obor. _____. 1995. Katekismus Gereja Katolik (Herman Embuiri, penerjemah). Ende: Arnoldus. ______. 2009. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. Bagiyowinardi, Didik. 2008. Siap Menjadi Pengurus Lingkungan. Jakarta: Obor. Fallo, Cornel P. 2014. Lima Pilar Pelayanan Gereja. Retrieved 28 Maret 2015, dari http://henkesfallo.blogspot.com/2014/11/lima-pilar-pelayanan-gereja.html.

29

More Documents from "Esron Aje"