BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian(Permentan, 2014). Sapi merupakan hewan ternak yang banyak dijadikan hewan ternak oleh masyarakat di Indonesia. Sapi yang dipelihara dapat berupa sapi potong atau sapi perah.Ternak sapi, khususnya sapi merupakan salah satu sumber penghasil protein hewani, yaitu berupa daging dan susu yang bernilai ekonomi. (Yoga, 2016). Ternak sapi harus mendapatkan perhatian yang serius tentang perawatan dan pemeliharaan karena akan berdampak pada kesehatan sapi. Jika sapi yang diternak sehat maka akan terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Ternak ruminansia betina produktif adalah ternak ruminansia betina yang organ reproduksinya masih berfungsi secara normal dan dapat beranak (Permentan, 2014). Pada sapi betina diharapkan dapat bunting dan saat bunting dalam keadaan sehat agar anakan yang dilahirkan sehat. Pembuntingan sapi dapat dilakukan secara alamiah atau dengan cara inseminasi buatan dengan bantuan manusia.
1
1.2 Tujuan Memberikan informasi tentang perawatan induk sapi bunting kepada peternak agar dapat merawat induk sapi bunting dengan baik dan agar didapatkan anakan sapi yang sehat. 1.3 Manfaat Adanya penyuluhan tentang perawatan induk sapi bunting diharapkan peternak sadar akan pentingnya memperhatikan induk sapi betina yang bunting.
2
BAB 2 ISI
2.1 Usia Reproduksi Sapi Sapi di alam bebas akan melakukan perkawinan alami setelah masa pubertas. Sapi betina menunjukkan birahi pada umur 12-15 bulan, sedangkan sapi jantan pada usia 12 bulan. Jika sapi di peternakan dapat dikawinkan pada umur 18-24 bulan untuk sapi betina, sedangkan untuk sapi jantan pada umur 18 bulan (Yulianto, 2014 ). 2.2 Masa Berahi Perkawinan antara sapi betina dan sapi jantan ditandai dengan terjadinya berahi. Berikut tanda-tanda sapi betina berahi : Nafsu makan menurun Sapi nampak gelisah Sesekali mendekati sapi jantan Sering menaiki sapi lain dan akan diam jika dinaiki Vulva nampak warna merah Vulva mengeluarkan cairan bening (Yulianto, 2014). 2.3 Masa Bunting 2.3.1 Pemerikasaan Kebuntingan Pemeriksaan kebuntingan dini setelah kawin alami atau dengan inseminasi buatan sangat penting untuk penting untuk dapat mengetahui kinerja reproduksi yang baik pada sapi. Berbagai metode telah digunakan untuk mendeteksi kebuntingan pada sapi yaitu palpasi rektal, transrectal ultrasonografi dan pengukuran kadar progesteron. (Gde Oka, 2014).
3
2.3.2 Lama Bunting Sapi Lama kebuntingan sapi rata-rata berlangsung Sembilan bulan atai 281 hari. Lama kebuntingan sangat bervariasi : Anak jantan sering kali lebih lama di dalam kandungan Sapi yang pertama kali bunting, biasanya waktu bunting lebih singkat daripada sapi induk yang sudah pernah bunting (AAK, 2012). 2.3.3 Pemberian Pakan Tambahan Induk sapi betina harus diberi pakan dan minum sesuai dengan porsinya agar produksi susunya bagus, bergizi dan deras. Induk betina memproduksi susu sebagai minuman bagi pedet terutama untuk pedet yang akan diberi minum susu langsung dari induknya. Tambahan pakan dapat berupa konsentrat, hijauan segar dan jerami (Yulianto, 2014). Table pemberian pakan sapi bunting
(Yulianto, 2014). 2.3.4 Pemberian Minum Sebagian besar kebutuhan air bagi ternak ruminansia dipenuhi dari air dan selebihnya berasal dari ransum dan dari proses metabolisme yang terjadi pada tubuh ternak. Menurut Muljana (1987), jumlah air yang diminum tergantung pada ukuran tubuh, temperature lingkungan, kelembaban udara dan jumlah air yang ada pada pakan. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985) menambahkan bahwa air yang dibutuhkan seekor sapi perah tidak cukup bila hanya diharapkan dari hijauan saja, walaupun kadar air hijauan sekitar 70%-80%. Air yang diperlukan seekor sapi perah sekitar 37-45 liter/hari.Air minum mutlak dibutuhkan dalam
4
usaha peternakan sapi perah,hal ini disebabkan
karena susu yang
dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa bahan kering. Seekor sapi perah membutuhkan 3,5-4 liter air minum untuk mendapatkan 1 liter susu (Sudono et.al, 2003). 2.3.5 Perawatan dan Pengendalian Penyakit Usaha pencegahan penyakit yaitu sebelum kandang ditempati terlebih dahulu disiram dengan air kapur supaya bebas dari bibit penyakit, memandikan ternak setiap pagi dan siang hari, membersihkan kandang dan selokan.
Desinfeksi
dilakukan
dua
kali
seminggu
dengan
cara
menyemprotkan ke seluruh bagian kandang. Desinfektan berupa snifet dan formalin.Penyediaan obat tergantung kondisi lapangan, bila persediaan obat habis maka dapat dibeli obat pada saat diperlukan. Penyakit yang sering diderita yaitu diare dan batuk. Bila ternak terkena diare maka diberi vitamin B12 atau obat tradisional dan teh. Untuk penyakit batuk diberi antibiotik dan untuk pernafasan diberikan Tilosivet (Syarief, 1985).
2.3.6 Pencegahan Infeksi Mastitis Pada induk sapi perah bila ada induk sapi yang terkena infeksi mastitis maka dapat dicegah dengan cara : Peternak meminta bantuan kepada para tenaga medis untuk melakukan injeksi penicillin pada keempat puting bagi induk yang habis berproduksi atau induk yang memasuki masa kering Menghindari lalat hinggap di putting susu (AAK, 1995).
5
2.4 Kandang Sapi Bunting Kadang sapi bunting digunakan khusus untuk sapi yang sedang bunting. Kandang biasanya berbentuk kandang kelompok, biasanya terdapat 5-10 ekor sapi bunting. Namun, kandang sapi bunting dapat berbentuk kandang individu yang sekaligus untuk perisapan sebagai kandang beranak. Ukuran kandang sapi bunting disesuaikan ukuran sapi. Untuk kandang individu biasanya berukuran 2 meter x 1,5meter atau 2.5 meter x meter ( Fikar, 2012).
2.5 Tanda-tanda Sapi akan Melahirkan Induk yang akan melahirkan memperlihatkan gejala-gejala sebagai berikut: Ambing terlihat membesar dan mengencang, terutama satu minggu sebelum melahirkan. Vulva membengkak dan warnanya memerah pada 3-4 hari sebelum melahirkan Keluar lender berwarna bening agak keruh pada 1-2 hari sebelum melahirkan Sapi terlihat gelisah dengan mengibaskan ekornya dan cenderung memisahkan diri dari kelompok ( jika belum di tempatkan di kandang individu). Menjelang melahirkan nafsu makan tidak ada (Fikar, 2012).
6
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Perawatan induk sapi bunting hal yang harus diperhatikan meliputi pemberian pakan yang mencukupi kebutuhan gizi dan pemberian minum. Pemberian pakan tambahan dapat berupa konsentrat, hijauan segar dan jerami. Sapi bunting juga harus mendapatkan vaksin dan pencegahan untuk terjadinya mastitis agar nantinya anak sapi yang lahir sehat . Sapi betina bunting dapat dijadikan satu dengan sapi betina yang bunting lainnya atau dengan kandang individu untuk melahirkan. Sapi bunting yang akan melahirkan dapat diketahui beberapa tanda antara lain nafsu makan menurun, keluar lendir berwarna bening agak keruh dan ambing membesar dan mengencang.
7
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta : Kanisius. AAK. 2012. Sapi Potong dan Kerja. Yogyakarta : Kanisius. Fikar, S. dan Dadi, R. 2012. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Jakarta : Agro Media Pustaka. Gde Oka, T.P., I Gusti Ngurah, B.N. dan Made K, B. 2014. ‘ Waktu Inseminasi Buatan yang Tepat pada Sapi Bali dan Kadar Progesteron pada Sapi Bunting’. Jurnal Veteriner. Vol.15. No.(3). Muljana, B.A. 1987. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Perah. Semarang : Aneka Ilmu. Permentan. 2017. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 14/Permentan/PK.350/5/2017. Tentang Klasifikasi Obat Hewan. Jakarta : Kementerian Pertanian. Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta : Agromedia Pustaka. Syarief, M.Z. dan Sumoprastowo, C.D.A. 1985. Ternak Perah. Jakarta : Yasaguna. Yoga, H.N., I Putu, S. dan I Ketut, S. 2016. ‘Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan pada Induk Sapi Bali Terhadap Ukuran Dimensi Panjang Pedet’. Buletin Veteriner Udayana. Yulianto, P. dan Cahyo, S. 2014. Beternak Sapi Limousin (Paduan Pembibitan, Pembesaran dan Penggemukan). Jakarta : Penebar Swadaya.
8