Makalah1.docx

  • Uploaded by: hindun
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,539
  • Pages: 23
MAKALAH

PERKEMBANGAN EMOSI PESERTA DIDIK DAN PROBLEMATIKANYA

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik yang dibina Oleh Ibu Irene Maya Simon, S.Pd., M.Pd Oleh : Kelompok 5 Hindun Maratus S

170351616566

Husnul Hotimah

170351616525

Lailia Hanik Nur K

170351616542

M. Andrie Nur

170351616606

Rahma Shinta P

170351616577

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA FEBRUARI 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Perkembangan Emosi Peserta Didik dan Problematikanya” sesuai dengan waktunya. Tersusunya makalah ini tentu tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimaksih kepada : 1. Ibu Irene Maya Simon, S.Pd., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik 2. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan agar makalah ini dapat di selesaikan. Penulis menyadari dalam makalah ini, masih banyak kelemahan serta kekurangankekurangan baik dari segi teknis, maupun non-teknis. Untuk itu penulis mengharapkan kritis dan saran yang membangun untuk kebaikan dalam menulis makalah selanjutnya dikemudian hari, Mohon maaf kami sampaikan setulus hati.

Malang, Februari 2019

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak keunikan yang terkadang mengejutkan. Keunikan dalam perkembngan tersebut sulit dimengerti oleh orang dewasa. Sehingga banyak kejadian orang tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak memunculkan beberapa sifat khasnya. Hal yang sama tidak jarang hal itu terjadi pada dewan pendidik di sekolah. Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah satu aspek perkembangan yang sering sekali menjadi masalah adalah perkembangan emosi anak. Hal yang sangat sering di permasalahkan orang tua pada umumnya adalah anak bergitu nakal. Mungkin saja hal itu bersifat normal tetapi ada kemungkinan merupakan gangguan yang terjadi dari perkembangan emosi. Banyaknya fenomena yang sering ditemui kemungkinan besar karena baik orang tua maupun guru hanya belum mengerti tahap-tahap perkembangan anak tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang akan merugikan anak, penulis akan memaparkan tentang perkembangan emosi anak.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan emosi? 2. Apa saja ciri khas dari penampilan emosi anak? 3. Apa saja macam-macam emosi? 4. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak? 5. Bagaimana cara yang umum digunakan untuk menyalurkan energi emosional anak yang terpendam? 6. Bagaimana kondisi yang menunjang bagi anak agar emosionalitas yang meninggi dapat timbul? 7. Apa sajakah perbedaan individual dalam perkembangan emosi? 8. Bagaimana peran dari gender? 9. Bagaimana peran orangtua dan pendidik dalam mengembangkan emosi?

1.3 Tujuan Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Memahami tentang pengertian emosi 2. Mengetahui apa saja tentang ciri khas penampilan emosi anak 3. Mengetahui macam-macam dari emosi 4. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan emosi anak 5. Mengetahui cara yang digunakan untuk menyalurkan energi emosional anak yang terpendam 6. Memahami kondisi yang menunjang bagi anak agar emosionalitas yang meninggi dapat timbul 7. Mengetahui apa saja perbedaan individual dalam perkembangan emosi 8. Memahami peran dari gender 9. Mengetahui peran orangtua dan pendidik dalam mengembangkan emosi

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Emosi Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995). Dalam

kehidupan

sehari-hari, emosi sering

diistilahkan

juga

dengan perasaan. Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan, kendati dengan makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan, sedangkan takut termasuk emosi. Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer.

Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal. Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat film atau sinetron dramatis. Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak dari emosi positif sampai negatif. Minimal ada empat ciri emosi, yaitu : 1. Pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu yang satu dengan lainnya 2. Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat) 3. Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia 4. Sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak barang. (Kurnia, 2008). Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005). Sedangkan menurut Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi. Menurut Daniel Goleman (1995) emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut Daniel Goleman (1995) mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. James & Lange berpendapat bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi. Berdasarkan ketiga pendapat di atas penulis menyimpulkan emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.

2.2 Ciri Khas Penampilan Emosi Anak 1. Emosi yang kuat Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. 2. Emosi seringkali tampak Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi mereka meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman, mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang

membangkitkan emosi. Kemudian mereka mengekang ledakan emosi mereka dan bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima. 3. Emosi bersifat sementara Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa saying merupakan akibat dari 3 faktor; membersihkan system emosi yang terpendam

dengan

ekspresi

terrus

terang;

kekurangsempurnaan

pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas; dan rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, emosi mereka menjadi lebih menetap. 4. Reaksi mencerminkan individualitas Semua bayi yang baru lahir pola reaksinya sama. Secara bertahap, dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya mungkin akan bersembunyi dibelakang kursi atau dibalik punggung seseorang. 5. Emosi berubah kekuatannya Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian lagi oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lainnya oleh perubahan minat. 6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku Anak-anak mungkin tidak memperhatikan reaksi emosi mereka secara langsung, tetapi mereka memperlkihatkan secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup seperti menggigit kuku dan menghisap jempol.

2.3 Macam – macam emosi 1. Gembira dan bahagia Perasaan gembira pada remaja belum banyak diteliti. Perasaan gembira sedikit mendapat perhatian dari petugas peneliti dari pada perasaan marah dan takut atau tingkah laku lain yang memantulkan kesedihan. Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau apabila ia jatuh cinta dan cintanya itu mandapat sambutan oleh yang dicintai. Perasaan bahagia ini dihayati secara berbeda-beda oleh setiap individu. Bahagia muncul karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya. 2. Kemarahan dan Permusuhan Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai soerang pribadi yang mandiri. Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosiemosi yang memainkan peranan yang menonjolkan dalam perkembangan kepribadian. Dalam upaya memahami remaja, ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah. a. Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Selama masa remaja, fungsi marah terutama untuk melindungi haknya untuk menjadi independent dan menjamin hubungan antara dirinya dan pihak lain yang berkuasa. b. Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap-sikap di mana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi kemarahan masa lalu. Sikap

permusuhan berbentuk dendam, kesedihan, prasangka atau kecendrungan untuk merasa tersiksa. Sikap permusuhan tampak dalam cara-cara yang bersifat pura-pura, remaja bukannya menampakkan kemarahan langsung tetapi remaja lebih menunjukkan keinginan yang sangat besar. c. Perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alat kemarahan. d. Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami. 3. Cinta atau kasih saying Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka dialami pada tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa mendapatkan cinta dari orang lain. Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupun kebutuhankebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal dan mempunyai sikap permusuhan besar, hal tersebut disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari. Kebutuhan akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab

dengan yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional. 4. Frustasi dan Dukacita Frustasi merupakan keadaan saat individu mengalami hambatanhambatan dalam pemenuhan kebutuhannya, terutama apabila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Konsekuensi frustasi dapat menimbulkan perasaan rendah diri. Dukacita merupakan perasaan galau atau depresi yang tidak terlalu berat, tetapi mengganggu individu. Keadaan ini terjadi apabila kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat berarti buat kita. Kalau dialami dalam waktu yang panjang dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang cukup serius hingga depresi. Biehler membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. a. Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun 1) Cenderung banyak berdiam diri dan tidak dapat diterka 2) Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri 3) Kemarahan biasa terjadi 4) Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri 5) Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif b. Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun 1) Pemberontakan remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa 2) Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka 3) Sering kali berimajinasi, memikirkan masa depan mereka.

5. Ketakutan dan Kecemasan Ketika anak menuju masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut yang terdahulu telah teratasi, tetapi banyak yang masih tetap ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri. Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Tidak ada seorangpun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa yang ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu. Rasa takut yang disebabkan otoriter orang tua akan menyebabkan anak tidak berkembang daya kreatifnya dan menjadi orang yang penakut, apatis dan penggugup. Selanjutnya sikap apatis yang ditimbulkan oleh otoriter orang tua akan mengakibatkan anak menjadi pendiam, memencilkan diri dan tidak sanggup bergaul dengan orang lain.

4.1 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Sejumlah

penelitian

tentang

emosi

anak

menunjukkan

bahwa

perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960) dalam (Perkembangan Peserta Didik (2002)). Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mengkin akan muncul di kemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain:

a. Belajar dengan coba-coba Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan. b. Belajar dengan cara meniru Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. c. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification) Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi yang ditiru. Disini anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. d. Belajar Melalui Pengkondisian Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pengkondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada tahuntahun awal kehidupan karena anak kecil kurang mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka. e. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan decegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan-rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan.

5.1 Cara yang Umum Menyalurkan Energi Emosional 1. Kemurungan Kemurungan adalah keadaan emosi yang diperpanjang karena adanya energy emosi yang tertahan dan emosi itu dibiarkan tetap menyala. Emosi yang tidak menyenangkan paling mungkin ditahan, sehingga anak tampak merengut, tidak sehat, berdiam diri, atau masgul. Mereka menjadi tidak bergairah dan berkerja dengan hasil dibawah tingkat kemampuan mereka menjadi asik dengan diri dan perasaan mereka sendiri.

2. Reaksi pengganti Energy emosional dapat dilepaskan dengan mengganti reaksi emosional yang biasanya dilakukan dengan reaksi yang lebih dapat diterima secara social. Sebagai contoh, jika anak marah, mereka mungkin mengganti reaksi memukul atau menendang dengan reaksi mencaci maki, atau meungkin melakukan sesuatu yang bermanfaat atau konstruktif.

3.

Pemindahan Dalam pemindahan (displacement), reaksi

emosional

ditunjukkan kepada manusia, binatang, atau obyek yang tidak ada hubungannya dengan rangsangan. Sebagai contoh, anak yang marah bukannya memukul dan membentak orang yang telah menimbulkan kemarahannya, tetapi menyerang korban yang tidak bersalah sebagai kambing hitam.

4. Regresi Salah satu diantara cara umum untuk mengekspresikan emosi yang terhalang pada masa kanak-kanak ialah dengan regresi yaitu kembali ke bentuk perilaku sebelumnya, bahkan yang infantile.

Sebagai contoh, anak yang cembury mungkin ngompol di tempat tidur atau menyatakan bahwa mereka masih harus dibantu untuk berpakaian. 5. Letusan emosi Di dalam letusan emosi, anak-anak bereaksi dengan hebat terhadap rangsangan yang remeh. Apabila marah, maka mereka melakukan ledakan kemarahan di luar batas kewajaran terhadap obyek yang telah membuat mereka marah. Karena anak-anak yang lebih

tua

mengetahui

bahwa

mereka

dituntut

untuk

mengembangkan toleransi terhadap frustasi, letusan emosi mereka saling beralih menjadi rasa tidak mamou, rasa bersalah, dan malu.

7. Perbedaan Individual Remaja dalam Perkembangan Emosi Dengan meningkatnya usia remaja, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena remaja-remaja mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama dari pada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda. Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik remaja pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Remaja yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan remaja yang kurang sehat. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok, remaja-remaja yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkn dengan remaja yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya, mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi. Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok keluarga, remaja laki-laki lebih sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Misalnya marah bagi laki-laki,

dibandingkan dengan emosi takut, cemas dan kasih sayang yang dianggap lebih sesuai bagi perempuan. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir kemudian dalam keluarga yang sama.

G. Upaya Pengembangan dan Pengelolaan Emosi pada Remaja Rasa marah, kesal, sedih atau gembira adalah hal yang wajar yang tentunya sering dialami remaja meskipun tidak setiap saat. Pengungkapan emosi itu ada juga aturannya. Supaya dapat mengekspresikan emosi secara tepat, remaja memperlukan pengendalian emosi. Akan tetapi, pengendalian emosi ini bukan merupakan upaya untuk menekan atau menghilangkan emosi melainkan: a. Belajar menghadapi situasi dengan sikap rasional b. Belajar mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat menimbulkan respon emosional. Untuk dapat menanfsirkan yang obyektif, coba tanya pendapat beberapa orang tentang situasi tersebut. c. Bagaimana memberikan respon terhadap situasi tersebut dengan pikiran maupun emosi yang tidak berlebihan atau proporsional, sesuai dengan situasinya, serta dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungan social d. Belajar mengenal, menerima, dan mengekspresikan emosi positif (senang, sayang, atau bahagia dan emosi negatif (khawatir, sedih, atau marah) Kegagalan pengendalian emosi biasanya terjadi karena tidak ada keiinginan pada remaja untuk menilai sesuatu dengan kepala dingin. Kegagalan mengekspresikan emosi juga karena kurang mengenal perasaan dan emosi diri sendiri sehingga jadi salah kaprah dalam mengekspresikannya.

Karena itu, keterampilan mengelola emosi sangatlah penting supaya dalam proses kehidupan remaja dapat lebih sehat secara emosional. Berikut adalah cara untuk mengembangkan dan mengelola emosi pada remaja:

a. Belajar mengembangkan kesadaran diri Caranya adalah mengamati sendiri dan mengenali perasaan sendiri, menghimpun kosakata untuk mengungkapkan perasaan, serta memahami hubungan antara pikiran, perasaan dan respons emosional.

b. Belajar mengambil keputusan pribadi Caranya adalah mencermati tindakan-tindakan dan akibatakibatnya, memahami apa yang menguasai keputusan, pikiran, atau perasaan, serta menerapkan pemahaman ini ke masalah-masalah yang cukup berat, seperti masalah seks dan obat terlarang.

c. Belajar mengelola perasaan Caranya adalah memantau pembicaraan sendiri untuk menangkap pesan-pesan negatif yang terkandung di dalamnya, menyadari apa yang ada di balik perasaan (misalnya, sakit hati yang mendorong amarah), menemukan cara-cara menangani rasa takut , cemas, amarah, dan kesedihan.

d. Belajar menangani stres Caranya adalah mempelajari pentingnya berolahraga, perenungan yang terarah dan metode relaksasi.

e. Belajar berempati Caranya adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain, serta menghargai perbedaan perasaan orang lain mengenai sesuatu.

f. Belajar berkomunikasi

Caranya adalah berbicara mengenai perasaan yang secara efektif, yaitu belajar menjadi pendengar dan penanya yang baik, membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan seseorang dengan reaksi atau penilaian sendiri tentang sesuatu, serta mengirimkan pesan dengan sopan dan bukannya mengumpat.

g. Belajar membuka diri Caranya

adalah

menghargai

keterbukaaan

dan

membina

kepercayaan dalam suatu hubungan serta mengetahui situasi yang aman untuk membicarakan tentang perasaan diri sendiri.

h. Belajar mengembangkan pemahaman Caranya adalah mengidentifikasi pola-pola kehidupan emosional dan reaksi-reaksinya serta mengenali pola-pola serupa pada orang lain.

i. Belajar menerima diri sendiri Caranya adalah merasa bangga dan memandang diri sendiri dari sisi positif, mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri, serta belajar mampu untuk menertawakan diri sendiri.

j. Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi Caranya adalah belajar rela memikul tanggung jawab, mengenali akibat-akibat dari keputusan dan tindakan pribadi, serta menindaklanjuti komitmen yang telah dibuat dan disepakati.

k. Belajar mengembangkan ketegasan Caranya adalah dengan mengungkapkan keprihatinan dan perasaan diri sendiri tanpa rasa marah atau berdiam diri. l. Mempelajari dinamika kelompok Caranya adalah mau bekerja sama, memahami kapan dan bagaimana memimpin, serta kapan harus mengikuti.

m. Belajar menyelasaikan konflik Caranya adalah memahami bagaiamana melakukan konfrontasi secara jujur dengan orang lain, orang tua, guru serta memahami contoh penyelesaian untuk merundingkan atau menyelesaikan suatu perselisihan.

Dalam kehidupan sehari-hari remaja harus berlatih untuk melakukan dialog dengan diri sendiri dalam menghadapi setiap masalah, bersikap positif dan optimistis, serta mampu mengembangkan harapan yang realistis. Remaja juga harus mampu menafsirkan isyarat-isyarat sosial. Artinya, mengenali pengaruh sosial terhadap perilaku remaja dan melihat dampak perilaku remaja, baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat dimana remaja berada. Remaja juga harus dapat memilih langkah-langkah yang tepat dalam setiap penyelesaian masalah yang remaja hadapi dengan mempertimbangkan resiko yang akan terjadi .

A. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi Meskipun pola perkembangan emosi dapat diramalkan, tetapi terdapat perbedaan dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga saat pemunculannya. Perbedaan ini sudah mulai terlihat sebelum masa bayi berakhir dan semakin bertambah frekuensinya serta lebih mencolok sehubungan dengan bertambahnya usia anak. Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda. Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi

lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat. Ditinjau dari kedudukannya sebagai anggota kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya mereka juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.

B. Peran Gender Stereotipe utama tentang gender dan emosi: perempuan emosional, laki-laki tidak emosional. Stereotipe ini merupakan suatu citra yang kuat dan berkar dalam kebudayaan kita. Keyakinan dan stereotipe telah menghasilkan perlakuan negatif kepada perempuan karena jenis kelamin mereka. Perempuan kurang menerima perhatian yang memadai di sekolah, kurang mendapat peran yang menonjol di televisi, jarang digambarkan sebagai tokoh yang berkompeten dan dominan dalam buku anak-anak, dibayar lebih murah daripada laki-laki sekalipun mereka lebih berpendidikan, dan kurang terwakili dalam peran-peran pengambilan keputusan di seluruh masyarakat kita. Konsep androgini, yakni keberadaan karakteristik maskulin dan feminin yang diinginkan pada individu yang sama. Individu yang androginous dapat menjadi seorang laki-laki yang tegas (maskulin) dan bersifat mengasuh (feminin), atau seorang perempuan yang dominan (maskulin) dan sensitif kepada perasaan orang lain (feminin). Dalam daftar peran jenis kelamin karya Bem, individu-individu diklasifikasikan sebagai mempunyai satu dari empat orientasi peran gender: maskulin, feminin, androginous, dan tidak terdiferensiasi (tidak memiliki perbedaan). Individu yang androginous adalah sungguh-sungguh seorang perempuan atau seorang laki-laki yang memiliki suatu tingkat yang tinggi baik sifat-sifat feminin (ekspresif) maupun sifat-sifat maskulin. Individu yang androginous digambarkan lebih fleksibel dan lebih sehat secara mental daripada individu yang maskulin maupun individu yang feminin. Kebudayaan tempat si individu hidup juga memainkan suatu peran penting dan menentukan begaimana menyesuaikan diri. Pada satu sisi, di Amerika Serikat dan negara-negara modern lainnya, jumlah anak yang sedang dididik untuk

berperilaku dalam cara-cara yang androginous semakin meningkat. Pada sisi lain, peran-peran gender tradisional terus mendominasi banyak negara di dunia.

C. Peran Orang Tua dan Pendidik dalam Mengembangkan Emosi Pendidik dan Orang tua dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak dengan memberikan beberapa cara yaitu: a) Mengenali emosi diri anak , mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan terjadi

merupakan dasar

kecerdassan

emosional.

kemampuan untuk memantau peraaan dari waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak. b) Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau akibat – akibat yang muncul karena kegagalan. c) Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam melakukan kreasi secara bebas. d) Memahami emosi anak. e) Membina hubungan dengan anak, setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan

kecerdasan

emosional

yaitu

dengan

memelihara

hubungan. f) Berkomunikasi “dengan jiwa”, tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau penilaian.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi anak, dapat disimpulkan bahwa anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan setiap tahapnya memiliki keunikan tersendiri. Setiap tahap perkembangan emosi, orang tua dan guru harus mengetahui. Agar tidak ada penyimpangan seperti kekerasan pada anak. Hak-hak anak dalam perkembangannya harus dipenuhi untuk memaksimalkan kecerdasan emosinya. Orang tua agar mengetahui factor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi pada anak. B. Saran

Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Kepada orang tua. Agar dapat memaksimalkan potensi anak khususnya dalam perkembangan emosi anak. 2. Kepada guru. Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi anak. Sehingga hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal. 3. Kepada penulis. Agar dapat menambah pengetahuannya tentang perkembangan emosi anak.

10.

More Documents from "hindun"

Cuci Tangan.docx
November 2019 32
Sap Ivaaaaa.docx
November 2019 26
Bab Iii.docx
June 2020 14
Sample Fall_1.pdf
October 2019 18