Makalah Tugas Fiqh Ibadah Rio.docx

  • Uploaded by: Subaya
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Tugas Fiqh Ibadah Rio.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,043
  • Pages: 13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan oleh firman Allah, surat Maryam ayat 26 : “Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”. (Q.S. Maryam : 26) Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya’ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya’ban. Sesuai dengan hadits Nabi SAW. “Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar ru’yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30 hari”.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Puasa? 2. Jelaskan Bentuk-bentuk puasa? 3. Apa hikmah puasa? 4. Bagaimana Cara Pelaksanaan Puasa? 5. Sebutkan Macam-macam Faedah Puasa? 6. Sebutkan Orang Yang Mendapat Keringanan Puasa ? 7. Jelaskan Hal-hal Yang Membatalkan Puasa? 8. Sebutkan Orang Yang Boleh Tidak Berpuasa? 9. Jelaskan Tingkatan Puasa? 10. Apa Makna Puasa Wajib ? 11. Sebutkan Hal-hal Yang Dimakruhkan Saat Puasa? 12. Sebutkan Syarat Sah Puasa Wajib? 13. Jelaskan Macam-Macam Puasa Wajib?

1

BAB II Pembahasan 2.1 Pengertian Puasa Puasa adalah terjemahan dari bahasa Arab : shaum dan shiyam yang berarti menahan (imsak) seperti Inni nazartu li al-Rahmani shawman.[1] Menurut syara’ , puasa ialah menahan diri dari beberapa perbuatan tertentu, dengan niat dan menurut aturan tertentu pula. Puasa Ramadhan adalah kewajiban yang saklar dan ibadah Islam yang bersifat syi’ar yang besar, juga salah satu rukun Islam yang kelima, yang menjadi pilar agama ini.[2] Wajibnya puasa ini telah dikukuhkan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :

}183{ َ‫علَى الَّذِينَ ِمن قَ ْب ِل ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَت َّقُون‬ َ ‫ب‬ َ ِ‫الصيَا ُم َك َما ُكت‬ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬ َ ‫ب‬ َ ِ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا ُكت‬ ٍ ‫أَيَّا ًما َّم ْعدُودَا‬ }184{….. ‫ت‬

Artinya : “Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sbelum kalian, agar kalian bertakwa, (yaitu) beberapa hari yang tertentu….” (QS. Al-Baqarah : 183-184) Kemudian firman Allah selanjutnya

َّ ‫ش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال‬ ُ ‫ضانَ الَّذِي أ ُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُ ْر‬ ٍ ‫اس َوبَ ِينَا‬ ‫ش ْه َر‬ َ ‫ان فَ َم ْن‬ َ ِ َّ‫آن ُهدًى ِللن‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬ ِ َ‫ت ِمنَ ْال ُهدَى َو ْالفُ ْرق‬ ...ُ‫ص ْمه‬ ُ ‫فَ ْل َي‬

Artinya : “(Yaitu) bulan Ramadhan yang padanya (mulai) diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelasan petunjuk itu dan pembeda. Maka barangsiapa di antara kalian melihat bulan itu, hendaklah ia berpuasa…” (QS. Al-Baqarah: 185) Di dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim :

َّ ‫ع َم َر ب ِْن ْالخ‬ ‫س ْو َل هللاِ صلى هللا‬ ُ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َّ ‫ع ْب ِد‬ ِ ‫َطا‬ َ ُ‫ي هللا‬ ِ ‫ب َر‬ َ ‫الرحْ َم ِن‬ َ ‫ع ْن أَبِي‬ َ َ : ‫ع ْن ُه َما َقا َل‬ َ ‫ض‬ ْ ُ َ ُ ‫صالَةِ َوإِ ْيت َا ُء‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫س‬ ‫إل‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ب‬ : ‫ل‬ ‫و‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫وسلم‬ َ : ‫علَى خ َْم ٍس‬ ْ ُ ِ َّ ‫س ْو ُل هللاِ َو ِإقَا ُم ال‬ ُ ‫ش َهادَة ُ أ َ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدا ً َر‬ َ ُ ْ َ ِ َ ْ َّ ‫م‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ص‬ ‫و‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ال‬ ‫ج‬ ‫ح‬ ْ َ‫ضان‬ ِ ُّ َ َ َ ُ َْ َ َ َ ‫الز َكاةِ َو‬ Artinya : Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam ditegakkan diatas lima (dasar, rukun) : Syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji ke bait Allah, dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhori Muslim) Puasa di bulan Ramadhan pertama kali diwajibkan pada tahun kedua dari Hijrah Nabi SAW. Ia wajibkan atas orang-orang yang sudah mukallaf (baligh dan berakal) dan atas orang yang mampu mengerjakannya. Karena itu, tidaklah wajib puasa itu atas : 1. Anak-anak, 2. Orang gila, 3. Orang yang tidak suci (dari haid dan nifas) 4. Orang yang hilang akal, sebab mabuk dan lain-lain, 2

5. Orang yang sangat tua yang tidak kuat menjalankan puasa, 6. Orang yang sakit bila puasa mungkin bertambah-tambahnya sakitnya.[3]

2.2 Bentuk Puasa Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah SWT telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad SAW. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu : • 1. Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud

menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta. 2. Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 26 : “Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku bernadzar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (Q.S. Maryam : 26) 3. Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut. 4. Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam

2.3 Hikmah Puasa Diwajibkannya puasa atas umat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketaqwaan kepada Allah SWT. sebagaimana yang terkandung dalam surat AlBaqarah ayat 183 : “Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa”. Kadar taqwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 : “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu Al-Qur’an al-Karim yang akan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa raga. Inilah

3

nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore. Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan? Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Mu’awiyah : “Hari ini adalah hari Asyura’, dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya”. Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain : bahwa puasa yang diwajibkan pertama kali atas umat Islam adalah puasa Asyura’. Setelah datang Ramadhan Asyura’ dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil haditsnya Ibn Umar dan Aisyah ra. : “Diriwayatkan dari Ibn ‘Amr ra. bahwa Nabi SAW. telah berpuasa hari Asyura’ dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura’ beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu ‘Amr) juga tidak berpuasa”. (H.R. Bukhari) “Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura’ pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura’ sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura’ silahkan berpuasa, jika tidak juga tidak apa-apa”. (H.R. Bukhari dan Muslim) Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura’ sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura’), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan menyerukan ke umatnya untuk melakukan puasa itu. Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar hadits Ahaad (hadits yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang). Ibn Abbas ra. meriwayatkan : “Ketika Nabi SAW sampai di Madinah, beliau melihat orangorang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura’, lalu beliau bertanya : (puasa) apa ini? Mereka menjawab : ini adalah hari Nabi Saleh as., hari dimana Allah SWT memenangkan Bani Israel atas musuh-musuhnya, maka lantas Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi SAW berkata : aku lebih berhak atas Musa dari pada kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya) berpuasa”. (H.R. Bukhari) Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyah, maka lantas, sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura’ terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura’. Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma. “Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda : Islam berdiri atas lima pilar, kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan”. Kata ‘al-haj’ (haji) didahulukan sebelum kata ‘al-shaum’ (puasa), itu menunjukkan pelaksanaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata ‘al-shaum’ didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada haji. Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama. 4

2.4 Cara Pelaksanaan Puasa Cara mengerjakan puasa , yaitu diawali dengan niat, sahur, dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.[5] Dalam melaksanakan ibadah puasa, disyaratkan melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Niat Puasa harus dengan niat di dalam hati yang diucapkan pada malam harinya (menjelang puasa). Sempurnanya niat harus jelas untuk berpuasa besok, memenuhi kewajiban karena Allah Ta’ala. 2. Makan sahur Makan sahur menurut ijma’ umat Islam adalah sunah dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Waktu sahur adalah dari pertengahan malam sampai terbit fajar dan di sunahkan mengakhirnya. Tujuan dari makan sahur adalah untuk menguatkan orang yang berpuasa pada esok harinya. 3. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa Orang yang berpuasa hendaklah menjaga diri dari hal-hal yang membatalkannya, seperti makan, minum, bersenggama, muntah yang disengaja, dan lain sebagainya. Untuk melaksanakan puasa secara benar dan sah, terdapat beberapa syarat dan rukun yang ditetapkan syara’: 1. Syarat Wajib Puasa Syarat-syarat wajib berpuasa adalah : a) Berakal sehat, orang gila dan hilang ingatannnya tidak diwajibkan berpuasa. b) Baligh, yaitu orang yang telah dewasa. Anak-anak tidak wajib berpuasa. c) Mampu (kuat) berpuasa, orang yang sudah tua atau sakit yang tidak kuat berpuasa lagi, maka tidak diwajibkan berpuasa tetapi harus membayar fidyah. 2. Syarat Sah Puasa a) Islam, maka orang yang bukan Islam tidak sah berpuasa. b) Mumayyiz, yaitu anak yang sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk. Anak-anak seperti ini puasanya sah dan pahalanya untuk dia sendiri serta orang tuanya. c) Suci dari haid dan nifas. Orang perempuan yang sedang dalam keadaan haid dan nifas tidak sah puasanya. d) Pada waktu yang dibolehkan berpuasa, puasa pada waktu yang terlarang seperti dua hari raya dan hari tasyrik adalah tidak sah.

5

3. Rukun atau Fardu Puasa a) Niat untuk mengerjakan puasa Niat puasa dilakukan pada malam hari setelah terbenam matahari sampai terbit fajar. Niat itu diucapkan di dalam hati, yaitu berniat untuk mengerjakan puasa Ramadhan pada esok harinya. Rasulullah SAW bersabda :

ْ ِ‫ { َم ْن لَ ْم يُبَي‬: ‫سلَّ َم قَا َل‬ َّ ‫صلَّى‬ ‫ام قَ ْب َل‬ ِ ‫ت‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َو‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ َ ‫ع ْن َح ْف‬ َّ ِ‫صةَ أ ُ ِم ْال ُمؤْ ِمنِينَ أ َ َّن النَّب‬ َ َ‫الصي‬ ْ ُ ْ َ َ َّ َ ، ‫ي إلى ت َْر ِجيحِ َوق ِف ِه‬ ِ ‫ْالفَجْ ِر فَال‬ َ ‫ي َوالن‬ َ ‫ام لهُ } َر َواهُ الخ َْم‬ ُّ ‫ َو َما َل التِ ْر ِم ِذ‬، ‫سة‬ ُّ ِ‫سائ‬ َ َ‫صي‬ ْ ُ‫َّارق‬ ‫ضهُ ِم ْن‬ ْ ‫ام ِل َم ْن لَ ْم يَ ْف ِر‬ ً ‫ص َّح َحهُ َم ْرفُو‬ ِ ‫طنِي ِ { َال‬ َ ‫َو‬ َ ‫عا اب ُْن ُخزَ ْي َمةَ َواب ُْن ِحبَّانَ – َو ِللد‬ َ َ‫صي‬ } ‫اللَّ ْي ِل‬

Artinya : Dari Hafshoh Ummul Mukminin bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” Hadits ini dikeluarkan oleh yang lima, yaitu Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai dan Ibnu Majah. An Nasai dan Tirmidzi berpendapat bahwa hadits ini mauquf, hanya sampai pada sahabat (perkataan sahabat). Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbah menshahihkan haditsnya jika marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam riwayat Ad Daruquthni disebutkan, “Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat ketika malam hari.”[6]

b) Imsak Menahan diri dari makan, minum, dan segala sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

2.5 Faedah Puasa Puasa itu besar sekali faedahnya, antara lain sebagai berikut : 1. Seseorang yang berpuasa (menahan nafsu makan dan minum kira-kira 14 jam lamanya), tentu teringat dalam hati bahwa sewajibnya ia menolong dan membantu fakir miskin, yang merasa kelaparan dan kehausan, kadang-kadang sampai dua tiga hari lamanya. 2. Menahan sifat kesabaran dalam hati karena orang yang terdidik menahan lapar dan haus, tentu akan berhati sabar menahan kesulitan atau kesengsaraan. 3. Puasa itu untuk menenangkan perut supaya tidak selalu bekerja keras. 4. Untuk mendidik seseorang supaya hemat berbelanja (tidak boros).

6

2.6 Orang yang Mendapat Keringanan Puasa Sebuah majalah mingguan merilis sebuah pembahasan tentang puasa Ramadhan yang didalamnya membicarakan tentang beberapa orang yg diberi keringanan berpuasa yang bersumber dari buku panduan puasa ramadhan dibawah naungan al- quran dan as-sunnah. Berikut daftar orang yg diberi keringanan. 1. Musafir 2. Orang yang sakit 3. Perempuan haidh 4. Perempuan nifas 5. Laki-laki dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa 6. Perempuan hamil 7. Perempuan yang sedang menyusui.[8]

2.7 Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa Adapun hal-hal yang membatalkan puasa dan mesti ditinggalkan selama berpuasa itu ialah : 1. Makan dan minum. Dalilnya adalah firman Allah SWT : ُ ‫و ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّى َيتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْي‬... ...‫ام ِإلَى الَّ ْي ِل‬ ُ َ‫ط اْأل َ ْبي‬ ِ ‫ض ِمنَ ْال َخي ِْط اْألَس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِر ث ُ َّم أَتِ ُّموا‬ َ َ َ‫الصي‬ Artinya : “dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al-Baqarah (2) : 187) Dalam hal ini masuknya sesuatu rongga badan atau rongga kepala melalui jalan terbuka, mulut, hidung, atau telinga dianggap sama dengan makan dan membatalkan puasa. Jadi bila orang yang puasa itu makan dan minum dengan sengaja, atas kemauan sendiri, sadar bahwa ia sedang berpuasa, dan tahu bahwa perbuatan itu haram, batal lah puasanya. 2. Al-Huqnah, yakni memasukkan sesuatu ke dalam rongga melalui kemaluan dubur atau qubul. 3. Muntah dengan sengaja, sekalipun diyakinkan tidak ada yang kembali masuk setelah keluar ke mulut. Akan tetapi, bila seseorang muntah dengan tidak sengaja, atau dengan sengaja, tetapi tidak mengetahuinya haramnya, atau muntah karena dipaksa, maka puasanya tidak batal. 4. Bersetubuh, walaupun tidak sampai keluar mani. 5. Keluar mani dengan sebab mubasyarah (sentuhan kulit tanpa alas), mencium, dan sebagainya. Akan tetapi keluar mani tanpa bersentuhan kulit, misalnya dengan sebab pandangan atau karena mimpi tidak membatalkan puasa. 6. Haid. Para ulama telah ijma’ bahwa orang yang sedang haid haram, dan tidak sah berpuasa. 7. Nifas. Nifas adalah darah haid yang terkumpul, dan tertunda keluarnya. Jadi hukumnya sama dengan darah haid. 8. Gila, karena keadaan gila menghilangkan kecakapan beribadah. 7

9.

Riddah (murtad), karena orang kafir tidak sah melakukan ibadah.[7]

2.8 Orang Yang Boleh Tidak Berpuasa Berikut ini adalah orang yang boleh untuk meninggalkan puasa wajib (puasa Ramadhan) A. Yang wajib qadha' saja Orang-orang yang tersebut di bawah ini, boleh tidak berpuasa, tetapi wajib qadha', artinya wajib mengganti puasanya di hari lain, sebanyak hari yang ditinggalkan. Yaitu sebagai berikut : 1. Orang yang sakit, yang ada harapan untuk sembuh. 2. 3. 4. 5.

Orang yang bepergian jauh (musafir) sedikitnya 81 km. Orang yang hamil, yang khawatir akan keadaannya atau bayi yang dikandungnya. Orang yang sedang menyusui anak, yang khawatir akan keadaannya atau anaknya. Orang yang sedang haid (datang bulan), melahirkan anak dan nifas.

6. Orang yang batal puasanya dengan suatu hal yang membatalkannya selain bersetubuh.

B. Yang tidak wajib qadha', tetapi wajib fidyah Orang-orang di bawah ini tidak wajib qadha' (menggantikan puasa di hari lain), tetapi wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin setiap hari yang ia tidak berpuasa, berupa bahan makanan pokok sebanyak 1 mud (576 gram). 1. Orang yang sakit yang tidak ada harapan akan sembuhnya. 2. Orang tua yang sangat lemah dan tidak kuat lagi berpuasa. C. Yang wajib qadha' dan Kifarat Orang yang membatalkan puasa wajibnya dengan bersetubuh, wajib melakukan kifarat dan qadha'. Kifarat ialah Memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Jika tidak ada hamba sahaya yang mukmin maka wajib berpuasa dua bulan berturut-turut (selain qadha' menggantikan hari yang ditinggalkan), jika tidak bisa, wajib memberi makan 60 orang miskin, masing-masing sebanyak 1 mud (576 kg) berupa bahan makanan pokok.

2.9 Tingkatan Puasa Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam bukunya Ihya al-'Ulumuddin telah membagi puasa ke dalam 3 tingkatan: 

Puasanya orang awam (shaum al-'umum): menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa seperti makan dan minum.

8



Puasanya orang khusus (shaum al-khusus): Selain menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa juga turut berpuasa dari panca indera dan seluruh badan dari segala bentuk dosa.  Puasanya orang istimewa, super khusus (shaum khusus al-khusus): Selain menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa dan juga berpuasa dari panca indera dan seluruh badan dari segala bentuk dosa juga turut berpuasa 'hati nurani', yaitu tidak memikirkan soal keduniaan Pembagian di atas memberikan umat Islam ruang untuk berpikir dan menelaah di tingkat manakah mereka berada.

2.10 Makna Puasa Wajib (Ramadhan) Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari_hari yang lain. dan wajib bagi orang_orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan_penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari_hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk_Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. [QS. Al_Baqarah (2): 183-185] Allah swt telah mengutamakan sebagian waktu melebihi yang lain dan menuliskan sebagian hari dan malam di atas hari dan malam yang lain,[1] serta menjadikannya sebagai dagangan yang menguntungkan bagi hamba_Nya yang mukmin. Allah subhanahu wa ta’ala juga memilih sesuatu yang dikehendaki_Nya. Allah memilih tempat yang dikehendaki_Nya, pilihan_Nya sendiri ada yang menjadi Rasul, pemimpin negara, gubernur, walikota, kepala sekolah, cendikiawan, dan sebagainya. Allah subhanahu wa ta’ala memilih gua Hira’ yang dikehendaki-Nya sebagai tempat pertemuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Malikat Jibril ‘Alaihissalam. Kemudian Allah juga memilih Makkah Al_Mukarramah yang dikehendaki_Nya sebagai kiblat kaum Muslimin dan memilih juga kota Madinah sebagai basis pertahanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyebarkan risalah Ilahi. 9

Selain hal-hal di atas, Allah subhanahu wa ta’ala juga telah memilih bulan suci ramadhan sebagai bulan kemuliaan yang di dalamnya terdapat begitu banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh umat Islam, baik yang akan dirasakan dalam kehidupan di dunia terlebih lagi di kehidupan akhirat kelak. Dalam Islam bulan Ramadhan mempunyai makna yang istimewa dan kedudukan yang mulia. Banyak kejadian atau peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini.[2] Sehingga sudah seharusnya kita memaknai bulan suci Ramadhan ini dengan berbagai amal kebajikan, di antaranya adalah puasa selama bulan Ramadhan. 2.11 Hal- Hal Yang Dimakruhkan Saat Puasa 1. Berlebih – lebihan dalam berkumur dan beristinsyaq ketika berwudhu . 2. Ciuman atau bercumbu 3. Memandang secara terus menerus kepada lawan jenis 4. Membayangkan hal – hal jorok ( yang berhubungan dengan hal jima’ ) 5. Mencicipi makanan 6. Mencium bebauan yang sangat menyengat 7. Mengumpulkan ludah dan menelannya 8. Mandi dengan menyelam 9. Tidur secara berlebihan 10. Bersiwak setelah memasuki masuk Dzuhur 11. Ghibah 12. Marah

2.12 Syarat-syarat wajib berpuasa a. b. c. d.

Islam Baligh dan berakal ; anak-anak belumlah diwajibkan berpuasa ; tetapi apabila kuat mengerjakannya, boleh diajak berpuasa sebagai latihan. Suci dari haid dan nifas (ini tertentu bagi wanita) Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya, tidak sakit dan bukan yang sudah tua. Orang sakit dan orang tua, mereka ini boleh tidak berpuasa, tetapi wajib membayar fidyah.

2.13 Macam Macam Puasa Wajib 1.Puasa Ramadhan

Allah ta’ala berfirman,

َ‫علَى الَّذِينَ ِمن قَ ْب ِل ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ َ ‫ب‬ َ ِ‫الصيَا ُم َك َما ُكت‬ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬ َ ‫ب‬ َ ِ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا ُكت‬

10

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2] : 183). Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya (yang mulia) di dalam agama Islam. Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum muslimin karena Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380). 2. Puasa Nazar Untuk puasa nazar hukumnya wajib jika sudah niat akan puasa nazar. Jika puasa nazar tidak dapat dilakukan maka dapat diganti dengan memerdekakan budak / hamba sahaya atau memberi makan / pakaian pada sepuluh orang miskin. Puasa nazar biasanya dilakukan jika ada sebabnya yang telah diniatkan sebelum sebab itu terjadi. Nazar dilakukan jika mendapatkan suatu nikmat / keberhasilan atau terbebas dari musibah / malapetaka. Puasa nazar dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas ni'mat dan rizki yang telah diberikan. 3. Puasa Kifarat (Denda) Dalam syariat Islam puasa kifarat hukumnya wajib bila :

1. Puasa kifarat karena membunuh seorang muslim tanpa disengaja. Kesalahan tersebut mewajibkan pelaksanaan salah satu dari dua denda, yaitu diyat atau kifarat. Kifarat untuk itu ada dua macam yaitu: 1. Memerdekan hamba beriman yang tidak ada cela pada dirinya yang menghambat kerja atau usaha 2. Puasa 2 (dua) bulan berturut-turut.

2. Puasa kifarat karena seorang melakukan hubungan suami istri selama puasa ,maka : 1. Wajib membayar kifarat, ialah memerdekakan seorang hamba atau jika ia tidak mampu, 2. Berpuasa 2 bulan berturut-turut. Jika ia tidak kuat berpuasa, maka ia terkena hokum wajib member makanan untuk orang-orang miskin sebanyak 60 orang masing-masing 1 mud.

11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam dan wajib hukumnya bagi seorang muslim untuk menjalankannya seperti dalam firman Allah dalam QS AlBaqoroh ayat 183. Puasa yaitu menahan makan dan minum dari terbit fajar hingga tergelincirnya matahari. Puasa juga memilik banyak keutamaan salah satunya dapat meningkatkan rasa sabar.

12

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. Fiqih Ibadah. cet. I. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1998. Al-Ashqolani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram. Beirut: Dar al-Fikr. Dzulkarnaen. Bedah Buku : Panduan Puasa Ramadhan Dibawah Naungan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Majalah An-Nashihah vol. VII. 2008. Nasution, Lahmuddin. Fiqh 1. Logos Qardhawi, Yusuf. Fiqih Puasa. Surakarta: Era Intermedia. 2006. Sulaiman, Rasjid. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2009. Yunus, Mahmud. Puasa dan Zakat.cet. III. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. 2001.

13

Related Documents


More Documents from "nurrufaida"

3448-9994-2-pb.pdf
October 2019 21