BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di perenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan napas distal dan alveoli, pneumonia lobular melibatkan bagian dari lobus, dan pneumonia lobur melibatkan seluruh lobus. Komplikasi meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, efusipleura, empiema, abses paru, dan bakteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endokarditis,dan perikarditis. Umumnya, prognosisnya baik bagi orang yang memiliki paru-paru normal dan ketahanan tubuh yang cukup baik sebelum pneuminia menyerang.Akan tetapi, pneumonia merupakan penyebab tertinggi ketujuh dari kematian di Amerika Serikat, dan pada tahun 2003 muncul tipe pneumonia baru dan mematikan yang disebut sindrom respiratorik akut parah. Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia.Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial).Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang serius di jumpai sekitar 15-20%. Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering daripada Pneumonia nosokomial di ruangan umum yaitu 42%: 13%, dan sebagian besar yaitu sejumlah 47% terjadi pada pasien yang menggunakan alat bantu mekanik. Kelompok pasien ini
Pneumonia
Page 1
merupakan bagian terbesar dari pasien yang meninggal di ICU akibat Pneumonia nosokomial. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia (lansia) dan sering terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat.Dengan pria menduduki peringkat ke-empat pria dan wanita peringkat ke-lima sebagai akibathospitalisasi.Penyakit ini juga di obati secara luas dibagian rawat jalan.Pneumonia yang didapat di masyarakat (community-acquired) mengenai sekitar 12/1000 orang dewasa pertahun.Satu dari 1000 perlu dirawat di rumah sakit, dan mortalitas dalam pasien ini sekitar 10%.
Pneumonia
Page 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan Bawah a.
Laring Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot yang mengandung pita suara, selain fonasi laring juga berfungsi sebagai pelindung. Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing (gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteri) dan tumor. pada waktu menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis (pemisah saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah) seperti pintu epiglotis yang berbentuk pintu masuk. Jika benda asing masuk melampaui glotis batuk yang dimiliki laring akan menghalau benda dan sekret keluar dari pernapasan bagian bawah.
Pada laring terdapat beberapa organ, yaitu: a. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan untuk menutup laring sewaktu orang menelan. Bila waktu makan kita berbicara (epiglottis terbuka), makanan bisa masuk ke larynx (keslek) dan terbatu-batuk. Pada saat bernafas epiglotis terbuka tapi pada saat menelan epiglotis menutup laring. Jika masuk ke laring maka akan batuk dan dibantu bulu-bulu getar silia untuk menyaring debu, kotoran-kotoran.
Pneumonia
Page 3
b. Jika bernafas melalui mulut udara yang masuk ke paru-paru tak dapat disaring, dilembabkan atau dihangatkan yang menimbulkan gangguan tubuh dan sel-sel bersilia akan rusak adanya gas beracun dan dehidrasi. c. Pita suara, terdapat dua pita suara yang dapat ditegangkan dan dikendurkan, sehingga lebar selasela antara pita - pita tersebut berubah-ubah sewaktu bernafas dan berbicara. Selama pernafasan pita suara sedikit terpisah sehingga udara dapat keluar masuk.
Gambar 2.1 Anatomi Laring
Fungsi Laring: a. Produksi suara, Suara memiliki nada, volume, dan resonansi. Nada suara bergantung pada panjang dan kerapatan pita suara. Pada saat pubertas, pita suara pria mulai bertambah panjang, sehingga nada suara pria semakin rendah. volume suara bergantung pada besarnya tekanan pada pita suara yang digetarkan. Semakin besar tekanan udara ekspirasi, semakin besar getaran pita suara dan semakin keras
Pneumonia
Page 4
suara yang dihasilkan. Resonansi bergantung pada bentuk mulut, posisi lidah dan bibir, otot wajah, dan udara di paranasal. b. Berbicara, berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh pita suara dimanipulasi oleh lidah, pipi, dan bibir. c. Pelindung saluran napas bawah, saat menelan, laring bergerak ke atas, menyumbat saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup faring. Hal ini menyebabkan makanan tidak melalui esofagus dan saluran napas bawah. d. Jalan masuk udara, bahwa Laring berfungsi sebagai penghubung jalan napas antara faring dan trakea. e. Pelembab, penyaring, dan penghangat, dimana proses ini berlanjut saat udara yang diinspirasi berjalan melalui laring.
b. Trakea Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk seperti C. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel cangkir. Trakea hanya merupakan suatu pipa penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon trakeobronkial. tempat trakea bercabang menjadi bronkus di sebut karina. di karina menjadi bronkus primer kiri dan kanan, di mana tiap bronkus menuju ke tiap paru (kiri dan kanan), Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.
Pneumonia
Page 5
Trakea terdiri atas tiga lapis jaringan yaitu: a. Lapisan luar terdiri atas jaringan elastik dan fibrosa yang membungkus kartilago. b. Lapisan tengah terdiri atas kartilago dan pita otot polos yang membungkus trakea dalam susunan helik. Ada sebagian jaringan ikat, mengandung pembuluh darah dan limfe, serta saraf otonom. c. Lapisan dalam terdiri atas epitelium kolumnar penyekresi mucus.
Gambar 2.2 Anatomi Trakea Fungsi Trakea a. Penunjang dan menjaga kepatenan, Susunan jaringan kartilago dan elastik menjaga kepatenan jalan napas dan mencegah obstruksi jalan napas saat kepala dan leher digerakkan. Tidak adanya kartilago di bagian posterior trakea, memungkinkan trakea berdilatasi dan berkontraksi saat esofagus mengalami distensi saat menelan. Kartilago mencegah kolapsnya trakea saat tekanan internal kurang dari tekanan intratoraksik, yaitu saat akhir ekspirasi dengan upaya. Pneumonia
Page 6
b. Eskalator mukosiliaris, Eskalator mukosiliaris adalah keselarasan frekuensi gerakan silia membran mukosa yang teratur yang membawa mukus dengan partikel yang melekat padanya ke atas laring di mana partikel ini akan ditelan atau dibatukkan. c. Refleks batuk, Ujung saraf di laring, trakea, dan bronkus peka terhadap iritasi sehingga membangkitkan impuls saraf yang dihantarkan oleh saraf vagus ke pusat pernapasan di batang otak. Respons refleks motorik terjadi saat inspirasi dalam yang diikuti oleh penutupan glotis, yakni penutupan pita suara. Otot napas abdomen kemudian berkontraksi dan dengan tiba-tiba udara dilepaskan di bawah tekanan, serta mengeluarkan mukus dan/atau benda asing dari mulut. d. Penghangat, pelembap, dan penyaring, Fungsi ini merupakan kelanjutan dari hidung, walaupun normalnya, udara sudah jernih saat mencapai trakea.
c.
Bronkus Bronkus merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paruparu adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut intrapulmonar.
Pneumonia
Page 7
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hampir vertikal dengan trakea. Sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Jika satu pipa ET yang menjamin jalan udara menuju ke bawah, ke bronkus utama kanan, jika tidak tertahan baik pada mulut atau hidung, maka udara tidak dapat memasuki paru kiri dan menyebabkan kolaps paru (atelekteasis). Namun demikian arah bronkus utama kanan yang vertikal menyebabkan mudahnya kateter menghisap benda asing. Cabang Bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan segmentalis. Percabngan ini terus menjadi kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis(saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli). bronkiolus,tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. hanya otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Setelah iu terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus (lobulus primer), terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis (akhir paru) yang menyerupai anggur dipisahkan oleh septum dari alveolus di dekatnya. Dalam setiap paru terdapat 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas sebuah lapangan tenis. Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: Pneumosit tipe I, merupakan lapisan yang menyebar dan menutupi daerah permukan, Pneumosit tipe II, yang bertanggung jawab pada sekresi surfaktan. Pada hakekatnya alveolus adalah suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permukan yang cenderung
Pneumonia
Page 8
mencegah pengembangan saat inspirasi dan kolaps saat ekspirasi, tetapi dengan adanya lapisan yang terdiri dari zat lipoprotein (di sebut surfaktan) yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. defisiensi surfaktan merupakan faktor penting pada patogenesis sejumlah penyakit paru. termasuk sindrom gawat nafas akut (ARDS).
Gambar 2.3 Anatomi Percabangan Bronkus
d.
Paru-Paru Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagaian ruang sebagai berikut : a) Paru kanan, memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior, dan b) paru kiri berukuran lebih kecil dari paru kanan yang terdiri dari dua lobus yaitu lobus superior dan inferior Tiap
Pneumonia
Page 9
lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Pembuluh darah yang memperdarahi paru Trunkus pulmonal terbagi menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri, yang membawa darah yang miskin oksigen ke tiap paru. Di dalam paru, arteri pulmonalis terbagi menjadi banyak cabang, yang akhirnya bermuara di jaringan kapiler padat di sekitar dinding alveoli. Dinding alveoli dan kapiler terdiri atas hanya satu lapisan sel epitelium gepeng. Pertukaran gas antara udara di paru dan darah di kapiler berlangsung pada dua selaput yang sangat halus (keduanya disebut membran pernapasan). Kapiler pulmonal bergabung membentuk dua vena pulmonalis di tiap paru. Vena ini keluar dari paru melalui hilum dan membawa darah yang kaya oksigen ke atrium kiri jantung. Kapiler darah dan pembuluh darah yang sangat banyak di paru ditunjang oleh jaringan ikat.
Pneumonia
Page 10
Gambar 2.4 Anatomi Paru-Paru
2.2
Definisi Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru (alveoli). Pneumonia umunya didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Penyakit ini ditandai dengan demam, batuk dan sesak napas. Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen.
2.3
Epidemiologi Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada
Pneumonia
Page 11
pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Buke, 2009). Di United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta Medical Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 1020% pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-50% (Farmacia, 2006).
2.4
Etiologi a.
Bakteri Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi pneumonia di masyarakat dan nosokomial: a. Lokasi sumber masyarakat Bakterinya
adalah
Streptococcus
pneumoniae,
Mycoplasma
pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae, Anaerob oral (aspirasi), dan Influenza tipe A dan B. b. Lokasi sumber nosokomial Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan Anaerob oral (aspirasi).
Pneumonia
Page 12
b.
Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya pneumonia: a. Influenza virus b. Adenovirus c. Virus respiratory d. Syncytial repiratory virus e. Pneumonia virus
c.
Mikoplasma Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum. Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas muda.
d.
Protozoa
Pneumonia
Page 13
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan pnuemonia: a. Pneumositis karini b. Pneumonia pneumosistis c. Pneumonia plasma sel
e.
Penyebab Lain Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi, bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi untuk kanker payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
2.5
Faktor Resiko a. Usia di atas 65 tahun b. Aspirasi sekret orofaringeal c. Infeksi pernapasan oleh virus d. Sakit yang parah dan akan menyebabkan kelemahan, misalnya diabetes militus dan uremia e. Penyakit pernapasan kronik, misalnya COPD, asma, kistik fibrosis f. Kanker, terutama kanker paru g. Tirah baring yang lama
Pneumonia
Page 14
h. Trasektomi atau pemakaian selang endotrakeal i. Bedah abdominial dan toraks j. Fraktur tulang iga k. Pengobatan dengan imunosupresif l. AIDS m. Riwayat merokok n. Alkoholisme o. Malnutrisi
Adapun faktor yang umumnya menjadi predisposisi individu terhadap pneumonia, yaitu sebagai berikut: 1. Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan menganggu drainage normal paru. Meninngkatnya resiko pneumonia dapat terjadi pada penyakit kanker dan penyakit obstruksi paru menahun (PPOM). 2. Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofil rendah (neutropeni) akan beresiko pnuemonia. 3. Individu yang merokok akan beresiko peumonia karena asap rokok menganggu aktivitas mukosiliaris dan makrofag. 4. Setiap pasien yang diperbolehkan berbaring secara pasif dalam waktu yang lama, relatif imobil, dan bernapas dangkal maka akan beresiko terhadap bronkopneumonia. 5. Setiap individu yang mengalami depresi refleks batuk (karena medikasi, keadaan yang melemahkan, atau otot-otot pernapasan melemah), telah
Pneumonia
Page 15
mengaspirasi benda asing masuk ke dalam paru selama periode tidak sadar (cedera kepala, anastesia), atau mekanisme menelan yang abnormal dapat dikatakan hampir pasti beresiko bronkopenumonia. 6. Setiap pasien yang dirawat dengan NPO (dipuasakan) atau mereka yang mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme (bakteri gram negatif) faring dan beresiko pneumonia. 7. Individu yang sering mengalami intoksinasi terutama rentan terhadap pneumonia, karena alkohol menekan refleks-refleks tubuh, mobilisasi sel darah putih, dan gerakan siliaris trakeobronkial. 8. Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami depresi pernapasan, yang kemudian akan terjadi pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya mengalami penumonia. 9. Pasien tidak sadar atau mempunyai refleks batuk yang buruk adalah mereka yang beresiko terkena pnuemonia akibat penumpukan sekresi atau aspirasi. 10. Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi pernapasan dapat mengalami penumonia jika peralatan tersebut tidak dibersihkan dengan tepat.
2.6
Patofisiologi
Proses terjadinya pneumonia bisa disebabkan oleh banyak hal seperti yang sudah di jelaskan dalam etiologi dan epidemiologi di atas. Secara umum penularan kasus pneumonia disebabkan oleh melalui media udara. Kemudian bakteri masuk dan berkembang menjadi patogen didalam tubuh.
Pneumonia
Page 16
Sebagai respon pertahanan tubuh ketika terjadinya proses inflamsi akan mengaktifkan sel mast dan basofil yang akan memberikan stimuls untuk pelepasan histamine dan bradikinan. Sehingga akan terjadi proses vasodilatasi kapiler dan terjadi peningkatan kapiler. Akibatnya terjadi proses perubahan didalam intra sel yang menyebabkan terjadinya proses difusi dari O2.
Proses perubahan yang terjadi didalam tubuh inilah yang akan
menimbulakn manifestasi klinis pada pasien pneumonia.
2.7
Klasifikasi
Pneumonia
Page 17
a) Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari. b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia c) Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. d) Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain. e) Pneumonia rekuren: disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis.
2.8
Manifestasi Klinis
Pneumonia
Page 18
Demam hingga menggigil dengan peningkatan suhu 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen yang kadang-kadang disertai darah. Bisa juga terjadi nyeri dada dan sesak napas. Gambaran sistemik (lebih sering terjadi) di antaranya adalah nyeri kepala, confusion, myalgia, dan malaise. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda konsolidasi lokal dan ronki kasar (crackles) pada lobus yang terkena. Pada anak-anak, infeksi virus (RSV) dan virus parainfluenzae akan disertai rhinore, suara serak, dan otitis media. Terdengar ronki kering di seluruh lapangan paru dan disertai dengan mengi inspirasi dan ekspirasi. Jika disebabkan oleh mycobacterium pneumonia, maka akan menimbulkan ronki terbatas, dan gejala proses konsolidasi, tetapi pada foto paru, gambaran prosesnya menyebar. Terkadang juga terdengar bising gesek pelura.
2.9
Diagnosis a. Anamnesis Gambaran klinis berupa demam hingga menggigil dengan peningkatan suhu 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen yang kadang-kadang disertai darah, sesak nafas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan Fisik Temuan pada saat pemeriksaan fisis berupa dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada isnpeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal pada waktu bernapas, saat palpasi didapatkan fremitus meningkat, pada pemeriksaan perkusi didapatkan suara redup, dan pemeriksaan auskultasi
Pneumonia
Page 19
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang disertai ronki basah halus yang kemudian dapat menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
c. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah didapatkan peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Pemeriksaan dahak dilakukan untuk memastikan etiologi pasti dari pneumonia.
Analisis gas darah juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis gagal napas,serta menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
b. Pemeriksaan Radiologi Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosa dari pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air broncogram. Pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab dari pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosa etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.
Pneumonia
Page 20
2.10 Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum. Penanganan awal dapat berupa: 1) Oksigen 1-2 L/menit 2) IVFD dekstrose 10%: NaCl 0,9% = 3:1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan 3) Jumlah cairan sesuai berat badan,kenaikan suhu, status hidrasi 4) Jika sesak tidak selalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip 5) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier 6) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Terapi Medikamentosa
Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community base: Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian, dan Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian. Untuk kasus pneumonia hospital base: Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian, dan Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
2.11 Komplikasi a. Shock dan gagal napas
Pneumonia
Page 21
Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan kegagalan pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada pasien usia lanjut). Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang tidak menerima pengobatan khusus atau pengobatan yang tidak memadai atau tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika organisme penyebab infeksi yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta mempersulit pneumonia. Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan hemodinamik dan ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer, menjaga tekanan darah arteri, dan memberikan oksigenasi yang memadai. Agen vasopressor dapat diberikan secara intravena dengan infus dan pada tingkat disesuaikan sesuai dengan respon tekanan. Kortikosteroid dapat diberikan parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada pasien yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari infeksi. Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Gagal jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis, miokarditis dan juga komplikasi dari pneumonia yang dapat menyebabkan shock. b.
Atelektasis dan Efusi pleura Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat terjadi pada setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik terjadi pada setidaknya 40% dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi pleura
Pneumonia
Page 22
terdeteksi pada dada x-ray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk analisis. Ada tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan patogenesis: tidak rumit, rumit, dan empiema toraks. Sebuah empiema terjadi ketika tebal, cairan purulen terakumulasi dalam ruang pleura, sering dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off) daerah di mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk mengobati infeksi pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari empiema tersebut. Sterilisasi rongga empiema membutuhkan 4 sampai 6 minggu antibiotik. Kadang-kadang manajemen bedah diperlukan. c.
Superinfeksi Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat besar antibiotik, seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik. Superinfeksi juga dapat terjadi pada pasien yang telah menerima berbagai kursus dan jenis antibiotik. Dalam kasus tersebut, bakteri dapat menjadi resisten terhadap terapi antibiotik. Jika pasien membaik dan demam berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada kenaikan suhu dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah menyebar, superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau dihentikan sama sekali dalam beberapa kasus.
2.12 Pencegahan Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia:
Pneumonia
Page 23
a. Perawatan selama masa kehamilan Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan. b. Perbaikan gizi balita Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya. c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah. Untuk mencegah pneumonia
Pneumonia
Page 24
disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia. e. Menjauhkan balita dari penderita batuk Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit inimenyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi. f. Mengurangi minum alkohol Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi hidrasi. Hal ini juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun demam, contohnya acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil) mungkin juga dapat membantu agar lebih baik.
Pneumonia
Page 25
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012, Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi. Jakarta: EGC.
Pneumonia
Page 26
Guyton and Hall, 2014, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta: EGC. Katsung, B., 2012, Farmakologi Dasar dan Klinik, Jakarta: EGC Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer Paulsen, F. And Waschke, J., 201, Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jakarta: EGC. Price, Syilvia, A., 2014, Patofisiologi edisi 6, Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. O’Connell. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical-surgical Nursing Ed 12th. Lippincott Williams & Wilkins.
Pneumonia
Page 27