Makalah Toeri Behavioristik Dan Kognitvisme.docx

  • Uploaded by: rifka annisa
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Toeri Behavioristik Dan Kognitvisme.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,922
  • Pages: 16
MAKALAH TEORI-TEORI BELAJAR (BEHAVIORISME & KOGNITIVISME)

DI SUSUN OLEH: KELOMPOK 1 1. FITRIA RAMADHANA 2. MONITA 3. NAHLA EKA WAHYUNI 4. MUH. RIFKY HAEKAL S. 5. FRISKA NOVIA UPRIANA 6. RIFKA ANNISA

1714040007 1714040010 1714040013 1714041001 1714041016 1714042028

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan rahmat, berkah dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran”. Makalah yang disusun ini berbicara mengenai teori-teori belajar dan pembelajaran,

yakni

teori

behaviorisme

dan

teori

kognitivisme,

serta

implementasi teori tersebut dalam proses pembelajaran. Penulis menyusunnya dengan mengambil dari beberapa sumber baik dari buku maupun dari internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut. Penyusun berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini. Hingga tersusun makalah yang sampai dihadapan pembaca pada saat ini. Penyusun juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak kekurangan. Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.

Makassar,

Februari 2019

Kelompok 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, Sosial dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar. Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Belajar dan Pembelajaran Biologi”, kelompok kami menyusun makalah teori-teori belajar dan pembelajaran, yakni teori behaviorisme dan teori kognitivisme, serta implementasi teori tersebut dalam proses pembelajaran. Diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut,

sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagaimana teori belajar dan implementasinya. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Behaviorisme? 2. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Kognitivisme? 3. Bagaimana implementasi teori belajar behaviorisme dan teori belajar kognitivisme dalam proses pembelajaran?

BAB II ISI

A. Teori Behaviorisme Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Teori ini mengutamakan pengamatan, sebab pengamatan merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S). Teori behavioristik menekankan pada kajian ilmiah mengenai berbagai respon perilaku yang dapat diamati dan penentu lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku memusatkan pada interaksi dengan lingkungannya yang dapat dilihat dan diukur. Prinsip-prinsip perilaku diterapkan secara luas untuk membantu orang-orang mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik. Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus

dan

respons

sebanyak-banyaknya.

Teori

belajar

behavioristic

berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal dengan aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori-teori belajar yang termasuk ke dalam kelompok behavioristik diantaranya: 1. Koneksionisme, dengan tokohnya Thorndike

2. Classical conditioning, dengan tokohnya Pavlop 3. Operant conditioning, yang dikembangkan oleh Skinner 4. Systematic behavior, yang dikembangkan oleh hull 5. Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie Tokoh-tokoh penting yang mengembangkan teori belajar behavioristik, dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Thorndike Teori koneksionisme yang dipelopori oleh Thorndike sekitar tahun 1913. Menurut teori belajar ini,

yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah

pembentukan asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression) dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to action) atau hubungan antara Stimulus dan Respon (S-R). Ini artinya, toeri behaviorisme yang lebih dikenal dengan nama contemporary behaviorist ini memandang bahwa belajar akan terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat memilih respons yang tepat dari berbagai respons yang mungin bisa dilakukan. Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung pada diri siswa jika siswa berada dalam tiga macam hukum belajar, yaitu : 1) The Law of Readiness (hukum kesiapan belajar), 2) The Law of Exercise (hukum latihan), dan 3) The Law of Effect (hukum pengaruh). Hukum kesiapan belajar ini merupakan prinsip yang menggambarkan suatu keadaan si pembelajar (siswa) cenderung akan mendapatkan kepuasan atau dapat juga ketidakpuasan. Konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan “transfer of training”. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang akan dating. Dalam konsep pembelajaran, konsep transfer of training merupakan hal yang sangat penting, sebeb seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang dipelajari tidak akan bermakna. Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus berguna dan dapat digunakan di luar sekolah.

2. Pavlov Teori belajar Classical Conditioning, konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis besar tidak jauh berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika Throndike ini menekankan tentang hubungan stimulus dan respons, dan di sini guru sebaiknya tahu tentang apa yang akan diajarkan, respons apa yang diharapkan muncul pada diri siswa, serta tahu kapan sebaiknya hadiah sebagai reinforcement itu diberikan; maka Pavlov lebih mencermati arti pentingnya penciptaan kondisi atau lingkungan yang diperkirakan dapat menimbulkan respons pada diri siswa. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan melakukan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu. 3. E.R Guthrie Teori belajar Contiguous conditioning, yang dikembangkan oleh Guthrie. Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi oleh Guthrie, di mana ia menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”, yang berbunyi : “A combination of stimuli which has accompanied a movement will on its recurrence tend to be followed by that movement” (Guthrie, 1952 : 13). Secara sederhana dapat diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama. 4. B.F. Skinner Teori belajar Operant conditioning yang dikembangkan oleh Skinner merupakan pengembangan dari teori Stimulus Respon. Berbeda dengan teoriteori yang telah dikembangkan tokoh-tokoh yang lain, Skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent response (Reflexif response) dan operant response (instrumental response). Respondent response adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu, misalnya perangsang

stimulus makanan menimbulkan keluarnya air liur. Respon ini relative tetap dan sangat terbatas. Artinya setiap ada stimulus semacam itu akan muncul respon tertentu. Dengan demikian peransang-peransang yang demikian itu mendahului respon yang ditimbulkannya. Operant response atau instrumental response adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh peransang-peransang tertentu. Peransang yang demikian disebut reinforce, karena perangsang-peransang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan organisme. Jadi dengan demikian, peransang yang itu mengikuti dan memperkuat suatu tingkah laku yang telah dilakukan. Misalnya, jika seseorang telah belajar melakukan sesuatu, lalu mendapat hadiah sebagai reinforce, maka ia akan lebih giat dalam belajar. Operant response atau response instrumental sifatnya tidak terbatas, sehingga kita dapat mengubah tingkah laku. Skinner berpendapat, bahwa untuk mem entuk tingkah laku tertentu perlu diurutkan dan dipecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya agar terbentuk pada tingkah laku yang diharapkan, pada setiap tingkah laku yang spesifik yang telah direspons, perlu diberikan hadiah (reinforce) agar tingkah laku it uterus-menerus diulang, serta untuk memotivasi agar berlanjut kepada komponen tingkah laku selanjutnya sampai akhirnya pada pembentukan tingkah laku puncak yang diharapkan. Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan). Oleh karena teori ini berawal dari adanya percobaan sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan (1997: 23), beberapa prinsip tersebut adalah:

1. Teori ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu. 2. Teori ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati. 3. Reinforcement, yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah. Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah timbulnya hubungan antara stimulus dengan respons, di mana hal ini berkaitan dengan tingkah laku apa yang ditunjukkan oleh siswa, maka penting kiranya untuk memperhatikan hal-hal lainnya di bawah ini, agar guru dapat mendeteksi atau menyimpulkan bahwa proses pembelajaran itu telah berhasil. Hal yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Guru hendaknya paham tentang jenis stimulus apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa. 2. Guru juga mengerti tentang jenis respons apa yang akan muncul pada diri siswa. 3. Untuk mengetahui apakah respons yang ditunjukkan siswa ini benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru harus mampu : a. Menetapkan bahwa respons itu dapat diamati (observable) b. Respons yang ditunjukkan oleh siswa dapat pula diukur (measurable) c. Respons yang diperlihatkan siswa hendaknya dapat dinyatakan secara eksplisit atau jelas kebermaknaannya (eksplisit) d. Agar respons itu dapat senantiasa terus terjadi atau setia dalam ingatan/tingkah laku siswa, maka diperlukan sekali adanya semacam hadiah (reward). Aplikasi

teori

behavioristik

dalam

proses

pembelajaran

untuk

memaksimalkan tercapainya tujuan pembelajaran (siswa menunjukkan tingkah

laku / kompetensi sebagaimana telah dirumuskan), guru perlu menyiapkan dua hal, sebagai berikut: 1. Menganalisis Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa 2. Merencanakan materi pembelajaran yang akan dibelajarkan Sedangkan langkah umum yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan teori behaviorisme dalam proses pembelajaran adalah : 1. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran. 2. Melakukan analisis pembelajaran 3. Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajar 4. Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar. 5. Mengembangkan bahan ajar (pokok bahasan, topik, dll) 6. Mengembangkan strategi pembelajaran (kegiatan, metode, media dan waktu) 7. Mengamati stimulus yang mungkin dapat diberikan (latihan, tugas, tes dan sejenisnya) 8. Mengamati dan menganalisis respons pembelajar 9. Memberikan penguatan (reinfrocement) baik posistif maupun negatif, serta 10. Merevisi kegiatan pembelajaran (Mukminan, 1997: 27). B. Teori Kognitivisme Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspekaspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistic di antaranya: 1. Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wetheimer 2. Teori Medan (field theory), dengan tokohnya lewin 3. Teori organismik yang dikembangkan oleh wheeler 4. Teori humanistic, dengan tokohnya maslow dan rogers 5. Teori konstruktivistik, dengan tokohnya jean piaget

Menurut peaget (dalam Hudoyono,1988:45) Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan

pengalaman-pengalaman

tersebut.

Dengan

cara

itu,

pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi: 1. Skema/skemata

adalah

struktur

kognitif

yang

dengannya

seseorang

beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang. 2. Asimilasi

adalah

proses

kognitif

perubahan

skema

yang

tetap

mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci. 3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi. 4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata).

Proses

perkembangan

intelek

seseorang

berjalan

dari

disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi. Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : 1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. 3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. 4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. 5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. Empat tahap perkembangan kognitif: 1. Tahap sensorik motorik ( 0-2 tahun) 2. Tahap preoperasional (2-6 tahun) 3. Tahap operasional kongkrit (6-12 tahun) 4. Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun) Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya. Adapun Akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Jadi belajar tidak hanya menerima informasi

dan

pengalaman

lama

yang

dimiliki

anak

didik

untuk

mengakomodasikam informasi dan pengalaman baru .Oleh kerena itu,yang perlu diperhatikan pada tahap operasi kongkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda kongkret agar mempermudah anak didik dalam memahami kosep-konsep matematika. C. Implementasi Teori Belajar 1. Implementasi Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran Teori belajar behavioristic memiliki banyak pengikut sehingga lebih banyak bentuk aplikasinya yang masih dipakai dalam proses pembelajaran. Halhal penting yang merupakan bentuk atau ciri proses pembelajaran behavioristic dapat dilihat dari beberapa hal, a. Mendudukan siswa sebagai individu yang pasif b. Memunculkan perilaku-perilaku yang diharapkan menggunakan metode pembiasan-pembiasaan

c. Memandang pengetahuan merupakan sesuatu yang stagnan dan tidak pernah berubah sehingga akan disampaikan sama pada setiap tahunnya d. Memandang mengajar hanya sebagai transfer pengetahuan dan belajar sebagai proses memproleh pengetahuan e. Kurikulum dikembangkan secara terstruktur dan pengetahuan sudah ada sehingga siswa tinggal mempelajari. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan teori belajar behavioristik dalam proses pembelajaran sebagai berikut : a. Mementingkan dan memperhatikan pengaruh lingkungan b. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui mekanime stimulus-respon (S-R) c. Mementingkan dan memerhatikan kemampuan yang sudah dimiliki dan terbentuk pada saat-saat sebelumnya. d. Mementingkan pembentukan kebiasaan perilaku melalui latihan dan pengulangan. e. Hasil belajar yang tercapai terwujud dalam bentuk perilaku perilaku yang diinginkan. 2. Implementasi Teori Belajar Kognitivisme dalam Pembelajaran Teori belajar kognitif memandang bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Akan tetapi, siswa harus aktif secara mental dan fisik membangun struktur kognitif pengetahuannya berdasarkan tingkat kematangan kognitif yang dimilikinya. Pembelajaran dalam pandangan kognitif lebih menekankan proses yang berpusat pada siswa serta berorientasi pada pembentukan pengetahuan dan penalaran siswa. Hal ini disebabkan misi dari pembelajaran secara kognitif adalah meningkatkan dan membangun kemapuan siswa dalam memproleh, menganalisis, dan mengolah informasi scara cermat serta menumbuhkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

Proses pembelajaran dan pendidikan dalam pandangan teori belaajr kognitif menekankan pada tercapainya beberapa tujuan pembelajaran dan pendidikan itu sendiri. a. Menghasilkan individu siswa yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelasaikan masalah yang dihadapinya. b. Kurikulum dirancang sedemikian rupa agar terjadi proses konstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri dalam belajar. c. Peserta didik diharapkan aktif dalam kegiatan belajar sesuai karakteristik dirinya dalam belajar. d. Guru berperan sebagai mediator, fasilitator, dalam proses konstruksi pengetahuan siswa.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar memahami tingkah laku manusia yang menggunakan pendekatan objektif, mekanistik, dan materialistik, sehingga perubahan tingkah laku pada diri seseorang dapat dilakukan melalui upaya pengkondisian. Dengan kata lain, mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang terlihat, bukan dengan mengamati kegiatan bagian-bagian dalam tubuh. Pada teori belajar kognitivisme, belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Teori belajar behavioristic memiliki banyak pengikut sehingga lebih banyak bentuk aplikasinya yang masih dipakai dalam proses pembelajaran. Teori belajar kognitif memandang bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Akan tetapi, siswa harus aktif secara mental dan fisik membangun struktur kognitif pengetahuannya berdasarkan tingkat kematangan kognitif yang

dimilikinya. Pembelajaran dalam pandangan kognitif lebih menekankan proses yang berpusat pada siswa serta berorientasi pada pembentukan pengetahuan dan penalaran siswa. B. Saran 1. Untuk penulis sebaiknya dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat memperbanyak referensi dalam penulisan makalah. 2. Untuk pembaca sebaiknya dapat memanfaatkan dengan bijak isi makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA Irham, Muhammad dan Novan Ardy Wiyani. 2017. Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Maguwoharjo: Ar-Ruzz Media. Nahar, Novi Irwan. 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses Pembelajaran. Nusantara ( Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial ). Volume 1. Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenadamedia Group. Wati, Widya. 2010. Makalah Strategi Pembelajaran Teori Belajar dan Pembelajaran. Padang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.

Related Documents


More Documents from "Srinqti"