Makalah Terstruktur.docx

  • Uploaded by: Ade Nurianti Saputri
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Terstruktur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,281
  • Pages: 9
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Do Not Resuscitate (DNR) merupakan keputusan untuk tidak melanjutkan CPR setelah 30 menit tidak menunjukan ada Return of spontaneous circulation (ROSC). Perawatan DNR ini biasanya terjadi di tempat Instalasi Gawat Darurat (IGD). DNR menjadi keputusan yang tidak mudah diambil oleh dokter dan membutuhkan pertimbangan dan rekomendasi dari perawat (Brizzi, 2012). Pasienpasien dengan DNR termasuk kedalam kategori sebagai pasien menjelang ajal. Dalam onkologi dan perawatan hemologi, keputusan tentang DNR dibuat secara teratur. Dalam onkologi, pasien dengan metastase dapat menjadi tidak disembuhkan, tetapi masih memiliki waktu yang lama lagi untuk hidup dengan kualitas hidup yang baik sedangkan dalam hemotologi pasien bisa sangat parah dan hidupnya terancam sakit karena perawatan, tetapi tetap dalam tahap yang dapat disembuhkan sampai semua perawatan yang telah tersedia diberikan. Kondisi dilema dirasakan oleh perawat yang timbul akibat dari kurangnya pengalaman, pengetahuan dan informasi terkait dengan DNR. Keterbatasan dan tidak adekuatnya informasi DNR memengaruhi keefektifan pemberian perawatan yang bermartabat (Amestiasih, 2015). Masalah yang juga dihadapi oleh perawat yaitu kurang optimal dalam pengambilan keputusan terkait tingginya tingkat stres dan kecemasan maupun faktor lingkungan IGD (Chan, 2011). Alligood dan Tomey (2104) mengungkapkan bahwa perawatan menjelang ajal mempersiapkan pasien menghadapi kematian dengan baik, bertujuan agar pasien merasakan bebas dari nyeri, merasa kenyamanan, merasa dihargai, dihormati dan berada dalam kedamaian dan ketenangan serta juga merasa dekat dengan orang yang dirawatnya. DNR telah ditinjau dan digunakan secara komprehensif di beberapa masyarakat selama puluhan tahun. Namun, dalam menghadapi kontrovensi ada banyak perbedaan di antara masyarakat yang berbeda dalam hal kinerja,moralitas, legalitas dan bimbingan medis yang tepat dari DNR. Staf medis mempertimbangkan berbagai faktor untuk membuat akhir keputusan hidup. 1

Agama adalah salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk memberikan DNR. Banyak muslim memilih CPR tanpa mempertimbangkan prognosis buruk dari penyakit ini dengan harapan bahwa Allah SWT pada akhirnya akan menyembuhkan pasien. Keyakinan agama dan moral adalah alasan utama untuk tidak melegitimasi perintah DNR di negara-negara Timur Tengah, di Iran tidak ada hukum yang bertekad untuk melakukan DNR. Banyak muslim yang menolak tindakan DNR karena mereka percaya bahwa itu adalah sama hal nya dengan bunuh diri dan kurangnya iman kepada Allah SWT. Beberapa Pertimbangan yang digunakan kelompok pro terhadap DNR adalah pertimbangan legal dan etis. Pertimbangan legal misalnya, bahwa rekomendasi American Heart Association (AHA),sebagai salah satu panduan yang banyak digunakan di seluruh dunia, menyatakan bahwa CPR tidak di indikasi pada semua pasien. Pasien dengan kondisi terminal,penyakit yang tidak reversible, dan penyakit dengan prognosis kematian hampir dapat dipastikan, tidak perlu dilakukan CPR. 1.2 Masalah Penelitian Mengingat sikap yang berbeda dari perawat dan dokter tentang proses pengambilan keputusan DNR menjadikan kondisi dilema yang dirasakan oleh perawat, hal ini timbul akibat dari kurangnya pengalaman pengetahuan terkait dengan informasi tentang DNR oleh perawat. 1.3 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenemologi interpretif. Penelitian ini dilakukan di ruang IGD RSUD dr. Saiful Anwar, Empat orang partisipan dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi. Teknik pengumpulan data dengan Indepth interview. 1.4 Sampel/Sasaran Penelitian 1. Perawat yang memiliki pengalaman kerja 8-19 tahun di ruang Critical care IGD RSUD dr. Saiful Anwar. 2. Perawat yang memiliki pengalaman-pengalaman merawat pasien terlantar pada fase perawatan menjelang ajal.

2

3. Pendidikan partisipan D3 Keperawatan dan S1 Keperawatan 4. Perawat yang dalam keadaan sehat secara fisik. 5. Bersedia sebagai partisipan dengan metandatangani surat ketersediaan menjadi partisipan. Pada penelitian ini saturasi data dicapai pada wawancara partisipan ke empat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis tematik Braun dan Clarck (2006) terdiri dari 6 tahapan. Penelitian ini telah mendapatkan laik etik di RSUD dr.Saiful Anwar. Keabsahan data untuk mencapai Credibility, Dependability, Confirmability dan Transferability dengan melakukan Triagulasi data, dan inquiry audit 1.5 Hasil Penelitian Hasil penelitian ini ada 4 (empat) tema yaitu : 1. Memahami Kegagalan Resusitasi Merupakan Pasien DNR DNR yaitu tidak melakukan tindakan resusitasi pada pasien. Pada umumnya pasien-pasien DNR pada awal telah dilakukan tindakan resusitasi, namun pada perjalanan penyakit menunjukan indikasi-indikasi tidak adanya perbaikan pada kondisi tanda-tanda vital baik dari Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, saturasi oksigen maupun status kesadaran. “… awalnya tentu yang dikatakan DNR itu adalah pasien sudah tidak ada nafas, nafasnya tidak spontan, ada cuman jantungnya aja, kita cek refleks gaps, kita jadikan patokannya, refleks pupil, refleks batuk dan menelan, tapi nadinya masih ada …” (P1) Perawat menyebutkan pasien-pasien yang ditemukan pada dengan kondisi kritis yang sudah tidak menunjukan adanya perbaikan setelah dilakukan resusitasi menunjukan pasien-pasien tersebut dapat diputuskan DNR. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh perawat: “…DNR itu kalau pasiennya mengalami kegagalan multidisfunction atau multiorgan failure, jadi diresusitasi tidak respon… jadi nanti ada beberapa point yang nanti kesimpulannya pasiennya DNR…” (P2)

3

Selain pada pasien dengan kondisi kritis, pada pasien yang masuk ke ruang gawat darurat dengan kondisi terminal dan penyakit-penyakit, yaitu seperti kanker, yang memiliki riwayat dirawat dengan penyakit yang sama dalam kondisi penyakit yang serius atau penyakit regeneratif. “… DNR, do not resuscitate artinya pasien itu sudah… contoh pasien bila datang kesini pasien sudah kronis kayak kanker dengan stadium berapa… itu istilahnya seandainya kita resusitasi dia akan memperpanjang… istilah kasihan…” (P3) Berdasarkan pernyataan diatas dapat dijelaskan perawat memahami kegagalan resusitasi merupakan pasien DNR di IGD dengan kondisi pasien kritis dan penyakit terminal yang mana pasien sudah tidak menunjukan adanya perbaikan setelah dilakukan resusitasi. 2. Melakukan Resusitasi sebagai Protap Penanganan Awal Pada saat pasien datang ke IGD maka perawat akan melakukan triage pada pasien tersebut. Pasien-pasien dengan penyakit kronik dan penyakit terminal yang memiliki penurunan kesehatan sangat signifikan sehingga perawat melakukan pengkajian dan pemeriksaan pada tahap awal. Pasien yang telah dilakukan penilaian triage maka segera dilakukan tindakan resusitasi berdasarkan prioritas sesuai dengan protap yang diberlaku di IGD. “… biasanya pasien kalau kesini dia… biasanya kalau di tanya di anamnese dengan penyakitnya apa ini,… memang perlu resusitasi… resusitasi awal karena… kita beranggapan kan kita tidak mengerti… pasti pasien diresusitasi dulu…” (P3) Hasil dan pemeriksaan penunjang dapat menjelaskan penyebab dari kondisi pasien, dan menjadi pertimbangan dalam menentukan intervensi selanjutnya pada pasien dan tidak langsung ditentukan sebagai pasien DNR. 3. Berkolaborasi Mengambil Keputusan DNR Berkolaborasi merupakan tindakan dan interaksi yang dibutuhkan oleh tim secara komprehensif terkait dalam mengambil dan menentukan keputusan DNR pada pasien tersebut. Keputusan dilakukan secara bersama dalam memberikan label DNR yang nantinya akan digelangkan pada pasien.

4

“… DNR itu tidak bisa diputuskan oleh 1 orang, misalnya dari bedah, anastesi, dan salah satu dari IPD, atau EM nya atau syaraf, jadi 3 orang dari secound opini (opini alternatif) baru dapat disimpulkan pasien itu DNR…” (P1) DNR diputuskan ketika pasien menunjukan tidak adanya perbaikan setelah dilakukan resusitasi.Riwayat penyakit kronis, penyakit terminal juga menjadi bagian dari pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar memiliki standar operasional prosedur dalam memutuskan DNR pada pasien, yaitu sebelum diputuskan adanya penjelasan secara komprehensif pada keluarga. Keluarga berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan DNR. Keluarga yang menyetujui DNR dalam sebuah inform consent maka pasien tidak lagi dilakukan resusitasi secara aktif, tindakan RJP maupun tindakan Invasif dan memberikan kematian yang baik bagi pasien. “… kita sudah tidak akan melakukan tindakan apapun dengan persetujuan keluarga dengan surat pernyataan yang ditandatangani dari pihak keluarga dan rumah sakit ataupun dari dokter yang menanganinya… kalau pasien DNR ....” (P4) 4. Menyiapkan Kematian Pasien dengan Baik Peran keluarga menjadi pusat dalam perawatan pasien dengan DNR. Keluarga diberikan kesempatan untuk berada disamping pasien untuk memberikan dukungan secara emosi, psikologis maupun spiritual dari pasien. Dengan demikian, hal ini dapat memberikan ketenangan pada pasien DNR yang menjelang ajal. “… yang kita lakukan adalah pendampingan. Kita memanggil keluarganya untuk bimbingan pasien itu saja…kalau tindakan apa itu kita tidak ada,… jadi kita suruh keluarga untuk mendampingi dan mendoakan… itu membantu aja…” (P4) Sebagian besar keluarga menginginkan pasien mendapatkan kematian yang baik tanpa dilakukan tindakan yang hanya memperpanjang kondisi kritis pasien. “…kuncinya adalah keluarga… begitu keluarga ngomong pasiennya masih layak dikejar kalau keluarga mengizinkan yah kita kejar… tapi gak yah sudah gak usah dikejar… yah sudah terkait dengan apa namanya hak kepemilikan… milik keluarga…” (P2)

5

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Analisis dan Opini DNR merupakan tindakan spesifik untuk tidak memberikan resusitasi jantung paru (RJP) pada pasien, namun tetap melakukan perawatan yang rutin (Brizzi,2012). Perawatan rutin yang dimaksud adalah perawatan menjelang kematian dengan baik, bertujuan agar pasien merasakan bebas dari nyeri, merasa nyaman, merasa dihargai, dihormati dan berada dalam kedamaian dan ketenangan juga merasa dekat dengan orang yang dirawatnya. Jika dikaitkan dengan perawatan menjelang kematian di IGD maka kompotensi yang harus dimiliki oleh perawat IGD yaitu pengetahuan dan kemampuan melakukan fase menjelang ajal, bagaimana melakukan persiapan kepada pasien maupun memberikan dukungan sosial menjelang kematian. Keputusan DNR ini diambil ketika tindakan CPR atau RJP selama 30 menit tidak ada menunjukan adanya nadi, pernapasan atau respon pada pasien. Pengambilan keputusan DNR ini masih menjadi pro dan kontrak yang membuat perawat dan tim medis yang merawat pasien menjelang ajal menjadi dilema dalam mengambil keputusan DNR. Adapun kategori pasien-pasien yang tidak diberikan CPR yakni pasien yang sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien tersebut masih sadar, pasien dengan kanker stadium empat parah yang dianggap tidak perlu adanya resusitasi, pasien dengan kondisi penyakit kronis dan terminal, kaku mayat, dekomposisi serta pasien dengan trauma kepala atau tubuh yang tidak memungkinkan untuk hidup. Keputusan penolakan resusitasi (DNR) menurut Brewer (2008) melibatkan tiga prinsip moral yang dapat dikaji oleh perawat, yaitu autonomy, beneficience, dan nonmalefecience, ketiga prinsip tersebut merupakan dilema etik yang menuntut perawat berpikir kritis, karena terdapat dua perbedaan nilai terhadap profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan, secara profesional perawat ingin memberikan pelayanan secara optimal, tetapi disatu sisi terdapat pendapat yang mengharuskan penghentian tindakan.

6

Prinsip moral yang diyakini pasien/keluarganya harus dihargai, meskipun sudut pandang secara etik berbeda, prinsip autonomy ini perawat secara kognitif memiliki komunikasi terapeutik yang dapat dijadikan acuan untuk membicarakan hak otonomi pasien/keluarganya melalui informed consent, pasien dan keluarga telah menentukan pilihan menerima/menolak tindakan medis, termasuk resusitasi.Perawat dapat memberikan edukasi tentang proses tersebut dengan cara-cara yang baik dan tidak

menghakimi

pasien/keluarga

untuk

menerima

saran/masukan,

tetapi

mendukung keputusan yang mereka tetapkan Dalam prinsip moral beneficence bahwa pasien memilih apa yang menurut mereka terbaik berdasarkan keteranganketerangan yang diberikan perawat, perawat dapat memberikan informasi akurat mengenai keberhasilan resusitasi. Data-data dan informasi yang diberikan dapat menjadi acuan pasien/keluarganya dalam menentukan keputusannya. Sedangkan dalam prinsip moral non-malefecience itu berkaitan dengan pelaksanaan tindakan RJP yang tidak membahayakan/merugikan pasien/keluarganya. Menurut Hilberman, Kutner J, Parsons dan Murphy (1997) dalam Basbeth dan Sampurna (2009) dikatakan bahwa banyak pasien mengalami gangguan neurologi berupa disabilitas berat yang diikuti dengan kerusakan otak pasca RJP, menyebabkan kerusakan otak permanen (brain death), tingkat kerusakan otak berkaitan dengan tindakan RJP bervariasi antara 10-83%. Tindakan RJP dikatakan tidak merusak jika keuntungan yang didapatkan lebih besar. Data tersebut dapat menjadi pertimbangan tim medis dalam menentukan DNR pada pasien dengan angka harapan hidup relatif kecil dan prognosa yang buruk. Dalam kasus ini diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang baik terkait dengan DNR harus diketahui oleh perawat agar bisa mendukung perawat dalam mengambil keputusan yang tepat dan efektif dalam mempersiapkan perawatan menjelang ajal. Dalam kasus ini perawat harus berkolaborasi dengan para tim medis yang merawat pasien menjelang ajal dalam mengambil tindakan DNR serta perawat juga harus memberi informasi kepada keluarga pasien mengenai hal dalam mengambil tindakan DNR ini agar nantinya perawat dan tim medis yang merawat pasian menjelang ajal ini tidak disalahkan jika pasien tidak diberikan CPR.

7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pengambilan keputusan do not resuscitate (DNR) ini harus membutuhkan pertimbangan dan pemahaman yang sangat baik, hal ini dikarenakan tidak semua pasien bisa dilakukan CPR, pasien-pasien dengan kondisi terminal, penyakit reversible, dan peyakit dengan prognosis kematian dapat dipastikan tidak memerlukan CPR. Contohnya saja perawatan DNR di IGD memberikan resusitasi sebagai tindakan awal mempersiapkan kematian pasien. Perawat dapat mendampingi pasien pada saat menghadapi kematian, komunikasi dengan pasien dan keluarga perlu terjadi sejak awal dalam mengembangkan hubungan saling percaya terhadap pergeseran nilai dan keyakinan, memfasilitasi kebutuhan pasien dan keluarga, dan memberikan dukungan moril, sehingga diperoleh suatu perspektif tentang cara keluarga/pasien menentukan tindakan yang diyakininya pada saat menghadapi kematian. Dalam hal pengambilan keputusan ini juga perawat harus terlibat dalam kolaborasi dengan tim medis yang merawat pasien menjelang ajal, sehingga membuat

keputusan DNR ini menjadi keputusan yang tepat, dengan begitu

perawatan dalam mempersiapkan kematian pasien dapat berjalan dengan baik yang bisa menjadikan pasien merasa tenang berada didekat orang dirawatnya. 3.2 Saran Semoga dengan adanya pembuatan makalah ini kita sebagai mahasiswa keperawatan bisa mempelajari serta memahami hal dalam mengambil keputusan mengenai tindakan DNR dalam fase perawatan menjelang kematian, yaitu dengan melakukan persetujuan atau kolaborasi terhadap tim medis serta keluarga sebelum melakukan pengambilan tindakan DNR ini.

8

DAFTAR PUSTAKA Amestiasih, T., Ratnawati, R., & Rini, I.S. (2015). Studi fenomenologi: Pengalaman perawat dalam merawat pasien dengan do not resuscitate (DNR) di Ruang Icu Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Medika Respati. Basbeth, F;& Sampurna, B. (2009), “Analisis etik terkait resusitasi jantung paru”, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59, Nomor : 11, Nop 2009. Brizzi, M., Abul-Kasim, K., Jalakas, M., Selariu, E., Pessah-Rasmussen, H., & Zia,E. (2012). Early do-not-resuscitate orders in intracerebral haemorrhage; frequency and predictive value for death and functional outcome. A retrospective cohort study. Scandinavian journal of trauma, resuscitation and emergency medicine, 20 (1), 1–6. Chen YY, Gordon NH, Connors AF Jr, Garland A, Lai HS, Youngner SJ. Factors associated with two different protocols of do-not-resuscitate orders in a medical ICU. Crit Care Med. 2014;42(10):2188–96. Alligood, M. R. (2014). Nursing theorists and their work. Atlanta, USA: Elsevier Health Sciences. Pettersson M, Hedström M, Höglund AT. Physicians experiences of do-not resuscitate (DNR) orders in hematology and oncology care -a qualitative study. J Palliat Care Med. 2016;6(4):1–8. Brewer, Brenda Carol. (2008).”Do not abandon, do not resuscitate; a patient advocay position”. Journal of Nursing Law.volume 12, number 2, 2008. Becerra, Maria., Hurst, Samia A., Perron, Noelle Junod., Cochet, Stéphane., &Elger, Bernice S. (2010). “Do not attempt resuscitation’and ‘cardiopulmonary resuscitation’ in an inpatient setting: factors influencing physicians’ decisions in Switzerland”. Gerontology .

9

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""

Jurnal D1.pdf
June 2020 14
Cover.docx
June 2020 9
Jurnal Kdk 2.pdf
June 2020 12