BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian
terhadap suatu situasi atau masalah. Kemampuan yang bersifat umum tersebut meliputi berbagai jenis kemampuan psikis seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, berbahasa, dan sebagainya.[1] B.
Rumusan Masalah
C.
1.
Adakah faktor yang mempengaruhi itelegensi seseorang?
2.
Bagaimana cara mengetahui intelegensi seseorang?
Tujuan Menjelaskan apa yang dimaksud dengan intelegensi. Memaparkan dengan jelas, dan
memberikan
perhtungan
intelegensi.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Intelegensi
Sebelum kita mengupas beberapa hal yang berhubungan dengan intelegensi, terlebih dahulu kita mengenal konsep tentang intelegensi. Banyak definisi tentang intelegensi menurut para ahli, beberapadi antaranya ialah : 1.
Super & Cites (1962) mengemukakan suatau deinisi yang sering dipakai oleh sementara orang ialah “Intellegence has frequently been defined as the ability to adjust to the environment or to learn form experience” (intelegensi telah sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengelaman). Manusia hidup dan berinteraksi di dalam lingkungannya yang kompleks. Untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan hanya untuk kelestarian pertumbuhan, tetapi juga untuk perkembangan kepribadiannya. Karena itu manusian harus belajar dari pengalaman.
2.
Garret memandang definisi Super & Cites terlalu luas, umum, kurang operasional. Dengan mempelajari definisi itu orang masih mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep itu. Karena itu Garrett (1946), mencoba mengemukakan definisi intelegensi “intelligence, includes at least the abilities demanded in the solution
of
problems
which
require
the
comprehension and
use
of
symbols” (intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan-kemampuan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan symbol-simbol). Manusia hidup dengan menghadapi masalah yang harus dipecahkan agar manusia memperleh keseimbangan dalam hidup. Untuk itu diperlukan kemampuan-kemampuan pemecahannnya dengan menggunakan pengertian serta simbol-simbol. 3.
Bischof (1954) seorang psikolog Amerika. Apabila Garrett mengemukakan definisi intelegensi yang lebih khusus, maka Bischrof mengemukakan definisi yang lebih luwes, namun bersifat operasional dan fungsionalbagi kehidupan manusia seharihari. “intelligence is a ability to slove problems of all kinds” (intelegensi ialah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah).
4.
Heidentich (1970) rumusan definisi yang berbeda namun pengertiannya sama dengan definisi Bischof, yaitu “intelegence refers to the ability to learn and to utilize what has been learned in adjusting to unfamiliar situations, or in the solving of problems” (intelegensi menyangkut kemapuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situas yang kurang dikenal, atau dalam pemecahan masalah-masalah). Manusia yang belajar sering menghadapi situasi baru serta permasalahan, hal itu memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri serta memcahkan permasalahan yang dihadapi.
Apabila kita amati keempat definisi di atas meskipun rumusannya berbeda namun mengandung isi yang sama dan pengertian yang sama dalam arti yang tidak bertentangan. Dalam dua definisi terakhir tersirat bahwa intelegensi merupakan kemampuan “problem solving” dalam segala situasi yang baru atau yang mengandung masalah, mencakup permasalahan pribadi, sosial, akademik cultural, serta permasalahan ekonomi keluarga.[2] B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intelegensi Seseorang
Faktor-faktor yang dapat mempengarudi intelegeni, ehingga terdapat prebedaan intelegeni eeorang yang lain, ialah :
1.
Pembawaan, ditentukan oleh sifat dan ciri yang dibawa sejak lahir. Batas
kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang kurang pintar. Meskipun menerima pelajaran yang sama, perbedaan itu masih tetap ada. 2.
Kematangan, tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik mapun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-anak tak dapat memecahkan soal-soal tertentu, karena soal tersebut masih terlampau sukar baginya. Organ dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur. 3.
Pembentukan, ialah segala keadaan di luar diri diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah), dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar). 4.
Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu
tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi). Dari manipulasi dan ekplorasi yang dilakukan terdapat dunia luar itu, lamakelamaan timbullah minat terhadap seuatu. Apa yang membuat minat mendorong seseorang untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. 5.
Kebebasan, kebebasan itu berarti manusia dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahkan masalah. Manusia memiliki kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan intelegensi. Semua faktor tersebut bersangkut-paut dengan yang lain. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seorang anak, kita tidak bisa hanya berpedoman pada salah satu faktor tersebut. Intelegensi adalah faktor total, keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi seseorang. Dapatkah intelegeni atau kecerdaan itu dapat diukur ? Bagaimana kita dapat menentukan kecerdaan eeorang ? alah atu cara ialah dengan menggunakan te yang diebut Te Intelegeni. Orang yang berjasa menemukan tes ini pertama kali ialah seorang dokter bangsa Perancis, Alfred Binet dan pembantunya simon. Sehingga tesnya terkenal dengan nama Tes Binet –
simon. Seri tes Binet – simon ini pertama kali diumumkan antara 1908-1911 yang diberi nama chelle matrique de intelligenceatau skala pengukur kecerdasan. Tes Binet simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang telah dikelompokan menurut umur (anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan itu sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajran di sekolah. (mengapa?) seperti : 1.
Mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang
2.
Mengulang deretan angka
3.
Memperbandingkan berat timbangan
4.
Mencertakan isi gambar-gambar
5.
Menyebutkan bermacam-macam warna
6.
Menyebutkan harga mata uang, dan sebagainya.
Dengan tes semacam inilah usia kecerdasan diukur/ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia kecerdasan sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan demikian kita dapat melhat perbedaan IQ (Intellegenci Quintient) pada tiap-tiap orang atau anak. Tes Binet simon ini kemudian terkenal ke mana-mana. Di Jerman, Inggris, dan terutama di Amerika te tersebut banyak digunakan dan diperbaharui/dikembangkan seuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Orang yang terkenal dalam mengembangkan tes intelegensi ini antara lain Bebertag (Jerman), Weahler (Inggris), dan Terman (Amerika). Dewasa ini perkembangan tes itu telah demikian majunya sehingga sekarang terdapat beratus-ratus macam tes verbal maupun non verbal. C.
Rumus Menentukan Intelegensi (IQ) Tingkat Kecerdasan
Kemampuan umum atau intelegensi sesorang dapat diketahui secara lebih tepat dengan menggunakan tes intelegensi. Di sekolah yang tidak memiliki tes intelegensi, nilai rata-rata rapor murid dapat sebagai penggatinya. Karena raport adalah gambaran tentang kecerdasan umum setiap anak. Melalui raport dapat diketahui tingkat kecerdasan anak dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, namun belum merupakan gambaran intelegensi yang standar. Untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang secara pasti harus menggunakan tes yang standar. 1.
Tes Binet-Simon
Ini adalah tes yang pertama kali diciptakan oleh Alferd Binet dan Theodore Simon tahun 1908 di Perancis. Tes ini mulanya sangat sederhana dan hanya untuk anak-anak
saja. Akhirnya mendapat sambutan baik dari para ahli, sehingga banyak yang menyempurnakannya. Para ahli yang merivisi tes Binet-Simon ialah: a)
Kuhlmanun tahun 1912 dan 1922
b)
Lewis Terman dari Stanford university tahun 1915
c)
Mordan tahun 1937
d)
David Merril tahun 1937
Dengan menggunakan tes intelegensi orang dapat menentukan tingkat kecerdasan atau intelegensi quotient (IQ) seseorang. Untuk mencari IQ rumusnya ialah: IQ =
100
Keterangan: MA (Mental Age atau umur Psikis), yaitu berapa tahun umur yang normal dapat setingkat dengan kecerdasan anak yang bersangkutan, misalnya si Ali yang berumur 5 tahun dapat menjawab soal tes sebanyak 20 soal dengan benar. Sedangkan anak normal yang dapat menjawabnya adalah umur 6 tahun. Jadi, umur psikis Ali adalah sama dengan 6 tahun. CA (Chronological Age atau umur kalender), yaitu umur anak yang sebenarnya menurut penanggalan kalender (Kalender). Ali misalnya CA-nya adalah 5 tahun, maka: IQ Ali =
100 = 120
Angka IQ Ali sebesar 120 berarti ia tergolong anak yang cerdas (superior). Di bawah ini dijelaskan arti dari angka IQ: 140 – ke atas = Luar biasa cerdas (genius) 120 – 139
= Sangat Cerdas (superior)
110 – 119
= Pandai (di atas normal)
90 – 109
= Normal
80 – 89
=Dull (di bawah normal)
70 – 79
= Borderline (garis batas potensi)
50 – 69
= Debile
26 – 49
= Embicile
0 -25
= Idiot
Keterangan: 1.
Idiot: Tingkatan ini termasukkelompok individu terbelakang. Hanya mampu
mengcapkan bebrapa kata saja. Juga tidak mampu mengurus diri sendiri, makan,
minum, berpakaian, dan kegiatan lainnya. Mereka tidak dapat ditugasi sekalipun sangat sederhana. Pada umumnya harus berbaring selama hidup. Badan lemah, rentan terhadap penyakit, tidak mengetahui bahaya. Tidak bisa dididik dan kebanyakan berumur pendek. 2.
Embisil: Masih dapat belajar bahasa, bisa mengurus diri sendiri, ditugasi
ringan seperti mencuci piring, mengepel lantai. IQnya rata-rata anak normal usia 3-7 tahun (MA : 3-7), tidak bisa sekolah bersama anak-anak normal. 3.
Debil:
Dapat
membaca,
menulis,
berhitung
dalam
hitung-hitungan
sederhana.banyak di sekolah anak-anak normal, di sekolah masyarakat kurang atau belum maju. 4.
Dull (bodoh): Di bawah kelompok normal dan di atas kelompok terbelakang.
Agak lambat dalam belajar, ada yang sulit menuntaskan SLTP, ada yang bisa menyelesaikan SLTP, tetapi sulit tuntas SLTA. 5.
Normal: Kelompok terbesar presentasenya di masyarakat. MA rata-rata =
CAnya. 6.
Pandai: termasuk kategori high average (di atas normal)
7.
Sangat cerdas: Pada tingkatan ini, mereka mampu menyelesaikan pendidikan
akademi dan biasanya menjadi leader. 8.
Genius: over genius, memecahkan masalah-masalah yang rumit dan sulit.
Dengan adanya klasifikasi di atas maka sekaligus telah dapat diketahui, bahwa yang menjadi ketentuan bagi intelegensi normal adalah skor IQ antara 90-109. Dengan pertambahan usia anak, maka anak mengalami peningkatan intelegensi. Peningkatan skor intelegensi pada manusiaterutama terjadi secara pesat ketika manusia masih anak-anak sampai umur 13 dan 15 tahun, setelah itu intelegensi peningkatan secara lambat.[3] 2.
Tes Wechsler
Ini adalah tes intelegensi yangdibuat oleh Wechsler Bellevue tahun 1939. Tes ini ada dua macam.Pertama, untuk umur 16 tahun ke atas yaitu Wechsler Adult Intelegensi Scale (WAIS), dan keduates untuk anak-anak yaitu Wechsler Intelegensi Scale for Children (WISC). Tes Wechsler meliputi dua sub, yaitu verbal dan performance (tes lisan dan perbuatan atau keterampilan). Tes lisan meliputi pengetahuan umum, pemahaman, ingatan, mencari kesamaan, hitungan dan bahasa. Sedangkan tes keterampilan meluputi :
a)
Menyusun gambar
b)
Melengkapi gambar
c)
Menyusunbalok-balok kecil
d)
Menyusun bentuk gambar
e)
Sandi (kode angka-angka)
Sistem scoring tes Wechsler berbeda dengan Binet-Simon. Jika tes Binet-Simon menggunakan skala umur maka Wechsler dengan skala angka. Pada tes Wechsler setiap jawaban diberi skor tertentu. Jumlah skor mentah itu dikonveksikan menurut daftar table konversi sehingga diperoleh angka IQ. Persamaan tes Wechsler dengan Binet-Simon yaitu keduanya dilaksanakan secara individual (perorangan). Selain dikemukakan di atas masih adalagi tes ntelegensi lain yang dipergunakan, yaitu tes Army Alpha dan Beta. 3.
Tes Army Alpha dan Beta
Ini digunakan untuk men-tes calon-calon tentara di Amerika Serikat. Tes Army Alpha khusus untukcalon tentara yang pandai membaca sedang Army Beta untuk calon yang tidak pandai membaca. Tes ini diciptakan mulanya untuk memenuhi keperluan yang mendesak. Dengan menyeleksi calon tentara waktu Perang Dunia II. Salah satu kelebihannya dibandingkan dengan tes Binet-Simon dan Wechsler adalah tes ini dilaksanakan secara serombongan (kelompok) sehingga menghemat penggunaan waktu.
4.
Tes Progressive Matrics
Tes intelegensi ini diciptakan oleh L. S. Penrose dan J. C. Laven di Inggris tahun 1938. Tes ini dapat diberikan secara rombongan dan perorangan. Berbeda dengan dengan Binet-Simon dan Wechsler, tes ini tidak menggunakan IQ tetapi menggunkaan percentile.[4]
BAB III PENUTUP Kesimpulan
Kecerdasan atau intelegensi seseorang memberi kemungkinan bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidupannya. Sampai di mana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula kepada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada. Jelaslah sekarang bahwa tidak terdapat korelasi yang tetap antara tingkatan intelegensi dengan tingkat kehidupan seseorang. Dari hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan ahli antropologi dan psikologi, juga masih disaingkan adanya korelasi yang tetap antara bentuk/berat otak dengan intelegensi, antara bentuk tubuh dengan kejahatan dan antara intelegensi
dengan
kemiskinan.[5]
DAFTAR PUSTAKA Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. cet. 7. Jakarta: Rineka Cipta. 2012. Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1990. Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.