MAKALAH STUDI MEDIA DAN BUDAYA GENDER & SEKSUALITAS: TRANSGENDER
Disusun Oleh: Ashma Nur Sha’adah (1204134047) Diana Fitri Kusuma (1204134052) Jovita Arisa (1204134061)
Kelas : Marketing Communication B’13
FAKULTAS KOMUNIKASI & BISNIS 2016
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin yaitu lakilaki dan perempuan, namun pada kenyataannya dari dua jenis kelamin tersebut ada yang mengalami kebingungan dalam menentukan jenis kelaminnya. Kebingungan yang dimaksud adalah adanya ketidaksesuaian antara jenis kelaminnya dan kejiwaannya. Tidak sesuainya jenis kelamin dan kejiwaan ini, bisa terjadi pada seseorang yang terlahir dengan alat kelamin wanita yang sempurna dan tidak cacat, tetapi dia merasa bukan seorang wanita melainkan seorang pria atau sebaliknya, keadaan seperti ini disebut Transgender. Sebelum bicara lebih jauh tentang transgender, terlebih dahulu harus dipahami konsep gender, dan membedakan kata gender dan seks. Seks (jenis kelamin) merupakan pembagian dua jenis kelamin (penyifatan) manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya manusia berjenis kelamin (seks) laki-laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat bahwa laki-laki adalah yang memiliki penis dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki alat reproduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat untuk menyusui. Hal tersebut secara biologis melekat pada manusia yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Artinya, secara biologis alat kelamin atau jenis kelamin tersebut tidak bisa dipertukarkan atau diganti. Secara permanen jenis kelamin tidak bisa berubah dan merupakan kodrat (ketentuan Tuhan). Gender adalah pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya, bukan pendefisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis seperti seks (jenis kelamin). Dalam ilmu sosial, gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan sendiri oleh manusia itu sendiri melalui proses kultural dan
sosial. Gender seseorang dapat berubah, sedangkan jenis kelamin biologis akan tetap tidak berubah. Hal inilah yang membuat seseorang dapat berubah orientasi seksnya bahkan ada dorongan untuk merubah gendernya. Orang yang merubah gendernya sering disebut dengan waria, bahkan yang lebih ekstrem, ada dorongan untuk merubah seks atau jenis kelaminnya dengan operasi pergantian kelamin seperti yang dilakukan kaum transgender. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasikan untuk diteliti lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Apa alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan transgender pada dirinya? 2. Bagaimanakah pendapat pelaku transgender setelah berhasil melakukan operasi transgender?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan tentang alasan seseorang melakukan transgender pada dirinya yang didasari oleh berbagai faktor. 2. Mendeskripsikan bagaimana pendapat pelaku transgender setelah berhasil melakukan operasi transgender terhadap dirinya. 1.4 Manfaat Penelitian Makalah
ini
diharapkan
dapat
menggambarkan
bagaimana
seseorang
melakukan dan menjadi Transgender. Selain itu, makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dan pembaca dalam mengetahui seputar gender dan salah satu jenis kelainan gender yaitu Transgender.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pegertian Gender Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. echols dan Hassan Sadhily, 1983: 256). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9). 2.2 Pengertian Seksualitas Seks mengacu pada jenis kelamin, bersifat biologis yang menekankan pada perbedaan kromosom, hormon, dan organ reproduksi/seksual. Secara biologis melekat secara permanen, fungsinya tidak dapat berubah tetapi secara fisik dapat dirubah. Seksualitas memiliki makna yang sangat luas. Seksualitas adalah aspek kehidupan yang menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi seksual, erotisme, kesenangan (pleasure), keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan/ nilai-nilai, tingkah laku, kebiasaan, peran dan hubungan. Walaupun seksualitas mencakup keseluruhan dimensi yang disebutkan, tidak semuanya selalu dialami atau diekspresikan. Seksualitas dipengaruhi oleh
interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, sejarah, agama dan spiritual. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Hubungan seksual adalah suatu keadaan fisiologik yang menimbulkan kepuasan fisik, dimana keadaan ini merupakan respon dari bentuk perilaku seksual yang berupa ciuman, pelukan, dan percumbuan (Jersild, 1978). Miller (1990) berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan hubungan fisik dalam bercumbuan, dimana hal ini merupakan rencana alamiah untuk meningkatkan gairah seksual bagi persiapan hubungan seksual yaitu : berpegangan tangan, saling memeluk (tangan di luar baju), berciuman, saling membelai atau meraba (dengan tangan di dalam baju yang lain). Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, bentuk tingkah laku ini bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku kencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri (Wirawan, 1997). 2.3 Gender & Sexuality Diversity 1. Peranan Gender: Bagaimana masyarakat mengidentifikasikan seseorang apakah sebagai laki-laki, perempuan. 2. Identitas Gender Bagaimana seseorang mengidentifikasi dirinya sebagai laki-laki, perempuan. 3. Gender Ekspresi Bagaimana seseorang mengekspresikan dirinya, maskuline, feminine. 4. Orientasi Seksual Orientasi kepada jenis kelamin atau gender yang mana seseorang tertarik. 5. Identitas Seksual Bagaimana seseorang mengidentifikasi dirinya sehubungan dengan orientasi atau perilaku seksual mereka.
2.4 Teori Pengembangan Sosial Ahli psikologi Jean Piaget (1896-1980) mengemukakan tahap-tahap kognitif dalam perkembangan pemikiran anak. Tahap-tahap perkembangan kognitif ini akan selalu dilalui oleh semua manusia yang normal, yang berkembang menuju kematangan kemampuan berpikir. Perkembangan bermula dari tahap yang paling kongkret dan sederhana menuju tahap yang paling abstrak dan kompleks. Jean Piaget membagi perkembangan kecerdasan anak menjadi 4 tahap (Sprinthal dan Sprinthal,1990). Keempat tahap itu adalah tahap motor sensorik (awal kelahiran-18 bulan); tahap berpikir pra-operasional (18 bulan-7 tahun); tahap operasi kongkrit (7 tahun-11 tahun); tahap operasi formal (11 tahun-keatas) (Hanurrawan, 2004) Sedangkan Kohlberg (Stephan dan Stephan,1990), menyatakan bahwa tahap perkembangan
moral seorang
anak bersifat
paralel
dengan
keempat
tahap
perkembangan kognitifnya. Kohlberg mengemukakan bahwa terdapat 3 tingkat moral. Pada setiap tingkat terdapat 2 tahap perkembangan. Yaitu, tingkat satu (moralitas prakonvensional); tingkat kedua (moralitas konvensional); dan tingkat ketiga (moralitas pasca-konvensional). Dalam kasus transeksual dan transgender, teori perkembangan kognitif juga berpengaruh dalam pembentukan perilaku tersebut. Misalnya, apabila pada waktu kecil seorang anak tidak mendapatkan pendidikan moral yang baik, maka anak akan kurang dapat memahami nilai-nilai moral yang berlaku. Anak menjadi kurang pandai dalam memilah memahami baik buruknya suatu perbuatan atau kejadian, sehingga anak akan menganggap bahwa perilaku transeksual dan transgender adalah perbuatan yang lazim.
2.5 Transgender Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan saat mereka lahir. "Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari orientasi seksual orangnya. Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan
dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual, poliseksual, atau aseksual. Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transeksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual. Salah satu akibatnya transgender muncullah istilah waria yaitu wanita pria. Waria adalah seorang pria yang secara psikis merasakan adanya ketidakcocokan antara jati diri yang dimiliki dengan alat kelaminnya, sehingga akhirnya memilih dan berusaha untuk memiliki sifat dan perilaku lawan jenisnya yaitu wanita. Fisik mereka laki-laki namun cara berjalan, berbicara dan dandanan mereka mirip perempuan. Orang yang secara genetik mempunyai potensi penyimpangan ini dan apabila didukung oleh lingkungan keinginannya sangat besar untuk merubah diri menjadi waria. Misalnya ada laki-laki yang tidak percaya diri atau tidak nyaman bila tidak berdandan atau berpakain wanita. Selain itu, faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi yaitu faktor ekonomi misalnya. Awalnya hanya untuk mendapatkan uang tapi lama-kelamaan jadi keterusan. 2.6 Faktor Penyebab Terjadinya Transgender Adapun penyebab seorang pria menjadi seorang wanita atau waria atau penyebab terjadinya transgender dapat diakibatkan 2 faktor yaitu: a. Faktor bawaan (hormon dan gen) Faktor genetik dan fisiologis adalah faktor yang ada dalam diri individu karena ada masalah antara lain dalam susunan kromosom, ketidak seimbangan hormon, struktur otak, kelainan susunan syaraf otak.
b. Faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri. Perlu dibedakan penyebab transeksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transeksual
karena
keseimbangan
hormon
yang
menyimpang
(bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang.
2.7 Dampak Menjadi Transgender dan waria Telah kita ketahui faktor seseorang menjadi transgender yaitu terdiri dari dua faktor yaitu faktor gen atau bawaan dan faktor luar atau lingkungan. Semua itu disebabkan oleh faktor tersebut, karena kita yakin bahwa semua orang yang bersifat transgender atau transeksual tidak menginginkan ini terjadi. Seorang waria pasti berkata bahwa dia tidak meminta di lahirkan sebagai waria dengan mendandani diri seperti wanita, ia mendapatkan kenikmatan batin yang begitu dalam. ia seolah berhasil melepas beban psikologi yang selama ini masih memberatkannya. Sehingga kita tidak dapat menyalahkan sepenuhnya kepada orang yang mengalami kasus transgender tetapi kita harus bersama-sama menyikapinya dengan baik. Pada umumnya seseorang yang berbeda atau tidak normal dianggap berbeda dan tidak bisa masuk dalam kelmpok yang sama, karena meraka dianggap memiliki perbedaan yang membuat orang memandanya itu tidak layak untuk hidup berdampingan. Biasanya mereka dikucilkan dari lingkungan dan dijadikan bahan pembicaraan atau dicemooh oleh masyarakat sekitar. Bahkan mereka dianggap dapat membawa pengaruh negative untuk lingkungan masyarakat.
Seorang transgender yaitu dalam kasus waria masih memiliki kendala seperti diskriminasi yang mencederai hak waria sebagai warga negara misalnya mencari pekerjaan. Dan mereka pun juga dianggap samapah masyarakat. Padahal kita ketahui seorang waria itu bisa menjadi penghibur dan memiliki kreatifitas tinggi yaitu dibidang seni. 2.8 Contoh Kasus Transgender Dena Rachman menegaskan telah mantap mengambil keputusan mengubah kondisi fisiknya menjadi seorang perempuan. Dena yang dikenal sebagai presenter Krucil di salah satu tv swasta ketika masih kecil dulu merasa bahwa dirinya bukan seorang laki-laki. Dena menjalani proses transgender seperti sekarang ini bukan mainmain, ikut-ikutan, atau nafsu sejenak. Ini langkah pencarian jati diri hidup sejak lahir dan step-by-step. Hidup itu memang sebuah perjalanan untuk menjadi baik lagi. Dia menjelaskan, perjalanan untuk berpenampilan perempuan seperti sekarang tidak mudah. Sebelum memutuskan menjalani implantasi, dia melakukan konsultasi dan beberapa tes untuk memantapkan hati. "Dimulai menjalani tes hormon dan terbukti secara klinis saya memiliki hormon perempuan yang tinggi. Menemui psikolog di Kuala Lumpur yang mengklaim saya ini perempuan. Dasar demi dasar keputusan harus dilakukan demi Dena yang lebih baik lagi," jelasnya panjang lebar. Sebelum memutuskan implantasi, Dena Rachman mengungkapkan kepada publik mengenai perubahan kondisinya saat masih kecil dan setelah dewasa. Setelah menjalani tes, Dena pun mengambil keputusan. Apalagi implantasi tersebut tidak dipungut biaya alias gratis. Sebab, Dena Rachman didapuk pihak rumah sakit untuk menjadi salah seorang model dan duta promosi selama setahun. Dia menyatakan puas dengan hasilnya. Sebab, dia punya ciri fisik seperti perempuan lain meski tidak asli. Soal efek samping, Dena Rachman mengungkapkan bahwa gel yang terpasang di dadanya adalah yang terbaik. "Jadi, saya tidak khawatir. Saya juga ditangani dokter profesional," ucap dia yang di-support keluarga dan teman-teman. Memang, dia merasakan sesak selama beberapa hari pascaoperasi. Selain itu, dia sakit di bagian dada barunya
Terakhir, Dena Rachman mengaku tidak akan lagi menjalani operasi perubahan bentuk tubuh. Bagi dia, memiliki payudara sudah memperjelas jati dirinya sebagai seorang perempuan seutuhnya. "Tidak ada operasi lagi," tandasnya . Kasus kedua ialah Thomas Beatie yang dulunya bernama Tracy Lagondino. Thomas Beatie lahir pada tanggal 20 Januari 1974 di Honolulu, Hawaii. Tracy tumbuh sebagai gadis cantik yang tomboy. Tahun 1986, ketika Tracy berusia 12 tahun, ibunya bunuh diri dan ayahnya memaksa Tracy untuk menjajal profesi sebagai model. Pada usia 14 tahun, Tracy menjadi salah satu finalis kontes Miss Teen Hawaii. Dia merasa sangat tidak nyaman ketika berada diatas panggung. Lambat laun, Tracy menukar kegiatan modeling-nya dengan olahraga dan mulai berpakaian seperti pria. Jika harus ke toilet, Tracy memilih masuk ke toilet pria. Diusia 24 tahun Tracy menjalin hubungan lesbian dengan Nancy.
Pada tahun 1998, Tracy memutuskan untuk merubah
gendernya. Ia merasa seperti tidak bahagia dengan status perempuannya. Tracy merasa lebih nyaman apabila berperan sebagai laki-laki. Akhirnya pada tahun 2002, Tracy menjalani operasi pengangkatan payudara dan mengganti namanya menjadi Thomas Beatie. Dia membiarkan Rahim dan vaginanya tetap berada di tempat yang sama agar bisa hamil. Thomas dan Nancy akhirnya menikah dan merawat 2 anak bawaan dari Nancy. Keinginan Thomas untuk memiliki anak biologi sendiri membuat dia berkeinginan untuk berhenti menyuntikan hormon untuk sementara waktu agar ia dapat mengandung. Thomas melakukan inseminasi buatan dengan menggunakan sperma yang didapatnya dari bank sperma. Tahun 2008, Thomas berhasil mengandung anak pertamanya dan melahirkan. Sampai sekarang ini, Thomas telah memiliki 3 anak biologis. Berdasarkan dari dua kasus diatas, latar belakang mereka melakukan transgender ialah karena kurangnya perhatian orang tua sejak dini. Banyak faktor yang mempengaruhi pikiran mereka sehingga mereka dapat melakukan sesuatu hal diluar kodratnya. Mereka merasa dirinya berbeda dan mulai membenci diri mereka sendiri. Mereka juga sulit menyatukan gender dan jiwa mereka. Itu salah satu faktor mengapa mereka berkeinginan melakukan transgender.
Setelah melakukan transgender, dilihat dari kedua kasus tersebut mereka mengatakan bahagia dengan diri mereka yang sekarang. Mereka menjadi lebih percaya diri melakukan kegiatan sesuai yang mereka inginkan. Seperti menemukan jatidiri mereka yang selama ini menghilang. Dan mereka pun akan selalu dan tetap menjaga penampilan mereka yang sekarang. Merekapun tidak menghiraukan apa kata orang.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Berdasarkan dari uraian di bab-bab sebelumnya, pada dasarnya Tuhan menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Sedangkan, permasalahan mengenai Transgender dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. 2. Seksualitas adalah aspek kehidupan yang menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi seksual, erotisme, kesenangan (pleasure), keintiman dan reproduksi. 3. Adapun beberapa factor penyebab terjadinya transgender yaitu: -
Faktor bawaan (hormon dan gen) Faktor genetik dan fisiologis adalah faktor yang ada dalam diri individu karena
ada masalah antara lain dalam susunan kromosom, ketidak
seimbangan hormon, struktur otak, kelainan susunan syaraf otak, -
Faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.
4. Teori Pengembangan Sosial terdapat empat tahap perkembangan kognitif yaitu tahap motor sensorik, tahap berpikir pra-operasional, tahap operasi konkrit, dan tahap
operasi
transgender.
formal
juga
berpengaruh
dalam
pembentukan
perilaku
3.2 Saran Adapun saran yang ingin penulis sampaikan mengenai makalah Gender & Seksualitas: Transgender yakni sebagai berikut: 1. Bagi peneliti yang berminat meneruskan hasil penulisan makalah ini menjadi sebuah penelitian disarankan untuk dapat memperluas pandangan transgender terhadap factor penyebab transgender. 2. Untuk para orang tua dan para pendidik selaku peran yang berpengaruh dalam pembentukkan karakter anak, agar dapat dibimbing dengan baik dengan menanamkan nilai-nilai moral dan penguatan dalam segi agama agar tidak terjadi peralihan gender (transgender).