MAKALAH PENYAKIT PADA ANAK SLE (Sistemic Lupus Erythematosus) Dosen Pembimbing : Budi Punjastuti, S.Kep, Ns, MPH
Disusun oleh 1. 2. 3. 4. 5.
Banu Eka Pratiwi Elvani Yulianti Eva Nur Cahyani Frestyan Setya N Heva Sukmawati
(161390) (161399) (161402) (161407) (161411)
PRODI DIII KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN KARYA HUSADA YOGYAKARTA Tahun 2018
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula kami ucapkan berterimakasih kepada pembimbing kami yang telah memberikan ilmu dalam mata kuliah ini. Dalam makalah ini kami membahas tentang “SLE (SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS ) Kami selaku penyusun makalah ini berharap supaya makalah ini dapat bermanfaat. Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna oleh karena itu Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca supaya makalah ini bisa menjadi lebih baik.
Yogyakarta, 10 September 2018
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1 B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................... 2 C. TUJUAN .............................................................................................................................. 2 BAB II SLE (Sistemic Lupus Erythematosus) ............................................................................... 4 A. KONSEP DASAR PENYAKIT .......................................................................................... 4 1.
PENGERTIAN................................................................................................................. 4
2.
ETIOLOGI ....................................................................................................................... 4
3.
KLASIFIKASI ................................................................................................................. 5
4.
PATOGENESIS ............................................................................................................... 5
5.
PATOFISIOLOGI............................................................................................................ 6
6.
GEJALA KLINIS............................................................................................................. 7
7.
PROGNOSIS.................................................................................................................... 8
8.
MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................. 8
9.
DIAGNOSIS .................................................................................................................... 9
10.
RESIKO PENYAKIT LUPUS TERHADAP KEHAMILAN.................................... 10
11.
PENATALAKSANAAN MEDIS .............................................................................. 10
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 11 1.
Pengkajian ...................................................................................................................... 11
2.
Masalah Keperawatan .................................................................................................... 12
3.
Rencana Asuhan Keperawatan....................................................................................... 12
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................. 20 A. FREKUENSI MASALAH KESEHATAN........................................................................ 20 B. PENYEBAB MASALAH KESEHATAN......................................................................... 20 C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASALAH KESEHATAN .............. 21 BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 23 ii
A. KESIMPULAN.................................................................................................................. 23 B. SARAN .............................................................................................................................. 23 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 24
iii
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lupus adalah salah satu penyakit autoimun yang bersifat akut kronis yang disebabkan adanya kelebihan aktivitas sistem imunitas dan sistem itu menyerang tubuh sendiri. Lupus dapat menyerang beberapa jaringan dan organ tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh dan kematian. Penyebab lupus saat ini belum diketahui dengan pasti. Faktor lingkungan dan genetik memiliki peranan penting dalam timbulnya penyakit itu. Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain infeksi, antibiotik khususnya golongan sulva dan penicillin, sinar ultraviolet, stres berat, beberapa jenis obat-obatan, dan hormon. Gejala lupus antara lain nyeri sendi, pembengkakan sendi, demam lebih dari 38 derajat Celcius, kelelahan berlebihan, anemia, kelainan ginjal, nyeri dada saat bernapas, sensitif sinar matahari, rambut rontok, kelainan pembekuan darah, dan perubahan jari menjadi putih kebiruan saat dingin. Akibat dari penyakit itu tidak hanya dialami oleh penderita, tetapi juga mempengaruhi keluarga, teman, dan rekan kerja. Namun demikian, penyakit itu kurang diakui sebagai masalah kesehatan global oleh masyarakat, tenaga kesehatan profesional, dan pemerintah, sehingga perlu mendorong kesadaran yang lebih besar tentang lupus. Secara epidemiologi, 90% penyakit lupus menyerang perempuan serta 10% anakanak dan laki-laki. Rasio penderita lupus di AS adalah 1:2.000 orang, China 1:1.000 orang, dan keturunan Afro-Karibia 1:500 orang. Angka harapan hidup 5 tahun untuk penderita lupus berkisar 75%-98%. Angka harapan hidup itu meningkat seiring dengan semakin baiknya terapi pada penderita lupus. Saat ini, ada sekitar 5 juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki-laki, dan perempuan. Bangsa Asia dan Afrika lebih rentan terkena penyakit in dibandingkan dengan kulit putih. Data di Amerika menunjukkan angka kejadian penyakit Lupus Ras Asia lebih tinggi dibandingkan Ras Kaukasia. Di Indonesia jumlah penderita Lupus yang tercatat sebagai anggota YLI 789 orang, tetapi bila kita melakukan 1
pendataan lebih seksama jumlah pasien Lupus di Indonesia akan lebih besar dari Amerika ( 1.500.000 orang). Di Jawa Barat jumlah penderita lupus terdata mencapai 700 orang. Setiap bulan misalnya di RSHS selalu ada 10 pasien lupus baru. Lupus juga dikenal sebagai penyakit seribu wajah karena menyerang semua sistem organ dan gejalanya bervariasi. Penyakit lupus dapat diderita siapa saja tanpa kecuali. Namun wanita lebih beresiko 6 hingga 10 kali dibandingkan pria, terutama pada usia 15 hingga 50 tahun. Karenanya, lupus seringkali menimbulkan berbagai masalah kesehatan, contohnya saja keguguran (jika seorang wanita sedang hamil terkena penyakit lupus), gangguan perkembangan janin, atau dapat menyebabkan bayi meninggal saat dilahirkan.
B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 2. Apa saja etiologi penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 3. Berapa klasifikasi penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 4. Bagaimana pathogenesis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 5. Bagaimana patofisiologi penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 6. Apa saja gejala klinis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 7. Apa manipestasi klinis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 8. Bagaimana prognosis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 9. Bagaimana menegakkan diagnosis enyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 10. Apa resiko yang ditimbulkan dari penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ? 11. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Sistemic Lupus Erythematosus ?
C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 2. Untuk mengetahui etiologi penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 4. Untuk mengetahui pathogenesis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 5. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 6. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 2
7. Untuk mengetahui manipestasi klinis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 8. Untuk mengetahui prognosis penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 9. Untuk mengetahui bagaimana menegakkan diagnosis enyakit Sistemic Lupus Erythematosus 10. Untuk mengetahui apa resiko yang ditimbulkan dari penyakit Sistemic Lupus Erythematosus 11. Untuk
mengetahui
bagaimana
penatalaksanaan
penyakit
Sistemic
Lupus
Erythematosus
3
BAB II SLE (Sistemic Lupus Erythematosus) A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. PENGERTIAN Lupus adalah penyakit kronik /menahun, merupakan penyakit daya tahan tubuh atau disebut penyakit “autoimun” artinya kekebalan/perlindungan (immune) terhadap jaringan tubuh sendiri (auto). Lupus dalam bahasa Latin berarti “anjing hutan/serigala”. Istilah ini mulai dikenal sekitar satu abad yang lalu. Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa di pipi serigala, tetapi berwarna putih. Penyakit Lupus dalam ilmu kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. 2. ETIOLOGI Faktor penyebab terserangnya seseorang terhadap penyakit Lupus hingga kini belum diketahui, tetapi pengaruh lingkungan dan faktor genetik, hormon diduga sebagai penyebabnya. a. Faktor Genetik : Tidak diketahui gen atau gen – gen apa yang menjadi penyebab penyakit tersebut, 10% dalam keluarga Lupus mempunyai keluarga dekat orang tua atau kaka adik) yang juga menderita lupus, 5% bayi yang dilahirkan dari penderita lupus terkena lupus juga, bila kembar identik, kemungkinan yang terkena Lupus hanya salah satu dari kembar tersebut. b. Faktor lingkungan sangat berperan sebagai pemicu Lupus, misalnya : infeksi, stress, makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya ultra violet (matahari) dan penggunaan obat – obat tertentu. c. Faktor hormon, dapat menjelaskan mengapa kaum perempuan lebih sering terkena penyakit lupus dibandingkan dengan laki-laki. Meningkatnya angka pertumbuhan
4
penyakit Lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon, khususnya ekstrogen menjadi penyebab pencetus penyakit Lupus. Akan tetapi hingga kini belum diketahui jenis hormon apa yang menjadi penyebab besarnya prevalensi lupus pada perempuan pada periode tertentu yang menyebabkan meningkatnya gejala Lupus masih belum diketahui. d. Faktor sinar matahari adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus. Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar pada malam hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar matahari di negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian muka.kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak normal terhadap sinar matahari. 3. KLASIFIKASI Ada tiga jenis lupus, yaitu : a. Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak, lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus kulit, lupus ginjal, lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan lain-lain. b. Lupus Diskoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit. Termasuk paling banyak menyerang. c. Lupus Obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine (obat hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur). 4.
PATOGENESIS Patogenesis timbulnya LES diawali dengan adanya interaksi antara faktor predisposisi genetic dengan faktor lingkungan, faktor hormone seks dan faktor sistem 5
neuroendokrin. Interaksi faktor-faktor ini akan mempengaruhi dan mengakibatkan terjadinya gangguan respons imun yang akhirnya menimbulkan peningkatan aktivitas sel-T dan sel-B. hasil akhir terganggunya respons. Hasil akhir tergangunya respons imun ini adalah terjadinya peningkatan auto antibody. Sebagian dari auto antibody kemudian akan membentuk kompleks imun. Subset antibodi patogenik ini bersama dengan kompleks imun akan dideposit pada jaringan yang akan memulai terjadinya kerusakan. Dalam gambaran histopatologi biopsy ginjal dapat ditemukan adanya endapan immunoglobulin. Deposit ini diperkirakan berasal dari kompleks imun dalam peredaran darah. Terbentuknya endapan ini dimediasi oleh nukleososm yang berasal dari sel dalam program apoptosis yang tidak sempurna difagositosis oleh makrofag (apoptosis adalah kematian sel yang terprogram karena sel itu tidak diinginkan oleh tubuh). Endapan yang terjadi akan mengaktifkan komplemen yang kemudian membentuk kemoatraktan C3a dan C5a dan selanjutnya memungkinkan infuks sel neutrophil dan sel mononuclear. Influks sel-sel ini hanya terjadi pada deposit di mesangial dan subendotel, sedangkan pada deposit subepitel tidak dimungkinkan terjadinya influks karena adanya benteng membran basalis glomerulus. Deposit pada mesangium dan subendotel, secara histopatologi memberi gambaran mesangial proliferative, proliferative fokal dan proliferative difus. Deposit pada subepitel, secara histopatologi memberi gambaran nefropati membranosa. Kompleks imun yang terdeposit ini terutama adalah paduan antara DNA dan anti-DNA atau C1q dan anti-C1q. dapat jua paduan antigen dan antibody kromatin, laminin, RO , ubiquitin dan ribosom. Pada pasien LES ditemukan peninggian titer antibody anti-dsDNA maupun antibody anti-C1q. antibody anti-dsDNA juga dapat dielusi dari glomerulus pasien nefritis lupus. Deposit kompleks imunada juga yang tidak ditemukan pada sediaan imunofluoresen atau mikroskop elektron pada sebagian keecil nefritis lupus. Kelompok ini disebut sebagai pauci-immune necrotizing glomerulonephritis. 5. PATOFISIOLOGI Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi 6
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid,
isoniazid,
klorpromazin
dan
beberapa
preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. Uniknya, penyakit Lupus ini antibodi yang terbentuk dalam tubuh muncul berlebihan. Hasilnya, antibodi justru menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan ini disebut autoimunitas. Antibodi yang berlebihan ini, bisa masuk ke seluruh jaringan dengan dua cara yaitu : a. Pertama, antibodi aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia. b. Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi), membentuk ikatan yang disebut kompleks imun.Gabungan antibodi dan antigen mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit). Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi dengan baik. Malah sel-sel radang tadi bertambah banyak
sambil
mengeluarkan
enzim,
yang menimbulkan
peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan akan berkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya, hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka panjang fungsi organ tubuh akan terganggu. 6. GEJALA KLINIS Gejala klinis dan perjalanan penyakit lupus sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. 7
Penyakit dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh terkenanya sistem yang lain. Pada tipe menahun terdapat masa bebas gejala dan masa kambuh kembali. Masa bebas gejala dapat berlangsung bertahuntahun. Munculnya penyakit dapat spontan atau didahului faktor pemicu. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum, seperti demam, badan lemah, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. 7. PROGNOSIS Nefritis lupus kelas I dan II hampir terjadi penurunan fungsi ginjal yang bermakna sehingga secara nefrologis kelompok inin memiloiki prognosis yang baik. Nefritis lupus kelas III dan IV, hampir seluruh pasien akan menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Pada nefritis lupus kelas III dengan keterlibatan glomerulus lebih dari 50% yang prognosisnya menyerupai nefritis lupus kelas IV yaitu buruk. Nefritis lupus kelas V memiliki prognosis yang cukup baik sama denan nefropati membranosa primer, sebagian kecil akan menimbulkan sindrom nefrotik yang berat. 8. MANIFESTASI KLINIS a. Sistem Muskuloskeletal Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. b. Sistem Integumen Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. c. Sistem Kardiak Perikarditis merupakan manifestasi kardiak. d. Sistem Pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. e. Sistem Vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. f.
Sistem Perkemihan 8
Glomerulus renal yang biasanya terkena. g. Sistem Saraf Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis. 9. DIAGNOSIS Diagnosis SLE seringkali sulit ditegakkan karena gejala klinis penyakitnya sangat beraneka ragam. Untuk menegakkan diagnosis SLE umumnya harus dilakukan melalui dua tahapan. Pertama, menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain. Kedua, mencari tanda dan gejala penyakit yang memiliki nilai diagnosis tinggi untuk SLE. Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis lupus dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai 4 kriteria atau lebih dari 11 kriteria, yaitu: 1) Bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi yang memberi gambaran seperti kupu-kupu (butterfly rash) 2) Kulit sangat sensitif terhadap sinar matahari (photohypersensitivity). 3) Luka di langit-langit mulut yang tidak nyeri. 4) Radang sendi ditandai adanya pembengkakan serta nyeri tekan sendi. 5) Kelainan paru. 6) Kelainan jantung 7) Kelainan ginjal. 8) Kejang tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik. 9) Kelainan darah (berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah). 10) Kelainan sistem kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA abnormal atau antibodi anti SM positif atau uji serologis positif palsu sifilis) 11) Antibodi antinuklear (ANA) positif. Kelainan yang paling sering adalah kelainan sendi dan kelainan kulit. Sendi yang sering terkena adalah sendi jari-jari tangan, sendi lutut, sendi pergelangan tangan dan sendi pergelangan kaki. Kelainan kulit berupa butterfly rash dianggap khas dan banyak
menolong
dalam
mengarahkan
diagnosis
lupus.
9
10. RESIKO PENYAKIT LUPUS TERHADAP KEHAMILAN Pada kehamilan dari perempuan yang menderita lupus, sering diduga berkaitan dengan kehamilan yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau pun bayi meninggal saat lahir. Tetapi hal yang berkebalikan juga mungkin atau bahkan memperburuk gejala lupus. Sering dijumpai gejala Lupus muncul sewaktu hamil atau setelah melahirkan. Dalam kehamilan sering terjadi kelainan kulit sehingga kambuhnya lupus dapat tidak diketahui, namun pada umumnya tetap dapat diobati dengan obat yang terseleksi. Lebih baik apabila ibu dengan lupus tidak mendapat obat-obatan selama hamil, namun belum ada laporan bahwa obat-obat untuk lupus (kecuali cyclophosphamide atau golongan kortikosteroid selain prednison) menyebabkan cacat janin meskipun jumlah kasus belum banyak. Risiko terhadap bayi: sekira 25% kehamilan pada ibu lupus akan berakhir dengan keguguran (pada ibu normal tanpa lupus keguguran sekira 8 – 10%), 25 – 50% dapat hamil cukup bulan, dan sekira 25 – 50% melahirkan pada usia kurang bulan. Sekira 3% bayi yang dilahirkan dapat mengalami neonatal lupus berupa kelainan pada kulit dan kelainan irama jantung. Tidak didapatkan peningkatan angka kejadian cacat fisik lainnya atau cacat mental pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan penyakit lupus. Demikian juga perkembangan bayi dengan nenonatal lupus pada umumnya normal. Risiko pada ibu meningkat dalam hal terjadinya preeklamsi/eklamsi (kenaikan tekanan darah yang terjadi dalam kehamilan, dapat disertai kejang), turunnya trombosit dan terdapatnya protein dalam air kemih. 11. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Pengobatan Sampai sekarang, SLE memang belum dapat disembuhkan secara sempurna. Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi. Program pengobatan yang tepat bersifat sangat individual tergantung gambaran klinis dan perjalanan penyakitnya. Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan organ vital dapat diterapi secara konservatif. 10
Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ vital, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif. Terapi konservatif maupun agresif sama-sama menggunakan terapi obat yang digunakan secara tunggal ataupun kombinasi. Terapi konservatif biasanya menggunakan anti-inflamasi nonsteroid
(indometasin,
asetaminofen,
ibuprofen),
salisilat,
kortikosteroid
(prednison, prednisolon) dosis rendah, dan antimalaria (klorokuin). Terapi agresif menggunakan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresif (azatioprin, siklofoshamid). Selain itu, penderita SLE perlu diingatkan untuk selalu menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan bekerja di bawah sinar matahari karena penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari. Infeksi juga lebih mudah terjadi pada penderita SLE, sehingga penderita dianjurkan mendapat terapi pencegahan dengan antibiotika bila akan menjalani operasi gigi, saluran kencing, atau tindakan bedan lainnya. Salah satu bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga penderita dapat bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian : Data subyektif : a. Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu. b. Pasien mengeluh rambut rontok. c. Pasien mengeluh lemas d. Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi. e. Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari. f. Pasien mengeluh nyeri Data obyektif : a. Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu. b. Nyeri tekan pada sendi. c. Rambut pasien terlihat rontok. 11
d. Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien. e. Pembengkakan pada sendi. f. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear. 2. Masalah Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan Inflamasi atau kerusakan jaringan b. Risiko infeksi c. Gangguan citra tubuh d. Risiko injuri e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas g. Gangguan kerusaakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis 3. Rencana Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Amnanesis riwayat pengkajian sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lelah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien. 2) Kulit Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher. 3) Kardiovaskuler Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga. 4) Sistem Muskulokeletal Pembengkakan senddiri, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada paspgi hari. 5) Sistem Intragumen Lesi akut padakuli yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. 6) Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. 7) Sistem Vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesimpapuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku, serta permukan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. 8) Sistem Renal Edema dan hematuria. 12
9) Sistem Saraf Sering terjadi depresi dan psikosis, uga seragan keang-keang, korea ataupun manisfestasi SSP lainnya. b. Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSA
NOC
Nyeri akut berhubungan dengan Inflamasi atau kerusakan jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : - Nyeri berkuran g - Dapat beristirah at - Pola tidur yang adekuat
NIC 1. Kaji keluhan nyeri perhatikan lokasi atau karakteristik intersitas (skala 0-10) 2. Dorong ekspresi tentang nyeri 3. Dorong penggunaan teknik manajemen stress 4. Bantu pasien mengidentifik asi tindakan kenyamanan yang efektif 5. Kolaborasi denga tim medis
IMPLEMENTASI 1. Mengkaji keluhan nyeri perhatikan lokasi atau karakteristik intersitas (skala 010) 2. Mendorong ekspresi tentang nyeri 3. Mendorong penggunaan teknik manajemen stress 4. Membantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif 5. Kolaborasi denga tim medis
13
BAB III PEMBAHASAN A. FREKUENSI MASALAH KESEHATAN Frekuensi penyakit sistematic lupus erythematosus di dapat dari hasil survei dan dari data Rumah Sakit yang dikunjungi oleh pasien untuk mendapatkan pengobatan. Menurut data pustaka, di Amerika Serikat ditemukan 14,6 sampai 50,8 per 100.000 orang yang terkena penyakit lupus. Di Indonesia bisa dijumpai mencapai sekitar 50.000 penderita. Di RS Ciptomangunkusumo Jakarta, dari 71 kasus yang ditangani sejak awal 1991 sampai akhir 1996. Di Jawa Barat jumlah penderita lupus terdata mencapai 700 orang. Setiap bulan misalnya di RSHS selalu ada 10 pasien lupus baru. Saat ini, ada sekitar 5 juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak, dewasa, laki-laki, dan perempuan dan rasio penderita lupus di AS adalah 1:2.000 orang, China 1:1.000 orang, dan keturunan Afro-Karibia 1:500 orang.
B. PENYEBAB MASALAH KESEHATAN 1. Berdasarkan Variabel Manusia a. Umur dan Jenis kelamin Secara epidemiologi, 90% penyakit lupus menyerang perempuan serta 10% anak-anak dan laki-laki Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia 15-50 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1. Penyakit ini sering ditemukan pada beberapa orang dalam satu keluarga. b. Ras Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina, dan Filipina. Bangsa Asia dan Afrika lebih rentan terkena penyakit in dibandingkan dengan kulit putih. Data di Amerika menunjukkan angka kejadian penyakit Lupus Ras Asia lebih tinggi
dibandingkan
ras
Kaukasia.
14
c. Genetik Tidak diketahui gen atau gen – gen apa yang menjadi penyebab penyakit tersebut, 10% dalam keluarga Lupus mempunyai keluarga dekat orang tua atau kaka adik) yang juga menderita lupus, 5% bayi yang dilahirkan dari penderita lupus terkena lupus juga, bila kembar identik, kemungkinan yang terkena Lupus hanya salah satu dari kembar tersebut. 2. Berdasarkan Variabel Tempat a. Geografis Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada daerah tropis, seperti di negara seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien yang peka terhadap sinar matahari. Terik sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian muka. 3. Berdasarkan Variabel Waktu Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Penyakit dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh terkenanya sistem yang lain. Pada tipe menahun terdapat masa bebas gejala dan masa kambuh kembali. Masa bebas gejala dapat berlangsung bertahun-tahun. Munculnya penyakit dapat spontan atau didahului faktor pemicu.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASALAH KESEHATAN Faktor penyebab terserangnya seseorang terhadap penyakit Lupus hingga kini belum diketahui, tetapi pengaruh lingkungan dan faktor genetik, hormon diduga sebagai penyebabnya, seperti infeksi, stress, makanan, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya ultra violet (matahari) dan penggunaan obat – obat tertentu. Faktor-faktor tersebut membuktukan bahwa terjadinya peningkatan jumlah penderita penyakit Lupus. Adanya gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti 15
kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obatobatan.
16
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Penyakit Lupus dalam ilmu kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri. Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obatobatan. Program pengobatan yang tepat bersifat sangat individual tergantung gambaran klinis dan perjalanan penyakitnya. Pada umumnya, penderita SLE yang tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan dengan kerusakan organ vital dapat diterapi secara konservatif. Salah satu bagian dari pengobatan SLE yang tidak boleh terlupakan adalah memberikan penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang dideritanya, sehingga penderita dapat bersikap positif terhadap terapi yang akan dijalaninya.
B. SARAN Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan
makalah
ini
lebih
lanjut.
17
DAFTAR PUSTAKA https://tiara3arza.wordpress.com/2011/06/30/sistemic-lupus-erythematosus/ Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. 2008. Nursing Interventions Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver. Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley & Sons Ltd Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2007). Diagnosis And Management Of Systemic Lupus Erythematosus In Children. Paediatrics And Child Health 18:2. Published By Elsevier Ltd. Symposium: Bone & Connective Tissue. Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama.2001.Buku ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID II.Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
18