Makalah Skenario 9.docx

  • Uploaded by: dedev
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Skenario 9.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,449
  • Pages: 10
Ileus Obstruktif et causa Hernia Inguinalis Inkarserata Kelompok A1 Albertha Febriani Meta

(102010331)

Erwin Ramandei

(102012310)

Adelia Yuantika

(102013330)

Yunia Gracia Sesa

(102014058)

Titus Mulyadhanada

(102014073)

Charina Geofhany Debora

(102014111)

Ferdy Bahasuan

(102014160)

Dian Pricillia Rantetoding

(102014192)

Azreena Hanim Binti Azril Haris Yafee

(102014230)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Pendahuluan Obstruksi usus termasuk dalam salah satu penyebab tersering dari akut abdomen selain appendisitis, kolik bilier, kolesistitis, divertikulitis, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal.Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Skenario kasus 9 adalah sebagai berikut: Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri perut hebat yang disertai mual muntah sejak 12 jam yang lalu. Selain itu, pasien tersebut juga mengeluh adanya benjolan pada lipat pahanya yang bersifat hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak kesakitan, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92 x/menit, frekuensi nafas 24 x/menit, suhu 36,50 C. Pada pemeriksaan fisik abdomen, tampak distensi abdomen, nyeri tekan positif dan bising usu meningkat. Tampak massa pada regio inguinal sinistra dengan ukuran 2 cm x 2 cm, konsistensi kenyal, tidak melekat pada jaringan sekitar. Anamnesis Anamnesis merupakan salah satu cara bagi seorang dokter untuk mendapatkan pemahaman mengenai permasalahan medis yang dihadapi oleh pasiennya sekaligus membantu seorang dokter untuk menentukan diganosis banding. Anamnesis dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi sebanyak mungkin yang tentunya mengarah pada permasalahan medis yang pasiennya alami.1

1

Dalam melakukan anamnesis, beberapa hal yang mutlak untuk ditanyakan antara lain, ialah identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial..1 Anamnesis yang didapatkan seorang laki-laki berusia 45 tahun dengan keluhan nyeri perut hilang timbul disertai mual muntah sejak 12 jam lalu. Selain itu pasien juga mengeluh adanya benjolan pada lipat paha yang bersifat hilang timbul pada 1 tahun yang lalu. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik abdomen, dilakukan dengan 4 cara, yaitu dimulai dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring dan relaks, kedua lengan berada di samping, dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien diminta untuk menekukkan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otototot abdomen menjadi relaks. Tangan pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya reflex tahanan otot oleh pasien. 2 Inspeksi Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara cepat, perhatikan abdomen untuk memeriksa hal berikut ini, distensi yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh lemak, cairan, janin, atau udara, sedangkan penyebab dari pembengkakan yang terlokalisasi, antara lain hernia atau pembesaran organ tertentu. Pada distensi abdomen yang menyeluruh, terutama jika disebabkan oleh asites, umbilikus dapat menonjol keluar.Kelainan-kelainan lainnya pada inspeksi dapat meliputi bercak-bercak kecil makulopapular berwarna merah yang tidak bermakna, memar umbilikus. Peristaltik yang terlihat (gelombang kontraksi usus) dapat dijumpai pada individu normal yang kurus, tetapi sebaliknya pada orang yang gemuk, gerakan peristaltik hanya terlihat di sebelah proksimal dari letak lesi obstruktif usus. Dapat juga dilihat jika ada vena-vena yang mengalami dilatasi, bila ada trombosis pada vena porta.3 Palpasi Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri abdomen. Selalu tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian tersebut paling akhir. Isi abdomen dapat bergerak, semi-solid, tersembunyi di balik organ lain, dsb. Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa organ. Tahanan abdomen merupakan suatu refleks penegangan otot-otot abdominal yang terlokalisasi yang tidak dapat dihindari pasien dengan sengaja. Adanya tahanan tersebut merupakan tanda iritasi peritoneum perifer atau tanda nyeri tekan yang tajam dari organ di bawahnya.3 Perkusi Perkusi berguna (khususnya pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa, atau kandung kemih.Lakukan selalu perkusi dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian tepi organ.Shifting dullness (pekak beralih) adalah suatu daerah pekak yang terdapat di bawah permukaan 2

horizontal cairan intraperitoneal (asites). Kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan asites.3 Auskultasi Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat mengatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar.Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada, setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltik, seperti, obstruksi usus, diare, jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas.Bising usus dapat menurun atau menghilang pada keadaan, paralisis usus (ileus), perforasi, peritonitis generalisata.3 Berdasarkan skenario di dapat pasien kesakitan, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 92x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu 36,5C. Pada pemeriksaan fisik abdomen tampak distensi abdomen, nyeri tekan (+), bising usus meningkat.Pada perjalanan awal obstruksi usus, auskultasi abdomen terdengar bising usus yang hiperaktif berupa suara gemuruh akibat gerakan peristaltik yang terlampau kuat (borborigmus).Kemudian pada perjalanan lanjut obstruksi usus, bising usus menjadi sangat minimal atau tidak dapat ditemukan. Pada region inguinal sinistra tampak massa dengan ukuran 2x2 cm, konsistensi kenyal, tidak melekat pada jaringan sekitar, berbatas tegas, nyeri tekan (+), bising usus (+). 3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium, pada tahap awal hasil laboratorium bisa saja normal. Lebih lanjut akan terjadi hemokonsentrasi dan leukosistosis. Elektrolit biasanya normal pada obstrusi usus halus bagian distal, namun hipokalemia dan hipokloremia dapat terjadi pada obstruksi usus yang lebih proksimal. Amilase serum dan angka leukosit akan meningat pada kasus strangulasi. Pada analisa gas darah didapati asidosis metabolik. Ureum dan creatinin akan meningkat yang yang mengindikasikan suatu hipovolemia dengan azotemia prerenal.4 Foto polos abdomen. Dilatasi usus halus disertai dengan air-fluid level, dapat negatif pada obstruksi usus bagian proksimal. Pada foto supine kita dapat memastikan obstruksi usus halus jika didapati gambaran dilatasi usus berada dibagian central foto, adanya plica sirkularis, tidak terdapat udara pada kolon, dan adanya multiple air fluid level pada foto upright/LLD. Adanya gambaran udara bebas pada foto upright menandakan suatu perforasi.4

Gambar 1. Foto Polos Abdomen 3 Posisi.4

3

USG abdomen dapat dilakukan pada pasien dengan kecurigaan obstruksi usus halus. USG dapat mendeteksi adannya air-fluid level, dilatasi usus proksimal sampai kolapsnya usus bagian distal. Pada beberapa penelitian, disebutkan bahwa USG lebih superior dibandingkan plain foto abdomen dalam mendeteksi obstruksi usus halus. Namun USG amatlah operator dependent, sehingga keahlian dan pengalaman amat menentukan dalam diagnostik.4 Diagnosis Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, working diagnosis yang didapat adalah ileus obstruktif et causa hernia inguinalis inkarserata. Dengan differential diagnosis ileus obstruktif et causa hernia femoralis inkarserata, ileus paralitik, hernia strangulata dan limfadenopati. Diagnosa Kerja Obstruksi ileus Ileus obstruksi dapat diartikan sebagai kegagalan usus untuk melakukan propulsi (pendorongan) isi dari saluran cerna (intestinal content). Kondisi tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk baik yang terjadi pada usus halus maupun usus besar (kolon), baik yang diakibatkan oleh obstruksi mekanik maupun akibat gangguan motilitas karena gangguan neuromuscular atau proses iskemik.5 Terdapat 2 jenis obstruksi ileus, (1) Non-mekanis (misalnya, ileus paralitik atau ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang memengaruhi pengendalian otonom motilitas usus. (2) Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanis selanjutnya digolongkan sebagai obstruksi mekanis simpleks (hanya terdapat satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (sedikitnya terdapat 2 tempat obstruksi).Obstruksi lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, sehingga tekanan intralumen meningkat cepat dan mengakibatkan terjadinya penekanan pembuluh darah, iskemia, dan infark (strangulasi).5 Obstruksi ileus termasuk dalam salah satu penyebab tersering dari akut abdomen selain appendicitis, kolik bilier, kolesistitis, divertikulitis, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal.Dari sudut nyeri abdomen, dapat terjadi karena rangsangan visceral, rangsangan somatik, dan akibat peristaltik.Pada anamnesis perlu dievaluasi mengenai nyeri yang disampaikan pasien tersebut apakah nyeri yang disampaikan terlokalisir, atau sukar ditentukan lokasinya.Adanya nyeri tekan pada pemeriksaan fisik seseorang, juga menunjukkan bentuk nyeri tersebut.Nyeri tekan biasanya berasal dari nyeri yang melibatkan serosa. Nyeri ini dapat terjadi akibat infeksi yang kontinyu (terus menerus) serta ulkus lanjut. Nyeri somatik biasanya nyerinya terlokalisasi.5 Hernia Inguinalis Inkarserata Hernia, dalam pengelompokannya terdiri dari, hernia reduksibel, jika isi hernia dalam struktur muskulatur sekitarnya masih dapat digerakkan. Dikatakan ireduksibel atau inkarserata jika isi hernia tidak dapat direduksi lagi. Jenis hernia yang lainnya adalah, hernia strangulata, jika hernia tersebut menyebabkan tahanan pada pembuluh darah daerah di sekitarnya.Hernia eksternal menonjol melewati semua lapisan dinding abdomen, sedangkan hernia internal 4

merupakan tonjolan usus melalui suatu defek di dalam kavum peritoneal. Selain yang telah disebutkan diatas, hernia dapat ditentukan berdasarkan letak anatomisnya, salah satunya adalah hernia pada lipat paha atau hernia inguinal.6 Hernia inguinal adalah tonjolan pada lipat paha yang timbul dengan manuver valsalva, diklasifikasikan sebagai direk atau indirek. Periksa pada posisi telentang, ulang langkahlangkah di atas. Gejala dan manifestasi klinisnya termasuk pembesaran inguinal yang asimptomatik. Pasien mungkin akan mengeluh dari perasaan penuh atau mengganjal. Batuk dan mengejan akan memicu timbulnya hernia berukuran kecil. 6 Diagnosa Banding Hernia Femoralis Hernia femoralis umumnya dijumpai pada perempuan berusia tua, dan angka kejadian Hernia Femoralis pada perempuan empat kali dari pada laki-laki. Pada hernia inguinalis, leher hernia terletak diatas dan medial terhadap ujung ligamentum. Keluhan yang sering dilaporkan berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen seperti saat mengangkat barang atau batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring. Sering penderita datang ke dokter atau rumah sakit dengan hernia strangulata. Hal yang membedakan diagnosa banding antara hernia femoralis dan hernia inguinalis adalah pada lokasi yang mengalami kelainan, oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan fisik dan pemahaman yang baik mengenai perbedaan dua lokasi yang berdekatan tersebut. Pada hernia femoralis, leher hernia terletak di bawah ligamentum inguinale di medial v.femoralis dan lateral terhadap tuberkulum pubikum.6 Ileus Paralitik Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan operasi yang berhubungan dengan rongga perut, toksin, dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon-hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit, dan sebagainya. Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Beratnya ileus paralitik pasca operasi bergantung pada lamanya operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak dengan udara luar. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung 24-72 jam. Adapun lokasinya tidak hanya pada rongga abdomen, melainkan dapat terjadi diluar rongga abdomen seperti pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon, enzim, pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti hematoma retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema, dan infark miokard dapat disertai dengan paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.7 5

Penyebab ileus paralitik sebagai berikut : a. Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medula spinalis, keracunan timbal, kolik ureter, iritasi persarafan splanknikus, dan pankreatitis. b.Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel. c. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, dan antihistamin. d. Infeksi. Pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis, dan infeksi sistemik berat lainnya. e. Iskemia usus. Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention), anoreksia, mual, dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruktif. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksimal.7,9 Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah, dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal berupa nyeri tekan dan nyeri lepas negatif. Hal yang dapat membantu menegakkan juga menyingkirkan diagnosis ini adalah mencari penyebab penyakitnya. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Foto polos abdomen sangat membantu menegakkan diagnosis ini. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus, dan usus besar. Air fluid level yang membedakannya dengan ileus obstruktif adalah gambaran line up (segaris), sementara pada ileus obstruktif memberikan gambaran berupa stepladder (seperti anak tangga), jika hasil masih diragukan dapat dilanjutkan dengan foto kontras.7 Hernia Inguinalis Stranggulata Suplai darah untuk isi hernia terputus. Terdapat oklusi vena dan limfe; akumulasi cairan jaringan (edema) menyebabkan pembengkakan lebih lanjut; dan sebagai konsekuensinya peningkatan tekanan vena.Jaringannya mengalami iskemi dan nekrosis. Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana menuju pembuluh darah.Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi (biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung bakteri keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis.6 Pada pemeriksaan ditemukan kulit menjadi tegang dan kemerahan, serta suhunya meningkat.5,8 Limfadenopati Limfadenopati adalah pembesaran getah bening seperti tumor yang biasa terdapat pada daerah kepala, servikal, supraklavicula, axilla, dan inguinal. Limfadenopati pada kebanyakan pasien biasa disertai nyeri, tetapi ada juga yang tidak disertai nyeri.Secara umum terdapat pembesaran lebih dari 1cm, dan merupakan gambaran klinis yang jinak. Konsistensi tumor pada limfodenopati lunak.6 Gejala Gejala utamanya berupa distensi abdomen dan nyeri kolik. 6

1. Distensi. Cairan dan udara akan mengumpul pada bagian proksimal dari area yang tersumbat (obstruksi), dan memicu terjadinya distensi usus pada bagian proksimal dan kolapsnya usus bagian distal obstruksi. Jika obstruksi terjadi pada bagian duodenum atau proksimal yeyunum maka gejala distensi hampir tidak terjadi, dan isi usus lebih banyak dimuntahkan. Sementara jika obstruksi letaknya lebih distal maka foto polos abdomen akan menampilkan gambaran air-fluid level dan akan menyerupai gambaran seperti anak tangga.5 2. Nyeri. Nyeri pada simple obstruksi bersifat kolik dan umumnya berlokasi di regio periumbilical. Gejala ini dapat disertai dengan meningkatnya suara peristaltik usus.5 3. Gangguan cairan dan elektrolit. Obstruksi usus halus pada bagian yang lebih proksimal akan menimbulkan gejala awal berupa muntah yang berat, dan gangguan elektrolit. Gangguan elektrolit ini akan memicu hipokalemia, hikloremia, dan alkalosis metabolik. Dapat pula terjadi asidosis metabolik yang disertai dengan dehidrasi berat. Pada kasus obstruksi usus halus yang lebih distal, cairan yang hilang dan masuk ke dalam lumen usus serta rongga peritoneum merupakan cairan iso-osmotik, sehingga tidak langsung menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit. Gangguan elektrolit biasanya muncul kemudian.5 Etiologi Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya obstruksi ileus: 1. Perlengketan : Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahanabdomen.5 2. Intususepsi : Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.5 3. Volvulus : Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya.5 4. Hernia :Protrusi usus atau penonjolan melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen.5 5. Tumor : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.5

7

Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi penyebab timbulnya hernia inguinalis. Disepakati adanya 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia inguinalis yaitu meliputi: a. Processus vaginalis persistent Hernia mungkin sudah tampak sejak bayi tapi kebanyakan baru terdiagnosis sebelum pasien mencapai usia 50 tahun. Sebuah analisis dari statistik menunjukkan bahwa 20% lakilaki yang masih mempunyai processus vaginalis hingga saat dewasanya merupakan predisposisi hernia inguinalis6 b. Naiknya tekanan intra abdominal secara berulang Naiknya tekanan intra abdominal biasa disebabkan karena batuk atau tertawa terbahakbahak, partus, prostat hipertrofi, vesiculolitiasis, carcinoma kolon, sirosis dengan asites, splenomegali massif merupakan factor resiko terjadinya hernia inguinalis. Pada asites, keganasan hepar, kegagalan fungsi jantung, penderita yang menjalani peritoneal dialisa menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal sehingga membuka kembali processus vaginalis sehingga terjadi hernia indirect.6 b. Lemahnya otot-otot dinding abdomen. Epidemiologi Di RSCM, pada tahun 1989, Kartowisastro dan Wiriasoekarta melaporkan 58% kasus obstruksi mekanik usus halus disebabkan oleh hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Mc Iver mencatat 44% dari obstruksi mekanik usus disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi.. Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat dari operasi yang dilakukan. Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, terjadi adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju, adhesi intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Untuk obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75%.5 Patofisiologi Karena terdapat obstruksi pada usus, maka usus di bagian distal menjadi kolaps, sementara bagian proksimalnya berdilatasi. Usus yang berdilatasi ini menyebabkan penumpukan cairan dan gas. Distensi usus ini juga bisa membahayakan karena bisa menekan pembuluh darah sehingga terjadi iskemik.7 Distensi usus juga menyebabkan perubahan ekologi di susu itu sendiri, seperti kuman yang ada di susu bisa tumbuh berlebihan sehingga bisa terjadi translokasi kuman itu sendiri. Obstruksi yang terjadi ini juga bisa menyebabkan muntah yang menyebabkan air dan elektrolit lolos dari tubuh, sehingga bisa terjadi syok. Bukan hanya elektrolit saja yang bisa

8

lolos, namun juga zat bersifat toksik yang ada di usus dapat lolos ke sirkulasi sistemik, sehingga bisa berkembang juga menjadi peritonitis.8 Penatalaksanaan Dasar pengobatan obstruksi usus halus adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan (bersifat konservatif dan suportif), menghilangkan peregangan dan muntah dengan melakukan intubasi dan dekompresi (pemasangan pipa nasogastrik), memperbaiki peritonitis dan syok (bila ada), mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat, dan menghilangkan obstruksi untuk memulihkan kontinuitas dan fungsi usus kembali normal.8 Pada preoperasi pasien dipuasakan dan dilakukan pemasangan NGT, disertai dengan resusistasi cairan dan elektrolit. Defisit cairan dapat dikoreksi dengan NaCl fisiologis atau ringer laktat. Foley kateter dipasang untuk menilai kecukupan urin. Jika terjadi dehidrasi berat atau pada pasien dengan problem cardiovaskular, dilakukan pemasangan CVP. Jika urin pasca rehidrasi telah mencapai normal, maka segera lakukan pemberian KCl, karena rehidrasi dalam jumlah banyak dapat menyebabkan hipokalemia.Jika keputusan operasi telah dibuat, maka pemberian analgetik berupa morfin atau petidin dapat dilakukan. Antibiotik spektrum luas juga harus diberikan.8 Indikasi operasi adalah pasien dengan ileus obstruksi usus total, atau obstruksi yang disertai adanya tanda-tanda strangulasi, atau pasien dengan obstruksi simple yang tidak mengalami resolusi setelah 24-48 jam pemasangan NGT dan rehidrasi. Semua sepakat bahwa pasien ileus obstruksi yang disertai dengan gejala peritonitis harus dilakukan operasi emergensi. Waktu optimal untuk operasi adalah segera setelah resusistasi cairan dan elektrolit selesai dilakukan. Pada saat eksplorasi; cara mudah untuk menemukan area obstruksi adalah dengan mengidentifikasi usus yang kolaps dan ditelusuri ke arah proksimal sampai pada area obstruksi dan bagian proksimal yang mengalami distensi.8 Jika penyebab obstruksi hernia inguinal, maka insisi hernia standar dapat dilakukan. Adalah hal yang penting untuk menilai viabilitas usus pada hernia inguinal atau femoral. Artinya jika hernia mengalami reduksi spontan setelah dilakukan anastesi, maka laparotomi dengan insisi midline mutlak harus dikerjakan. Jika memungkinkan, reseksi dapat dilakukan pada insisi standar hernia. Sejak berkembangnya operasi minimal invasif, ahli bedah dapat melakukan pendekatan laparoskopi pada pasien-pasien obstruksi usus halus. Band adhesive yang simple dapat direlease dengan teknik laparoskopi. Harus diperhatikan pada saat insersi trokar mengingat kondisi usus yang distensi.8,9 Komplikasi Komplikasi yang bisa didapat dari obstruksi ileus bila tidak ditangani secara tepat dan cepat yaitu syok hipovolemik dan terjadinya peritonitis.5 Prognosis Prognosis dari penyakit ini biasanya baik, dan tingkat mortalitasnya kecil. Namun hal tersebut tergantung juga dari etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas.5 9

Kesimpulan Hipotesis diterima yaitu pasien menderita adalah ileus obstruktif et causa hernia ingunailis incaserata diterima. Hal ini dibuktikan dari pemeriksaan fisik pasien dimana terdapat benjolan yang hilang timbul menandakan adanya hernia, lalu terlihat adanya pembesaran abdomen, serta pasien juga muntah muntah. Hal ini merupakan ciri ciri dari penyakit ileus, sehingga kesimpulan yang diambil diterima. Daftar Pustaka 1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2003.h.10-20. 2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010. h. 77-85, 89. 3. Riwanto I, Ahmad HH, John P, Tadjuddin T, Ibrahim A. Usus halus, appendiks, kolon dan anorektum. Dalam: Sjamsuhidajat-de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010.h. 738-59. 4. Patel PR. Radiologi. Jakarta: Erlangga;2006.h.121-3. 5. Hayes PC, Mackay TW. Diagnosis dan terapi.Jakarta: Buku Kedokteran EGC;2003.h.117. . 6. Cheek C, Kingsnorth A. Hernia inguinal and femoral. In : Oxford Univ. Oxford textbook of surgery. 2002. Oxford University Press. 7. Setiati Siti, Alwi Idrus, Sudoyo Aru W, K Marcellus Simadibrata, Setiyohadi Bambang, Syam Fahrial Ari. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing;2014:Hal. 1926-7. 8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. ed. 6. vol I. Jakarta: EGC; 2006. h. 450-4. 9. Townsend CM. Buku saku ilmu bedah sabiston. ed. 17. Jakarta: EGC; 2010. h. 548-51, 60815.

10

Related Documents


More Documents from "Nadykla Pattiasina"