Gejala Klinis dan Penatalaksanaan Intususepsi Hermita Octoviagnes Buarlele (102013148), Jerrymias Salimulyo Nugroho (102013416), Natalie Deskla Pattiasina (102015017), Livia Theda (102016034), Niko Julian (102016052), Naafila Maghfirotika (102016133), Darwin Manuel (102016165), Dhia Naura Sari (102016185), Malisa Binti Razali (102016257) E5 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Email:
[email protected]
Abstract Problems that occur in the gastrointestinal tract of children who are 0-2 years old or older are fairly common to be seen. One of them is intussusception, where there’s a segment of the intestine enters the other segment of the intestine. That is certainly dangerous for those who suffer that illness because it can cause the obstruction and perforation in the intestine. The main cause of this illness haven’t been discovered clearly until now. Intussusception itself can be treat by reduction, but if that way doesn’t succeed or can’t be performed, it means the surgery is necessary. Another problems that looks like intussusception are volvulus dan Meckel’s diverticulum.
Keywords: Gastrointestinal, Intestine, Intussusception, Reduction, Surgery
Abstrak Permasalahan yang terjadi pada traktus gastrointestinal anak yang berusia 0-2 tahun atau yang lebih besar merupakan masalah yang cukup umum dijumpai. Salah satunya adalah intususepsi, di mana ada segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya. Hal tersebut tentu berbahaya untuk penderitanya karena dapat mengakibatkan obstruksi dan perforasi pada usus. Hingga kini penyebabnya pun belum bisa dipastikan. Intususepsi sendiri dapat ditangani dengan melakukan reduksi, namun apabila reduksi tersebut tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan maka perlu dilakukan tindakan pembedahan. Permasalahan lainnya yang menyerupai intususepsi adalah volvulus dan divertikulum meckel.
1
Kata kunci: Gastrointestinal, Usus, Intususepsi, Reduksi, Pembedahan
Pendahuluan Kelainan yang terjadi pada traktus gastrointestinal pada bayi dan anak dengan gejalagejalanya merupakan kejadian yang cukup sering ditemui. Kasus yang cukup sering ditemukan pada bayi salah satunya adalah sakit atau nyeri pada abdomen dengan keluhan buang air besar berwarna merah kehitaman dan konsistensi menyerupai jel serta terabanya massa menyerupai sosis di abdomen yang merupakan gejala klinis adanya intususepsi pada abdomen bagian dalam bayi. Selain intususepsi, kelainan lain serupa yang biasanya dicurigai adalah adanya divertikulum meckel dan volvulus pada bayi tersebut. Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai ketiga penyakit tersebut dengan tujuan agar lebih mengerti dan memahami bagaimana perbedaan ketiga penyakit tersebut dan bagaimana penatalaksanaan yang dapat diberikan, serta komplikasi yang dapat terjadi dan prognosisnya.
Anamnesis Anamnesis merupakan suatu komunikasi antara dokter dengan pasien atau orang yang terdekat dengan kehidupan pasien tersebut sehari-hari. Tujuan dari anamnesis ini adalah untuk mengetahui keluhan utama dari pasien serta informasi mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis yang baik dapat mengarahkan pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Anamnesis dapat dilakukan secara langsung dengan pasiennya sendiri atau yang dikenal dengan autoanamnesis atau secara tidak langsung yang dikenal dengan alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien berada dalam keadaan sadar sedangkan bila pasien dalam keadaan tidak sadar atau masih anak-anak, maka dapat dilakukan alloanamnesis dengan bertanya pada orang tuanya atau kerabat terdekat.1,2 Pada setiap anamnesis selalu ditanyakan identitas pasien terlebih dahulu. Identitas pasien meliputi nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, umur, status perkawinan, suku bangsa, agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Setelah itu dapat ditanyakan pada pasien atau orang tua dan walinya apa keluhan utama dia datang, keluhan penyerta lain, faktor predisposisi dan faktor resiko, kemungkinan penyebab penyakit, dan faktor-faktor yang dapat memperburuk atau memperbaiki keluhan, misalnya upaya pengobatan yang sudah dilakukan. 1,2 Pada kasus, pasien adalah seorang anak berusia 5 bulan sehingga anamnesis yang dilakukan adalah alloanamnesis. Pasien tersebut dibawa ke UGD RS dengan keluhan BAB 2
berwarna merah kehitaman dengan konsistensi kental seperti jel berlendir sejak 1 jam yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis lebih lanjut, didapati bahwa anak tersebut perutnya kembung dan muntah setiap diberi makan. Tidak diketahui apakah pasien pernah mengalami hal seperti itu sebelumnya atau apakah pasien sudah pernah melakukan pengobatan sebelumnya. Tidak diketahui juga apakah di keluarga pasien ada yang mengalami hal serupa atau tidak dan tidak diketahui apakah pasien memiliki riwayat alergi tertentu atau tidak.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang dilakukan pada pasien untuk mengetahui adanya perubahan patologis dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara mengamati bagian tubuh yang akan diperiksa. Palpasi adalah pemeriksaan dengan meraba serta menekan bagian tubuh yang mengalami kelainan. Perkusi adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian tubuh dengan tangan atau alat. Sedangkan auskultasi adalah pemeriksaan yang dilakukan melalui pendengaran.2,3 Pada pemeriksaan fisik didapati hasil inspeksi yaitu adanya distensi abdomen pada pasien, teraba adanya massa pada abdomen yang menyerupai sosis saat dilakukan palpasi, saat diperkusi didapati perut kembung, dan hasil auskultasi menyatakan adanya peningkatan bising usus di abdomen pasien. Dari pemeriksaan fisik dan anamnesis yang dilakukan maka pasien diduga menderita intususepsi atau invaginasi usus. 2,3
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang atau yang dikenal juga dengan sebutan pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang dilakukan dan bertujuan untuk menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit, hasil pengobatan, serta timbulnya penyulit. Pemeriksaan penunjang dianggap perlu dilakukan untuk membantu mengevaluasi pasien dan menegakkan diagnosis intususepsi. Namun pada skenario, tidak ada keterangan dilakukannya pemeriksaan penunjang terhadap pasien.3 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan darah, foto polos abdomen, barium enema, dan ultrasonografi. Pada pemeriksaan darah akan didapatkan jumlah leukosit yang meningkat (leukositosis). Selain itu
3
ditemukan juga adanya dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit akibat muntah terus menerus dan sekuestrasi cairan usus.3,4 Foto polos abdomen yang dilakukan untuk membantu diagnosisnya adalah foto polos dalam posisi terlentang dan tegak. Foto polos abdomen dapat menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi usus halus dan massa pada jaringan lunak yang disebabkan oleh intususepsi. Hanya sebagian foto polos abdomen dapat menunjukkan tanda-tanda tersebut, karena terkadang foto polos abdomen juga bisa memberikan hasil normal. Hasil normal tersebut mungkin didapatkan pada awal perjalanan terjadinya intususepsi. Agar hasil pemeriksaan foto polos lebih meyakinkan, maka dilakukan foto colon in-loop untuk membantu lebih meyakinkan lagi diagnosis serta menentukan lokalisasi intususepsi. Selain itu colon in-loop juga dapat digunakan untuk mereposisi bagian usus yang masuk ke distal dengan cara mendorong dengan bantuan hidrostatik dari bahan kontras sehingga intususeptum (bagian usus yang masuk) terlepas dari intususepiens (bagian yang menerima intususeptum). Untuk diagnosis definitif dapat dilakukan barium enema. 4-6
Gambar 1. Foto Polos Abdomen pada Intususepsi6
Pemeriksaan dengan barium enema merupakan cara tradisional dan dapat diandalkan untuk membuat diagnosis intususepsi. Pemeriksaan ini cepat dan memiliki potensi untuk menjadi terapeutik. Barium enema berguna dalam mendiagnosis intususepsi non-obstruktif rekuren kronis. Barium enema akan menunjukkan bentuk seperti mangkuk di ujung pengisian barium karena alirannya tersumbat akibat intususepsi. Kolom barium linier di tengah mungkin dapat terlihat pada lumen intususeptum yang tergencet, dan tepi tipis barium mungkin juga
4
terlihat terperangkap di sekitar usus yang masuk di lipatan mukosa di dalam intususipien (tanda cincin-spiral), terutama setelah evakuasi.4-6
Gambar 2. Barium Enema pada Intususepsi6
Ultrasonografi yang lebih dikenal dengan sebutan USG juga berperan penting dalam membantu menegakkan diagnosis intususepsi bahkan dianggap menjadi lini pertama untuk pemeriksaan penunjang intususepsi. Pada hasil USG, akan ditemukan gambaran berupa target sign atau doughnut sign atau ada juga yang menyebutnya bull’s eye sign pada potongan melintang lapisan usus yang disebabkan oleh intususepsi. Serta pada potongan longitudinal dapat ditemukan gambaran berupa sandwich sign yang menunjukkan gambaran hiperechoic pada pusat yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang bersambung dengan lumen usus. USG dapat menghilangkan resiko terjadinya paparan radiasi pengion dan dapat membantu untuk menggambarkan gambaran utama dan sisa-sisa intususepsi. Selain itu USG juga dapat membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab nyeri pada abdomen lainnya. Namun keterbatasan pemeriksaan USG adalah adanya udara dalam usus dan asites yang dapat mengganggu pemeriksaan tersebut. 4-6
5
Gambar 3. USG dari Intususepsi 7
Diagnosis Kerja Diagnosis kerja dari kasus tersebut adalah intususepsi karena pasien memiliki gejala klinis khas dari intususepsi, yaitu adanya massa menyerupai sosis pada abdomen yang disertai dengan keluhan lain seperti perut kembung, distensi abdomen, feses berdarah dan berlendir, peningkatan bising usus, dan muntah setiap kali diberi makan. Untuk menegakkan diagnosis tentunya diperlukan juga dukungan dari hasil pemeriksaan penunjang. Intususepsi adalah proses di mana segmen usus berevolusi ke lumen usus yang berdekatan dan menyebabkan obstruksi usus. Intususepsi biasanya terjadi pada bagian peralihan ileum dan kolon (intususepsi ileokolik) tetapi bisa juga melibatkan bagian lainnya dari usus besar maupun usus halus. Hal tersebut dapat menyebabkan terganggunya aliran makanan yang dicerna melalui usus dan bisa juga menyebabkan terputusnya aliran darah dan dapat membahayakan usus. Intususepsi harus segera ditangani akan memberikan dampak yang cukup fatal untuk pasien karena dapat menyebabkan infeksi pada jaringan intestinal, perdarahan dan infeksi pada abdomen (peritonitis), atau bahkan kematian. Pasien yang menderita intususepsi biasanya bayi 0-2 tahun dan lebih sering terjadi pada anak dengan masalah pada abdomen seperti tumor pada usus atau ada massa pada abdomen dan anak yang menderita apendisistis. Namun, penyebab pasti dari intususepsi belum diketauhi.3,4,8 Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, temuan fisik, serta hasil pemeriksaan penunjang. Gejala yang paling umum terjadi adalah saat anak menangis dengan keras karena adanya sakit pada bagian abdomen yang sering terjadi, muntah, dan ditemukannya massa keras berbentuk seperti sosis pada abdomen. Feses berdarah yang disertai dengan mukus berlendir (currant jelly stool) juga dapat ditemukan pada intususepsi. Gejala lainnya seperti 6
demam, lemas, lesu, diare, perdarahan pada anus, berkeringat terus menerus, dehidrasi juga bisa terjadi pada kasus intususepsi. Selain itu, gambaran radiologi seperti terlihatnya massa pada daerah intususepsi yang disertai dengan dengan pemahaman yang tepat dari hasil foto polos dan USG serta pemeriksaa dengan barium enema juga dapat membantu penegakkan diagnosis dari intususepsi. Untuk beberapa kasus intususepsi bisa sembuh sendiri saat dilakukan pemeriksaan dengan barium enema dan dengan bantuan enema udara. Namun apabila ada permasalahan lain seperti infeksi abdomen atau yang lainnya, maka akan dilakukan tindakan operasi. 4,8-10
Diagnosis Banding Kemungkinan diagnosis banding untuk penyakit intususepsi adalah volvulus dan divertikulum Meckel. Volvulus Volvulus merupakan suatu keadaan malrotasi pada bagian usus yang menyebabkan usus bawah atau usus besar memutar ke arah yang tidak seharusnya. Usus yang mengalamo malrotasi bisa menyebabkan obstruksi usus dan memotong aliran pembuluh darah ke usus yang terpelintir tersebut sehingga dapat membahayakan usus. Ada 3 tipe volvulus pada kolon, yaitu: cecal volvulus, volvulus pada kolon transversal, dan sigmoid volvulus. Salah satu yang paling umum terjadi adalah volvulus kolon sigmoid. Volvulus biasanya terjadi pada orang dewasa dan bisa saja merupakan akibat dari konstipasi, jaringan intestinal yang berlebih, adhesi, atau adanya kondisi abnormal pada intestinal. Volvulus juga bisa terjadi pada anak dan biasanya ditemukan pada infant. Jarang ditemukan pada anak berusia lebih besar, namun apabila muncul gejalanya bisa asimptomatik atau bisa juga muncul gejala sesekali saja. Jika tidak dilakukan penatalaksanaan, volvulus bisa menyebabkan komplikasi kesehatan yang cukup serius, seperti volvulus rekuren, gangren, peritonitis fecal, bahkan perforasi usus.9 Gejala klinis umum pada volvulus adalah adanya nyeri dan keram pada abdomen,, konstipasi, muntah, bengkak di bagian abdomen, perdarahan rektum, serta kesulitan membuang gas (flatus). Umumnya, muntah yang terjadi berwarna normal, namun apabila terjadi obstruksi usus warnanya bisa menjadi gelap. Untuk pemeriksaan penunjangnya, bisa dilakukan tes darah untuk melihat kadar elektrolit, pemeriksaan feses untuk melihat apakah ada 7
darah pada feses penderita, dan yang paling umum dilakukan adalah pengambilan foto polos abdomen. Hasil dari foto polos tersebut menunjukkan ada nya coffee bean shape atau bent inner tube di dalam usus. Pemeriksaan dengan barium enema juga dapat dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih baik mengenai obstruksi usus. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik lagi, dapat dilakukan CT scan dan USG.9 Tatalaksana untuk volvulus adalah pemberian cairan intravena, pemberian analgesik, antiemetik, dan dekompresi nasogastrik. Namun terapi yang paling efektif adalah melakukan operasi untuk menghilangkan obstruksi dan memutar balik bagian usus yang terpelintir. Namun apabila setelah dilakukan operasi masih ditemukan obstruksi dan ususnya masih tetap terpelintir atau terputar, maka perlu dilakukan tindakan lanjutan berupa laparotomi dan laparoskopi. Pada kasus volvulus gangren, akan dilakukan tindakan reseksi usus bawah dan usus besar yang disebut dengan proctosigmoidectomi atau operasi Hartmann.9
Divertikulum Meckel Divertikulum meckel adalah vesikel kecil yang terdapat pada dinding dari usus. Biasanya terletak di persimpangan usus halus dan usus besar. Vesikel tersebut merupakan sisasisa dari perkembangan sistem percernaan, tidak memiliki jaringan yang sama dengan usus halus, melainkan jenis jaringan yang terdapat pada lambung dan pankreas. Jaringan pada divertikulum meckel dapat menghasilkan asam seperti pada lambung. Dinding usus itu sendiri sensitif terhadap asam sehingga apabila terkena asam dapat timbul tonjolan menyerupai bisul. Bisul tersebut bisa mengalami ruptur dan menyebabkan isi dari usus halus bocor ke abdomen, yang nantinya bisa menyebabkan peritonitis. Selain itu, obstruksi usus juga bisa terjadi akibat divertikulum meckel.10-13 Divertikulum meckel merupakan salah satu cacat lahir yang paling sering terjadi dibagian saluran pencernaan. Divertikulum meckel ini perlu diperhatian karena memiliki resiko yang cukup berbahaya. Ketika terdapat ulkus pada usus, hal tersebut memungkinkan terjadinya perdarahan yang cukup signifikan yang kemudian dapat menyebabkan anemia. Jika kehilangan terlalu banyak darah, seseorang bisa mengalami syok yang dapat mengancam jiwa. Infeksi yang serius juga dapat menyebabkan ruptur usus. 10-13 Gejala klinis dari divertikulum meckel biasanya asimptomatik, namun apabila ada gejala, yang paling sering terlihat adalah terdapat perdarahan berwarna merah gelap dari rektum yang disertai dengan feses dengan darah seperti warna merah bata dan berlendir. Selain
8
itu bisa juga terjadi nyeri bahkan kram pada perut, kembung, diare, sembelit, muntah, dan diverkulitis. Hal-hal tersebut terjadi karena adanya obstruksi pada usus yang bisa membuat isi usus keluar. Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun beberapa anak yang menderita hal ini mengalami sakit atau nyeri pada abdomen. Gejala ini biasanya terjadi pada waktu satu tahun pertama kehidupan seorang anak, namun bisa juga terjadi ketika dewasa. Komplikasi yang dapat terjadi pada divertikulum meckel dapat berupa obstruksi dan peradangan yang kemudian bisa menyebabkan perforasi. Pada anak yang berusia di bawah lima tahun, komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan yang disebabkan oleh ulkus yang terkena asam lambung pada ususnya. Obstruksi usus lebih sering terjadi pada usia anak yang lebih tua dan orang dewasa. Divertikulitis bisa terjadi pada usia berapapun namun biasanya terjadi pada anak yang lebih tua. Tumor pun dapat terjadi juga pada kasus divertikulum meckel meskipun kejadiannya langka dan terutama terjadi pada orang dewasa. 10-13 Selain dilihat dari gejala klinis yang ada, diagnosis divertikulum meckel juga dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah yang disertai dengan pemeriksaan feses, barium enema dan X-Ray, meckel’s scan, dan rectosigmoidoskopi. Pemeriksaan darah dilakukan untuk memeriksa apakah terjadi anemia atau infeksi. Pemeriksaan feses dilakukan juga untuk melihat apakah ada darah pada feses. Barium enema dilakukan untuk memeriksa adanya keadaan abnormal pada usus yang akan terlihat pada hasil X-Ray. Meckel’s scan merupakan pemeriksaan dengan menginjeksi technetium ke dalam tubuh penderita untuk melihat area di dalam tubuh yang memiliki jaringan perut atau lambung. Rectosigmoidoskopi dilakukan dengan cara memasukkan kamera dengan selang kecil ke dalam rectum dan kolon sigmoid untuk melihat adanya perdarahan, obstruksi, dan permasalahan lainnya. 13,14 Pasien dengan divertikulum meckel yang simptomatik keadaannya adalah sakit, maka diberikan cairan kristaloid. Bila terjadi perdarahan, maka bisa dilakukan transfusi darah. Pasien yang mengalami obstruksi akan dipasangkan NGT (nasogastric tube). Namun penatalaksanaan yang biasanya dilakukan adalah pembedahan.13
Etiologi Intususepsi terjadi bila satu segmen usus proksimal masuk ke dalam segmen usus distal. Secara keseluruhan, penyebab dari intususepsi belum diketahui namun ada laporan yang menyatakan bahwa intususepsi memiliki korelasi dengan infeksi adenovirus dan rotavirus. Meskipun belum diketahui secara pasti penyebabnya, ada beberapa kasus yang menyatakan keterkaitan dengan situasi medis khusus, seperti fibrosis sistik, Henoch-Schonlein purpura, dan 9
kadang bisa terjadi pasca operasi. Intususepsi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu intususepsi idiopatik dan intususepsi enteroenteral. Intususepsi idiopatik biasanya terjadi pada daerah ileokolik terutama pada infant dan anak-anak sedangkan intususepsi enteroenteral bisa terjadi pada seluruh bagian usus halus yang biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia lebih tua. Selain itu, pernah mengalami intususepsi sebelumnya atau ada keluarga yang pernah mengalami intususepsi dan terjadinya malrotasi pada usus juga bisa menjadi faktor resiko terjadinya intususepsi. 10,15 Penyebab dari intususepsi idiopatik belum bisa ditentukan secara jelas namun diyakini bahwa hal tersebut merupakan akibat dari ketidakseimbangan gaya longitudinal sepanjang dinding usus. Sedangkan pada intususepsi enteroenteral juga terjadi ketidakseimbangan namun hal tersebut disebabkan oleh massa seperti tumor atau polip yang bertindak sebagai titik utama atau gerakan peristaltik yang tidak teratur, misalnya pada ileus pasca operasi. Selain itu pembesaran plague peyeri juga dianggap dapat membentuk suatu titik petunjuk segmen intususepsi proksimal. Hal tersebut biasanya terjadi pada bayi. Pembersaran plague peyeri itu disebut dengan hiperplasia limfoid yang merupakan akibat dari perlawanan virus, baik rotavirus ataupun adenovirus. Plague peyeri yang membengkak pada ileum dapat merangsang peristaltik usus sebagai upaya untuk mengeluarkan massa sehingga terjadi intususepsi di mana ileum terdorong masuk ke rongga sekum. Selain itu, intususepsi bisa juga disebabkan oleh divertikulum meckel pada dinding usus yang masuk ke dalam rongga usus dan mendorong usus untuk masuk ke segmen usus lainnya. Tidak hanya itu, hal tersebut juga bisa terjadi akibat pemberian makanan padat yang terlalu dini. 10,15
Epidemiologi Intususepsi dapat terjadi di seluruh belahan dunia dengan perkiraan 1 kasus per 2000 kelahiran hidup. Secara keseluruhan, perbandingan pria dan perempuan adalah 3:1 dan apabila pasien berusia lebih dari 4 tahun maka perbandingannya adalah 8:1.15 Dua pertiga anak-anak dengan intususepsi berumur kurang dari 1 tahun, sering pada umur 5-10 bulan. Intususepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi intestinal pada pasien dengan umur 5 bulan-3 tahun. 25% dari kasus intususepsi pada anak kurang dari 5 tahun membutuhkan pembedahan emergensi abdomen.15
10
Patofisiologi Intususepsi menunjukkan terjadinya invaginasi usus ke dalam segmen usus lainnya yang berdekatan. Sebagian besar kasus terjadi secara spontan dan idiopatik. Pada orang dewasa, intususepsi bisa saja terjadi karena adanya titik acuan yang berupa tumor atau polip yang mengalami hiperperistaltik. Sedangkan pada bayi dan anak-anak, intususepsi bisa terjadi karena adanya hiperplasia limfoid yaitu plague peyeri yang disebabkan oleh perlawanan bakteri dan menyebabkan terdorongnya usus ke segmen usus lainnya. Selain itu, intususepsi juga bisa disebabkan oleh divertikulum meckel. Divertikulum meckel biasanya muncul keluar ke arah rongga peritoneal, namun pada kejadian ini divertikulum tersebut masuk ke dalam dinding usus dan membuat usus masuk ke segmen usus lainnya. Hal tersebut menyebabkan adanya tekanan pada dinding usus yang terjepit sehingga menghambat aliran pembuluh darah yang kemudian dapat menyebabkan iskemia dan infark pada dinding usus tersebut. Terjadinya iskemia dan infark usus tersebut menyebabkan terkelupasnya mukosa usus dan terjadi perdarahan serta munculnya mukus. Hal itulah yang menyebabkan feses berdarah disertai dengan mukus yang berlendir, sehingga disebut “red currant jelly”. Selain itu, infark pada usus juga bisa menyebabkan perforasi usus sehingga menyebarkan bakteri serta isi yang ada di dalam usus keluar ke rongga abdomen dan dapat menyebabkan sepsis dan demam. 9,10,15 Intususepsi juga bisa menyebabkan obstruksi pada usus sehingga perjalanan makanan dan cairan di dalam usus menjadi terganggu. Penumpukkan makanan dan minuman itu menyebabkan massa yang besar pada usus dan dapat mengakibatkan malrotasi pada usus atau yang dikenal dengan volvulus. 9,10,15
Gejala Klinis Gejala yang paling umum terjadi adalah saat anak menangis dengan keras karena adanya sakit pada bagian abdomen yang sering terjadi, muntah, dan ditemukannya massa keras berbentuk seperti sosis pada abdomen. Massa seperti sosis ini mungkin membesar dan mengeras selama terjadi paroksisme nyeri dan paling sering terdapat di abdomen kanan atas. Feses berdarah yang disertai dengan mukus berlendir (currant jelly stool) juga dapat ditemukan pada intususepsi. Pada beberapa jam awal, tinja yang dikeluarkan normal, setelah itu pengeluaran tinja menjadi sedikit atau tidak ada serta jarang flatus. Terjadi juga distensi dan nyeri tekan pada abdomen. Muntah yang dikeluarkan umumnya berwarna normal seperti muntah pada umumnya. Namun apabila terjadi obstruksi, warna muntahan bisa menjadi gelap. 11
Gejala lainnya seperti demam, lemas, lesu, diare, perdarahan pada anus, berkeringat terus menerus, dehidrasi juga bisa terjadi pada kasus intususepsi. Perdarahan pada anus bisa diperiksa melalui pemeriksaan rectum, apabila ada perdarahan maka hal tersebut mendukung diagnosis intususepsi.8-15
Komplikasi Intususepsi harus segera ditangani dalam waktu 24 jam, Jika penanganan kasus tersebut lebih dari 24 jam, maka dapat terjadi obstruksi dan penjepitan usus, nekrosis, perdarahan, perforasi, peritonitis, bahkan syok. Jika tidak segera ditangani, maka penderita tidak dapat bertahan hidup. Selain itu apabila tidak segera dilakukan reduksi, maka penderita akan tampak semakin lemah dan lesu yang nanti bisa terjadi keadaan shock dengan demam tinggi hingga 41 derajat celsius. Denyut nadinya pun menjadi lemah disertai dengan pernapasan yang dangkat dan nyeri yang tandai dengan suara merintih. 9,10 Komplikasi yang mungkin dari intususepsi yang jarang terjadi apabila diagnosa cepat ditentukan adalah perforasi, infeksi, hernia internal dan adhesi karena obstruksi intestinal, sepsis, perdarahan intestinal, nekrosis dan perforasi usus, dan rekurensi. 15
Penatalaksanaan Dari perspektif klinis, menggunakan pengelompokkan dengan cut-off usia 3 tahun sangat membantu. Pasien yang berusia 5 bulan sampai 3 tahun memiliki intususepsi yang jarang mempunyai titik awal atau disebut dengan intususepsi idiopatik dan biasanya responsif terhadap reduksi nonoperatif. Anak-anak yang lebih tua dan berusia di atas 3 tahun serta orang dewasa lebih sering memiliki titik awal untuk dilakukan pembedahan dan membutuhkan reduksi operatif. Tercatat bahwa penatalaksanaan operatif untuk intususepsi di rumah sakit khusus anak mengalami penurunan dibandingkan dengan rumah sakit non-pediatrik. Terjadinya pengurangan ini dikaitkan dengan bertambahnya pengalaman dan penggunaan teknik reduksi nonoperatif. Kasus intususepsi pada anak berusia lebih dari 3 tahun dapat dikaitkan dengan berbagai situasi dan kondisi medis. Biasanya intususepsi yang terjadi berupa usus kecil ke usus kecil, sehingga terapi dengan enema kurang bermanfaat dan biasanya tidak berhasil. 9,15
12
Untuk tata laksana nonoperatif, pada anak-anak diberikan cairan intravena dan dekompresi nasogastrik sesegera mungkin. Kemudian dilakukan reduksi intususepsi yang merupakan prosedur gawat darurat yang harus segera dilaksanakan. Pemberian cairan, darah, serta air dan elektrolit diperlukan jika pasien mencapai tanda-tanda syok. Jika tidak ada tandatanda kelemahan, syok, perforasi, atau peritonitis, maka reduksi dapat dilakukan dengan tekanan hidrostatik baik itu dengan barium enema, enema udara, atau enema dengan campuran air dengan bantuan fluoroskopi atau USG dan tentunya dilakukan berdasarkan konsultasi serta pengawasan dari ahli bedah. 9,15 Apabila tindakan reduksi nonoperatif tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan misalnya karena ditemukan adanya perforasi, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan. Pintu masuk ke dalam abdomen biasanya melalui sayatan pada paraumbilical kanan. 9,15 Apabila ada bukti klinis obstruksi usus dengan peritonitis, maka reduksi intususepsi dengan tekanan hidrostatik tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan perforasi usus. Oleh karena itu dapat dilakukan reduksi dengan bedah manual. Namun apabila tidak dapat dilakukan dan usus juga tidak dapat hidup maka perlu dilakukan reseksi intususepsi. Tahapan melakukan reduksi hidrostatik dimulai dengan memasukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat diantara pertengahan bokong. Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit. Pengisian usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi. 9,15 Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari pelakunya. 9,15 Selain menggunakan barium dan air, reduksi juga dapat dilakukan dengan udara. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Metode ini dinilai lebih cepat dan aman serta menurunkan waktu paparan dari radiasi. 13
Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik. Dimulai dari memasukkan kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan direkatkan dengan kuat. Kemudian menghubungkan manometer dan manset tekanan darah dengan kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas. 9,15 Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan. Reduksi dengan tekanan hidrostatik memiliki nilai keberhasilan sekitar 75%, sementara sisanya membutuhkan pembedahan. Meskipun demikian, kejadian rekurensi lebih sering terjadi setelah penatalaksanaan reduksi dengan tekanan hidrostatik. 9,15 Hal-hal yang biasanya dilakukan setelah pembedahan adalah melakukan peningkatan hidrasi yang adekuat, menganjurkan untuk memberikan asupan cairan jernih setelah pembedahan, serta meningkatkan kebutuhan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia dan kebutuhan pasien. Selain itu juga dilakukan diet sesuai dengan toleransi setelah pembedahan serta pemantauan status eliminasi usus apakah usus tersebut dapat berfungsi normal kembali.9,15
Prognosis Prognosis pada pasien dengan penyakit intususepsi adalah baik apabila segera terdiagnosa dan segera ditangani dengan baik, jika tidak, maka bisa menyebabkan beberapa komplikasi berat atau bahkan kematian. 15 Tingkat rekurensi setelah dilakukan reduksi nonoperatif biasanya kurang dari 10% tapi sudah dilaporkan peningkatan menjadi 15%. Kebanyakan rekurensi intususepsi muncul setelah 72 jam sejak peristiwa awal, namun telah dilaporkan juga terjadi setelah 3 tahun kemudian. Kekambuhan biasanya ditandai dengan adanya titik awal yang diikuti dengan munculnya gejala yang sama dengan peristiwa awal. Tingkat rekurensi setelah dilakukan barium enema adalah 10% sedangkan setelah dilakukan enema udara adalah 4%. Secara keseluruhan, hampir 95% kasus rekurensi intususepsi terjadi akibat reduksi nonoperatif. Apabila rekurensi muncul, maka dapat diberikan penatalaksanaan yang sama dengan intusepsi biasanya. 15 14
Kesimpulan Berdasarkan gejala klinis yang dilengkapi dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan bayi yang datang dengan keluhan BAB berwarna merah dan konsistensinya kental seperti jel berlendir, maka bayi tersebut menderita intususepsi.
Daftar pustaka : 1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam: At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009. h. 1-17. 2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.h.2-7. 3. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98. 4. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Erlangga; 2007.h.241. 5. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008. h.276. 6. Hooker RL, Schulman MH, Chang Y, Kan JH. Radiographic evaluation of intussusception utility of left side down decubitus view. RSNA 2008; 248:3. 7. Riera A; Hsiao AL; Langhan ML; Goodman TR; Chen L. Diagnosis of intussusception by physician novice sonographers in the emergency department. Ann Emerg Med. 2012; 60(3):264-8. 8. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Ed 3. Jakarta: EGC; 2008.h.155. 9. Greenberg MI. Teks-atlas kedokteran kedaruratan. Jakarta: Erlangga; 2007.h.588-9. 10. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 15. pediatrics. 19th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012 .h.12811312-3. 11. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatri nelson. Ed 4. Jakarta: EGC; 2010.h.539 12. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins basic pathology. 8th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.p.605. 13. Rabinowitz SS. Pediatric meckel diverticulum 2015 Nov 17. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/931229-overview#a4, 2018 May 11.
15
14. Khan AN. Meckel diverticulum imaging 2015 Nov 19. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/410644-overview, 2018 May 11. 15. Blanco
FC.
Intussusception
2016
Mar
03.
Available
from
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#a7, 2018 May 11.
Sasaran Belajar 1. Mahasiswa dapat mengetahui alur anamnesis mengenai keluhan bab dengan darah dan berlendir serta ditemukan massa berbentuk sosis. 2. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti 3. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari intususepsi 4. Mahasiswa dapat menyebutkan diagnosis banding dan membedakan intususepsi dengan diagnosis bandingnya 5. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan etiologi dan epidemiologi serta patofisiologi dari intususepsi 6. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan tatalaksana serta prognosis dari intususepsi
16