Kematian Mendadak Akibat Penyakit Kadiovaskuler Haswinanti Wilda (102012443)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Pendahuluan Kematian mendadak akibat penyakit seringkali mendatangkan kecurigaan baik bagi penyidik, masyakat atau keluarga , khususnya bila yang meninggal adalah orang yang cukup dikenal oleh masyarakat , orang yang meninggal di rumah tahanan dan ditempat-tempat umum seperti : Hotel, cottege, terminal, cattage, atau di dalam kendaraan. Kecurigaan adanya unsur kriminal pada kasus kematian mendadak terutama disebabkan masalah TKP (tempat kejadian perkara) yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit melainkan di tempat umum karena alasan tersebut kematian mendadak termasuk kasus forensik walaupun hasil otopsinya menunjukan kematian diakibatkan oleh misalnya penyakit jantung koroner, perdarahan otak atau pecahnya berry aneurisma. Penentuan sebab kematian menjadi penting terkait dengan kepentingan hukum, perubahan status almarhum dan keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul dari meninggalnya orang tersebut. Autopsi sebagai suatu jalan penentuan sebab kematian merupakan pilihan solusi saat berhadapan dengan suatu kematian mendadak. Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak diduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus. Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi ”sudden natural unexpected death”. Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit bukan aibat trauma atau racun. 1
Pembahasan Aspek Hukum Medikolegal Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan melakukan suatu tindakan/usaha agar tindak kejahatan yang dilakukannya tidak diketahui baik oleh keluarga, masyarakat dan yang pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah satu modus operandus yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah tersebut ke rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di perjalanan ketika menuju kerumah sakit (Death On Arrival) dimana sebelumnya almarhum mengalami serangan suatu penyakit ( natural sudden death).1 Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai kewenangan untuk memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam mengeluarkan dan menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak (sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut setelah diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat kematian tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana.1 Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui oleh dokter berhubungan dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu: (a)
Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan
yang signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian ? (b)
Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah pada
keracunan ? (c)
Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung koroner) yang
rutin
datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di rumah sakit ?
(d)
Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan penyakit
tersering penyebab natural sudden death ? Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan kematian tersebut kepada penyidik (polisi) dan tidak mengeluarkan surat kematian.
2
Pasal-pasal yang berhubungan dengan kasus1
Di dalam KUHP tidak ada pasal-pasal mengenai kematian mendadak / wajar
-
UU No. 23 tahun 2004 pasal 9 mengenai Penelantaran o Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
-
KUHP pasal 133 ayat 1 o “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atapun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindakan pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”
-
KUHP pasal 133 ayat 2 o “ Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat”.
-
KUHP pasal 352 ayat 1 dan 2 mengenai Luka o “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”. Rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam kategori sedang. Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”
-
KUHP Pasal 90 mengenai Luka Berat o adalah :
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
3
Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian.
Kehilangan salah satu panca indera
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Identifikasi Korban / Pemeriksaan Medis di bidang Tanatologis Dalam hal ini dapat mencari berbagai informasi, mengenai cara hidup, latar belakang sehubungan dengan kematian mendadak antara lain2 a)
Hasil olah TKP ditangani dokter setempat bersama penyidik.
b)
Mengenai kesehatan korban dari keluarga korban
c)
Informasi sakit dari warga dan masyarakat
d)
Riwayat pengobatan, kebiasaan hidup, hobby
e)
Riwayat kegiatan fisik
f)
Kapan dilihat hidup terakhir sebelum kejadian
g)
Apakah ada hubungan intim atau hubungan kronis
h)
Apakah ada hubungan lawan/ancaman
i)
Riwayat berpergian, kemana, keperluan apa, menggunakan apa
Informasi tersebut sebagai informasi hetero anamnese yang dapat mengkaitkan kasus/korban meninggal mendadak. Dan dari informasi tersebut sudah dapat kemungkinan dapat terjadi kematian mendadak wajar atau tidak wajar. Kemudian saat melakukan pemeriksaan luar hal yang harus dinilai meliputi apakah jenazah berpakaian lengkap atau tidak. Kemudian mencari tanda- tanda kekerasan maupun perlukaan. Setelah itu mengidentifikasi karakteristik jenazah seperti tinggi badan, berat badan, waran kulit, warna rambut.2 Apakah sudah terjadi kekakuan otot-otot tubuh dan menilai apakah badan masih terasa hangat. Kemudian menilai apakah terdapat lebam mayat bewarna kemerahan pada bagian punggung dan bokong yang hilang dengan penekanan. Menilai ada tidaknya tanda-tanda pembusukan. Kemudian menilai pada kelopak mata kanan dan kiri bagian dalam apakah didapatkan bintik-bintik kemerahan (Tardeou’s Spot). Warna bibir tampak bewarna kebiruan 4
serta gigi- geligi berjumlah lengkap atau tidak. Dan apakah pada ujung-ujung kuku tangan dijumpai warna kebiruan (sianosis) atau tidak.2 Kemudian hal yang harus dilakukan setelah pemeriksaan luar adalah pemeriksaan dalam / autopsi. Pada orang-orang yang dicurigai mengalami kematian secara mendadak akibat penyakit kardiovaskular dapat dijumpai beberapa kelainan dari pemeriksaan dalam, diantaranya didapatkan pembesaran jantung lebih dari ukuran normal (pada pria 300-350 gram danpada wanita 250-300 gram), berat jantung yang lebih dari 450 gram (kardiomegali),penebalan pada dinding-dinding otot jantung,hipertrofi sel otot dan infiltrasi sel lemak matur serta dijumpainya lesi pada aorta.2 Pemeriksaan dalam pada organ jantung secara khusus diawali dengan pembukaan dinding dada, kemudian melepaskan tulang tulang dada, lalu melepaskan isi rongga dada. Pada pengangkatan jantung dimulai dengan bagian jantung yang tidak tertutup paru. Kemudian dijepit perikardium pada bagian tengahnya dengan pinset yang bersih lalu bagian kaudal jepitan dibuat lubang yang diteruskan ke bawah membentuk huruf “Y” terbalik (irisan ini dibuat jangan terlalu rendah agar cairan perikardium tidak tumpah). Lalu perhatikan cairan perikardium, normalnya berwarna kuning jernih dengan volume 15 - 50 ml. Apabila volume cairan perikardium lebih dari 250 ml, maka dapat terjadi tamponade jantung.2 Setelah cairan perikardium diambil, kemudian jantung dilepaskan lalu diukur dan diperiksa. Secara umum, ukuran jantung normal adalah satu kepalan tangan atau kira-kira panjang 12 cm, lebar 8 cm dan tebal 6 cm, berwarna merah kecoklatan tertutup lemak kekuningan, konsistensi kenyal kadang agak lunak. Secara makroskopik adanya infark akan memberikan gambaran berwarna abu abu berbentuk kerucut. Pembukaan jantung dengan mengikuti arah aliran darah mulai dari vena cava superior sampai ke aorta. Muara vena cava superior dan inferior di atrium kanan dibuka, kemudian pisau panjang dimasukkan lewat lubang muara tersebut sejajar septum interventrikularis menuju apeks jantung, lalu iriskan ke samping maka terbukalah atrium dan ventrikel kanan.2 Perhatikan ukuran, konsistensi dan ketebalan lubang atrioventrikular kanan dan valvula trikuspidalis. Pembukaan arteri pulmonalis melalui muaranya di ventrikel kanan, perhatikan dinding arteri pulmonalis melalui muaranya di ventrikel kanan, apakah terdapat penebalan. Kemudian dilanjutkan membuka bagian kiri jantung. Melalui muara vena pulmonalis pisau panjang dimasukkan sejajar septum interventikularis menuju apeks jantung lalu iriskan ke 5
samping maka terbukalah atrium dan ventrikel kiri. Perhatikan permukaan, ketebalan dan kekakuan lubang atrio ventrikular kiri dan valvula mitral. Selanjutnya buka aorta melalui muaranya di ventrikel kiri. Setelah terbuka, perhatikan dinding aorta dan valvula semilunaris adakah penebalan atau tidak.2
Interpretasi Temuan I. Secara umum didapatkan tanda-tanda kekerasan karena ditemukan luka terbuka dengan tepi tidak rata dengan ukuran 4x3 cm. Dan pada dada kanan ditemukan memar berukuran 3x2 cm. Hal ini sesuai dengan karakteristik luka robek dimana luka ini disebabkan oleh karena trauma benda tumpul yang mengakibatkan kulit teregang dan melampaui batas elastisitas kulit. Sehingga luka ini bentuk tidak teratur, tepi tidak rata, kadang terdapat jembatan pada ujung luka, dan bisa ditemukan luka memar ataupun lecet pada sisi luka.2,3 II. Arteriosklerosis: penebalan pembuluh darah arteri akibat yang berakibat adanya sumbatan pada pembuluh darah arteri koronoria (paling sering arteri koronaria sinistra). Pada beberapa kasus, sumbatan sepertiga bagian pembuluh darah sudah dapat menyebabkan infark miokard. Pada perabaan bagian pembuluh darah yang ateriosklerosis teraba seperti kabel listrik.2,3 III. Infark miokard: merupakan nekrosis otot jantung akibat insufisiensi aliran darah dapat terjadi karena spasme atau sumbatan akibat sklerosis maupun thrombus. Pada infark yang bersifat dini akan bermanifestasi sebagai daerah yang berwarna merah gelap atau hemoragik, sedangkan infark yang lama tampak berwarna abu-abu.2,3
Penyebab Mati Mendadak Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh, yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem haemopoietik dan sistem endokrin. Dari sistem-sistem tersebut, yang paling banyak menjadi penyebab kematian adalah sistem kardiovaskular, dalam hal ini penyakit jantung.4,5
Sistem Kardiovaskular Mati mendadak adalah kematian yang tidak terduga, nontraumatis, non self inslicted fatality, yang terjadi dalam waktu 24 jam sejak awal gejala. Berdasarkan definisi ini maka 6
penyakit jantung (sudden cardiac death) merupakan 60 % dari keseluruhan kasus. Universitas Sumatera Utara Jika yang dianggap mati mendadak adalah kematian yang terjadi satu jam sejak timbulnya gejala, maka sudden cardiac death merupakan 91% dari semua kasus mati mendadak (Baradero, 2008).4,5 Sudden Cardiac Death adalah kematian tidak terduga karena penyakit jantung, yang didahului dengan gejala maupun tanpa gejala yang terjadi 1 jam sebelumnya (Chung, 1995). Lebih dari 50% penyakit kardiovaskular adalah penyakit jantung iskemik akibat sklerosis koroner. Urutan berikutnya adalah miokarditis, kelainan katup, refleks viserovagal, hipersensitivitas karotid, sinkope vasovagal, ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit (Gresham, 1975).4,5
a) Penyakit jantung iskemik Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling banyak kematian mendadak. Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan (lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain. Kematian lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Sklerosis ini sering terjadi pada ramus descendens arteri koronaria sisnistra, pada lengkung arteri koronaria dekstra, dan pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria sisnistra. Lesi tampak sebagai bercak kuning putih (lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima, kemudian menyebar keluar lapisan yang lebih dalam. Kadang-kadang dijumpai perdarahan subintima atau ke dalam lumen.5 Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point sudah cukup untuk menegakkan diagnosis iskemik, karena pada kenyataannya tidak semua kematian koroner disertai kelainan otot jantung (Gresham, 1975). Sumbatan pada pembuluh darah koroner merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian. Kemungkinan kelanjutan dari sumbatan pembuluh darah koroner adalah :5 (1) Mati mendadak yang dapat terjadi sesaat dengan sumbatan arteri atau setiap saat sesudah terjadi. (2) Fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan nodus atau kerusakan sistem konduksi. 7
(3) Komplikasi-komplikasi lain.
b) Infark miokard Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat insufisiensi aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme atau sumbatan akibat sklerosis dan thrombosis. Infark miokard adalah patologik (gejala klinisnya bervariasi, bahkan kadang tanpa gejala apapun), sedangkan infark miokard akut adalah pengertian klinis (dengan gejala diagnosis tertentu) (Baradero, 2008). Sumbatan pada ramus descendent arteria koronaria sinistra dapat menyebabkan infark di daerah septum bilik bagian depan, apeks, dan bagian depan pada dinding bilik kiri. Sedangkan infark pada dinding belakang bilik kiri disebabkan oleh sumbatan bagian arteria koronaria dekstra. Gangguan pada ramus sirkumfleksa arteria koronaria sinistra hanya menyebabkan infark di samping belakang dinding bilik kiri. Suatu infark yang bersifat dini akan bermanifestasi sebagai daerah yang berwarna gelap atau hemoragik. Sedangkan infark yang lama tampak berwarna kuning padat.5
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang berguna dalam kasus adalah pemeriksaan enzim jantung seperti creatine kinase, myoglobin, troponin. Dimana peningkatan enzim diatas batas normal dapat mengindikasikan iskemia dan infark miokardium. Semakin kerusakan myocardium berat, nilai-nilai laboratorium enzim jantung akan semakin tinggi.5 Nilai normal CKMB <10 U/L Nilai normal LDH 80-240 U/L Troponin T <0.1 Troponin I < 1.0
Gambar 1. Pemeriksaan Marker Jantung5 8
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk infark miokardium. Bisa ditemukan area yang lebih bersih / sudden loss dari supply pembuluh darah ke miosit sehingga menyebabkan nekrosis iskemik. Perubahan histopatologi ini mirip pada nekrosis jaringan lain. Sebagai contoh, foto ini menunjukkan adanya area infark (panah atas) yang tampak lebih pucat daripada area yang ditunjukkan pada panah yang lebih bawah. Area infark ini kurang lebih sudah terjadi selama 3 hari.5
Gambar 2. Pemeriksaan Histologi pada AMI.5
Kesimpulan Sebab kematian dan cara kematian Kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit bahkan detik sejak gejala pertama timbul, terjadi secara tiba- tiba dan tanpa diduga. Kematian mendadak atau sudden natural unexpected death adalah suatu kematian yang disebabkan oleh karena penyakit bukan akibat trauma atau racun.6 Pada kasus ini terdapat perancu dimana adanya bukti luka tunpul dan luka memar. Namun luka tumpul dan luka memar ini tidak bisa dikategorikan ke dalam luka berat karena tidak dapat menimbulkan kematian. Luka ini kemungkinan besar didapatkan saat korban terjatuh karena kematian mendadak. Sehingga membentur / menabrak sesuatu.6 9
Penyakit arteri koronaria merupakan penyebab paling banyak kematian mendadak. Penyempitan dan oklusi koroner oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan. Terjadinya sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan (lemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras, diabetes mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain. Cara kematian ini termasuk wajar dan tidak terdapat unsur pembunuhan di dalamnya.6
Mekanisme kematian Pada saat dilakukan autopsi, sklerosis (penyumbatan) sering didapatkan pada ramus descendens arteri koronaria sinistra, pada lengkung arteri koronaria dekstra, dan pada ramus sirkumfleksa arteri koronaria sinistra. Sumbatan pada pembuluh darah koroner merupakan awal dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskuler yang dapat menyebabkan kematian. Sumbatan pembuluh darah jantung pada akhirnya akan mengakibatkan infark miokard jantung (kematian otot jantung). Pada saat pembedahan juga harus diperhatikan keadaan otot dan katup–katup jantung, apakah ada kekakuan atau penebalan. Sehingga mungkin saja terdapat penyakit katup jantung ataupun kardiomegali. Tanda-tanda radang pada penyakit miokarditis otot jantung harus diperhatikan dan untuk menegakan diagnosa dilakukan pemeriksaan histologi otot jantung. Adanya aneurisma pembuluh darah arteri yang dapat menyebabkan pecah rupture juga merupakan penyebab kematian mendadak yang penting. Aneurisma paling sering terjadi di aorta torakalis dan aneurisma atheromatous pada aorta abdominalis.7
Cara Pembuatan VeR Struktur visum et repertum :8 1. Pro Justitia: kata tersebut harus dicantumkan dikiri atas sehingga VeR tidak perlu menggunakan materai. 2. Pendahuluan: Pendahuluan memuat identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identias objek yang diperiksa: nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan. 3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan): Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang 10
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas kebawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (aksis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. 4. Kesimpulan: Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum at repertum tersebut. 5. Kesimpulan visum et repertum adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. 6. Penutup: Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang- undang hukum acara pidana.
11
Daftar Pustaka 1. Atmadja DS. Aspek medikolegal pemeriksaan korban perlukaan dan keracunan di rumah sakit. Prosiding ilmiah Simposium Tatalaksana Visum et Repertum Korban Hidup pada Kasus Perlukaan dan Keracunan di Rumah Sakit. Jakarta: RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Rabu 23 Juni 2004. 2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Indonesia. Pedoman teknik pemeriksaan dan interpretasi luka dengan orientasi medikolegal atas kecederaan. Jakarta, 2005. 3. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997. 4. Singh S. Kematian Mendadak. Kedokteran forensik FK USU. Medan. 2013. Available at: http://repository.usu.ac.id/bitstrea m/123456789/38686/5/Chapter%20I.pdf 5. Bhaskara, DS, Mallo, JF, Tomuka D. Hasil autopsy sebab kematian mendadak tak terduga di bagian forensik BLU RSUP. Prof.DR.R.D. KandouManado tahun 2010-2012. Bagian Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulagi Manado. 2012. 6. Rorora JD, Tomuka D, Siwu J. Temuan otopsi pada kematian mendadak akibat penyakit jantung di BLU RSU Prof.DR. R.D.Kandou Manado periode 2007- 2011. Jurnal e-Clinic (eCI).2014;2. 7. Kristanto
E,
Winardi
T.
Kematian
mendadak
(Sudden
Natural
Unexpected
Death).http://erwin_k.webs.com/kematianmendadak.htm. 2006. 8. Dahlan S. Pembuatan visum et repertum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1999
12