MAKALAH SEKUEN STRATIGRAFI DAN PERUBAHAN GARIS PANTAI (Ditunjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Prinsip Stratigrafi)
Disusun oleh Juwita Parida Manullang
H1C017016
M. Tidar Limanianto
H1C017023
Ikra Rikahita
H1C017043
Faradhea Safira
H1C017046
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI PURBALINGGA 2019
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stratigrafi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi, yang berasal dari bahasa Latin, Strata (perlapisan, hamparan) dan Grafia (memerikan, menggambarkan). Jadi pengertian stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan batuan serta hubungan lapisan batuan itu dengan lapisan batuan yang lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi. Sedangkan sekuen stratigrafi merupakan kajian stratigrafi yang berhubungan dengan kerangka waktu pengendapannya, Sekuen stratigrafi sangat erat kaitannya dengan perubahan muka air laut dan perubahan garis pantai. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu sekuend stratigrafi? 2. Apa Perubahan garis pantai dan apa saja faktor yang mempengaruhinya? C. Tujuan 1. Mengetahui Sekuen stratigrafi 2. Memahami Perubahan Garis Pantai dan Faktornya
BAB II PEMBAHASAN A. Sekuen Stratigrafi Sekuen stratigrafi secara sederhana dapat diartikan sebagai cabang stratigrafi yang mempelajari paket-paket sedimen yang dibatasi oleh bidang ketidakselarasan atau bidang lain yang korelatif dengan bidang ketidakselarasan tersebut. Suatu sikuen diendapkan selama satu siklus perubahan muka laut, yaitu terbentuk pada saat kecepatan turunnya permukaan laut yang paling besar sampai kecepatan turunnya permukaan laut yang paling besar berikutnya. B. Macam-macam Keselarasan dan ketidakselarasan (Unconformity) Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu, tidak terdapat selang waktu pengendapan. Ketidak Selarasan (Unconformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan lapis batuan lainnya (batas atas atau bawah) yang tidak kontinyu (tidak menerus), yang disebabkan oleh adanya rumpang waktu pengendapan 1. Ketidakselarasan menyudut (angular unconformity) Ketidakselarasan dimana lapisan yang lebih tua memiliki kemiringan yang berbeda (umumnya lebih curam) dibandingkan dengan lapisan yang lebih muda. Hubungan ini merupakan tanda yang paling jelas dari sebuah rumpang, karena mengimplikasikan lapisan yang lebih tua terdeformasi dan terpancung oleh erosi sebelum lapisan yang lebih muda diendapkan. 2. Disconformity Ketidakselarasan dimana lapisan yang berada di bagian atas dan bawah sejajar, namun terdapat bidang erosi yang memisahkan keduanya (umumnya berbentuk tidak rata dan tidak teratur). 3. Paraconformity Lapisan yang berada di atas dan di bawah bidang ketidakselarasan berhubungan secara sejajar/paralel dimana tidak terdapat bukti permukaan erosi, namun hanya bisa diketahui berdasarkan rumpang waktu atau hilangnya waktu yang besar pada batuan. 4. Nonconformity Ketidakselarasan yang terjadi ketika batuan sedimen menumpang di atas batuan kristalin (batuan metamof atau batuan beku).
C. Orde Sekuen Stratigrafi
Tabel diatas merupakan pembagian orde dari sekuen stratigrafi. Yaitu : Orde 1: Durasi 50 hingga 350 juta tahun, disebut megasekuen , dengan mekanismenya tektonik global, biasanya akibat dari isostatis atau pemekaran lempeng, sehingga membentuk cekungan yang besar dan luas, sehingga menyebabkan timbunya lingkungan pengendapan sedimen. Orde 2: Durasi 5 hingga 50 juta tahun, disebut supersekuen, dengan mekanisme pembentukannya disebabkan karena suplai sedimen yang tinggi, tektonik, serta Eustasi atau perubahan muka air laut secara global, perubahan tersebut dihitung dari pusat bumi. Orde 3: Durasi 0,5 hingga 4 juta tahun, disebabkan oleh eustasi Orde 4: Durasi 0,05 hingga 0,5 Juta tahun. Disebut Parasekuen set, mekanismenya oleh suplai sedimen yang tinggi serta siklus Milankovitch yang mengenai variasi siklus pergerakan yang dialami bumi selama 100.000 dan 400.000 tahun, dipengaruhi oleh Perubahan jalur orbit bumi0 (Eksentrisitas), Kemiringan rotasi bumi (Obliquity), dan Perubahan arah rotasi bumi (Precession) Orde 5: Durasi 0,01 hingga 0,05 juta tahun, disebut parasekuen, disebabkan oleh siklus Milankovitch, suplai sedimen serta proses local yang terjadi Orde 6: Durasinya kurang dari 0,01 juta tahun, yang terbentuk Bed/Bedsheet, mekanisme hanya dipengaruhi oleh Lokal.
Assosiasi Seismik Fasies (Mitchum et al., 1977)
Penampang Sekuen Stratigrafi yang Terpengaruhi Struktur.
Penampang Sekuen Stratigrafi yang tidak terpengaruhi struktur
PERUBAHAN GARIS PANTAI Secara umum pantai di definisikan sebagai daerah di tepi perairan (laut) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi, sedangkan daerah pesisir adalah daratan pantai beserta perairannya dimana pada daerah tersebut masih terpengaruh oleh aktivitas darat maupun laut (Prasetya et al., 1993; mohtarto dan Juwana, 2001). Wilayah pesisir memiliki pengertian suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Lingkungan pantai merupakan suatu wilayah yang selalu mengalami perubahan. Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga cepat, tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Perubahan garis pantai terjadi karena adanya kontak langsung antara daratan dengan lautan yang terjadi secara terus menerus. Hal ini menyebabkan garis pantai dapat mengalami akresi dan abrasi. Akresi merupakan penambahan daratan ke arah laut, hal ini didominasi oleh pasokan sedimen secara terus menerus dari muara sungai dengan gelombang dan arus laut yang tidak terlalu besar sehingga sedimen tersebut terendapkan di pesisir bahkan sepanjang pantai. Abrasi merupakan pengikisan daratan oleh gelombang dan arus laut. Perubahan garis pantai baik maju atau mundur menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya pemanfaatan lahan; bertambah atau berkurangnya luas daratan; terancamnya aktivitas manusia dan lain sebagainya. Terlepas dari faktor manusia yang menyebabkan perubahan, faktor lain yang sangat berpengaruh adalah faktor alam (Efendi et al., 1981 dalam Hermanto, 1986).
Menurut Bowen and Inman (1966) dalam Komar (1976) perbandingan dari penambahan dan pengurangan sedimen merupakan keseimbangan yang akan merefleksikan kestabilan morfologi pantai, sebab bila terjadi akresi (pengendapan) maka akan terjadi penambahan pada pantai, sebaliknya bila terjadi abrasi akan terjadi pengurangan pada pantai, dinamika yang terjadi akan yang terjadi mempunyai skala waktu (bulan, tahun, dekade bahkan abad) dan ruang (dari suatu daerah pantai, lokal, regional, sampai tingkat nasional).
Gambar 1.2 perubahan garis pantai Di Indonesia umumnya perubahan morfologi pantai diakibatkan oleh abrasi pantai yang disebabkan oleh sirkulasi arus, dinamika gelombang dan interaksi faktor-faktor tersebut dengan sedimen serta faktor manusia (Diposaptono, 2004). Faktor Penyebab Perubahan Garis Pantai 1. Gelombang Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang tergantung pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut. Gelombang dapat menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai (Triatmodjo, 1999). Apabila gelombang yang terjadi membentuk sudut dengan garis pantai, maka akan terjadi dua proses angkutan sedimen yang bekerja secara bersamaan, yaitu
komponen tegak lurus dan sejajar garis pantai. Sedimen yang tererosi oleh komponen tegak lurus pantai akan terangkut oleh arus sepanjang pantai sampai ke lokasi yang cukup jauh. Akibatnya apabila ditinjau di suatu lokasi, pantai yang mengalami erosi pada saat terjadi badai tidak dapat terbentuk kembali pada saat gelombang normal, karena material yang tererosi telah terbawa ke tempat lain. Dengan demikian, untuk suatu periode waktu yang panjang, gelombang datang akan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menyebabkan mundurnya (erosi) garis pantai (Triatmodjo, 1999).
Gambar 1.3. Proses Pembentukan Pantai oleh Gelombang (Triatmodjo,1999) Menurut Pratikto et al. (1997), Gelombang yang datang mendekati pantai cenderung mengepung tanjung, dan mengkonsentrasikan energinya disisi muka dan samping tanjung tersebut. Perlindungan ekstra sangat diperlukan untuk daerah pantai yang memiliki bagian yang menjorok kelaut. Sementara di daerah teluk, dimana garis pantai lebih panjang dibanding tanjung, energi gelombang cenderung disebar ke sepanjang garis pantai.
Gambar 1.4 Pengaruh Bentuk Pantai terhadap Daya Penghancur Gelombang (Pratikto et al.,1997) 2. Arus Transpor masa dan momentum dalam penjalaran gelombang menimbulkan arus di dekat pantai. Di beberapa daerah yang dilintasinya, perilaku gelombang dan arus yang ditimbulkan berbeda. Di daerah lepas pantai (offshore zone) gelombang menimbulkan gerak orbit partikel air, gerak orbit partikel air tidak tertutup sehingga menimbulkan transpor masa air. Transpor tersebut dapat disertai dengan terangkutnya sedimen dasar dalam arah menuju pantai (onshore) dan meninggalkan pantai (offshore). Gelombang pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan sedimen dasar.gerak massa air tersebut disertai dengan terangkutnya sedimen. Arus yang terjadi si surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di dalam analisis pantai, dimana sangat tergantung pada arah datang gelombang (Triatmodjo, 1999).
Gambar 1.5 Arus di Dekat Pantai (Triatmodjo, 1999)
Triatmodjo (1999) menyebutkan Arus pasang terjadi pada waktu pasang dan arus surut terjadi pada saat periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat di mana arus berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titk balik ini isa terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol. Arus sepanjang pantai dapat juga dibentuk oleh pasang surut permukaan laut. Diperairan sempit seperti teluk dan selat, pasang surut merupakan penyebab utama, dan kecepatan arus yang dihasilkan dapat mencapai 2 knot (1m/det) (Pratikto et al., 1997). 3. Pasang surut Pasang surut adalah flutuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adalah gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Mesipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, msks pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari (Triatmodjo, 2003). Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu: a. Pasang Surut Harian Tunggal yaitu dalam satu hari terdapat satu kali pasang dan satu kali surut. b. Pasang Surut Harian Ganda yaitu dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut. c. Pasang Surut Campuran condong keharian tunggal yaitu dalam satu hari terdapat satu kali pasang dan satu kali surut tapi kadang-kadang terjadi dua kali pasang atau dua kali surut. d. Pasang surut campuran condong keharian ganda yaitu dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut namun tinggi dan periodenya sangat berbeda (Triatmodjo, 1999). 4. Angin Menurut Setiono (1996), angin merupakan massa udara yang bergerak hampir horizontal. Sirkulasi dilautan dimana keadaan atmosfer (terutama angin) memainkan peranan penting dalam mengendalikan gerakan permukaan laut meskipun pengaruhnya terbatas sampai kedalaman kurang kebih 100 meter. 5. Transport sedimen Siebold dan Berger (1993) dalam Setiyono (1996) menyebutkan bahwa sumber sedimen laut berasal dari angin, vulkanik, dan masukan dari sungai yang sebagian besar
dihasilkan dari pelapukan batuan diatas daratan. Menurut Poerbandono (2005), sedimen adalah material yang berasal dari fragmentasi (pemecahan) batuan. Pemecahan tersebut terjadi karena pelapukan (weathering) yang dapat berlangsung secara fisik, kimiawai atau biologis. Sedimen adalah bahan utama pembentuk morfologi (topografi dan batimetri) pesisir. Berubahnya morfologi pesisir terjadi sebagai akibat berpindahnya sedimen yang berlangsung melalui mekanisme erosi, pengangkutan (transport) dan pengendapan (deposition). Transpor sedimen pantai adalah gerakan sdimen pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus pembangkitnya. Transpor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama yaitu, transpor sedimen dengn bentuk mata gergaji di garis pantai dan transpor sedimen sepanjang pantai di surf zone.Analisis imbangan sedimen dapat memperkirakan daerah pantai yang mengalami erosi atau akresi (sedimentasi). Sedimen yang masuk di daerah pantai yang ditinjau meliputi suplai sedimen dari sungai, material yang berasal dari erosi tebing, angkutan sedimen sepanjang pantai dan tegak lurus pantai (onshore transport). sedimen yang keluar adalah angkutan sedimen sepanjang pantai dan tegak lurus pantai (offshore transport) dan penambangan pasir (Triatmodjo, 1999).
Gambar 1.6 Transpor Sedimen Sepanjang Pantai (Triatmodjo, 1999)
STUDI KASUS: ANALISA PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PESISIR TIMUR LAUT BALI DENGAN MENGGUNAKAN DATASET PENGINDERAAN JAUH (STUDI KASUS LOKASI SITUS KAPAL USAT LIBERTY, TULAMBEN)
Abstrak Tulamben merupakan salah satu primadona pariwisata di Kabupaten Karang Asem, Bali. Keberadaan Kapal Karam USAT Liberty dan keindahan panorama bawah laut merupakan daya tarik terbesar bagi wisatawan yang datang ke Tulamben dan sekitarnya. Situs ini terancam kelestariannya karena posisinya berada pada lereng pantai yang cukup terjal dan akan terkena dampak dari tingginya kejadian abrasi yang diakibatkan oleh badai laut. Oleh karena itu, analisa perubahan garis pantai dilakukan untuk mengetahui karakteristik perubahan garis pantai di pesisir Timur Laut Bali. Berdasarkan hasil pengamatan garis pantai dari tahun 1942 hingga 2013 dengan acuan Army Map Service (AMS) U.S, 1942 dan citra satelit Landsat perekaman tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013, ditemukan sejumlah lokasi yang mengalami abrasi dan akresi. Hasil analisa menunjukkan bahwa abrasi tertinggi terjadi di Kubu, Kabupaten Karang Asem dengan kejadian abrasi -0.68 m/th dan kejadian akresi tertinggi terjadi di Penuktukan, Kabupaten Buleleng dengan kejadian akresi 1.21 m/th, rata- rata laju perubahan garis pantai di Timur Laut Bali berdasarkan analisa GIS berkisar -1.60 m/th atau 113.36 m dari garis pantai telah hilang sejak tahun 1942. Hasil - hasil yang didapat sesuai dengan temuan dan kondisi di lapangan. I.
PENDAHULUAN Pada saat ini, Tulamben merupakan ranking pertama untuk wisata bahari di Indonesia menurut World Tourism Organization. Jumlah Turis tahun 2011 ke Kabupaten Karang Asem adalah 416.363 orang. Fitur garis pantai berkaitan dengan berbagai proses dinamika alami pantai yang sangat penting dalam pengelolaan kawasan pesisir. Monitoring kawasan pantai sangat penting bagi perlindungan lingkungan serta pembangunan negara. Informasi perubahan garis pantai sangat penting dalam berbagai kajian pesisir. Teknologi yang mudah dan cepat untuk pemantauan perubahan garis pantai adalah dengan menggunakan teknologi Penginderaan Jauh melalui perekaman citra
satelit sebagai datanya. Salah satunya adalah dengan menggunakan data hasil perekaman citra satelit Landsat. Salah satu sensor yang dibawa adalah Thematic Mapper (TM) yang memiliki resolusi spasial 30 × 30 meter. Sensor ini terdiri dari 7 band yang memiliki karakteristik berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan (Lillesand and Kiefer, 1990). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui laju perubahan garis pantai di pesisir Timur Laut Bali dengan menggunakan citra satelit Landsat. Daerah kajian difokuskan pada daerah yang diketahui telah mengalami abrasi serta akresi. II.
METODE PENELITIAN Deskripsi Wilayah Lokasi penelitian di pesisir Timur Laut Bali, yang secara administrasi berada di Kabupaten Karang Asem dan Kabupaten Buleleng, di batasi oleh batas admistratif tiap Desa pesisir, pengambilan daerah penelitian ini dilakukan berdasarkan cakupan citra satelit.
Gambar 2.1 Lokasi Penelitian Panjang garis pantai daerah penelitian berdasarkan analisa citra satelit yaitu 80.8 Km dan berada pada koordinat 115°13'8.01"E - 8°3'58.41"S dan 115°37'51.33"E - 8°19'40.66"S seluruhnya mengalami abrasi dengan derajat yang berbeda-beda dan terdapatnya sedikit lokasi yang mengalami akresi, ini merupakan salah satu indikasi kemungkinan tingginya abrasi akibat cross-shore transport di mana sebagain besar pasir hilang terdeposisi ke bagian laut yang lebih dalam pada saat badai laut.
Hal ini menyebabkan sulitnya pasir untuk kembali lagi ke lokasi semula karena dalamnya batimetri (jurang) pada jarak horisontal yang cukup dekat. Fenomena longshore transport juga ditemui di daerah ini karena tingginya abrasi di beberapa tempat setelah tempat lain yang bersebelahan ditambahi bangunan pelindung pantai (seawall).
Longshore
transport
di
daerah
ini
tinggi
karena
karakteristik
angin/gelombang yang cenderung dominan dari arah timur dan tenggara (Husrin, 2013). Diagram Alir Penelitian Rangkaian pengerjaan dalam kajian perubahan garis pantai di Pesisir Timur Laut Bali secara diagram alir penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut; pertama dengan menginventarisasi data citra satelit Landsat yang selanjutnya dilakukan pemotongan citra dari hasil pemotongan citra tersebut dapat dilakukan koreksi geometrik yang selanjutnya dilakukan penajaman citra kemudian dilakukan digitasi, selanjutnya seluruh hasil digitasi garis pantai akan dibandingkan dengan referensi garis pantai dari peta Army Map Service (AMS) U.S, 1942 secara tumpang susun (overlay). Hasil overlay tersebut dapat menggambarkan perubahan garis pantai Timur Laut Bali.
Gambar 2.2 Diagram Alir Penelitian III.
Hasil dan Pembahasan Analisis perubahan garis pantai menggunakan data citra satelit Landsat Path/Row 117/06 yang meliputi daerah penelitian dan data pengamatan lapangan pada bulan Juli 2012. Citra yang digunakan adalah citra satelit Landsat perekaman tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 dengan resolusi 30 × 30 m yang tidak ada ganguan awan pada lokasi penelitian sehingga mempermudah analisa. Selanjutnya
citra tersebut dipotong sesuai daerah yang dianalisis, kemudian dilakukan koreksi radiometrik dengan metode penyesuaian histogram.
Gambar 2.3 Hasil digitasi tahun perekaman 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 pada citra satelit Landsat
Peta lokasi abrasi/akresi di pesisir timur laut Bali
Berdasarkan hasil penelitian, proses yang menyebabkan USAT Liberty berada di tempatnya yang sekarang adalah dikarenakan proses abrasi yang kuat yang terjadi sangat signifikan dan secara terus menerus sehingga menyebabkan USAT Liberty yang asalnya terdampar di pantai menjadi semakin jatuh ke kedalaman dikarenakan dudukan pasir di bawah badan kapal USAT Liberty habis tersapu erosi oleh arus dan gelombang. Hingga saat ini, semua tulisan dan publikasi yang ada menyebutkan bahwa tremor dari kejadian letusan Gunung Agung Tahun 1963 adalah penyebab utama USAT Liberty terdorong ke laut. Akan tetapi hasil penelitian kami dan hasil wawancara dengan sesepuh desa Tulamben mengatakan bahwa proses alam yang secara signifikan “menjatuhkan” USAT Liberty dari dudukannya di pantai Tulamben ke tempat yang lebih dalam adalah proses erosi yang terjadi secara terus menerus. Dengan demikian, bukan kapalnya yang terdorong dan bergeser semakin ke tengah laut yang lebih dalam akan tetapi kapalnya semakin jatuh ke bawah di lokasi yang tetap. Tremor Gunung Agung juga mungkin ikut berpengaruh akan tetapi erosi adalah proses dinamika pantai dan laut yang paling dominan di lokasi tersebut.
Gambar 11. Evolusi Pantai Timur dan sekitarnya serta keberadaan USAT Liberty (Husrin, 2013)
IV.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian perubahan garis pantai di pesisir Timur Laut Bali dengan menggunakan citra satelit Landsat tahun 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 dan data lapangan Tahun 2013 dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa lokasi penambahan pantai (akresi) yaitu desa Les Kabupaten Buleleng dan pengurangan pantai (abrasi) umumnya sepanjang pantai Timur Laut Bali yang diduga disebabkan oleh fenomena alam (arus dan gelombang yang besar) dan tremor dari kejadian letusan Gunung Agung Tahun 1963 serta akibat aktivitas manusia seperti penambangan bahan galian C serta buangan limbah tambak dan Berdasarkan analisis tumpang susun (overlay) data satelit Landsat 1989, 1995, 1997, 2003, 2005, 2009 dan 2013 secara umum ditemukan perubahan garis pantai yang menjorok kearah daratan (erosi atau abrasi). Proses abrasi lebih dominan ditemukan di sepanjang pantai timur Laut Bali. Laju perubahan garis pantai terbesar yakni -48.52 m/tahun di desa Kubu tepatnya di sepanjang aktivitas tambang galian C. Secara umum, rata-rata laju perubahan garis pantai di pesisir timur Laut Bali adalah -1.60 m/thn.