BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Mayoritas perempuan muda di sebagian besar wilayah dunia, mulai aktif secara seksual pada umur belasan tahun. Proporsi kasarnya, di Negara-negara Amerika Latin dan Karibia sekitar setengah sampai dua pertiga, di Negara-negara maju mencapai tiga perempat atau bahkan lebih, dan di berbagai nagara Afrika Sub-Sahara lebih dari 9 dalam 10. Pada sebagian masyarakat, perempuan melakukan hubungan seks pada masa remaja karena mereka diharapkan menikah dan melahirkan anak pada usia muda. Pada masyarakat lainnya, pernikahan biasanya dilangsungkan pada usia sedikit lebih tua, tetapi seks pra-nikah sudah biasa. Sebagian masyarakat dapat dipastikan sedang berada dalam masa transisi dari norma social yang satu ke yang lain. Terlepas dari norma yang mempengaruhi para perempuan usia muda, hubungan seksual yang dimulai pada usia belasan tahun mengandung resiko-resiko tertentu. Contohnya, para perempuan yang menikah pada usia muda sering tidak bias banyak berbicara dalam pengambilan keputusan mengenai kesuburan dan kesempatan yang terbatas untuk mengenyam pendidikan atau keterampilan kerja. Para perempuan yang hamil di luar nikah mungkin harus memutuskan apakah akan menggugurkan kandungannya atau tetap mengasuh anaknya di luar perkawinan. Perempuan, baik yang menikah maupun tidak, sangat rentan terhadap penyakit menular seksual serta perempuan yang sering melahirkan pada usia muda beresiko melemah kesehatannya. Para remaja dewasa ini, geberasi terbesar dalam usia 10-19 tahun di dalam sejarah, beranjak dewasa di dunia yang sangat berbeda daripada dunia di waktu para orangtua mereka beranjak dewasa. Meskipun laju perubahan berbeda di antara dan di dalam wilayah dunia, masyarakat berada di dalam keadaan kesempatan baru yang membingungkan bagi para pemuda. Perbaikan di bidang transportasi dan komunikasi membuka kesempatan bagi para pemuda, bahkan yang tinggal di daerah-daerah terpencil mengenal orang-orang dengan tradisi dan nilai-nilai kehidupan yang berbeda, walaupun dunia semakain urban dan industrialisasi menawarkan godaan kemajuan dan kesempatan. Tetapi, tanpa pendidikan dan latihan yang memadai, para remaja tidak akan mampu memenuhi tuntutan lingkungan pekerjaan modern, dan tanpa bimbigan orang tua,
masyarakat serta para pemimpin pemerintahan, para remaja mungkin tidak siap untuk menilai hasil dari keputusan yang diambil mereka. Kendati demikian, di dunia berkembang, dimana kemiskinan luas dan berkepanjangan, sejumlah keluarga mungkin terpaksa menggagalkan pendidikan anak-anak kalau tenaga mereka dibutuhkan untuk membantu rumah tangga. Di sebagian besar Negara, 70-100% anak-anak mendaftar di sekolah dasar, tetapi lamanya waktu yang digunakan untuk belajar di sekolah berbada sekali. Umpamanya, sementara 80% perempuan muda di beberapa Negara berkembang memperoleh pendidikan dasar, sekurangnya tujuh tahun masa belajar, tetapi di banyak daerah Afrika Sub-Sahara hanya 25% atau kurang dari itu yang memperoleh pendidikan serupa. Pemerintah-pemerintah bertujuan untuk menyediakan pendidikan dasar yang dapat diperoleh secara luas. Oleh sebab itu, perempuan muda di hampir semua Negara boleh dikatakan lebih mungkin memperoleh pendidikan dasar daripada yang dulu didapatkan oleh ibu mereka, dan didunia berkembang perbedaannya bias sangat besar. Misalnya, di Sudan, 46% remaja berumur 15-19 tahun sudah menempuh tujuh tahun atau lebih masa sekolah, dibandingkan dengan 5% dari para wanita berumur 40-44 tahun. Begitupun, disparitas, terutama di segi sosio-ekonomi dan di lingkungan kehidupan, masih bertahan. Di sebagian Negara berkembang, kemungkinan perempuan muda kota untuk memperoleh pendidikan dasar adalah 2-3 kali lipat dibanding dengan perempuan-perempuan yang berada di pedalaman. Jika para pembuat kebijakan dan perencana program akan membuat keputusan atas dasar informasi mengenai kebutuhan-kebutuhan pendidikan, ekonomi dan kesehatan penduduknya, mereka harus mengantisipasi jumlah orang yang pada tahun-tahun mendatang akan berbagi-guna sumber-sumber negara dan apakah wilayah atau kelompok demografi tertentu kemungkinan akan meluas atau menyempit. Untuk itu mereka harus mengukur pola perilaku, dan karenanya sebagian besar negara-negara menggunakan sensus atau survai contoh berskala besar untuk mengumpulkan informasi mengenai perilaku kesehatan reproduksi, kesuburan perempuan, dan sebagian kecil lelaki dalam populasinya. Pengumpulan data seperti itu merupakan dasar bagi laporan Institut Alan Guttmatcher "Into A New World: Young Women's Sexual and Reproductive Lives" darimana ringkasan ini dipersiapkan. Laporan ini mengkonsolidasi data dari 53 negara, 47 negara berkembang dan 6 negara maju yang mewakili 75% populasi dunia.
Bagi 46 dari negara tersebut sumber data utama berasal dari survai Demografi dan Kesehatan, satu program dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (U.S. Agency for International Development), yang membantu negara-negara berkembang mengumpulkan data yang mereka perlukan. Di negara-negara selebihnya Cina dan 6 negara industri dapat diperoleh survai pemerintah yang berisikan data banding. Sementara sejumlah rintangan masa remaja sifatnya sama bagi semua remaja, masa-masa remaja lebih sulit bagi kaum wanita. Meskipun sebagian usia 10-19 baru mulai mengalami perubahan-perubahan yang datang bersama masa pubertas, banyak mulai mengalami hubungan seksual atau perkawanan. Dan setiap tahun, kira-kira 14 juta perempuan muda berumur 15-19 melahirkan. Melahirkan anak pada usia remaja di dunia berkembang adalah soal biasa, di mana proporsi yang telah melahirkan anak pertama sebelum umur 18 biasanya antara seperempat dan setengah (Grafik 1). Sebaliknya, di dunia maju, dan di sebagian kecil negara berkembang, kurang dari satu dalam 10 melahirkan anak pertama pada usia remaja. Grafik 1: Proporsi wanita yang melahirkan anak pertama mereka sebelum usia 18 tahun berkisar dari 1% di Jepang sampai 53% di Niger.
Bagi seorang wanita, pernikahan awal dan, terutama, melahirkan anak, mempunyai pengaruh yang dalam dan berkepanjangan terhadap kesejahteraan, pendidikan dan kemampuan memberikan sumbangsih terhadap masyarakatnya. Begitupun, faktor-faktor kompleks, baik yang berupa fisik, maupun kekeluargaan dan kebudayaan yang sering kurang dipahami, menentukan siapa dan kapan seseorang akan menikah; siapa akan memulai aktivitas seksual pra-nikah, siapa akan mulai melahirkan pada masa remaja; dan siapa akan melahirkan di luar nikah. Data yang ada
menunjukkan bahwa sementara kebutuhan dan pengalaman remaja berbeda di seluruh dunia namun ada persamaan yang terdapat di berbagai lintas nasional dan regional.
BAB II ISI 2.1
Waktu Seks dan Perkawinan Berbeda Perkawinan menandai sebuah transisi penting di dalam kehidupan individu, dan jadwal peristiwa itu dapat mendatangkan dampak yang dramatis terhadap masa depan seorang pemuda. Sementara di sebagian masyarakat pengalaman pertama seksual seorang perempuan kemungkinan dengan suaminya, di masyarakatmasyarakat lainnya permulaan aktivitas seksual tidak begitu erat hubungannya dengan perkawinan. Kebiasaan yang berbeda mengenai hubungan dan perilaku seksual, dan cara sebuah masyarakat mengadaptasi perubahan kebiasaan tersebut, dapat menimbulkan dampak yang dalam pada seorang pemuda, keluarganya dan masyarakatnya secara menyeluruh. Paling sedikit setengah perempuan muda di negara Afrika SubSahara, mulai hidup bersama pertama kali sebelum usia 18 tahun. Ini mereka lakukan lewat perkawinan formal secara agama atau hukum, atau dengan persetujuan bersama yang mungkin atau tidak akan
menjurus pada perkawinan. Tetapi, di beberapa negara di daerah itu, hal yang demikian hanya dilakukan oleh satu dari tujuh. Di Amerika Latin dan di Karibia, 20-40% dari wanita muda memasuki hidup bersama, dan di Afrika Utara dan Timur Tengah, proporsinya 30% atau kurang. Di Asia, kemungkinan perkawinan awal berbeda sekali, 73% perempuan di Bangladesh memasuki kehidupan bersama sebelum usia 18, dibandingkan dengan 14% di Filipina dan Sri Langka, dan hanya 5% di Cina. Para wanita di negara maju tidak mungkin kawin sebelum usia 18; walaupun di Perancis, Inggris dan Amerika Serikat sebanyak 1011% melakukannya, tetapi di Jerman dan di Polandia hanya 3-4% wanita semuda ini melakukannya. Perkawinan awal kurang biasa sekarang dibandingkan dengan satu generasi yang lalu, walaupun perbedaan yang luas terdapat di antara dan di dalam daerah-daerah. Misalnya, di Afrika Sub-Sahara proporsi wanita yang telah kawin sebelum umur 18 hampir tidak berubah, di Ghana (39% dari usia 40-44 tahun dibanding 38% usia 20-24 tahun) dan di Pantai Gading (49% dibanding 44%), tetapi di Kenya telah menurun dengan tajam (47% dibanding 28%) sebaliknya, penurunan hebat terjadi di seluruh Asia sedangkan di Amerika Latin dan Karibia tingkat perkawinan awal boleh dikatakan tetap stabil. Di seluruh dunia waktu terjadinya hubungan pertama erat kaitannya dengan hasil pendidikan kaum wanita. Di sebagian besar Afrika Sub-sahara, Amerika Latin dan Karibia angka perkawinan awal, di kalangan wanita yang mempunyai pengetahuan/ pendidikan di bawah pendidikan dasar secara kasar adalah tiga kali lipat daripada para wanita yang sekurangnya bersekolah selama 7 tahun. Perbedaan besar menurut hasil pendidikan juga terdapat di negara-negara maju meskipun angka perkawinan awal relatif lebih rendah. Peradaban di seluruh dunia mempunyai sikap yang berbeda terhadap aktivitas seksual di kalangan orang-orang yang belum nikah. Di Afrika utara, Timur Tengah dan bagian terbesar negara Asia, perempuan muda diharuskan tidak melakukan hubungan seks sampai mereka menikah, dan bukti-bukti yang ada menunjukkan sebagian besar mengikuti norma tersebut. Namun, di sebagian besar Afrika SubSahara wanita remaja yang belum menikah biasa melakukan hubungan seks, yang sering menjurus pada perkawinan formal; di Amerika Serikat dan di sejumlah negara Eropa, hubungan seks di kalangan remaja merupakan soal biasa, tetapi mungkin tidak menjurus pada perkawinan. Banyak di antara masyarakat-masyarakat tersebut membatasi atau mengutuk perilaku seksual bagi para wanita yang belum kawin, tetapi mentolerir bahkan mendorong perbuatan tersebut bagi lelaki yang belum kawin. Sebagai akibatnya lelaki lebih mungkin
mengambil prakarsa aktivitas seksual ketimbang wanita di luar perkawinan dan mereka melakukannya pada usia yang lebih muda. Menunda perkawinan sampai masa remaja berfaedah bagi para wanita, tetapi juga membuat mereka rentan terhadap risiko tertentu. Seorang wanita yang menunda perkawinan mungkin dapat melanjutkan pendidikannya, mungkin bisa memegang peran yang lebih besar dalam memutuskan kapan dan dengan siapa dia akan kawin, dan mungkin akan mempunyai lebih banyak pengaruh terhadap apa yang terjadi dalam perkawinan dan keluarganya. Begitupun, besar kemungkinan dia akan terlibat dalam prilaku seksual pra-nikah, yang mengandung risiko tidak diinginkan dan terkena infeksi penyakit menular seksual (PMS). Umumnya orang menganggapa bahwa penyakit seksual idem ditto dengan jenis penyakit seksual menular. Namun tidak seperti anggapan orang bahwa PMS adalah kasus langka, PMs merupakan kasus umum. Diperkirakan 1 dari 3 orang di seluruh dunia pernah mengidap PMS. Separuh terjadi di Asia. Sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun karenanya. Itu di luar meninggal karena AIDS. Pada tahun 2002, WHO melaporkan bahwa terdapat lebih dari 11 juta kasus baru PMS khusus untuk jenis sipiis, klamidia dan gonore saja. Dari jumlah itu, 3 juta lebih terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. PMS disebabkan oleh virus, bakteri sampai anthropoda. Beberapa PMS yang disebabkan oleh virus adalah AIDS, herpes, dan genital warts. Penanganan terhadap PMs yang disebabkan oleh virus masih belum ditemukan standar baku. Namun gejala yang menyertai penyakit itu bias ditangani. Adapun gonore, kalimidia, dan sifilis adalah contoh PMS yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu penanganannya bias menggunakan antibiotic. Manusia diketahui tidak dapat membangun antibodi terhadap beberapa PMS sehingga tidak ada peluang bagi pelaku hubungan seksual untuk tidak terjangkit PMS apabila berhubungan seksual dengan pasangan yang telah terjangkit PMS. Suatu hal yang umum adalah tidak munculnya gejala PMS pada tahap awal atau bahkan tidak muncul gejala sama sekali. Tahu-tahu sudah parah dan merusak jaringan tubuh. Itu sebabnya harus sering cek kesehatan jika Anda memiliki resiko tertular PMS. Terdapat sekitar 40 jenis penyakit yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Sebagai contoh adalah AIDS, herpes, klamidia, gonore, sifilis, genital warts, hepatitis B, kutu kemaluan, infeksi saluran kencing, granuloma, limpogranuloma, molluscum, trikomoniosis, radang pelvik, dan vaginitis. Berikut adalah ragam jenis penyakit menular seksual yang umum ditemui dalam masyarakat, sehingga telah sangat dikenal. 1. Herpes Herpes disebabkan oleh virus yang diberi nama herpes simplex virus. Gejalanya berupa kemunculan gelembung merah pada kulit yang hilang-timbul. Biasanya penderita mengeluh karena menjadi demam, sakit ketika kencing, rasa terbakar dan nyeri pada organ genital atau gejala lainnya. Gejala tersebut muncul setelah 2 sampai 20 hari tertular. Penularannya melalui hubungan seksual, pergesekan kulit dan pertukaran cairan tubuh. 2. Klamidia Penyakit ini disebabkan oleh bakteri chlamydia trachomatis. Diperkirakan terjadi pada 200 orang diantara 100 ribu orang, atau sekitar 0,2 % dari seluruh populasi. Pada perempuan, gejalanya berupa rasa nyeri saat berhubungan seks dan kencing, demam dan lainnya. Pada laki-laki gejalanya bisa berupa iritasi sekitar penis, peradangan testis, nyeri dan terbakar saat kencing, dan lainnya. Klamidia bisa menyebabkan kemandulan dan kehamilan di luar rahim atau hamil anggur. 3. Genital Warts (kutil kelamin) atau HPV Penyakit ini disebabkan oleh human papillomaviruses (HPVs). Para peneliti mempercayai bahwa 90-95% terjadinya kanker mulut rahim disebabkan karena genital warts. Selain kanker mulut rahim, penyakit ini juga dituding sebagai penyebab bagi tumor vulva, vagina dan penis. Gejalanya adalah gatal atau rasa terbakar pada organ seks dan tumbuhnya kutil. 4. Gonore atau kencing nanah Gonore diderita oleh 0,2% seluruh populasi penduduk. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri neisseria gonorrhoea. Bakteri ini menyerang vagina, mulut rahim dan rahim, penis, kerongkongan, anus, dan alat genital lainnya. Pada laki-laki muncul nanah berwarna putih atau kuning kehijauan dari penis. Pada perempuan bisa muncul perdarahan,
demam, iritasi anus, sakit saat berhubungan seksual dan pada saat menstruasi terjadi perdarahan berlebihan. Saat kencing terasa panas, nyeri dan gatal. Sejumlah 10% kemandulan disebabkan oleh penyakit ini. 5. Sifilis atau raja singa Penyakit ini disebabkan oleh bakteri treponema pallidum. WHO melaporkan sekitar 4.200.000 orang menderita sifilis di seluruh dunia pada tahun 2002. Itu artinya sejumlah 0,2 % dari seluruh populasi. Adapun yang meninggal pada tahun itu berkisar 150.000 orang. Sifilis bisa menyerang semua organ tubuh., termasuk jantung dan syaraf. Pada tahap parah, sifilis bisa menyebabkan kebutaan, gangguan mental, gangguan syaraf, abnormalitas jantung dan bahkan kematian. Penularannya melalui hubungan seksual vaginal, anus, maupun oral. Jika ibu menderita sifilis, maka 60-80% bayinya sangat mungkin tertular. Hampir 50% bayi yang terinfeksi dalam kandungan akan meninggal sesaat sebelum atau sesudah dilahirkan. 6. Hepatitis B Penyakit ini menyerang hati dan disebabkan oleh virus hepatitis B. Pada stadium lanjut, bisa menimbulkan sirosis (pengerutan hati) dan kanker hati. Belum ada obat yang diketahui bisa mengobati penyakit ini. Namun vaksinasi diketahui cukup ampuh mencegah timbulnya hepatitis B. WHO melaporkan pada tahun 2002 saja terjadi infeksi hepatitis B pada sekitar 2,170,000 orang di seluruh dunia. Khusus di Asia tenggara hampir 600 ribu orang terjangkit oleh penyakit ini. 7. Trikomoniosis Penyakit ini disebabkan protozoa bersel satu yang disebut trichomonas vaginalis. Pada perempuan gejalanya bisa berupa gatal, nyeri dan rasa terbakar pada vagina, kencing berlebihan, menghasilkan cairan berbusa yang berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap, gatal sangat hebat atau lainnya. Pada laki-laki gejalanya berupa rasa sakit dan sulit kencing, rasa menggelitik di dalam penis, dan lainnya. Berbeda dengan PMS lainnya yang mati begitu diluar tubuh, bakteri atau protozoa penyebab trikomoniosis bisa hidup diluar tubuh selama beberapa jam. Bisa berada di toilet, di handuk basah, cairan tubuh dan lainnya. Dihadapkan pada kehamilan yang tidak diinginkan, seorang wanita yang tetap tidak menikah, harus memutuskan apakah dia akan
memelihara anak di luar nikah tersebut atau melakukan pengguguran; di negara di mana pengguguran dilarang atau sulit diperoleh, banyak wanita akan melakukan pengguguran gelap. Para wanita yang aktif seksual baik yang nikah ataupun yang tidak bisa terkena (PMS), namun risikonya lebih besar bagi mereka yang tidak kawin karena mereka mempunyai banyak partner. 2.2
Melahirkan Anak Sering Dimulai Pada Usia Muda Di sebagian masyarakat kaum wanita dianjurkan untuk memulai keluarga pada usia muda. Proporsi wanita yang melahirkan anak mereka yang pertama sebelum usia 18 tahun sangat besar hampir di seluruh Afrika Sub-Sahara (misalnya sekitar seperlima di Namibia dan setengah di Niger); kurang dari seperlimanya di bagian terbesar Asia (kecuali di India dan Bangladesh di mana proporsinya masing-masing 30% dan 50%). Di Amerika Latin dan Karibia 12-28% wanita, pertama kali melahirkan pada usia 15-17 tahun; di Afrika Utara dan di Timur Tengah 3-27% wanita melahirkan seawal ini. Sekitar setengah dari jumlah para wanita yang mempunyai pendidikan dasar kemungkinan mulai berkeluarga sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan wanita yang kurang pendidikan. Jumlah perempuan muda umur belasan tahun yang melahirkan lebih rendah di Afrika dan Timur Tengah, namun perbandingan berdasarkan tingkat pendidikan adalah lebih besar. Di negara-negara maju, pendidikan juga dikaitkan dengan perbedaan di antara para remaja yang melahirkan; di Amerika Serikat perempuan muda belasan tahun yang kurang dari 12 tahun bersekolah kemungkinan melahirkan sebelum usia 18 tahun, adalah enam kali lipat lebih besar daripada mereka yang lebih banyak waktunya digunakan untuk bersekolah. Walaupun sebagian besar remaja yang mempunyai anak sudah menikah, namun proporsi yang belum kawin juga besar. Di sebagian besar Afrika Sub-Sahara, sepertiga kelahiran terjadi pada wanita remaja yang belum menikah usia 15-19 tahun; di Burkina Faso, Mali, Niger dan Nigeria proporsinya sangat rendah (4-6%), tetapi melampaui tiga perempat di Botswana dan Namibia. Khususnya di Amerika Latin dan Karibia 12-25% remaja yang melahirkan belum nikah. Di negaranegara maju; kecenderungan melahirkan anak tanpa nikah semakin besar; di Perancis, Jerman dan Inggris dan Amerika Serikat lebih dari setengah yang melahirkan tidak menikah. Data survai menunjukkan bahwa proporsi ibu remaja yang belum ada rencana untuk beranak, berbeda di dalam dan di antara wilayah.
Di Amerika Latin dan Karibia antara seperempat dan setengah para ibu muda mengatakan mereka melahirkan tanpa direncanakan; di Afrika Utara dan di Timur Tengah proporsinya dari 15 sampai 30%. Sekitar 1016% kelahiran pada perempuan usia muda yang terdapat di India, Indonesia dan Pakistan tidak direncanakan dibandingkan dengan 2024% di Asia selebihnya. Variasinya bahkan lebih besar di Afrika SubSahara - dari 11-13% di Niger dan Nigeria sampai 50% atau lebih di Botswana, Ghana, Kenya, Namibia dan Zimbabwe. Sebagian yang cukup besar dari remaja yang melahirkan di negara-negara maju juga tidak direncanakan - misalnya, 66% di Amerika Serikat. Oleh karena kemudahan untuk memperoleh pendidikan semakin meningkat dan manfaat menunda kelahiran anak semakin luas dipahami, di sejumlah negara beranak pada usia muda, yang dulunya merupakan satu soal biasa, sekarang semakin menurun. (Tabel 1). Di beberapa bagian Asia para wanita usia 20-24 dan wanita usia 40-44 tahun, kira-kira sama-sama punya kemungkinan 80% telah melahirkan anak pertama pada usia remaja; di bagian lainnya di wilayah itu kemungkinan hal seperti ini terjadi hanya setengah atau dua pertiga. Di Afrika dan Timur Tengah melahirkan anak di waktu remaja telah menurun kira-kira seperempat sampai setengahnya. Sebaliknya, penurunan yang lebih kecil terjadi di Afrika Sub-Sahara dan di beberapa negara, perempuan remaja lebih punya kemungkinan melahirkan anak daripada perempuan remaja satu genarasi sebelumnya. Di Amerika Latin dan Karibia tingkat perubahan perempuan melahirkan anak pada waktu usia muda, berbeda-beda. Misalnya, penurunan sebesar 37% terdapat di Republik Dominika, tidak terdapat perubahan di Bolivia, sedangkan di Brazil ada sedikit kenaikan. Menunda waktu beranak menguntungkan para wanita muda karena dengan demikian mereka mempunyai lebih banyak waktu untuk menempuh pendidikan serta mengembangkan ketrampilan untuk mempertinggi kemampuan mereka dalam mengurus keluarga dan bersaing di pasar kerja. Hal ini juga dapat menimbulkan dampak dramatis terhadap laju pertumbuhan penduduk, di negeri itu dan di dunia. Di banyak negara berkembang seorang wanita yang telah melahirkan anak pertama sebelum usia 18 tahun, secara rata-rata akan mempunyai tujuh anak. Menunda kelahiran anak pertama sampai menjelang usia awal 20-an mengurangi angka melahirkan rata-rata baginya, hingga kira-kira lima.
2.3
Aktivitas seksual menimbulkan berbagai risiko kesehatan Melahirkan - terutama kelahiran bayi pertama - mengandung risiko kesehatan bagi semua wanita. Bagi seorang wanita yang kurang dari usia 17 tahun, yang belum mencapai kematangan fisik, risikonya semakin tinggi. Remaja usia muda, terutama mereka yang belum berusia 15 tahun lebih besar kemungkinanya mengalami kelahiran secara prematur (premature labor), keguguran dan kematian bayi atau jabang bayi dalam kandungan, dan kemungkinannya meninggal akibat kehamilan, empat kali lipat daripada wanita yang lebih tua berusia 20 tahun keatas. Lagipula, bayi mereka lebih besar kemungkinanya lahir dengan berat yang kurang normal dan meninggal sebelum usia satu tahun daripada bayi-bayi yang dilahirkan oleh para wanita dewasa. Di seluruh dunia sejumlah remaja yang hamil tidak mendapat perawatan pra-natal: di Bangladesh, Bolivia, dan Mesir proporsinya lebih dari setengah. Bahkan di kalangan populasi yang kayapun banyak remaja tidak mendapat perawatan atau mengusahakan perawatan ketika mereka sudah hamil tua. Ancaman lain terhadap kesehatan reproduksi wanita muda, ialah ketika mengambil keputusan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan di lingkungan di mana pengguguran tidak dibenarkan oleh hukum atau sukar diperoleh. Dalam situasi seperti ini para remaja mungkin akan mencari orang yang dapat melaksanakan pengguguran gelap; sering orang-orang yang melaksanakan pengguguran ini tidak ahli dan bekerja di bawah kondisi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Di beberapa negara Afrika Sub-Sahara sekitar sepertiga dan seperempat remaja menderita akibat komplikasi yang berhubungan dengan pengguguran; di Kenya dan Nigeria jumlah yang menderita komplikasi parah akibat pengguguran lebih dari setengahnya. Bahkan di daerah dimana pengguguran diizinkan para wanita muda mungkin akan menghadapi risiko komplikasi jika mereka menunda-nunda pelaksanaanya karena sebagian dari mereka tidak mengetahui atau menyangkal tanda-tanda kehamilan awal, atau mereka tidak punya dana untuk pembayaran pengguguran. Infeksi pada sistem reproduksi juga berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kesuburan seorang wanita. Infeksi-infeksi seperti itu terjadi ketika para wanita melahirkan atau melakukan pengguguran di bawah kondisi yang tidak steril, dan ada juga ketularan akibat hubungan seks dengan partner yang menderita infeksi. Setiap tahun
cukup besar proporsi wanita dan pria usia 15-49 ketularan PMS - di negara-negara maju dan beberapa negara berkembang kurang dari 10%, tetapi di bagian terbesar negara berkembang berkisar dari 11 sampai 25%. Para wanita muda khususnya mudah terkena PMS karena mereka kurang memiliki perlindungan antibodi daripada para wanita yang lebih tua, dan ketidak matangan leher rahim mereka mempertinggi kemungkinan terkena bakteri infeksi yang mengakibatkan penularan penyakit tersebut. Dalam masyarakat-masyarakat di mana wanita tidak berhak untuk membuat keputusan mengenai kehidupan mereka, seorang remaja yang takut terkena infeksi dari partnernya mungkin tidak dapat menolak keinginan partnernya untuk melakukan hubungan seks atau bersikeras agar partnernya menggunakan kondom. Sementara para wanita yang tidak menikah mengandung risiko yang lebih besar terkena PMS, bahkan wanita-wanita yang sudah menikah mungkin terancam risiko, jika suami-suami mereka mempunyai banyak hubungan seksual sebelum kawin atau terus melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu partner. Gejala awal bagi wanita yang terkena PMS sering tidak diketahui; akibatnya para wanita mungkin tidak menyadari bahwa mereka terkena infeksi jadi tidak berusaha untuk berobat. PMS yang tidak diobati bisa menimbulkan akibat berat terhadap kesehatan termasuk merusak kesuburan, sakit tulang pinggul kronis, kanker mulut rahim, dan berakibat buruk terhadap anak-anak yang dilahirkan oleh wanita yang terkena infeksi sewaktu hamil. Lagi pula, setengah dari mereka yang menderita infeksi HIV adalah mereka yang berusia kurang dari 25 tahun. Di beberapa negara Sub-Sahara banyak remaja yang hamil menderita HIV positif misalnya, 20-27% di beberapa daerah Botswana, Nigeria dan Rwanda. Kebiasan-kebiasan kebudayaan tertentu ada hubunganya dengan risiko reproduksi kesehatan di kalangan para remaja. Di sejumlah masyarakat, banyak gadis yang di-mutilasi. Komplikasi bisa terjadi akibat pemotongan itu sendiri, dan akibat seumur hidup termasuk sakit kronis sewaktu melakukan hubungan seks, kambuhnya infeksi tulang pinggul, dan sulit ketika melahirkan. Di banyak negara Asia, Amerika Latin dan Karibia para pemuda umumnya mendapat pengalaman seks pertama dengan pelacur. Akhirnya, para pemuda di seluruh dunia mengalami penyalahgunaan seksual, hubungan seks antar keluarga (incest) dan
perkosaan. Di banyak daerah orang-orang muda - terutama mereka yang miskin atau tunawisma dan yang tidak punya ketrampilan untuk bersaing memperoleh pekerjaan yang memerlukan kecakapan menjadi korban eksploitasi seksual guna memperoleh keuntungan komersial. 2.4
Wanita muda memerlukan uluran tangan Para remaja dewasa ini adalah para pemimpin, para pekerja dan para orang tua di masa mendatang. Untuk mengisi peranan ini sebaikbaiknya, mereka memerlukan bimbingan dan dukungan dari keluarga dan masyarakat termasuk perhatian pemerintah yang merasa berkewajiban terhadap perkembangan mereka. Sementara modernisasi ekonomi, urbanisasi dan komunikasi massa merubah prospek dan perilaku para remaja, penyesuaian terhadap cara-cara baru ini kemungkinan kurang menyenangkan dan terkadang sulit. Namun penyesuaian tidak dapat dielakkan. Sebagian besar negara mengakui pentingnya nilai pendidikan bagi para wanita muda. Wanita-wanita muda bahkan yang hanya memiliki pendidikan dasar sajapun, menunda perkawinan dan melahirkan anak dengan waktu kira-kira satu setengah tahun dibandingkan dengan mereka yang tidak bersekolah; mereka yang memiliki pendidikan menengah pertama menundanya lebih lama lagi. Pendidikan juga memperbaiki kesehatan anak dan keluarga si wanita, dan mempermudahnya untuk mempergunakan jasa-jasa dan informasi. Oleh sebab itu pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga sosial lainnya harus menjajaki cara baru yang memungkinkan para keluarga untuk menyekolahkan anak-anak perempuan dan mendorong para wanita muda untuk tetap bersekolah dan menyelesaikan pendidikan dasar mereka. Tidak banyak negara maju dan negara berkembang yang memberikan perhatian yang memadai bagi keperluan kesehatan reproduksi khusus bagi para wanita remaja - dalam banyak hal karena kurangnya sumber, dan dalam hal lainya karena khawatir akan menimbulkan kontroversi. Besarnya keperluan kesehatan reproduksi bersifat perorangan dan tergantung pada usia dan keadaan seorang wanita (Tabel 3). Karena pola perilaku seksual dan perkawinan berbeda di antara wilayah-wilayah dunia (Tabel 4) atau di antara kelompokkelompok kebudayaan, maka proporsi wanita muda dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu juga berbeda. Begitupun, perlunya memperoleh pendidikan dan informasi akurat adalah universal baik bagi gadis kecil, wanita muda, anak laki-laki, para pemuda yang akan menjadi partner seksual, dan suami. Tabel 3 : Terlepas dari aktivitas seksual atau status melahirkan anak semua wanita muda memerlukan layanan
kesehatan reproduksi. Pelayanan yang diperlukan pada masa tahun-tahun remaja Aktivitas Seksual dan status melahirkan anak
Pengobatan Pendidikan Pelayanan dan skrining seksualitas kontrasepsi PMS
Tidak aktif seksual
X
Seks pertama X sebelum nikah
X
X
Seks pertama didalam perkawinan
X
X
X
Hamil atau menjadi ibu
X
X
X
Program untuk para Prawatan Pelayanan pelajar dan pranatal kelahiran ibu-ibu yang hamil
X
X
X
Tabel 4: Pola perkawinan dan perilaku seksual di kalangan para wanita muda berlainnan di wilayah-wilayah dunia yang berbeda. % Wanita sebelum usia 20
Afrika Sub- Asia, Afrika Utara, Timur Amerika Sahara Tenga Latin Karibia
Lima Negara Maju*
Tidak aktif seksual
17
52
44
23
Sudah melakukan seks 83 pertama
†
56
77
sebelum menikah
38
†
28
67
didalam perkawinan
45
48
28
10
Sudah punya satu anak
55
32
34
17
*Perancis, Jerman, Inggris, Polandia dan Amerika Serikat. †Perbandingan informasi nasional mengenai aktivitas seksual di kalangan para wanita belum nikah untuk negara-negara dan wilayah-wilayah ini, tidak diperoleh. Anak-anak kecil dan para remaja sering belajar tentang soal-soal seks dari teman sebayanya, saudara kandungnya, para orang tua dan media, namun informasi yang mereka peroleh melalui saluran ini terbatas dan mungkin banyak salahnya. Petunjuk formal yang disesuaikan dengan umur dan latar belakang pemuda yang bersangkutan merupakan sumber informasi akurat yang penting mengenai hubungan seks, kehamilan, melahirkan anak, kontrasepsi dan pencegahan PMS. Penyeragaman kurikulum umum di negara-
negara maju di mana masa sekolah cukup lama, namun kurang digunakan di negara-negara berkembang, dan pada umumnya tidak dilaksanakan secara nasional; lagipula oleh karena pada umumnya singkatnya masa sekolah di banyak negara, dan tingginya angka putus sekolah di antara para remaja yang kurang mampu ekonominya, maka program pendidikan masyarakat merupakan tambahan yang diperlukan. Program pendidikan seksual komprehensif tidak hanya mencakup fakta-fakta biologi tapi juga menyuguhkan informasi dan ketrampilan praktis kepada para pemuda mengenai soal berkencan, hubungan seks, dan penggunaan kontrasepsi. Meskipun program-program tersebut sering menghadapi oposisi agama atau politik, kebanyakan studi menunjukkan bahwa program-program itu tidak mendorong aktivitas seksual; sebaliknya program-program itu dihubungkan dengan penundaan hubungan seks pertama, dan di kalangan para pemuda yang aktif seksual, dengan cara menggunakan kontrasepsi. Pemerintah-pemerintah bersama dengan lembaga-lembaga terkait dan bahkan media memainkan peran penting dalam memperbaiki kemampuan para wanita untuk melindungi diri terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan PMS. Usaha-usaha khusus diperlukan untuk mendidik dan mendorong kaum pria untuk bekerja sama dengan partner seksualnya dalam menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan kondom untuk mencegah menyebarnya penyakit. Menyediakan jasa-jasa untuk mendiagnosa dan mengobati PMS, serta informasi tentang risiko infeksi, juga sangat penting. Para wanita remaja perlu memperoleh serangkaian jasa kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan mereka, termasuk status perkawinan, jumlah partner dan tujuan-tujuan kesuburan. Sebagian perempuan muda yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan akan mengusahakan pengguguran baik terlarang atau tidak. Di negara-negara di mana pengguguran kandungan memang terlarang, pelayanan itu secara finansial dan georafis harus terjangkau oleh golongan muda. Di mana pengguguran terlarang, banyak wanita akan mengusahakan pengguguran gelap; para wanita harus memperoleh perawatan yang memadai jika mereka menderita komplikasi dari prosedur pengguguran dan pasca-aborsi, termasuk pula bimbingan kontrasepsi dalam menolong para wanita untuk mengelakkan kehamilan berikutnya yang tidak diinginkan. Di banyak negara berkembang pelayanan bagi para wanita hamil dan wanita yang mengasuh anak pada tingkat usia berapapun tidak memadai. Namun para remaja khususnya perlu diberitahu tentang perlunya perawatan pra-natal dan pelayanan-pelayanan tersebut harus bisa mereka peroleh. Pada waktu hamil dan setelah melahirkan mereka juga memerlukan dukungan sosial, mereka memerlukan dukungan dan
perawatan kesehatan baik untuk mereka sendiri, maupun untuk anakanak mereka. Para ibu remaja mungkin memerlukan bantuan mengenai cara menyusui, nasehat tentang gizi dan imunisasi. Banyak yang memerlukan bimbingan kontrasepsi dan pelayanan-pelayanan untuk membantu mereka menunda kehamilan berikutnya. Kerahasiaan merupakan aspek penting dari pelayanan tersebut bagi para remaja yang mungkin merasa kurang enak membahas soalsoal seksual atau mungkin takut dikutuk oleh para keluarga mereka atau masyarakat jika mereka mengungkapkan aktifitas seksualnya. Perawatan yang disediakan terutama bagi para remaja haruslah memperhitungkan pula terbatasnya transportasi dan tipisnya sumber keuangan mereka. Mudah atau tidaknya layanan itu diperoleh oleh para wanita muda akan menentukan sampai dimana para remaja berusaha mendapatkan perawatan kesehatan reproduksi. Masa depan amat tergantung pada kesejahteraan para wanita remaja - sampai dimana mereka memenuhi peranan mereka sebagai ibu, sebagai penyumbang ekonomi, sebagai guru bagi generasi mendatang dan sumber kekuatan bagi masyarakat serta bangsanya. Sementara mereka berjuang mendapatkan tempat yang pantas dan syah di dunia, para wanita dihadapkan pada perjuangan dan tantangan. Namun tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan negara-negara untuk memberikan uluran tangan yang mereka perlukan dan patut mereka peroleh - malah lebih besar.