Makalah Psikologi Pendidikan Kelompok 3.docx

  • Uploaded by: Erna Wati
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Psikologi Pendidikan Kelompok 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,072
  • Pages: 19
MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN Tentang

INTELIGENSI DALAM PEMBELAJARAN Dosen Pembimbing : Muhammad Radian Nur Alamsyah, M.Pd.

1. 2. 3. 4. 5.

Disusun oleh: Nur Fadillah Asmi Safitri Sonia Berlian Sari Yemima Nestaria Anissa Fellytania Maris Ernawati

(1810305063) (1810305015) (1810305044) (1810305052) (1810305025)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TIDAR 2018

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Psikologi Pendidikan dengan judul “Intelegensi dalam Pembelajaran” tepat pada waktunya. Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dengan didukung bantuan dari berbagai pihak sehingga penyusunan makalah berjalan dengan lancar. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Namunn tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan, gaya bahasa, dan aspek lainnya dalam makalah ini. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. Akhirnya penulis sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya. Magelang, 22 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2 DAFTAR ISI ........................................................................... Error! Bookmark not defined. BAB I ......................................................................................................................................... 4 PENDAHULUAN ................................................................................................................. 4 1.1.

Latar Belakang ......................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4 1.3 Tujuan............................................................................................................................ 4 BAB II ........................................................................................................................................ 5 PEMBAHASAN .................................................................................................................... 5 2.1 Definisi Inteligensi ........................................................................................................ 5 2.2 Teori Intelegensi ............................................................................................................ 7 2.3 Tingkatan Inteligensi ................................................................................................... 12 2.4 Pengaruh Inteligensi dalam Belajar............................................................................. 15 2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi ........................................................... 16 BAB III .................................................................................................................................... 17 PENUTUP............................................................................................................................ 17 A. Simpulan .................................................................................................................... 17 B. Saran .......................................................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman cicero yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari seseorang. Inteligensi dikenal di masyarakat sebagai kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.Dalam pendidikan, inteligensi biasanya digunakan untuk mengetahui sejauh mana prestasi belajar siswa setiap individu.Inteligensi sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak belajar disekolah. Terdapat berbagai ragam pendapat mengenai inteligensi. Inteligensi sering juga disamakan dengan IQ. Intelegensi juga dapat dipahami sebagai kemampuan potensial umum, untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan memecahkan masalah. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1Apa definisi dari inteligensi? 1.2.2 Apa teori-teori tentang inteligensi? 1.2.3 Apa saja tingkatan inteligensi? 1. 2.4 Bagaimana pengaruh inteligensi dalam belajar? 1.2.4 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi? 1.3 Tujuan 1.3.1Untuk mengetahui definisi dari inteligensi 1.3.2Untukmengetahui apa saja teori inteligensi 1.3.3 Untuk mengetahui tingkatan dalam inteligensi 1.3.4 Untuk mengetahui pengaruh inteligensi dalam belajar 1.3.5 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Inteligensi Inteligensi berasal dari bahasa latin yaitu “inteligensia”. Sedangkan kata “inteligensia” itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran. Inteligensi merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak belajar disekolah. Isitilah inteligensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu: a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir memegang peranan. b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di dalamnya berpikir memegang peranan pokok. Menurut W. Stem dalam Supriyono mengemukakan inteligensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru.Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Menurut Dalyono (2004:124) inteligensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap sesuatu situasi atau masalah, yang meliputi berbagai jenis kemampuan psikis seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, berbahasa, dan sebagainya. Inteligensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu (Purwanto, 2004:52) Sumantri dkk (2008:4.24) menjelaskan inteligensi adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah dengan cepat, tepat dan mudah. Indikator perilaku inteligensi menurut Whiterington (Sumantri, 2008:4.24) antara lain: a. Kemudahan dalam menggunakan bilangan b. Eisiensi dalam berbahasa c. Kecepatan dalam pengamatan d. Kemudahan dalam mengingat e. Kemudahan dalam memahami hubungan f. Imajinasi Vernon (dalam Sumantri, 2008:4.25) mengklasifikasikan pengertian inteligensi berdasarkan pendekatan yang dipakai para ahli menjadi 3 kategori yakni: 1. Yang memakai biologis. Pengertian dalam kategori ini memberikan tekanan pada kemampuan adaptasi manusia terhadap lingkungan atau situasi kehidupan yang baru. 2. Yang memakai pendekatan psikologis. Pengertian dalam kategori ini pada dasarnya berpandangan bahwa inteligensi dipengaruhi oleh faktor hereditas dan lingkungan. 3. Yang memakai pendekatan operasional. Pengertian dalam kategori ini sulit dirumuskan. Tetapi untuk menentukan inteligensi (IQ) perlu dilakukan tes

kemudian performan orang dalam tes tersebut diamati, dan akhirnya dibuat perhitungan-perhitungan dan keputusan tertentu. Menurut Verman, intelegensi adalah hasil interaksi antara factor genetis dan factor lingkungan pra lahir maupun lingkungan pasca lahir. Menurut Binet mengemukakan bahwa inteligensi itu pasti ada karena dampaknya tampak dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Freeman menggolongkan definisi inteligensi menjadi tiga golongan diantaranya: 1. Inteligensi sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. 2. Inteligensi sebagai kemampuan untuk belajar. 3. Inteligensi sebagai kemampuan untuk berfikir abstrak dalam arti dapat mengenal dan menggunakan lambang-lambang secara efektif, baik yang berupa symbol verbal maupun simbol bilangan. Berikut ini beberapa pengertian inteligensi yang dikemukakan oleh para ahli: 1. Terman, mengemukakan bahwa inteligensi merupakan suatu kemampuan untuk berpikir secara abstrak. 2. Woodworth, berpendapat bahwa inteligensi mencakup kemampuan untuk melihat suatu masalah dengan jelas dan lengkap, untuk menggunakan pengalaman lampau guna memecahkan masalah tersebut, dan tindakan untuk tidak segera menerima suatu pemecahan tanpa memeriksa kembali untuk meyakinkan apakah masalah tersebut benar-bentar terpecahkan. 3. Wechsler, mengemukakan bahwa inteligensi adalah keseluruhan kemampuan anak untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan secara efektif . 4. Binet, berpendapat bahwa inteligensi mengandung tiga kemampuan didalam berpikir, yaitu: a. Kemampuan untuk mempertahankan suatu arah tertentu. b. Kemampuan untuk memilih cara-cara yang tepat dalam mencapai tujuan. c. Kemampuan untuk menilai secara objektiif perbuatan sendiri. 5. W. stern, memberikan definisi intelegensi sebagai suatu kapasitas yang bersifat umum dari anak untuk menyesuaikan diri pada situasi baru. 6. Sarwono, berpendapat bahwa intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengelola dan menguasai lingkungan secara efektif. 7. Anastasi, menyatakan bahwa intelegensi adalah kombinasi dari kemampuan yang dipersyaratkan untuk bertahan hidup dan meningkatkan diri dalam budaya tertentu. Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa, intelegensi adalah kemampuan potensial umum, untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan memecahkan masalah (Khodijah,2016:91)

2.2 Teori Intelegensi 1. Teori General Intelligence dari Charles Spearman Menurut Charles Spearman dalam intelegensi seseorang terdpat faktor umum/general ability (G-fakctor) dan faktor khusus atau special /specific ability (S-factor) . Teorinya sering disebut teori Dwi Faktor. Faktor umum yang menentukan apakah seseorang itu secara umum pandai atau lambat, dan faktor khusus yang menentukan kepandaian seseorang di dalam bidang tertentu, misalnya dalam bidang teknik, matematika, sejarah, dan sebagainya. Menurut Spearman, intelegensi adalah kemampuan umum yang terutama berkaitan dengan induksi hubungan atau saling hubungan. Faktor g, yaitu faktor umum yang mewakili berbagai tes intelegensi, lebih penting daripada factor spesifik. 2. Teori Cyril/Burt Burt sependapat dengan Spearman tentang adanya faktor-G dan faktor-S dalam intelegensi.Tetapi menurut Burt disamping kedua faktor tersebut, masih ada faktor yang ketiga yaitu faktor kelompok (Cluster/common factor) yang disingkat faktor-C. Faktor ini berfungsi pada sejumlah tingkah laku, tetapi tidak pada semua tingkah laku, jadi faktor C lebih luas dari faktor-S dan lebih sempit dari faktor G. Jadi menurut teori ini tiap tingkah laku didasari oleh tiga macam faktor yaitu faktor “G” faktor “C”, dan faktor “S”. 3. Thurstone Thrstone menolak adanya faktor G, dan menerima kedua faktor lainnya yaitu faktor S (faktor khusus) dan faktor C (Cluster factor). Menurut Thrustone faktor C terdiri dari enam faktor yang sering disebut primary mental abilities, yaitu sebagai berikut : 1. Kemampuan verbal yaitu kemampuan untuk menghadapi materi verbal, berpikir verbal dan menangkap hubungan antara konsep-konsep. 2. Kelancaran kata-kata yaitu kelancaran mengutarakan pikiran dalam katakata. 3. Kemampuan angka yaitu kemampuan menggunakan pikiran melalui angkaangka, dan memperhitungkan secara tepat dan cepat bahan-bahan yang sifatnya kuantitatif. 4. Kemampuan keruangan yaitu kemampuan untuk melihat dimensi, mengimajinasikan bentuk akhir suatu objek dengan melihat gambar rancangannya. 5. Kecepatan persepsi yaitu kemampuan untuk mengenali persamaan dan perbedaan antara objek-objek atau symbol-simbol secara tepat dan teliti hal ini penting untuk kemampuan membaca. 6. Kemampuan menalar yaitu kemampuan untuk memecahkan persoalanpersoalan secara logis, kemampuan abstraksi, kemampuan hubungan antara dua hal. 4. Teori Inteligensi dari Thomson Thomson tidak setuju dengan keenam faktor yang disebutkan oleh Thrustone dan juga tidak setuju terhadap adanya faktor G dari faktor yang masing-masing bebas dan berdiri sendiri, tetapi faktor-faktor yang berfungsi

pada suatu saat tertentu hanyalah sebagian kecil saja dari keseluruhan faktor yang ada. 5. Teori Inteligensi dari Cattell Raymond B. Cattell (dalam Khodijah,2016:96), menyarankan teori yang banyak mempengaruhi teori struktur inteligensi. Ada dua macam unsur kecerdasan umum, yaitu : inteligensi A atau “fluid intelligence”, inteligensi B atau “crystalized intelligence” yang merupakan hasil pengalaman, belajar, dan faktor-faktor lingkungan. Cattell dkk. (Sumantri,2008:5.5) “fluid intelligence” meliputi proses memahami hubungan, pembentukan konsep-konsep, nalar dan abstraksi, yang tidak banyak mendapatkan pengaruh dari pendidikan dan kebudayaan; sedangkan “crystalized intelligence” berkaitan dengan penguasaan kecakapan khusus yang telah dipelajari dan tergantung pada latar belakang budaya dan pendidikan. 6. Teori Structure of Intellect dari Guilford Guilford berpendapat bahwa inteligensi itu dapat dilihat dari 3 kategori dasar atau “Faces of Intellect”, yaitu sebagai berikut : a. Operasi mental (proses berpikir), meliputi: 1. Kognisi (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru). 2. Memory retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan seharihari). 3. Divergent production (berpikir melebar=banyak kemungkinan jawaban). 4. Convergent production (berpikir memusat=hanya satu jawaban/alternatif) 5. Evaluasi (mengambil keputusan tentang apakah sesuatu itu baik, akurat, atau memadai). b. Content (isi yang dipikirkan), meliputi: 1. Visual (bentuk kongkret atau gambaran); 2. Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, angka, dan not music); 3. Behavioral (interaksi non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara); 4. Auditory (informasi dirasakan melalui pendengaran); 5. Word meaning/semantic (informasi yang harus diproses berupa input yang disajikan secara lisan); 6. Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata atau angka dan notasi music); c. Product (hasil berpikir), meliputi : 1. Unit (item tunggal informasi); 2. Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama); 3. Relasi (keterkaitan antar informasi); 4. Sistem (kompleksitas bagian yang saling berhubungan); 5. Transformasi (perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi); 6. Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).

Teori Guilford banyak membicarakan struktur intelegensi seseorang yang banyak mengarah pada kreativitas. Teori Guilvord menerangkan tentang intelegensi yang diartikan sebagai kemmapuan seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan dating. Dalam konteks ini belajar adalah termasuk berpikir,atau berupaya berpikir untuk menjawab segala masalah yang di hadapi. Konsepnya memang kompleks,karena setiap masalah akan berbeda cara penanganannya bagi setiap orang. Untuk itu diperlukan perilaku/intelegen, yang tentu sangat berbeda dengan perilaku noncerdas atau nonintelegent. Yang pertama (perilaku cerdas/intelegen) di tandai dengan adanya sikap dan perubahan kreatif,kritis,dinamis,dan memiliki motivasi,sedangkan yang kedua keaadaannya sebaliknya. Guilford mengeluarkan satu model untuk menjelaskan kreatifitas manusia yang disebutnya sebagai Model Struktur Intelek (Structure of Intellect/SOI). Dalam model ini,Guilford menjelaskan bahwa kreatifitas manusia pada dasarnya berkaitan dengan proses berfikir konvergen dan divergen. Konvergen adalah cara berfikir untuk memberikan satu-satunya jawaban yang benar. Sedangkan berfikir divergen adalah proses berpikir yang memberikan serangkaian alternatif jawaban yang beraneka ragam. Kemampuan berfikir divergen dikaitkan dengan kreatifitas ditunjukan oleh beberapa karakteristik berikut : 1. kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah besar ide-ide atau solusi masalah dalam waktu singkat. 2. Fleksibilitas,yaitu kemampuan untuk secara bersamaan mengusulkan berbagai pendekatan untuk masalah tertentu. 3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk memproduksi hal baru,ide-ide asli. 4. Elaborasi,yaitu kemampuan untuk melakukan sistematisasi dan mengatur rincian ide dikepala dan membawanya keluar. Kelebihan-kelebihan Teori intelegensi Guilford : 1. Teori ini memberikan implikasi yang penting bagi teori psikologi umumnya,terutama apabila dapat meletakkannya sebagai suatu kerangka pemikiran guna memperoleh pandangan baru terhadap konsep-konsep psikologi, seperti proses belajar pemecahan masalah dan kreativitas. 2. Dalam pembelajaran,teori ini memberikan implikasi positif berupa pembelajaran yang kreatif. 3. Model Guilford ini memberikan suatu jalan untuk mengorganisasikan kemampuankemampuan dalam kurikulum,terutama pada penentuan kemampuan-kemampuan mana yang perlu mendapat perhatian. 4. Teori ini merupakan mata rantai studi intelegensi menggunakan pengentahuan tentang belajar,psikolinguistik,pikiran,dan sebagainya sebagai pembagian tugas intelektual. 5. Teori ini meliputi bidang-bidang fungsi intelektual yang terlokalisasi dengan sedikit sekali terwakili oleh tes-tes intelegensi standar. Sebagai contoh,banyak tes-tes intelegensi yang hanya mengukur pemikiran konvergen yang hanya memiliki jawaban yang benar. 6. Teori ini mendapatkan penerimaan luas dari para pendidik dan beberapa pihak yang memiliki pandangan kurang menyenangkan terhadap faktor ‘g’ Spearman. Kelemahan-kelemahan Teori Intelegensi Guilford :

a. b. c. d. e.

a. b. c. d. e. f. g.

a. b. c. d. e. f. g. h.

1. Teori ini di anggap terlalu berlebihan/kompleks dan melanggar aturan parsimony. 2. Kemampuan-kemampua intelegensi dalam teori ini belum seluruhnya dapat di buktikan secara empiris. 3. Guilford menggunakan metode rotasi orthogonal,meskipun data dan penelitian sebelumnya jelas menuntut rotasi miring (oblique) 4. Beberapa ahli tidak dapat mereplikasi hasil Guilford pada analisis ulang, mendorong mereka mempertanyakan reliabilitas instrumen itu. Meskipun pada tahun 1985 Guilford merevisi model SOI untuk mengatasi kekurangan ini. 7.Teori Multiple Intellegnce dari Gardner 1. Intelegensi berbahasa atau linguistik yaitu berpikir dengan kata-kata dan kalimat baik lisan maupun tertulis. Anak dengan kecerdasan ini memiliki kepekaan terhadap makna dan susunan kata-kata dan mereka sering menggunakan memperpendaharaan kata yang luas. Karakteristik individu yang menunjukan kemampuan dalam intelegensi dalam berbahasa adalah: Senang membaca buku,bercerita, atau mendongeng. Senang berkomunikasi,bercerita,berdialog,berdiskusi,dan senang berbahasa asing. Pandai menghubungkan atau merangkai kata-kata atau kalimat baik maupun tulisan. Pandai mengingat dan menghafal. Mudah mengungkapkan perasaan baik lisan maupun tulisan. 2. Intelegensi logis-matematis adalah kemampuan berpikir dalam penalaran atau menghitung seperti menelaah masalah secara logis,ilmiah,dan matematis. Kecerdasan ini membuat anak memiliki kemampuan mengenal pola-pola suatu kejadian dan susunannya,mereka senang bekerja dengan angka,ingin mengetahui sejauh mana caea kerja suatu benda. Karakteristik individu,yang menunjukan kemampuan intelegensi logis matematis : Senang bereksperimen,bertanya,menyusun atau merangkai teka-teki. Senang dan pandai berhitung dan bermain angka. Senang mengorganisasikan sesuatu,menyusun scenario. Mampu berpikir logis,baik induktif maupun deduktif. Senang silogisme. Senang berpikir abstrak dan simbolis Mengoleksi benda-benda dan mencatat koleksinya. 3. Intelegensi Visual Spasial,yaitu kemampuan berpikir citra dan gambar. Anak dengan kecerdasan ini memiliki kemampuan memahami alam secara akurat dan menciptakan ulang aspek-aspek alam seperti menggambar pemandangan. Karakteristik individu yang menunjukan kemampuan dalam intelegensi visual spasial : Senang merancang sketsa, gambar, desain grafik, table Peka terhadap citra, warna, dan sebagainya Pandai memvisualisasikan ide Imajinasi aktif Mudah menemukan jalan dalam ruang Mempunyai persepsi yang tepat dari berbagai sudut Senang membuat rumah-rumhan dari balok Mengenal relasi benda-benda dalam ruang 4. Intelegensi musical adalah kemampuan berpikir dengan nada, ritme, irama, dan melodi juga pada suara alam. Anak dengan kecerdasan ini memiliki kepekaan terhadap

a. b. c. d. e. f.

a. b. c. d. e. f.

a. b. c. d. e.

a. b. c. d. e.

a. b.

pola titi nada, melodi, ritme, dan nada. Karakteristik individu yang menunjukkan kemampuan dalam intelegensi musikal adalah : Pandai mengubah dan menciptakan music Gemar mendengar dan atau memainkan alat music Senang dan pandai bernyanyi, bersenandung Pandai mengoperasikan music serta menjaga ritme Mudah menangkap music Peka terhadap suara dan music 5. intelegensi kinestetik tubuh, yakni kemampuan yang berhubungan dengan gerakan tubuh termasuk gerakan motorik otak yang mengendalikan tubuh seperti kemampuan untuk mengendalikan dan menggunakan badan mudah dan cekatan. Karakteristik individunya adalah : Senang menari, acting Pandai dan aktif dalam olahraga Mudah berekspresi dengan tubuh Mampu memainkan mimic Cenderung mengggunakan bahasa tubuh Koordinasi dan fleksibilitas tubuh tinggi 6. intelegensi intrapersonal adalah kemampuan berpikir untuk memahami diri sendiri, melakukan refleksi diri dan bermetakognisi. Kecerdasan ini menjadikan anak memiliki kemampuan menggunakan kehidupan emosional untuk memahami dirinya sendiri dan orang lain. Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya suka mencatat apapun yang ada di pikiran dan dirasakan, mampu menentukan dan memutuskan sendiri langkah yang akan dipilih, menyadari kelebihan dan kelemahannya, gemar menikmati rekreasi sendirian. Karakteristik individu ini adalah : Mampu menilai diri sendiri/introspeksi diri, bermediasi Mudah mengelola dan menguasai perasaannya. Sering mengamati dan mendengarkan Bisa bekerja sendirian dengan baik Berjiwa independen/bebas 7. Intelegensi interpersonal (sosial) adalah kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, mudah memahami orang lain dan mementingkan relasi. Anak dengan kecerdasan ini biasanya memiliki banyak teman, cenderung menjadi penengah diantara teman-teman, terampil berhubungan dengan orang lain. Karakteristik individu dengan kemampuan intelegensi interpersonal adalah : Mampu berorganisasi, menjadi pemimpin dalam suatu organisasi Mampu bersosialisasi, menjadi moderator, bekerja sama dengan tim Senang permainan berkelompok daripada individu Tempat mengadu orang lain Peka terhadap teman 8. Intelegensi naturalis adalah kemampuan untuk memahami gejala alam. Anak dengan kecerdasan ini mampu mengenal dan mengelompokkan sejumlah binatang atau tanaman, senang berhubungan dengan alam seperti merawat tanaman atau binatang. Karakteristik individu ini adalah : Senang kegiatan di alam terbuka Senang terhadap flora dan fauna

c. Pandai melihat perubahan alam (Winataputra, 2008:5.4-5.9). 9. Intelegensi spiritual, yaitu kemampuan mengaktualisasi sesuatu yang bersifat transenden atau penyadaran akan nilai-nilai akidah keimanan, keyakinan akan kebesaran Tuhan. 10. Intelegensi eksistensial, yaitu kemampuan pada berbagai masalah pokok kehidupan dan aspek eksistensial manusia serta pengalaman mendalam terhadap kehidupan (Khodijah,2016:98). 8. Triarchic Theory of Intelligence dari Sternberg Seperti Gardner, Sternberg juga menggunakan perspektif multi-kemampuan dalam memandang inteligensi. Sternberg memandang inteligensi manusia dapat dipisahkan ke dalam proses-proses komponen yang mempengaruhi cara individu berpikir memecahkan masalah. Teori ini terdiri dari 3 bagian, yaitu : (a) komponen-komponen pemrosesan, (b) komponenkomponen kontekstual, dan (c) komponen-komponen pengalaman. Bagian paling mendasar dari teori ini adalah komponen-komponen pemrosesan yang digunakan individu untuk memecahkan masalah, yaitu komponen perolehan pengetahuan, komponen kinerja dan meta komponen. Komponen perolehan pengetahuan membuat individu mempelajar informasi baru., komponen kinerja untuk menghasilkan solusi, dan meta komponen mengorganisir dan mengelola komponen lainnya. Komponen kontekstual berupaya menjelaskan bagaimana inteligensi berhubungan dengan hal-hal yang terdapat dalam lngkungan sehari-hari. Bagian ketiga dari teori ini menggambarkan bagaimana inteligensi dimodifikasi oleh pengalaman (Khodijah,2016:99).

2.3 Tingkatan Inteligensi Untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang tidak bisa hanya dengan perkiraan melalui pengamatan, akan tetapi harus menggunakan alat khusus yang dinamakan tes inteligensi atau IQ (Intelligence Quotient). Orang yang dapat dipandang sebagai orang yang pertama menciptakan tes inteligensi adalah Binet (Khodijah,2016:92). Untuk keperluan itu maka Alfred Binet diberikan kepercayaan untuk menyusun alat tersebut, dan dengan dibantu oleh Simon terbitlah tes yang pertama Tes Binet-Simon pada tahun 1905. Tes Binet-Simon disusun berdasarkan tingkat kesulitannya dengan demikian dapat mengukur tingkat perkembangan anak. Selain itu tes ini terdiri atas bermacam-macam item dengan tujuan untuk mengukur faktor-faktor yang kompleks dan faktor-faktor yang inti dalam inteligensi, yang disebut Judgement. Mereka yang dapat digolongkan sebagai anakanak yang normal, sebaliknya yang gagal memenuhi syarat itu digolongkan sebagai anak yang terbelakang mental. Pada tahun 1908 Tes Binet-Simon pertama kali direvisi dengan mengadakan pengelompokkan item menurut tingkat umur. Jika seorang anak dapat menjawab suatu tes untuk tingkatan umur 6 tahun, maka umur mental anak tersebut adalah 6 tahun. Dari segi perbedaan umur kronologi (umur kalender) dengan umur mental anak, maka anak-anak dibedakan dalam tiga golongan, yaitu : 1. Superior, dalam arti umur mental yang diperoleh lebih tinggi dua tahun atau lebih dari umur kalendernya. 2. Normal, dalam arti umur mental yang dapat diperoleh adalah sama atau selisih satu tahun dengan umur kalendernya.

3. Inferior, dalam nama umur mental yang dicapai dua tahun lebih rendah dari umur kalendernya. Pada tahun 1911 diadakan revisi yang kedua kalinya. Inilah yang merupakan puncak dari kerja Binet. Sebab pada tahun itu juga ia meninggal dunia dalam usia 54 tahun. Dalam revisi ini, umur mental anak tidak hanya berdasarkan pada yang dijawab dengan benar, pada seri pertanyaan di atas umur mental dasar, dengan member lagi nilai sebesar satu tahun penjumlah pertanyaan dalam seri tertentu. Dengan demikian seorang anak yang dapat menjawab dengan betul 3 pertanyaan dari 6 pertanyaan maka anak tersebut memperoleh tambahan umur mental sebanyak 3/6 tahun. Setelah revisi 1911, banyak sarjana yang menerjemahkan dan engadakan revisi terhadap tes Binet, terutama di Amerika Serikat. Antara lain dari Levis M. Terman pada tahun 1916 yang dikenal dengan Stanford Binet Intelligence Scale, yang selanjutnya pada tahun 1917 dilakukan revisi kembali bersama dengan Merril. Revisi Stanford memperkenalkan suatu konsep scoring yang baru yang disebut Intelligensi Quotion (IQ) yaitu dengan membandingkan umur mental (MA=Mental Age) dengan umur sebenarnya/kalender (CA=chronological age). Untuk mendpatkan bilangan bulat, hasil perbandingan MA dengan CA dikalikan dengan 100. Jadi IQ = MA : CA x 100. Kelemahan dari tes Binet ialah bahwa tes itu adalah tes individual yang hanya dapat melayani seorang anak saja pada suatu pelaksanaan tes. Hal ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak sekalipun hasilnya memuaskan. Oleh karena itu, beberapa psikolog Amerika segera mengadakan percobaan-percobaan penyesuaian bentuk tes untuk tes kelompok. Maka pemerintah meminta kepada ahli psikologi untuk memuat tes guna tujuan di atas. Hasilnya ialah tes Anny Alpha dan Army Beta. Army alpha diperuntukkan bagi caloon-calon tentara yang dapat membaca dan menulis serta dapat berbahasa inggris dengan baik, sedangkan Army Beta diperuntukkan bagi calon-calon tentara yang tidak dapat membaca dan menulis serta tidak dapat berbahasa inggris dengan baik. Selain tes Binet-Simon dan revisi-revisinya serta tea Army Alpha dan Army Beta berkembang pula jenis tes inteligensi yang lain diantaranya : 1. Tes Wechsler, (WAIS dan WISC) Tes Wechsler diciptakan pertama kali oleh David Wechhsler pada tahun 1939 dengan nama Wechsler-Bellevue Intelligence Scale. Pada tahun 1949, ia juga menciptakan tes inteligensi untuk anak-anak yang diberi nama Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC), lalu pada tahun 1955 Wechsler menciptakan Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) yang diperuntukkan bagi orang dewasa (Khodijah,2016:93). 2. Tes Progressive Matrices (CPM, SPM dan APM) Yaitu tes non verbal yang membutuhkan penalaran induktif mengenai pola perceptual. 3. Culture Fair Intelligensi Tes (CFIT) 4. Goodenough Draw A Man Test (DAM)

Tes IQ banyak bentuk dan jenisnya. Ada tes intelligensi untuk anak, ada tes intelligensi untuk orang dewasa. Ada yang diberikan secara individual, ada yang secara kelompok. Ada yang diberikan secara lisan dan ada yang tertulis. Dalam kenyataannya, apa yang diatur oleh suatu tes inteligensi belum tentu sama dengan apa yang diukur tes inteligensi yang lain, sekalipun keduanya bermaksud mengukur inteligensi. Hal ini disebabkan karena ada kemungkinan landasan teori tentang inteligensi dari tes inteligensi yang satu berbeda dengan landasan teori dari tes inteligensi yang lain. Ada kemungkinan juga dasar pengukuran yang digunakan berbeda. Sehubungan dengan apa yang diukur oleh tes inteligensi ada beberapa jenis tes inteligensi : 1. Tes inteligensi umum yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum yang mengenai taraf inteligensi umum dari seseorang. 2. Tes inteligensi khusus yang hanya memberikan keterangan yang satu segi atau faktor yang spesifik dari inteligensi (tes bakat khusus) 3. Tes inteligensi differensial yang memberikan gambaran mengenai kemampuan seseorang di dalam berbagai seni atau faktor inteligensi yang memungkinkan didapatnya profil atau gambaran segi-segi kekuatan dan kelemahan dari berfungsinya inteligensi seseorang. Dengan demikian jelas bahwa tes inteligensi yang biasanya dianggap hanya mengukur inteligensi umum, tidak demikian adanya. Tes inteligensi umum yang bertujuan memberikan gambaran tentang taraf inteligensi umum seseorang pada umumnya berdasarkan pada teori Spearman. Menurut Spearman pengukuran kemampuan umum yang terbaik adalah melalui persoalan-persoalan yang membutuhkan kemampuan menalar yang abstrak. Tes intelgens differensial memberikan keterangan tentang kemampuan di dalam satu atau berbagai segi atau faktor inteligensi yang pada umumnya didasarkan pada teori. Berbeda dengan tes inteligensi umum hanya memberikan keterangan tentang taraf inteligensi umum, maka tes inteligensi differensial memungkinakn untuk mengukur sefi atau faktor inteligensi yang bermacam-macam sehingga dapat memperhatikan segi-segi kekuatan dan kelemahan dari berfungsinya inteligensi seseorang. Sehingga dapat dilihat bahwa si A kemampuan inteligensinya tinggi, tetapi kemampuan mengenai angka rendah. Si B kemampuan mengenai angka tinggi, kemampuan ingatannya tinggi, tetapi kemampuan verbalnya rendah. Di atas telah dikemukakan bahwa dasar pengukuran yang digunakan dapat berbeda dari tes inteligensi yang satu dengan tes inteligensi yang lain. Misalnya tes inteligensi umum ada yang mendasarkan pengukurannya pada : 1. Usia mental (MA) = Mental Age 2. Skor atau nilai standar, berkisar 0-60 dan 0-100, dan sebagainya. 3. IQ (Intelligensi Quotient) Menurut Khodijah (2016:92) bagi masyarakat umum, istilah IQ sering kali disamakan dengan inteligensi, padahal keduanya berbeda. Inteligensi adalah kemampuan umum sesungguhnya yang dimiliki seseorang, akan tetapi IQ adalah suatu indeks tingkat relative inteligensi seseorang, setelah dibandingkan dengan orang lain yang seusia dengannya. Jadi IQ pada dasarnya hanyalah sebuah ukuran tingkat kecerdasan, dan bukan kecerdasan sesungguhnya.

Ukuran-ukuran yang biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang adalah sebagai berikut : IQ Tafsiran 140-keatas Berbakat 120-140 Sangat superior 110-120 Superior 90-110 Normal; rata-rata 70-90 Normal yang tumpul 50-70 Moron 20-50 Imbesil 0-20 Idiot

2.4 Pengaruh Inteligensi dalam Belajar Inteligensi seseorang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan dan kemajuan belajar yang dicapainya. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil darpada yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. Walaupun begitu, siswa yang mempunyai inteligensi tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi adalah salah satu faktor diantara faktor lain. Jika faktor lain itu bersifat menghambat/berpengaruh negative terhadap belajar, akhirnya siswa gagal dalam belajarnya. Siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang normal dapat berhasil dengan baik dalam belajar, jika ia belajar dengan baik, artinya belajar dengan menerapkan metode belajar yang efisien dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya (faktor jasmaniah, psikologi, keluarga, sekolah, masyarakat) member pengaruh yang positif. Jika siswa memiliki inteligensi yang rendah, ia perlu mendapat pendidikan di lembaga pendidikan khusus. (Slameto,1995:56). Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi itu terpengaruh oleh proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi (Mudjiono, 2015:243) Menurut Wechler inteligensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kacakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berfikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Inteligensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar. Inteligensi normal bila nilai IQ menunjukkan angka 85-115. Diduga 70% penduduk memiliki IQ normal. Sedangkan yang ber-IQ dibawah 70 diduga sebesar 15% penduduk, dan yang berIQ 115-145 sebesar 15%. Yang ber-IQ 130-145 hanya sebesar 2% penduduk. Yang menjadi masalah adalah siswa yang memiliki kecakapan di bawah normal. Menurut Haditono, di

Indonesia juuga ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor seperti (1) kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai pelosok, (2) siswa makin dihadapkan dengan berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal, (3) kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah, dan (4) keadaan gizi yang rendah, sehingga siswa tidak mampu belajar lebih baik, serta (5) gabungan dari faktor-faktor tersebut, mempengaruhi berbagai hambatan belajar. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh inteligensi yaan rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itupada tempatnya, mereka didorong untuk belajar di bidang-bidang ketrampilan sebagai bekal hidup. Penyediaan kesempatan belajar di luar sekolah, merupakan langkah bijak untuk mempertinggi taraf kehidupan warga bangsa Indonesia. (Mudjiono, 2015:245-246) Goleman (2000) dalam Psikologi Pendidikan menyatakan bahwa setinggi-tingginya IQ seseorang hanya menyumbangkan kira-kira 20% terhadap kesuksesan hidup sesorang sedangkan 80% diisi oleh faktor-faktor lain. Sternberg (dalam Cooper dan Sawaf. 1998) mengemukakan bahwa IQ hanya berperan 4% dari keberhasilan dunia nyata dan lebih dari 90% keberhasilan berhubungan dengan bentuk kecerdasan lain. Dari paparan di atas, pada intinya kecerdasan atau inteligensi yang diukur dengan tes IQ berkorelasi dengan keberhasilan belajar, namun hal tersebut bukan menjadi satu-atunya faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajarmaupun kesuksesan hidup sesorang. 2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah : 1. Pembawaan atau keturunan, faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan sesorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, cukup pintar dan sangat pintar, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama. 2. Kematangan, yaitu kematangan berupa fisik maupun psikis, dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsi masing-masing. 3. Pembentukan atau linkungan, yaitu segala keadaan yang di luar diri siswa yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. 4. Minat dan pembawaan yang khas, faktor minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan dari perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. 5. Kebebasan, yaitu manusia bebas memilih metode atau bebas memilih masalah sesuai dengan kebutuhan. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

BAB III PENUTUP

A. Simpulan Dari materi di atas dapat disimpulkan bahwa : Intelegensi adalah kemampuan potensial umum, untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan memecahkan masalah (Khodijah, 2016:91) Teori inteligensi : 1. Teori General Intelligence dari Charles Spearman 2. Teori Cyrill Burt 3. Thurst One 4. Teori Inteligensi dari Thomson 5. Teori Inteligensi dari Chattell 6. Teori Structure of Intelek dari Guild Ford 7. Teori Multiple Intilligence dari Garner 8. Triarchick Theory of Intelligence dari Sternberg Tingkatan inteligensi yaitu idiot, imbesil, moron, normal yang tumpul, normal;rata-rata, superior, sangat superior, dan berbakat. Pengaruh inteligensi dalam belajar : Siswa yang mempunyai tingat inteligensi yang normal dapat berhasil dengan baik dalam belajar, jika ia belajar dengan baik artinya belajar dengan menerapkan metode belajar yang efisien dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya (faktor jasmaniah, psikologi, keluarga, sekolah, masyarakat) memberi pengaruh yang positif. Jjika siswa memiliki inteligensi yang rendah ia perlu mendapat pendidikan di lembaga pendidikan khusus. Faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi : 1. Pembawaan atau keturunan 2. Kematangan 3. Pembentukan atau lingkugan 4. Minat dan pembawaan yang khas 5. Kebebasan B. Saran Demikian yang dapat kami sajikan dalam makalah ini. Masih banya kkekurangan yang perlu dibenahi. Kami membuka lebar pintu kritik dan saran bagi yang berkenan, untuk pembenahan makalah ini. Sehingga kesalahan yang ada dapat dibenahi, serta menjadi pelajaran untuk pembuatan makalah yang lwbih sempurna lagi. Kesalahan dalam belajar adalah sesuatu yang wajib dan maklum. Tetapi perlu adanya perbaikan sehingga kesalahan yng sama tidak terulang lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi semua yang berkenan menelaah tulisan kami ini. Sekian dan terimakasih

DAFTAR PUSTAKA Haryati, S., Firmadani, F., & Nurhikmahyanti, D. (2017). PSIKOLOGI PENDIDIKAN dengan Model Belajar Berbasis Riset. Magelang: Universitas Tidar.

No. Nama

Pembagian Tugas

1.

Nur Fadillah Asmi Safitri

Mencari referensi, Membuat makalah

2.

Anissa Fellytania Maris

Membuat makalah

3.

Sonia Berlian Sari

Membuat Makalah

4.

Yemima Nestaria

Membuat Ppt

5.

Ernawati

Membuat makalah

Related Documents


More Documents from "WildaniaAthiAddina"