Makalah Prinsip Legal Etis Dan Aborsi.docx

  • Uploaded by: jamil aldasri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Prinsip Legal Etis Dan Aborsi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 14,654
  • Pages: 62
MAKALAH PRINSIP LEGAL ETIS DAN ABORSI DISUSUN OLEH:

IRA ANDRIANI CKR0150060

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AJARAN 2015 - 2016

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi dalam menyusun makalah ini, namun berkat bantuan dan dukungan serta bimbingan, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PRINSIP LEGAL ETIS DAN ABORSI”. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan pembaca. Kami selaku penulis mohon maaf kepada semua pihak apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. . Kuningan, 18 Oktober 2015

Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pendidikan saat ini meningkat dengan pesat sebagai konsekuensi dari logis globalisasi. Perkembangan pendidikan keperawatan hendaknya tidak hanya berupa peningkatan kuantitas semata, namun harus diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan. Dengan demikian akan di hasilkan perawat yang professional dan siap berkompetisi dengan tenaga kesehatan lain, baik di tingkat nasional atau internasional. Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya pengetahuan tuntunan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Hal ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme selama member pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etika dan moral yang tinggi. Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk pasien baik secara individu, keluarga, dan masyarakat dengan memandang manusia secara biopsikososial spiritual yang komprehensi. Sebagai tenaga yang professional dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan dengan bertanggung jawab secara moral. Etika merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, di ulangi, serta menjadi suatu kebiasaan di dalam suatu masyarakat, baik berupa kata-kata atau suatu bentuk perbuatan yang nyata. Etika lebih menitik beratkan pada aturan-aturan, prinsip-prinsip yang melandasi perilaku yang mendasar dan mendekati aturan-aturan, hukum, dan undang-undang yang membedakan benar atau salah secara moralitas.Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, komunitas, perawat sangat memerlukan etika keperawatan. Karena itu, fokus dari etika keperawatan di tujukan terhadap sifat manusia yang unik. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan prinsip-prinsip etik dalam keperawatan ? 2. Apakah yang dimaksud dnegan prinsip-prinsip legal dalam keperawatan ? 3. Apakah yang dimaksud Nursing Advokasi ? 4. Apakah yang dimaksud dengan Konsep Aborsi ? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Penulisan ini dilakukan untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip Legal dan etis, nursing advokasi, dan konsep aborsi. 1.3.2. Tujuan Khusus 2. Untuk mengetahui etika dalam keperawatan. 3. Untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip legal dan etis. 4. Untuk mengetahui Nursing Advokasi. 5. Untuk mengetahui Konsep Aborsi. 1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah Metode Pustaka. Metode pustaka adalah metode yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat seperti buku.

2.1 2.1.1

2.1.2 1.

2.

3.

4.

5.

BAB II TINJAUAN TEORI Legal Etik Dalam Keperawatan Definisi Kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip yang telah diterima oleh suatu profesi (Potter & Perry, 2005). Etika adalah kode perilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatannya yang benar. Legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan member batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Prinsip-Prinsip Etik keperawatan Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu : Autonomy (Otonomi) Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik. Non Maleficence (Tidak Merugikan) Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja. Beneficence (Berbuat Baik) Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik yaitu mengimplementasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga. Justice (perlakuan adil) Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.

Fidelity (Setia) Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang. 6. Veracity (Kebenaran) Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. 7. Respect (Hak untuk Dihormati) Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien 8. Confidentiality (Hak Kerahasiaan) Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang dipercayakan pasien kepada perawat.

2.1.3 1.

Prinsip Legal Keperawatan Malpraktek Secara harfiah malpraktek berasal dari kata mal yang berarti salah dan praktek yang berarti tindakan. Sedangkan definisi malpraktek dalam istilah kesehatan adalah suatu kelalaian yang dilakukan oleh seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam proses perawata pasien. Menurut WMA (Word Medical Association), malpraktek adalah kegagalan dokter atau perawat dalam menerapkan standart pelayanan terapi terhadap pasien atau kurangnya keahlian atau mengabaikan perawatan pasien. 2. Kelalaian Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan atau hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tidakan-tindakan yang tidak beralasan dan beresiko melakukan kesalahan. (Keeton, 1984). Sedangkan menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang kurang hatihati yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu dengan sikap hati-hati tetapi tidak melakukannya dalam situasi tertentu.

3. a. 1)

a. b. c. d. 2)

3)

b. 1)

2)

Pertanggung Gugatan suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang atas perbuatannya. Cara Langsung Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur dengan rumusan 4 D, yaitu : Duty (Kewajiban) Dalam hubungan perjanjian tenaga perawat dengan pasien, peraweat haruslah bertindak berdasarkan beberapa hal, yaitu : Adanya indikasi medis Bertindak secara hati-hati dan telliti Bekerja sesuai standar profesi Sudah ada informed consent Dereliction of Duty (Penyimpangan dari Kewajiban) Jika seorang perawat melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut styandard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan. Damage (Kerugian) Perawat untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Cara Tidak Langsung Didalam transaksi terapeutik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain Contractual Liability Tanggung gugat ini tinbul sebagai akibat tidak dipenuhi kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Vicarious Liability atau Respondeat Superior Yaitu tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibut oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya, misalnya RS akan bertangung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.

3)

4.

2.2 2.2.1

1. 2. 3. 2.2.2 1. 2. 3. 4. 5. 6.

1. 2. 3. 4. 2.3 2.3.1

Liability in Tort Yaitu tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum, termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan. Tanggung Jawab Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukkan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur atau suatu konsekuensi yang harus diterima seseorang atas perbuatannya. Nursing Advokasi Definisi Kata advokat berasal dari bahasa latin advocates, berarti “seseorang yang diprerintahkan untuk memberikan bukti”. Jadi, advokat adalah seseorang yang membela perkara orang lain. Maka, fokus dari peran advokasi klien adalah menghargai keputusan klien dan meningkatkan otonomi klien. Tujuan utama dari advokat klien adalah melindungi hak-hak klien. Menurut nelson, 1988, hlm. 124 ada tiga komponen utama peran advokat klien, yaitu : Pelindung, perawat membantu klien membuat keputusan berdasarkan informasi. Mediator, perawat bertindak sebagai perantara antara klien dan orang lain di lingkungan. Pelaku, perawat secara langsung mengintervensi atas nama klien Syarat-syarat Menjadi Advokat Klien Syarat-syarat untuk menjadi advokat klien : Keterampilan yang didasarkan pada pengetahuan yang teoritis Penyelidikan latihan dan pendidikan Pengujian kemampuan anggota Organisaasi Kepatuhan kepada suatu aturan main professional Jasa/pelayanan yang sifatnya altuistik Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh seorang perawat yang ingin bertindak sebagai seorang advokat klien, antara lain : Mengetahui bahwa hak dan nilai klien dan keluarga harus didahulukan saat hak tersebut menimbulkan konflik dengan hak dan nilai pemberi perawat kesehatan Memastikan bahwa klien dan keluarga mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil keputusan mengenai kesehatan dan perawatan kesehatan mereka Menyadari bahwa potensi konflik dapat timbul pada isu yang membutuhkan konsultasi, konfrontasi, atau negosiasi antar perawat dan pengelola atau antara perawat dan dokter Bekerja dengan lembaga komunitas yang tidak familier atau praktisi awam Konsep Aborsi Definisi Aborsi dalam bahasa Arab disebut “ijhadh”, yang memiliki beberapa sinonim yakni; isqath (menjatuhkan), ilqa’ (membuang), tharah (melempar) dan imlash (menyingkirkan)) .Aborsi secara terminology adalah keluarnya hasil konsepsi (janin, mudgah) sebelum bisa hidup sendiri (viable). Pengertian aborsi menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah terpencarnya embrio yang tak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan). Pengertian aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia adalah : 1) Pengeluaran hasil konsepsi pada stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang

2.3.2 1.

a.

b.

c.

d.

e. 2.

a.

lengkap tercapai (38-40 minggu); 2) Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu). Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas secara tersirat pada pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Maksud dari ‘tindakan medis tertentu, yaitu aborsi. Sementara aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran adalah kehamilan berhenti sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, disebut kelahiran prematur. Wanita dan pasangannya yang menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan biasanya mempertimbangkan aborsi. Alasan untuk memilih aborsi berbeda-beda, termasuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan atau ketika mengetahui janin memiliki kelainan (Perry&Potter,2010). Jenis Aborsi Klasifikasi abortus atau aborsi berdasarkan dunia kedokteran, yaitu: Abortus spontanea / spontan / alamiah. Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan/pengeluaran janin secara spontan sebelum janin dianggap mampu bertahan hidup. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma Aborsi ini dibedakan menjadi 3 yaitu : Abortus imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan dari uterus atau rahim, dimana janin masih didalam rahim, serta leher rahim belum melebar (tanpa dilatasi serviks). Abortus insipiens, berarti bahwa kehamilan mustahil untuk dilanjutkan. Seringkali terdapat pendarahan per vagina hebat karena area plasenta yang luas terlepas dari dinding uterus. kebalikan dari abortus imminens, yakni pada kehamilan kurang dari 20 minggu,terjadi pendarahan,dimana janin masih didalam rahim, dan ikuti dengan melebarnya leher rahim(dengan dilatasi serviks) Abortus inkompletus/incompletes, keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum 20 minggu, namun organ janin masih tertinggal didalam rahim. apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam Rahim. Pendarahan yang terjadi biasanya cukup banyak namun tidak berakibat fatal, untuk pengobatan perlu dilakukannya pengosongan rahim secepatnya. Abortus kompletus/completes, semua hasil konsepsi(pembuahan) sudah di keluarkan. Hal ini cenderung terjadi pada usia delapan minggu pertama kehamilan. pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari Rahim. Keadaan ini biasanya tidak memerlukan pengobatan. Abortus habitualis, Abortus habitualis termasuk abortus spontan namun habit ( kebiasaan) yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih. Aborsi buatan atau sengaja Aborsi buatan adalah suatu upaya untuk menghentikan proses kehamilan dengan sengaja dengan bantuan orang lain atau obat-obatan sebelum kandungan berumur 28 minggu, dimana janin yang dikeluarkan tidak bisa hidup di dunia luar. Abortus provokatus spontanea jenis abortus yang sengaja dibuat atau dilakukan, yakni dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu atau kira-kira sebelum berat janin mencapai setengah kilogram.

Abortus provokatus medisinalis/artificialis/therapeuticus. Abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di indinesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Indikasi medis yang dimaksud misalnya: calon ibu yang sedang hamil tapi punya penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung, bila kehamilan diteruskan akan membahayakan nyawa ibu serta janin, sekali lagi keputusan menggugurkan akan sangat dipikirkan secara matang. Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa b. Abortus provokatus kriminalis istilah ini adalah kebalikan dari abortus provokatus medisinalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Dalam proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan srgala kemungkinan apa yang akan terjadi kepada wanita / calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu. Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). c. Abortus septic Tindakan menghentikan kehamilan karena tindakan abortus yang disengaja (dilakukan dukun atau bukan ahli ) lalu menimbulkan infeksi. Perlu diwaspadai adalah tindakan abortus yang semacam bisa membahayakan hidup dan kehidupan 2.3.3 Penyebab Aborsi 1. Umur Umur menjadi pertimbangan seseorang wanita memilih abortus. Apalagi untuk calon ibu yang merasa masih terlalu muda secara emosional,fisik belum matang, tingkat pendidikan rendah dan masih terlalu tergantung pada orang lain masalah umur yang terlalu tua untuk mengandungpun menjadi penyebab abortus 2. Incest (hubungan seks sedarah) seperti tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah kepada anaknya. 3. Kehamilan tak diinginkan (KTD) seperti hamil diluar nikah 4. Paritas ibu Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup (anak) yang dimiliki wanita. Resiko paritas tinggi , banyak wanita melakukan abortus. 5. Adanya penyakit kronis atau indikasi medis 6. Aktivitas seksual di usia muda 7. Kurangnya pengetahuan tentang dampak aborsi 8. Perspektif sosiokultural dan agama 9. Tingkat pendidikan tentang seksual dan kesehatan reproduksi rendah 10. Kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak dari aborsi yang tidak aman

11.

Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan yang terlalu rapat menjadi alasan abortus, karena jika tidak dilakukan abortus akan menyebabkan pertumbuhan janin kurang baik, bahkan menimbulkan pendarahan hal itu disebabkan karena keadaan rahim yang belum pulih benar 12. Riwayat kehamilan yang lalu Wanita yang sebelumnya pernah abortus, kemungkinan besar akan dilakukan abortus lagi . penyebabnya yang lainnya masih banyak, seperti calon ibu yang memiliki penyakit berat hingga takut bila ia melahirkan anaknya, anaknya akan tertular penyak it pula, ada juga masalah ekonomi banyak anak banyak pengeluaran dan lain sebagainya. 2.3.4 Dampak atau Resiko Aborsi Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi. Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi: 1. Resiko kesehatan dan keselamatan fisik Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu: Kematian mendadak karena pendarahan hebat Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan Rahim yang sobek (Uterine Perforation) Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita) indung telur (Ovarian Cancer) Kanker leher rahim (Cervical Cancer) Kanker hati (Liver Cancer) Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy) Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease) Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis) a. Efek Jangka Pendek Rasa sakit yang intens/hebat terus menerus Terjadi kebocoran uterus Pendarahan yang banyak Infeksi serius disekitar kandungan, rongga panggul dan pada lapisan rahim. Bagian bayi yang tertinggal di dalam Shock/Koma Merusak organ tubuh lain ( rusaknya rahim dan leher rahim). Kematian Bagian bayi yang tertinggal didalam Rahim. Kematian mendadak karena pendarahan hebat dan pembiusan yang gagal. b. Efek Jangka Panjang

-

2.

a. b. c. d. e. f. 2.3.5

Tidak dapat hamil kembali Keguguran Kandungan Kehamilan Tubal Kelahiran Prematur Gejala peradangan di bagian pelvis

Resiko kesehatan mental atau PSIKOLOGIS Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994). Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini: Kehilangan harga diri (82%) Berteriak-teriak histeris (51%) Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%) Ingin melakukan bunuh diri (28%) Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%) Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)

Legalitas Aborsi dalam Kondisi Khusus menurut Undang-Undang Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni : 1. Abortus buatan legal (Abortus provocatus therapcutius) Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya, seperti menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu. 2. Abortus buatan illegal Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Melakukan aborsi pasti merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan.Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan adalah persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana agar aborsi bisa berlangsung aman. 2.3.6 Hukum Aborsi 1. UU Kesehatan Undang – undang yang mengatur Mengenai aborsi, dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut : a. Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. b. Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. c. Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. d. Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan”. Namun dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Kemudian pada ayat (2) menyebutkan tindakan medis tertentu dapat dilakukan : Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta suami dan keluarga.

4.1

4.2 1.

2.

3.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan teori-teori di atas kami dapat menyimpulkan bahwa di dalam prinsip legal etik keperawatan terdapat prinsip etika keperawatan, prinsip legalitas keperawatan, nursing advokasi, dan isu-isu legal etik dalam dunia keperawatan. Prinsip-prinsip tersebut membantu dan mendidik perawat dalam menjalankan profesi perawat sesuai dengan etika keperawatan dan melindungi pasien. Aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran adalah kehamilan berhenti sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, disebut kelahiran prematur. Aborsi sendiri terbagi menjadi beberapa jenis salah satunya yaitu Abortus provokatus kriminalis yaitu aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (illegal). Hukum aborsi diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana(KUHP) pasal 346,347,348,349. Saran Tenaga kesehatan Sebaiknya perawat atau tenaga kesehatan lainnya tidak membantu dalam proses aborsi. Karena tugas dari perawat dan tenaga kesehatan lainnya adalah untuk merawat dan membantu proses penyembuhan pasien, bukan unutk menghilangkan nyawa seseorang. Pasien Bagi pasien hendaknya jangan melakukan aborsi, karena berdasarkan agama aborsi merupakan tindakan pembunuhan. Hanya Allah yang mempunyai hak untuk mengambil nyawa atau hidup seseorang. Keluarga

Keluarga sebaiknya tidak mendukung apalagi menyarankan untuk melakukan aborsi. Karena janin tersebut memiliki hak untuk hidup.

DAFTAR PUSTAKA Huston, M. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC. Potter, P. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC. Unpad, F. (2005). Obstretri Patologi. Jakarta: EGC.

etik keperawatan aborsi dan aborsi BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahtraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-hariya. Salah satu yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian. Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional. (Doheny et all, 1982). Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan dan setiap penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata tetapi juga dengan mempertimbangkan etika. Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001) Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo, 1997). Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi keperawatan.

B.Tujuan Makalah ini memberikan gambaran tentang dilema etik dan cara penganannya menurut konsep llmu. 1EUTHANASIA 2.ABORSI

A. C. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB III TINJAUAN KASUS BAB IV PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kemajuan ilmu dan teknologi terutama dibidang biologi dan kedokteran telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi ( catalano, 1991).

Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001) Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI.

Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek profesional.

Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat

atau bidan seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan /kebidanan Pendekatan berdasarkan prinsip Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain; (1) Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang: (2) Menghindarkan berbuat suatu kesalahan; (3) Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya; (4) Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak. Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara kedua prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.

Terutama kemajuan di bidang biologi dan kedokteran, telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi (cakalano, 1991). Kemajuan teknologi kesehatan saat ini telah meningkatkan kemampuan bidang kesehatan dalam mengatasi kesehatan dan memperpanjang usia. Jumlah golongan usia lanjut yang semakin banyak, keterbatasan tenaga perawat, biaya perawatan yang semakin mahal, dan keterbatasan sarana kesehatan, telah menimbulkan etika keperawatan bagi individu perawat atau persatuan perawat ( Mc. Croskey, 1990 )

A. Beberapa pengertian yang berkaitan dengan dilema etik 1. Etik Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia, baik secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya ( Pastur scalia, 1971 ) 2. Etik Keperawatan Etik keperawatan adalah norma-norma yang di anut oleh perawat dalam bertingkah laku dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu pelayanan keperawatan yang bersifat professional. Prilaku etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari

pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan. 3. Kode Etik Keperawatan Kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip imum yang telah diterima oleh suatu profesi. Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga masyarakat, teman sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan lain, yang berfungsi untuk • Memberikan dasar dalam mengatur hubungan antara perawat, pasien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan profesi keperawatan. • Memberikan dasar dalam menilai tindakan keperawatan • Membantu masyarakat untuk mengetahui pedoman dalam melaksanakan praktek keperawatan. • Menjadi dasar dalam membuat kurikulum pendidikan keperawatan ( Kozier & Erb, 1989 ) 4. Dilema Etik Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benara atau salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1985 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

B. Prinsip-Prinsip Moral Dalam Praktek Keperawatan Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu. ( John Stone, 1989 ) 1. Autonomi Autonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri, berarti menghargai manusia sehingga memperlakukan mereka sebagai seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat serta mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. 2. Benefesience Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau tidak menimbulkan bahaya bagi pasien. 3. Justice Merupakan prinsip moral untuk bertindak adil bagi semua individu, setiap individu mendapat pperlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan hidup seseorang 4. Veracity

Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun suatu hubungan denganorang lain. Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang hal yang sebenarnya. 5. Avoiding Killing Merupakan prinsip yang menekankan kewajiban perawat untuk menghargai kehidupan. Bila perawat berkewajiban melakukan hal-hal yang menguntungkan (Benefisience ) haruskah perawat membantu pasien mengatasi penderitaannya ( misalnya akibat kanker ) dengan mempercepat kematian ? Kewajiban perawat untuk menghargai eksistensi kemanusiaan yang mempunyai konsekuensi untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan dengan berbagai cara. 6. Fedelity Merupakan prinsip moral yang menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu kewajiban mempertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Kewajiban ini meliputi meenepati janji, menyimpan rahasia dan “caring “

C. Kerangka Proses Pemecahan Masalah Dilema Etik Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain : 1. Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 ) Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik. a. Mengkaji situasi b. Mendiagnosa masalah etik moral c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan d. Melaksanakan rencana e. Mengevaluasi hasil 2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 1989 ) a. Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi : • Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya • Apa tindakan yang diusulkan • Apa maksud dari tindakan yang diusulkan • Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan. b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat e. Mengidentifikasi kewajiban perawat f. Membuat keputusan 3. Model Murphy dan Murphy a. Mengidentifikasi masalah kesehatan b. Mengidentifikasi masalah etik

c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan d. Mengidentifikasi peran perawat e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan g. Memberi keputusan h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya. 4. Model Curtin a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan masalah b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan. c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan. d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari pilihan itu. e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan. f. Memecahkan dilema g. Melaksanakan keputusan

5. Model Levine – Ariff dan Gron a. Mendefinisikan dilema b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan. c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayana • Pasien dan keluarga • Faktor-faktor eksternal d. Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu e. Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi f. Identifikasi pengambil keputusan g. Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik h. Tentukan alternatif-alternatif i. Menindaklanjuti 6. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981) Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik a. Mengumpulkan data yang relevan b. Mengidentifikasi dilema c. Memutuskan apa yang harus dilakukan d. Melengkapi tindakan 7. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981) mengusulkan 10 langkah model keputusan bioetis a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual. b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi c. Mengidentifikasi Issue etik d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.

f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada D. Strategi Penyelesaian Masalah Etik Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988) Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan terdapat permasalahan etis.

BAB III EUTHANASIA DAN ABORSI

A.EUTHANASIA Eutanasia. Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400300 SM. Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan Ditinjau dari sudut maknanya maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu eutanasia pasif, eutanasia agresif dan eutanasia non agresif

Eutanasia agresif :

atau suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti misalnya pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien. Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia (eutanasia otomatis)yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Autoeutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif atas permintaan

Eutanasia pasif :

juga bisa dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif dimana tidak dipergunakan alatalat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit. Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis, maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang atau keputusasaan keluargan karena ketidak sanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Ini biasanya terjadi pada keluarga pasien yang tidak mungkin untuk membayar biaya pengobatannya, dan pihak rumah sakit akan meminta untuk dibuat "pernyataan pulang paksa". Bila meninggal pun pasien diharapkan mati secara alamiah. Ini sebagai upaya defensif medis. Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu : • Eutanasia diluar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan. • Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.

• Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal

kontroversial. Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu : • Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) • Eutanasia hewan • Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela

Eutanasia di berbagai Negara 1.

Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act)[8]. Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya. Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999. Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasi 2.

Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002 , yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk

mengakhiri penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal. Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum

3.

Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian". Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika ). Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya 4.

Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan hidup si bayi"

sebagai suatu legitimasi praktek kedokteran. Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda). Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga

5.

Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa ”Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun. Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP

Eutanasia menuruit pandangan agama 1. Agama Islam

Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.[25] Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif. Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa

tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga Ketua Komisi Fatwa MUI mengeluarkan fatwa yang haram tindakan Euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat). "Euthanasia itu kan pembunuhan," kata KH Ma`ruf Amin Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya tindakan Euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat). "Euthanasia, menurut fatwa kita tidak diperkenankan, karena itu kan melakukan pembunuhan," kata KH Ma`ruf Amin di Jakarta, Jumat (22/10). Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH Ma'ruf Amin mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus. Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan, kondisi aktif adalah kondisi orang yang tidak akan mati bila hanya dicabut alat medis perawatan, tetapi memang harus dimatikan. Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan "euthanasia", dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan membunuh orang dan karena faktor keputusasaan yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Dia mengungkapkan, dasar pelarangan euthanasia memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran maupun Sunnah Nabi. "Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah SWT," ujarnya menambahkan. Ketua komisi fatwa MUI itu mengatakan, MUI akan menjelaskan dan mengeluarkan fatwa pelarangan euthanasia tersebut, apabila Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau institusi lainnya menanyakan kepada MUI. Dia menjelaskan, kasus permohonan euthanasia memang belum pernah terjadi di Indonesia, tetapi MUI telah menetapkan fatwa pelarangan tersebut setelah melakukan diskusi dan pembahasan tentang permasalahan euthanasia yang terjadi di luar negeri.

2. Kristen Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.

Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya : • Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut". • Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi. Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik. Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan. Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut Illustrasi kasus Seorang wanita berusia 40 tahun menderita tumor dia menolak untuk di obati di karenakan biaya yang kurang mencukupi, namun dia pernah mendatangi puskesmas terdekat untuk berobat dan konsultasi untuk menyelamatkan hidup nya, maka di perlukan suatu operasi dengan segera. Tetapi dia tetap saja menolak untuk dioperasi dengan alas an tidak adanya biaya, tidak inggin orang lain (anak-anak nya) susah akan keberadaannya seperti itu dan membiarkan tumor itu menjadi besar hingga ia meninggal. Anak-anak nya pun tidak bisa berbuat apa-apa, dan mereka menghargai keputusan ibunya walaupun dengan berat hati. Begitu pula suaminya dia bekerja hanya sebagai kuli yang hanya cukup untuk keperluan sehari-hari saja.

PEMBAHASAN KASUS A. Penyelesaian Dilema Etik Kerangka pemecahan dilema etik, menurut kozier and Erb (1989) 1. Mengembangkan Data Dasar a. Orang-orang yang terlibat dalam dilema etik tersebut : klien, suami, anak, perawat, rohaniawan b. Tindakan yang diusulkan Sebagai klien dia mempunyai otonomi untuk membiarkan penyakitnya menggerogoti tubuhnya walaupun sebenarnya bukan hal itu yang di inginkannya. Dalam hal ini, perawat mempunyai peran dalam pemberi asuhan keperawatan, peran advocad (pendidik) serta sebagai konselor yaitu membela dan melindungi ibu tersebut untuk hidup dan menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian. c. Maksud dari tindakan Dengan memberikan pendidikan, konselor, advokasi di harapkan klien mau menjalani operasi serta dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi. d. Konsekuensi tindakan yang diusulkan 1) Operasi dilaksanakan • Biaya Biaya yang dibutuhkan klien cukup besar untuk dilaksanakannya operasi • Psikososial Pasien merasa bersyukur diberi umur yang panjang (bila operasi itu lancar dan baik) namun klien juga dihadapkan pada kecemasan akan kelanjutan hidupnya bila ternyata operasi itu gagal serta biaya-biaya yang akan di keluarkan. • Fisik Klien mempunyai bentuk tubuh yang normal tidak terdapat pembesaran dalam tubuhnya (perut) dan bila dibiarkan begitu saja cepat atau lambat akan terjadilah kematian 2) Bila operasi tidak dilaksanakan • Biaya Tidak mengeluarkan biaya apa-apa • Psikososial Klien dihadapkan pada suatu ancaman kematian terjadi kecemasan dan rasa sedih dalam hatinya • Fisik Timbulnya pembesaran di daerah abdomen

2. Identifikasi Komplik Akibat Situasi Tersebut a. Untuk memutuskan apakah operasi dilakukan pada wanita tersebut, perawat dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien b. Apabila tindakan operasi tidak di lakukan perawat dihadapkan pada konflik : 1. tidak melaksanakan sumpah profesi 2. tidak melaksanakan kode etik profesi dan prinsip-prinsip moral : advokasi,benefesience, justice, avoiding, killing. 3. tidak melaksanakan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan 4. perasaan bersalah (quilty) akibat tidak melaksanakan tindakan operasi yang memungkinkan timbulnya kematian. 3. Tindakan Alternatif Terhadap Tindakan Yang Diusulkan a. mengusulkan dalam tim yang terlibat dalam masalah klien untuk dilakukannya operasi, konsekuensi : 1. usul diterima atau ditolak aleh tim dan pihak yang terlibat dalam penanganan klien 2. mungkin klien secara psikologis akan menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan akan kehidupan ini 3. resiko pengeluaran biaya yang tak terduga/ tidak dapat diprediksi b. mengangkat dilema etik ini kepada komisi etik keperawatan yang lebih tinggi untuk mempertimbangkan apakah operasi ini dilakukan atau tidak konsekuensi : 1. mungkin memperoleh tanggapan yang memuaskan 2. mungkin memperoleh tanggapan yang kurang memuaskan 3. tidak tertutup kemungkinan untuk tidak di tanggapi sama sekali c. meminta izin kepada pimpinan lembaga pelayanan kesehatan (klinik kesehatan) untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi klien yang sebenarnya.

Konsekuensi : 1. koordinator lembaga pelayanan menyetujui atau menolak 2. klien meperoleh informasi dan dapat memahami kondisinya, serta dapat mengambil sikap untuk memutuskan tindakan yang terbaik untuk dirinya. 3. kondisi psikologis klien lebih baik atau bertambah buruk karena responnya terhadap informasi yang diperoleh 4. Menetapkan Siapa Pembuat Keputusan

Pada kasus wanita tersebut merupakan masalah yang komplek dan rumit, membuat keputusan dilakukan operasi atau tidak dapat diputuskan oleh pihak tertentu saja tetapi harus diputuskan secara bersama-sama. a. pengambilan keputusan harus melibatkan tim yang terkait dan klien b. keputusan dibuat untuk : 1. pihak yang terkait dengan wanita tersebut untuk melakukan operasi atau tidak 2. klien, keputusan yang dibuat dapat memperoleh kepastian apakah dilakukan operasi atau tidak. c. kriteria penetapan siapa pembuat keputusan 1. Tim Kumpulan dari beberapa pihak yang berkepentingan dan yang paling memahami kondisi fisik dan psikologis klien. Masalah yang dihadapi Sangay komplek dan rumit yang tidak hanya memerlukan pertimbangan ilmiah, tetapi juga pertimbangan etik sehingga pembuat keputusan

akan lebih bijaksana dilakukan oleh tim. 2. klien klien ádalah orang yang paling berkepentingan dalam pengambilan keputusan yang dibuat oleh klien bisa berubah secara tiba-tiba yang akan mempengaruhi keputusan tim 3. keluarga keterlibatan keluarga dalam upaya penyelesaian masalah cukup menentukan mengingat secara ekonomis klien masih Belem mendapatkan biaya diperoleh darimana sehingga keluarga mempunyai peranan yang cukup menemtukan masalah d. prinsip moral yang ditekankan berdasarkan prioritas dalam kasus ini : 1. otonomi 2. benefesiensi 3. justice 4. avoiding killing 5. Mengidentifikasi Kewajiban Perawat a. menghindari klien dari ancaman kematian b. menghargai otonomi klien dan berusaha menyeimbangkan dengan tanggung jawab pemberi pelayanan kesehatan c. menghindarkan klien dari tindakan yang tidak menguntungkan bagi dirinya d. melaksanakan prinsip-prinsip kode etik keperawatan e. membantu sistem pendukung yang terlibat 6. Membuat keputusan Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan dari pertimbangan tim kesehatan, sebagai seorang perawat, keputusan yang terbaik adalah dilakukan operasi berhasil atau tidak itu adalah kehendak yang maha kuasa B.ABORSI Dunia tidak hanya telah diporak - porandakan oleh peperangan politis, keberingasan kriminal ataupun ketergantungan akan obat bius, tetapi juga datang dari jutaan ibu yang mengakhiri hidup janinnya. Aborsi telah menjadi penghancur kehidupan umat manusia terbesar sepanjang sejarah dunia. Hasil riset Allan Guttmacher Institute ( 1989 ) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 55 juta bayi digugurkan. Angka ini memberikan bukti bahwa setiap hari 150.658 bayi dibunuh, atau setiap menit 105 nyawa bayi direnggut sewaktu masih dalam kandungan. Janin : ( Manusia dalam Rahim ) Pengguguran kandungan alias aborsi ( abortus, bahasa Latin ) secara umum dapat dipilah dalam dua kategori, yakni aborsi alami ( abortus natural ) dan aborsi buatan ( abortus provocatus ), yang termasuk didalamnya abortus provocatus criminalis, yang merupakan tindak kejahatan dan dilarang di Indonesia ( diatur dalam pasal 15 ayat 2 Undang - undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 ).A.Aborsi tidak hanya dilakukan oleh para wanita berstatus istri yang bermaksud menghentikan kelangsungan kandungannya, tetapi juga banyak penyandang hamil pra-nikah melakukannya. Kecenderungan melakukan aborsi ini tak lepas dari pandangan terhadap hakikat kapan kehidupan anak manusia dimulai. Aborsi merupakan masalah yang kompleks, mencakup nilai-nilai religius, etika, moral dan ilmiah serta secara spesifik sebagai masalah biologi.

1.DEFINISI ABORSI Secara sederhana kata aborsi adalah mati ( gugurnya ) hasil konsepsi. Artinya aborsi itu dapat dimulai dari sejak benih wanita (ovum ) dengan benih pria ( sperma ) mengadakan konsepsi. Kehidupan yang utuh dimulai dari dua benih menjadi satu ( TWO IS ONE ). Aborsi adalah : Berakhirnya suatu kehamilan ( oleh akibat – akibat tertentu ) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan / kehamilan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Aborsi itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alami tanpa adanya upaya upaya dari luar ( buatan ) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah aborsi yang terjadi akibat adanya upaya - upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Aborsi tetap saja menjadi masalah kontroversial, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi biasanya dilakukan atas indikasi medis yang berkaitan dengan ancaman keselamatan jiwa atau adanya gangguan kesehatan yang berat pada diri si ibu, misalnya tuberkulosis paru berat, asma, diabetes, gagal ginjal, hipertensi, bahkan biasanya terdapat dikalangan pecandu ( ibu yang terinfeksi virus ). Aborsi dikalangan remaja masih merupakan hal yang tabu, jangankan untuk dibicarakan apalagi untuk dilakukan 2.PEMBAGIAN ABORSI 1.Pembagian Aborsi a.Aborsi spontan b.Aborsi Provocatus 2.Kejadain aborsi a.Aborsi dalam pernikahan b.Aborsi dalam pra nikah Ada 3 hal yang terjadi sebelum aborsi : 1.Adanya hubungan seks pria dan wanita 2.Hubungan seks dengan komitmen ( seks dalam pernikahan ) 3.Hubungan seks tanpa komitmen ( seks di luar pernikahan ) Aborsi adalah dampak dari hubungan seks, artinya aborsi baru terjadi apabila ada hubungan seks ( termasuk perkosaan / kekerasan seks ) dan konsepsi kedua benih. Konsepsi dapat terjadi pada wanita yang sudah menstruasi dengan laki - laki yang spermanya telah dewasa : dimulai dari kelompok remaja sampai tua, kecuali pada wanita sampai menopause.

. Aborsi itu sendiri ada 3 macam : 1.ME ( Menstrual Extraction ) : Dilakukan 6 minggu dari menstruasi terakhir dengan penyedotan. Tindakan aborsi ini sangat sederhana dan secara psikologis juga tidak terlalu " berat " karena masih dalam bentuk gumpalan darah, belum berbentuk janin.

2.Diatas 12 minggu, masih dianggap normal dan termasuk tindakan aborsi yang sederhana.

3.Aborsi diatas 18 minggu, tidak dilakukan di klinik tetapi di rumah sakit besar. Tetapi bagi kalangan pecandu atau pekerja seks aborsi seringkali terjadi saat usia kehamilan sudah diatas 18 minggu. Biasanya mereka akan mendatangi klinik - klinik yang mereka ketahui dan mereka seringkali tidak memikirkan efek samping bagi tubuh mereka sendiri. Mereka melakukan aborsi ini karena mereka tidak menginginkan kehamilan tersebut dan terkadang mereka melakukan ini karena tidak ingin menularkan virus pada bayi mereka, dikarenakan sebagian dari mereka mengetahui bahwa mereka telah terinfeksi virus, tetapi bagaimana jika mereka tidak mengetahui jika mereka terinfeksi virus dan menginginkan bayi tersebut lahir ? Ada juga dari mereka yang memilih cara - cara alternatif, seperti melakukannya sendiri dengan meminum jamu peluntur, loncat - loncat, mengurut perut, sampai memasukan benda - benda tertentu kedalam rahim dan ada juga meminta bantuan orang yang mampu mengatasi hal tersebut seperti mendatangi dukun dan sebagainya. Di Indonesia sendiri pengguguran kandungan tidak asing lagi. Semakin banyaknya pecandu yang ada dan banyaknya juga pekerja seks maka tingkat pengguguran kandungan pun semakin meningkat. Dan ini yang harus kita waspadai dan perhatikan. Sebaiknya jika ingin melakukan aborsi diperhatikan dahulu apa memang perlu adanya tindakan aborsi tersebut. Remaja hamil, baik yang menempuh a borsi maupun yang meneruskan kehamilannya, membutuhkan banyak biaya untuk pelaksaan aborsi atau untuk perawatan kehamilan dan melahirkan. Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan aborsi bekisar antara Rp 300.000 sampai Rp 1.100.000, dengan rata - rata biaya aborsi Rp. 415.000. Jumlah biaya terkecil dipakai oleh responden dari bidan di Puskesmas atau Dokter. Remaja yang meneruskan kehamilan membutuhkan biaya perawatan kehamilan dan kelahiran anaknya. Berbeda dengan remaja yang melakukan aborsi, remaja yang melahirkan anak umumnya mendapatkan bantuan dari orang tua . Dari responden yang melahirkan, sekitar 15% biaya ditanggung bersama dengan pasangan dan 11% ditanggung oleh pasangan. Sebagian besar mereka tidak memeriksa kandungannya secara rutin karena merasa malu keluar rumah dengan perut besar tidak lama setelah menikah atau tanpa menikah. Mereka rata - rata baru memeriksa kandungannya setelah berusia lebih dari 4 bulan. Empat bulan pertama kehamilan adalah periode yang berusaha disembunyikan dan bahkan digugurkan.

3.KASUS - KASUS ABORSI Seorang pecandu yang sudah clean memiliki pengalaman pernah melakukan aborsi karena ia dulu memakai narkoba. Karena untuk mendapatkan drugs ia memerlukan uang banyak untuk memenuhi kebutuhannya itu dan ia pun rela sampai menjual dirinya agar mendapatkan drugs. Karena pekerjaan yang menurutnya sangat menyiksa dirinya itu ia pun tidak menggunakan kondom dan ia sampai ke tahap hamil, tanpa mengetahui siapa ayah dari bayinya tersebut. Ia

terus berusaha mencari uang lebih untuk kebutuhan drugsnya dan juga untuk membiayai pengguguran kandungan yang tidak ia kehendaki tersebut. Sampai pada usia kandungannya mencapai 3 bulan ia harus penggugurkan kandungannya dan itu memerlukan uang yang sangat banyak, karena usia kandungannya sudah cukup besar. Dan ini pun bukan pertama kalinya ia melakukan aborsi tersebut.

4.ABORSI DALAM PANDANGAN ISLAM Bagaimana Islam memandang Aborsi ? Soal : Bagaimana hukum dalam pandangan Islam ? Jawab : Sebelum membahas hukum aborsi, ada dua fakta yang dibedakan oleh para fuqaha dalam masalah ini. Pertama : apa yang disebut imlash ( aborsi, pengguguran kandungan ). Kedua, isqâth ( penghentian kehamilan ). Imlash adalah menggugurkan janin dalam rahim wanita hamil yang dilakukan dengan sengaja untuk menyerang atau membunuhnya. Dalam hal ini, tindakan imlash ( aborsi ) tersebut jelas termasuk kategori dosa besar; merupakan tindak kriminal. Pelakunya dikenai diyat ghurrah budak pria atau wanita, yang nilainya sama dengan 10 diyat manusia sempurna. Dalam kitab Ash - Shahîhayn, telah diriwayatkan bahwa Umar telah meminta masukan para sahabat tentang aktivitas imlâsh yang dilakukan oleh seorang wanita, dengan cara memukuli perutnya, lalu janinnya pun gugur. AlMughirah bin Syu’bah berkata: '' Rasulullah saw. telah memutuskan dalam kasus seperti itu dengan diyat ghurrah 1 budak pria atau wanita ''. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Muhammad bin Maslamah, yang pernah menjadi wakil Nabi saw. di Madinah. Karena itu, pada dasarnya hukum aborsi tersebut haram. Ini berbeda dengan isqâth al - haml ( penghentian kehamilan ), atau upaya menghentikan kehamilan yang dilakukan secara sadar, bukan karena keterpaksaan, baik dengan cara mengkonsumsi obat, melalui gerakan, atau aktivitas medis tertentu. Penghentian kehamilan dalam pengertian ini tidak identik dengan penyerangan atau pembunuhan, tetapi bisa juga diartikan dengan mengeluarkan kandungan baik setelah berbentuk janin ataupun belum dengan paksa. Dalam hal ini, penghentian kehamilan ( al - ijhâdh ) tersebut kadang dilakukan sebelum ditiupkannya ruh di dalam janin, atau setelahnya. Tentang status hukum penghentian kehamilan terhadap janin, setelah ruh ditiupkan kepadanya, maka para ulama sepakat bahwa hukumnya haram, baik dilakukan oleh si ibu, bapak, atau dokter. Sebab, tindakan tersebut merupakan bentuk penyerangan terhadap jiwa manusia, yang darahnya wajib dipertahankan. Tindakan ini juga merupakan dosa besar.

5.HUKUM ABORSI MENURUT UUD Menurut hukum - hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “ Abortus Provocatus Criminalis ” Yang menerima hukuman adalah: 1.Ibu yang melakukan aborsi 2.Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi 3.Orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi Beberapa pasal yang terkait adalah: Pasal 229 1.Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karenapengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2.Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3.Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 314 Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 342 Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 347 1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 1.Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349 Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah

dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

BAB IV PENUTUP Mengenai penghentian kehamilan sebelum ditiupkannya ruh dan euthanasia, para fuqaha telah berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dan ada juga yang mengharamkan. Menurut kami, jika penghentian kehamilan itu dilakukan setelah empat puluh hari usia kehamilan, saat telah terbentuknya janin ( ada bentuknya sebagai manusia ), maka hukumnya haram. Karenanya, berlaku hukum penghentian kehamilan setelah ruhnya ditiupkan, dan padanya berlaku diyat ghurrah tersebut dan juga ethanasia atau penganmbilan nafa itu tidak boleh. A.KESIMPULAN 1.Jika seorang wanita yang tengah mengandung mengalami kesulitan saat melahirkan, ketika janinnya telah berusia enam bulan lebih, lalu wanita tersebut melakukan operasi sesar. Penghentian kehamilan seperti ini hukumnya boleh, karena operasi tersebut merupakan proses kelahiran secara tidak alami. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janinnya sekaligus. Hanya saja, minimal usia kandungannya enam bulan. Aktivitas medis seperti ini tidak masuk dalam kategori aborsi; lebih tepat disebut proses pengeluaran janin ( melahirkan ) yang tidak alami. 2.Jika janinnya belum berusia enam bulan, tetapi kalau janin tersebut tetap dipertahankan dalam rahim ibunya, maka kesehatan ibunya bisa terganggu. Dalam kondisi seperti ini, kehamilannya tidak boleh dihentikan, dengan cara menggugurkan kandungannya. Sebab, sama dengan membunuh jiwa. Alasannya, karena hadis - hadis yang ada telah melarang dilakukannya pengguguran, serta ditetapkannya diyat untuk tindakan seperti ini. 3.Jika janin tersebut meninggal didalam kandungan. Dalam kondisi seperti ini, boleh dilakukan penghentian kehamilan. Sebab, dengan dilakukannya tindakan tersebut akan bisa menyelamatkan nyawa ibu, dan memberikan solusi bagi masalah yang dihadapinya; sementara janin tersebut berstatus mayit, yang karenanya harus dikeluarkan. Janin yang di bunuh dan wajib atasnya ghurrah adalah bayi yang suadh berbentuk ciptaan ( janin ), misalnya mempunyai jantung, tangan, kaki, kuku, mata, atau lainnya. Mengenai peghentian kehamilan sebelum ditiupkannya ruh, para fuqojia telah berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dan ada juga yang mengharamkan. Menurut kami, jika penghentian kehamilan itij dilakukan setelah empat puluh hari usia kehamilan, saat telah terbentuknya janin ( ada bentuknya sebagai manusia ), maka hukumnya haram. Karenanya, berlaku hukum penghentian kehamilan setelah ruhnya ditiupkan, dan padanya berlaku diyat ghurrah tertentu. 4.Jika janin tersebut belum berusia enam bulan, tetapi kalau janin tersebut tetap dipertahankan dalam rahim ibunya, maka nyawa ibunya akan terancam. Dokter pun sepakat, kalau janin tersebut tetap dipertahankan menurut dugaan kuat atau hampir bisa dipastikan nyawa ibunya tidak akan selamat, atau mati. Dalam kondisi seperti ini, kehamilannya boleh dihentikan, dengan cara menggugurkan kandungannya, yang dilakukan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya. Alasannya, karena Rasulullah saw. memerintahkan berobat dan mencari kesembuhan. Di samping itu, jika janin tersebut tidak digugurkan, ibunya akan meninggal, janinnya pun sama, padahal dengan janin tersebut digugurkan, nyawa ibunya akan tertolong, sementara menyelamatkan nyawa ( kehidupan )

tersebut diperintahkan oleh Islam. B.SARAN Dengan demikian, dalil - dalil tentang kebolehan menghentikan kehamilan, khususnya untuk menyelamatkan nyawa ibu, juga dalil - dalil berobat dan mencari kesembuhan, pada dasarnya merupakan dalil mukhashshish bagi hadis - hadis yang mengharamkan tindakan pengguguran janin. Secara umum dalil haramnya pengguguran kandungan tersebut dinyatakan dalam konteks pembunuhan, atau penyerangan terhadap janin. Karena itu, penghentian kehamilan dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu tidak termasuk dalam kategori penyerangan, dan karenanya diperbolehkan. Wallâhu a‘lam bi ash - shawâb

DAFTAR PUSTAKA http://azmikoe.multiplay.co id. Answer.yahoo.com/questioan/indeks http://forum.kotasantri.com/viewtopic.php?t=1267 http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/kesehatan/18_ABORSI.pdf

PRINSIP LEGAL ETIK DAN NURSING ADVOCACY Juli 19, 2016

BAB I PRINSIP LEGAL ETIK DAN NURSING ADVOCACY

A. Konsep Dasar Etika Keperawatan 1.

Definisi etik Etik berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap yang baik. Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah (Cecep Triwibowo,(2010))

2.

Etik Keperawatan Etik keperawatan adalah prinsip etik dalam melaksanakan kegiatan profesi keperawatan sehingga mutu dan kualitas profesi tetap terjaga (Ferry Effendi, (2009)).

3.

Nilai Nilai merupakan kepercayaan individu tentang kegunaan dari suatu ide, tingkah laku, adat istiadat atau objek yang menentukan standar yang mempengaruhi perilaku. (Potter,Perry(2009).

4.

Norma

Norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap perilaku manusia guna mencapai ketertiban dan kedamaian (Potter,Perry(2009). B. Kode Etik Keperawatan Kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip yang telah diterima oleh suatu profesi (Potter,Perry(2009)) 1.

Kode Etik Keperawatan Menurut ANA Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association (ANA) adalah sebagai berikut:

a.

Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak di batasi oleh pertimbangan-pertimbangan status sosial atau ekonomi, atribut personal, atau corak masalah kesehatannya.

b.

Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh informasi yang bersifat rahasia.

c.

Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan keselamatannya terancam oleh praktik seseorang yang tidak kompeten, tidak etis atau ilegal.

d. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan perawatan yang dijalankan masing-masing individu. e.

Perawat memelihara kompetensi keperawatan.

f.

Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab, dan melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain.

g.

Perawat turut serta beraktifitas dalam membantu pengembangan pengetahuan profesi.

h.

Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan standar keperawatan.

i.

Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang berkualitas.

j.

Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta mempertahankan integritas perawat.

k.

Perawat bekerjasama dengan anggota profesi kesehatan atau warga masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarkat dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan publik.

2.

Kode Etik Keperawatan yang dikeluarkan oleh DPP PPNI (PPNI, 2000)

a.

Perawat dan Klien

1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.

2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien. 3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. 4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. b. Perawat dan Praktik 1) Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus. 2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. 3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain. 4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku professional.

c.

Perawat dan Masyarakat Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

d. Perawat dan Teman Sejawat 1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh 2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal. e.

Perawat dan Profesi

1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan. 2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan. 3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

C. Prinsip Etik dalam Praktik keperawatan

Prinsip bahwa dasar kode etik adalah menghargai hak dan martabat manusia, tidak akan berubah. Prinsip ini diterapkan dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan dan juga dalam hak-hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. (Suhaemi Mimin Emi, (2004).Etika Keperawatan . Jakarta: EGC). Prinsip-prinsip tersebut antara lain : (B. Bastable, (2002). Perawat Sebagai Pendidik. Jakarta: EGC) 1.

Otonomi Otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu autos artinya sendiri dan nomos, artinya aturan. Otonomi merupakan kemampuan dalam mengatur diri sendiri. Prinsip otonomi sangat penting dalam bidang kesehatan termasuk dalam bidang keperawatan. Karena seorang perawat harus menghargai martabat klien sebagai individu yang dapat memutuskan apa hal yang baik untuk dirinya. (Suhaemi, (2004).

2.

Non-Malefisien Non-maleficience berarti kontinum rentang dari bahaya tidak berarti maksudnya adalah tidak melukai yang akan menimbulkan bahaya kepada orang lain (klien). Contohnya : perawat mengimunisasi anak terhadap difteria, batuk rejan, dan tetanus member suatu derajat bahaya atau nyeri. Nah, tindakan ini mencegah bahaya serius dari penyakit anak-anak. (Potter, perry, edisi 4 (2005).

3.

Beneficient (Kemaslahatan) Prinsip kemaslahatan menuntut seorang perawat memberikan keseimbangan maslahat terhadap resiko dalam suatu situasi, dimana suatu pilihan harus dibuat dan menentukan suatu cara untuk membantu klien. Misal, klien kanker harus mempertimbangkan resiko dari suatu obat kanker eksperiment sebelum menerima obat tersebut. (Potter dan perry. Edisi 4 (2005).

4.

Keadilan (Justice) Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain secara adil dan memberikan apa yang menjadi kebutuhan dan manfaat bagi mereka. Ketika ada hal yang diberikan untuk klien, perawat dapat mengalokasi dalam konteks pembagian yang adil terhadap masing-masing klien yang mereka butuhkan.(Potter dan perry edisi 4 (2005).

5.

Kejujuran (Veracity) Kejujuran

menuntut

kewajiban

untuk

mengungkapkan

kebenaran

yang

sesungguhnya. Sikap kejujuran tidak hanya harus berkata jujur tetapi juga membutuhkan adanya sikap positif dalam memberikan informasi dan juga pengajaran dan perlindungan klien. Misal, seorang wanita menanyakan obat yang dibutuhkannya setelah trnsplantasi sumsum tulang belakang, kemudian perawat harus memberikan informasi yang jujur. Akan tetapi mungkin wanita tersebut tidak jadi untuk transplantasi. Tetapi dalam hal ini perawat harus menekankan hal positif setelah transplantasi tersebut. (Potter dan perry. edisi 4(2005). 6.

Kerahasiaan (Kridensialitas)

Rahasia adalah Semua informasi menjadi hak isimewa seseorang atau pribadinya seseorang yang telah ada kesepakatan yang bersifat resmi. Hubungan perawat dengan klien sudah dianggap hak istimewa dimana perawat tidak boleh membocorkan informasi kepribadian klien kepada orang lain. Kecuali, korban merupakan tindak kejahatan. Maka perbuatan tersebut harus dilakukan saat menjadi seorang saksi di pengadilan.( B. Bastable, (2002). 7.

Kesetiaan (Fidelity) Keyakinan atau kesetiaan menyatakan bahwa seorang perawat harus memagang suatu janji yang dibuatnya untuk klien. Ketika dibuatnya suatu janji, ada timbulnya rasa saling percaya diantara perawat-klien. (Potter dan perry. Edisi 4 (2005))

8.

Respek pada seseorang Prinsip respek terhadap sesorang menetapkan bahwa semua etik perawatan kesehatan harus menghargai kehidupannya sendiri dan kehidupan orang lain bisa dikatakan bahwa menghormati dan menghargai pasien beserta hak-hak pasien. contoh : perawat harus melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan manusia dimana terdapat harapan sembuh atau memperoleh keuntungan dari tindakan memperpanjang hidup. (Potter dan perry. Edisi 4 (2005)).

D. Issue Supporting Device Issue etik merupakan perubahan cakupan praktik keperawatan telah menyebabkan peningkatan insidensi konflik antara kebutuhan dan harapan klien serta nilai professional perawat (Blais, (2007).

1.

Klarifikasi Supporting Devices

a.

Alat Bantu Teknologi medis yang canggih merupakan alat untuk para medis.

b.

Peralatan Sinar X Menggerakkan unit Transmiter.

c.

Peralatan Analisis Otomatis Hematologikal Menekankan getaran diujung injektor saat dihentikan.

d. Pemindai CT Sinar X medis Perangkat yang memindai seluruh tubuh pasien. e.

Kursi roda elektrik spinal bola Fasilitas untuk mandi dengan perangkat bertenaga listrik.

f.

Robot Pendukung pembedahan selama pengobatan tulang

g.

Handheld Suatu alat yang diganakan perawat untuk pengumpulan data.

h.

Handhell device Mempermudah perawat untuk mengakses sumber-sumber klinik pasien.

E. Prinsip Legal Keperawatan 1.

Pertanggungjawaban Tanggung jawab mengacu pada pelaksanaan tugas yang dikaitkan dengan peran tertentu perawat (American Nurses Association [ANA]), (1985). Ketika memberikan medikasi, perawat bertanggungjawab dalam mengkaji kebutuhan klien terhadap obat-obatan, memberikannya dengan benar dalam dosis yang aman serta mengevaluasi responsnya.

a.

Tanggung jawab dasar bagi seorang perawat terbagi menjadi empat : meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memperbaiki kesehatan dan mengurangi penderitaan.

b.

Tanggung jawab utama perawat adalah pada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan.

c.

Perawat memiliki tanggung jawab pribadi pada praktik keperawatan serta mempertahankan kompetensi dengan terus belajar.

2.

Pertanggunggugatan Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya. Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan, dan masyarakat. Jika dosis medikasi salah diberikan, perawat bertanggung gugat pada klien yang menerima medikasi tersebut, dokter yang memprogramkan tindakan, perawat yang menetapkan standar perilaku yang diharapkan, serta masyarakat, yang semuanya menghendaki perilaku profesional.

Tanggung gugat etik adalah tanggung jawab personal dimana perawat dan semua anggota profesional kesehatan lain harus menerimanya. Tanggung gugat profesional memiliki tujuan sebagai berikut : a.

Untuk mengevaluasi praktisi profesional baru dan mengkaji ulang yang telah ada.

b.

Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan.

c.

Untuk memudahkan refleksi pribadi, permikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada pihak profesional perawatan kesehatan.

d. Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis. Untuk dapat bertanggung gugat, perawat melakukan praktik dalam kode profesi. Tanggung gugat membutuhkan evaluasi kinerja perawat dalam memberikan perawatan kesehatan.

F. Prinsip Ilegal Keperawatan (Kelalaian dan Malpraktik) 1.

Malpraktik Malpraktik berarti menjalankan pekerjaan dalam teori atau menjalankan pekerjaan atau profesi yang kualitasnya buruk, tidak lege etis,tidak tepat. Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni :

a.

Criminal Malpractice Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :

1) Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela. 2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hatihati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung. b.

Civil Malpractice Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah

disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain : 1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan. 2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya. 3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna. 4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya. c.

Administrative Malpractice Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

2.

Neglected (Kelalaian) Kelalaian adalah perilaku yang tidak sesuai standar perawatan. Malpraktik terjadi ketika asuhan keperawatan tidak sesuai yang menuntut praktik keperawatan yang aman. Kelalaian perawat disebut sebagai malpraktik.

a.

Jenis-jenis Kelalaian

1) Malfeasance

:

Melakukan

atau

tindakan

yang

melanggar

hukum

tidak tepat/layak.

2) Misfeasance

:

Melakukan

tepat

pilihan

tindakan

keperawatan

yang

tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat.

3) Nonfeasance yang

:

Tidak

melakukan

tindakan

keperawatan

merupakan kewajibannya.

G. Dilema Etik Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanyaa (Deni Purnama,(2009). 1.

Langkah Penyelesaian Dilema etik (Tappen,(2005).

a.

Pengkajian Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan.

b.

Perencanaan Membuat Tujuan dari Treatment, Identifikasi pembuat keputusan, dan daftarkan serta beri bobot/pilihan.

c.

Implementasi Mencari kesepakatan dengan tim medis lain.

d. Evaluasi Terselesaikan dilemma etik.

H. Nursing Advocacy Advokasi adalah proses pembelaan yang dilakukan untuk mendukung argumentasi bagi kebutuhan orang lain dengan bertindak sebagai pembela pasien dalam praktik keperawatan. (Broker, 2002). Peran dan tujuan nursing advokasi adalah sebagai berikut

A.

Peran nursing advokasi :

1.

Memberi informasi dan bantuan atas apa pun yang sudah diputuskan pasien;

2.

Memberi informasi yang artinya menyediakan penjelasan atau informasi sesuai dengan yang klien butuhkan;

3.

Memberi bantuan yang mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi. (Emi, M. S. 2004)

4.

Bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya-upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien;

5.

Melindungi dan memberikan fasilitas keluarga/masyarakat dalam memberikan pelayanan keperawatan. (Haryono, R. 2013)

6.

Mampu bertanggung jawab dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas tindakan keerawatan yang diberikan kepada pasien dan mempertahankan serta melindungi hak-hak pasien. (Nurul, E. dan Sulisno, M. 2013)

7.

Sebagai pelindung penentuan diri klien, mediator, dan pelaku. (Blais, K, dkk. 2007)

Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai individu yang memiliki berbagai karakteristik, pada saat ini perawat memberikan perlindungan martabat dan nilai manusiawi klien selama klien sedang sakit. (Emi, M. S. 2004)

B.

Tujuan nursing advokasi :

1.

Meningkatkan keyakinan para penentu kebijakan dalam melaksanakan perubahan kebijakan dalam pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan;

2.

Meningkatkan keyakinan bahwa masalah dalam pelayanan keperawatan harus diselesaikan bersama dan memerlukan kesepakatan dalam bentuk kemitraan yang didukung olehh pemerintah pusat maupun daerah;

3.

Adanya komitmen dari penentu kebijakan di pusat propinsi dan kabupaten/kota tentang hak masyarakat memperoleh pelayanan keperawatan yang bermutu. (Rita, K. 2007)

4.

Melindungi hak-hak yang dimiliki oleh klien;

5.

Untuk mencapai perawatan kesehatan yang lebih baik. (Blais, K, dkk . 2007)

I.

Hak Pasien (Hidayat, 2002) Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas. Hak menurut C. Fagin (1975) merupakan tuntutan terhadap sesuatu, dimana seseorang mempunyai haknya, seperti kekuasaan dan hak-hak istimewa yang berupa tuntutan yang berdasarkan keadilan, moralitas, atau legalitas. Setiap manusia mempunyai hak asasi untuk berbuat, menyatakan pendapat, memberikan sesuatu kepada orang lain, dan menerima sesuatu dari orang lain atau lembaga tertentu. Hak tersebut dapat dimiliki oleh setiap orang. Dalam menuntut suatu hak, tanggung jawab moral sangat diperlukan agar dapat terjalin suatu ikatan yang merupakan kontrak sosial, baik tersurat maupun tersirat, sehingga segala sesuatunya dapat memberi dampak yang positif.

Semakin baik kehidupan seseorang atau masyarakat, semakin perlu pula pemahaman tentang hak-hak tersebut agar terbentuk sikap saling menghargai hak-hak orang lain dan tercipta kehidupan yang damai dan tenteram. Hak dapat dipandang dari dua sudut: 1.

Hak dari sudut pandang hukum adalah hak mempunyai atau memberi kekuasaan tertentu untuk mengendalikan situasi, misalnya seseorang mempunyai hak untuk masuk restoran dan membeli makanan yang diinginkannya. Dalam hal ini, jika ditinjau dari sudut hukum, orang yang bersangkutan mempunyai kewajiban tertentu yaitu orang tersebut diwajibkan untuk berperilaku sopan dan membayar makanan tersebut (Fromer, 1981).

2.

Hak dari sudut pandang pribadi adalah hak yang mengacu pada konsep pribadi dari hak mempunyai banyak hal yang harus dikerjakan sesuai dengan perkembangan etis. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep pribadi dari hak-hak seseorang:

1.

Hubungan sosial dengan keluarga, antar keluarga, maupun dengan lingkungan.

2.

Pendidikan dari orang tua

3.

Kebudayaan

4.

Informasi yang diperoleh Peranan Hak

1.

Hak dapat digunakan untuk mengekspresikan kekuatan dalam konflik antara seseorang dan kelompok.

contoh : seorang dokter mengatakan pada perawat bahwa ia mempunyai hak untuk menginstrusikan pengobatan yang ia inginkan untuk pasien/kliennya. Disini terlihat bahwa dokter tersebut mengekspresikan kekuasaannya untuk meginstruksikan pengobatan kepada pasien/klien. Hal ini merupakan haknya selaku penanggung jawab medis. 2.

Hak dapat digunakan untuk memberikan pembenaran pada suatu tindakan. Contoh : seorang perawat, dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, mendapat kritikan karena terlalu

lama

menghabiskan

waktunya

bersama

klien.

Perawat

tersebut

dapat

mengatakan bahwa ia mempunyai hak un tuk memberikan asuhan keperawatan yang terbaik untuk pasien/klien sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki nya. Dalam hal ini, perawat tersebut mempunyai hak melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien/klien. 3.

Hak dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan. Seseorang sering kali dapat menyelesaikan suatu perselisihan dengan menuntut hak yang juga dapat diakui oleh orang lain. Contoh : Seorang perawat menyarankan kepada pasien agar tidak keluar ruangan selama dihospitalisasi. Pada situasi tersebut, pasien/klien marah karena tidak setuju dengan saran perawat dan pasien/klien tersebut mengatakan pada perawat bahwa ia juga punya hak untuk keluar dari ruangan bilamana ia mau. Dalam hal ini, perawat dapat menerima tindakan pasien/klien sepanjang tidak merugikan kesehatan pasien/klien. Bila tidak tercapai kesepakatan karena membatasi pasien/klien , berarti ia mengingkari kebebasan pasien. Jenis-Jenis Hak

1.

Hak kebebasan adalah hak mengenai kebebasan dan di pilih dan di ekspresikan sebagai hak orang-orang untuk hidup sesuai dengan pilihannya dalam batas-batas yang ditentukan (Fromer, 1981). Misalnya, seorang perawat wanita yang bekerja di suatu rumah sakit, dapat memakai seragam yang dia inginkan (haknya) asalkan berwarna putih bersih dan sopan.

2.

Hak kesejahteraan adalah hak yang diberikan secara hukum untuk hal-hal yang merupakan standar keselamatan spesifik dalam suatu bangunan atau sejumlah tahun pendidikan (Fromer, 1981). Contoh : hak pasien/klien untuk memperoleh asuhan keperawatan.

3.

Hak legislatif adalah hak yang ditetapkan oleh hukum, didasarkan pada konsep keadilan. Hak legislatif mempunyai empat peranan dalam masyarakat, yaitu membuat peraturan, megubah peraturan, pembatas moral terhadap peraturan yang tidak adil, memberikan keputusan

pengadilan

atau

menyelesaikan

perselisihan

(Badman

and

Bandman,

1986). Menurut Badman and Badman (1986), ada lima persyaratan yang mempengaruhi penentuan hak-hak seseorang, yaitu: 1.

Kebebasan untuk menggunakan hak yang dipilih seseorang. Individu ridak disalahkan atau dihukum untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak tersebut. Contoh : pasien/klien mempunyai hak atas pengobatan yang ditetapkan dokter, tetapi ia mempunyai hak untuk menolakatau menerima pengobatan tersebut.

2.

Seseorang mempunyai tugas untuk memberikan kemudahan bagi orang lan untuk menggunakan hak-haknya. Contoh : pasien/klien mempunyai hak atas pengobatannya dan perawat mempunyai tugas untuk menyakinkan pasien/klien bahwa hak-haknya terlindungi.

3.

Hak harus sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, yaitu persamaan, tidak memihak, kejujuran. Contoh: semua pasien/klien mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

4.

Hak untuk dapat dilaksanakan. Contoh : di beberapa rumah sakit, para penentu kebijakan mempunyai tugas untuk memastikan bahwa pemberian hak-hak asasi manusia dilaksanakan untuk semua pasien/klien.

5.

Apabila hak seseorang bersifat membahayakan, maka hak tersebut dapat dikesampingkan atau ditolak dan orang yang bersangkutan akan diberi kompensasi atau pengganti. Contoh : apabila nama pasien tertunda dari jadwal pembedahan dengan tidak sengaja, pasien dikompensasikan untuk ditempatkan pada bagian teratas dari daftar pembedahan berikutnya (bila terjadi kekeliruan). Hak-Hak Pasien/Klien Pentingnya mengetahui hak-hak pasien dalam pelaksaan asuhan kesehatan baru ada pada akhir tahun 1960. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk meningkatkan mutu asuhan kesehatan dan membuat sistem asuhan kesehatan yang responsif terhadap kebutuhan pasien/klien. Saat ini, pasien/klien dapat meminta untuk membuat keputusan sendiri dan mengendalikan diri sendiri bila ia sakit. Persetujuan, kerahasiaan hak pasien/klien untuk menolak pengobatan, merupakan aspek dari pengambilan keputusan untuk diri pasien/klien sendiri. Kebutuhan atas hak klien merupakan perluasan dari dua keadaan berikut ini:

1.

Kerentanan pasien/klien terhadap penyakit Ini dapat terjadi karena:

v Ketika seseorang sakit, ia sering tidak mampu untuk menyatakan hak-haknya seperti pada waktu sehat v Untuk dapat menyatakan haknya, seseorang memerlukan energi dan kesadaran akan hak tersebut. v Seseorang yang lemah dan terikat dengan penyakit yang dideritanya mungkin tidak mampu untuk menyatakan haknya. v Setiap orang/pasien/klien tidak selalu menyadari hak-hak mereka karena lingkungan asuhan kesehatan yang tidak mereka kenal atau mereka ketahui. v Kebutuhan untuk merahasiakan informasi tentang kesehatan pasien/klien mungkin tidak ada dan mungkin tidak pernah terpikirkan. 2.

Kompleksitas hubungan dalam tatanan asuhan keperawatan Kompleksitas dan macam-macam hubungan asuhan kesehatan dapat meningkatkan kebutuhan akan hak-hak pasien/klien. Dengan adanya bermacam-macam spesialisasi, dimana pasien/klien sering dibantu oleh bermacam-macam profesi kesehatan, akan sering terjadi hilang nya kebutuhan atau prioritas untuk klien, dalam hubungannya dengan komunikasi antar profesi kesehatan tersebut. Pada pola tradisional dari asuhan keperawatan, pasien/klien kehilangan rasa kemandirian dan pengendalian dirinya karena dalam hubungan antara pasien dan pemberi asuhan yang

masih bersifat tradisional tersebut, terdapt perbedaan yang menyolok, dimana pemberi asuhan terikat sebagai superordinate yang berwenang dan terhormat, sedangkan pasien atau klien seolah-olah tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihan. Hal ini dapat mendorong klien menjadi menjadi ketergantungan dalam memperoleh kesembuhan, sedangkan pemberi asuhan kesehatan walaupun mengakui hak-hak klien, tapi hak-hak yang diakui tersebut sangatlah terbatas. Pola baru tentang hubungan asuhan kesehatan muncul akibat beberapa kekuatan masyarakat, antara lain: v Konsumen yang lebih berpengetahuan (berpendidikan tinggi) v Keadaan perilaku orang sakit yang menuntut agar haknya selaku pasien/klien dapat diakui. v Saat ini, tujuan asuhan kesehatan dan keperawatan adalah mengembalikan otonomi dan kemandirian klien. v Menerima asuhan kesehatan atau keperawatan secara optimal sebagai tanggung jawab bersama antara pemberi asuhan, pasien/klien, dan masyarakat. Empat hak yang dinyatakan dalam fasilitas asuhan kesehatan (Annas dan Healey, 1974): 1.

Hak untuk kebenaran secara menyeluruh.

2.

Hak untuk privasi dan martabat pribadi (kerahasiaan dan keamanannya).

3.

Hak untuk memelihara penentuan diri dengan berpartisipasi dalam keputusan sehubungan dengan kesehatan seseorang.

4.

Hak untuk memperoleh catatan medis, baik selama maupun sesudah dirawat di rumah sakit. Pernyataan Hak-Hak Pasien/Klien (The American Hospital Association, 1973)

1.

Pasien/klien berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan menghargai asuhan kesehatan dengan penuh hormat.

2.

Pasien/klien berhak untuk memperoleh informasi terbaru dan lengkap dari dokter.

3.

Pasien/klien berhak untuk membuat keputusan menerima informasi penting.

4.

Pasien/klien berhak untukmenolak pengobatan.

5.

Pasien/klien berhak untuk mengetahui setiap pertimbangan dari privasinya.

6.

Pasien/klien berhak untuk mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan mengenai asuhannya harus dirahasiakan oleh rumah sakit.

7.

Pasien/klien berkak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat lain.

8.

Pasien/klien berhak untuk memperoleh informasi tentang hubungan rumah sakit dengan instansi lain.

9.

Pasien/klien berhak untuk memberi pendapat atau menolak bila diikutsertakan sebagai suatu eksperimen yang berhubungan dengan asuhan atau pengobatannya.

10. Pasien/klien berhak untuk mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat diterima. 11. Pasien/klien berhak untuk mengetahui dan menerima penjelasan tentang biaya.

12. Pasien/klien berhak untuk mendapatkan informasi tentang peraturan, kebijakan dan praktik di rumah sakit yang berhubungan dengan perawatan pasien.

National League For Nursing (1997) menyakini bahwa hak-hak pasien/klien sebagai berikut. 1.

Hak memperoleh asuhan kesehatan sesuai standar profesional tanpa memandang tatanan kesehatan yang ada.

2.

Hak untuk diperlakukan secara sopan dan santun, serta keramahan dari perawat yang bertugas tanpa membedakan ras, warna kulit, derajat di masyarakat, jenis kelamin, kebangsaan, politis.

3.

Hak memperoleh informasi tentang diagnosis penyakitnya, prognosis, pengobatan, termasuk alternati asuahan yang diberikan, risiko yang mungkin terjadi agar pasien dan keluarganya memahami dan dapat memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya.

4.

Hak legal untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan kepadanya.

5.

Hak menolak observasi dari tim kesehatan yang tidak langsung terlibat dalam asuhan kesehatannya.

6.

Hak mendapatkan privasi selama wawancara, pemekrisaan kesehatan, dan pengobatan.

7.

Hak mendapatkan privasi untuk berkomunikasi dan menerima kunjungan dari orang lain yang benar-benar disetujuinya.

8.

Hak menolak pengobatan atau partisipasi dalam pelaksanaan penelitian dan eksperimen yang dilakukan tanpa jaminan hukum bila terjadi dampak yang merugikan.

9.

Hak terhadap koordinasi dan asuhan kesehatan yang berkelanjutan.

10. Hak menerima pendidikan/instruksi yang tepat dari petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan tentang kebutuhan kesehatan dasar secara optimal. 11. Hak kerahasiaan terhadap dokumen serta hasil komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, yang diberikannya kepada petugas kesehatan, kecuali untuk kepentingan hukum. Pernyataan yang berkenaan dengan hak pasien/klien dipengaruhi oleh beberapa faktor: v Meningkatkan kesadaran para konsumen mengenai hak asuhan kesehatan dan partisipasi dalam merencanakan asuhan tersebut. v Meningkatnya jumlah malpraktik yang dipublikasikan sehingga menggugah kesadaran masyarakat. v Adanya legislasi yang diterapkan untuk melindungi hak-hak asasi pasien/klien v Konsumen menyadari tentang peningkatan jumlah pendidikan dalam bidang kesehatan dan penggunaan pasien/klien sebagai objek atau tujuan pendidikan.

Kewajiban Pasien

Kewajiban adalah seperangkat tanggung jawab seseorang untuk melakukan sesuatu yang memang harus dilakukan, agar dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan haknya. Agar pelaksanaan asuhan kesehatan dan keperawatan dapat dilakukan semaksimal mungkin, diperlukan suatu kewajiban sebagai berikut: 1.

Pasien atau keluarganya wajib menaati segala peraturan dan tata tertib yang ada di institusi kesehatan dan keperawatan yang memberikan pelayanan kepadanya.

2.

Pasien/klien diwajibkan untuk mematuhi segala kebijakan yang ada, baik dari dokter maupun perawat yang memberikan asuhan.

3.

Pasien atau keluarganya berkewajiban untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter atau perawat yang merawatnya.

4.

Pasien atau keluarga yang bertanggung jawab kepada nya, berkewajiban untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA Blais, K. K, dkk. (2007). Praktik Keperawatan Profesional (konsep & perspektif). edisi 4. Hal. 96, 102. Jakarta : EGC Emi, M. S. (2004). Etika Keperawatan (aplikasi pada praktek). Hal. 91-92. Jakarta : EGC Haryono, R. (2013). Etika Keperawatan (dengan pendekatan praktis). Hal. 14-15. Jatirejo : Goysen Publishing Nurul, E. A, Sulisno, M. (2013). Gambaran Pelaksanaan Peran Advokat Perawat di Rumah Sakit Negeri Semarang. Hal 127-128. dikutip pada tanggal 30-09-2014 pukul 23:27 WIB, dari

(https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=bAqVMvMIZSfuQS9hoGoDQ&url=http://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/download/6 09/437&cd=5&ved=0CCsQFjAE&usg=AFQjCNH3VyBkX9Huk5smtaqV5Ut2A39k2w&sig 2=r-FH0bRsJ-ZZVEsrrBlVZA) Rita, K. (2007). Advokasi Dalam Pelayanan Keperawatan. dikutip pada tanggal 1-10-2014 pukul 00:15 WIB, dari (https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&ei=3_lqVMXtOYigugTQ64HwBw &url=http://www.pdfcoke.com/mobile/doc/125094590&cd=12&ved=0CBsQFjABOAo&usg= AFQjCNEV08_9CP_KKKXvggiE0KlefACkOg&sig2=-czyxATeHXjWKecqNlKzPA)

(ferry efendi s.kep dan mahfuddli , s.kep ,ns 2009 ) Potter, Perry. (2005). Fundamental Keperawatan (konsep, proses, dan praktik).

J

Hal 48. Jakarta : EGC

Ismani, N. (2001). Etika Keperawatan. Hal 20. Jakarta :Widya Medika Suhaemi, E. M. (2004). Etika keperawatan (aplikasi pada praktik). Hal 24. Jakarta : EGC

Related Documents


More Documents from ""