Makalah Presentasi Kel 11.docx

  • Uploaded by: Aulia Rosidatul Ilma
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Presentasi Kel 11.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,894
  • Pages: 42
MAKALAH KEBAKARAN Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan dan Penanggulangan Bencana Yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi,S.Pd.,M.Sc dan Ibu Vita Ria Mustikasari, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 11/ OFF B 2016 1.

Harum Putri Lestary

(160351606416)

2.

Hernanda Bayu

(160351606448)

3.

Oktaviani Dina Pertiwi

(160351606431)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MALANG November 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya hingga tugas mata kuliah Kesehatan dan Penanggulangan Bencana tentang Kebakaran. Meski didalamnya masih banyak kekurangan. Terima kasih pula kami sampaikan kepada Dosen pengangampu Mata Kuliah Kesehatan dan Penanggulangan Bencana atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan bagi yang membacanya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik dan saran serta usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang. Besar harapan semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kelompok kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan katakata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan ini diwaktu yang akan datang.

Malang, 20 November 2018

(Penyusun)

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................... B. Rumusan Masalah ............................................................................................. C. Tujuan ................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kebakaran Secara Umum......................................................... B. Kebakaran Rumah, Gedung, Pasar, Dan Sejenisnya Dan Penanggulangannya Pra-Saat-Pasca Bencana............................................ C. Kebakaran Hutan Dan Lahan Dan Penanggulangannya Pra-Saat-Pasca Bencana............................................................................. D. Tindakan Kesehatan Yang Harus Dilakukan Pasca Bencana Kebakaran...................................................................................

BAB III PENUTUP Kesimpulan ............................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

iii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Kebakaran bisa terjadi dihutan, lahan dan bangunan. Kebakaran hutan dan lahan terutama pada lahan gambut sering dialami Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Indonesia menempati urutan ketiga dunia dalam hal pencemaran udara akibat pembakaran hutan, di mana sebelumnya menempati urutan ke-25. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP) posisi pertama dan kedua ditempati Brasil dan Kongo. Indonesia mengalami deforestasi dengan jumlah penyusutan hutan mencapai 1,1 juta ha (2% per tahun) dari luas total 130 juta ha akibat kebakaran hutan (Zufrizal, 2015). Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan kerugian secara materiil maupun non materiil. Kebakaran hutan terakhir di Indonesia terjadi pada September 2015. Pemerintah dalam menangani kebakaran hutan masih dirasa belum memiliki resolusi kebijakan jangka panjang untuk menangani kebakaran yang hampir setiap tahun terjadi. Penanggulangan kebakaran yang ada masih berkutat seputar teknis pencegahan dan pemadaman kebakaran. Kebakaran terjadi disebabkan oleh faktor alam dan perilaku manusia. Bahanbahan yang memicu timbulnya api yaitu bahan yang sifatnya mudah terbakar seperti kayu, kertas, kain dan sejenisnya; cairan yang mudah terbakar seperti minyak bumi, gas, lemak, lilin, thinner, pernis dan sejenisnya; terjadinya hubungan arus listrik yang biasanya membakar kabel atau fitting dan area disekitarnya; oleh logam tertentu yang mudah terbakar seperti Zinc, Magnesium, serbuk Aluminium, Sodium, Titanium dan lain-lain; kecerobohan manusia yang terjadi di dapur

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian kebakaran secara umum ? 2. Bagaimana terjadinya kebakaran rumah, gedung, pasar, dan sejenisnya dan penanggulangannya pra-saat-pasca bencana ? 3. Bagaimana terjadinya kebakaran hutan dan lahan dan penanggulangannya pra-saatpasca bencana ? 4. Apa saja tindakan kesehatan yang harus dilakukan pasca bencana kebakaran ?

C. TUJUAN 1. Untuk memahami pengertian kebakaran secara umum. 2. Untuk memahami terjadinya kebakaran rumah, gedung, pasar, dan sejenisnya dan penanggulangannya pra-saat-pasca bencana. 3. Untuk memahami terjadinya kebakaran hutan dan lahan dan penanggulangannya pra-saat-pasca bencana. 4. Untuk memahami tindakan kesehatan yang harus dilakukan pasca bencana kebakaran.

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI KEBAKARAN SECARA UMUM Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Kebakaran merupakan bencana yang paling sering dihadapi dan bisa digolongkan sebagai bencana jenis bencana non alam atau yang disebabkan oleh manusia. Bahaya kebakaran dapat terjadi setiap saat, karena banyak peluang yang dapat memicu terjadinya kebakaran. Definisi umum kebakaran adalah suatu peristiwa terjadinya nyala api yang tidak dikehendaki, sedangkan defenisi khususnya adalah suatu peristiwa oksidasi antara tiga unsur penyebab kebakaran yaitu bahan padat, bahan cair, dan bahan gas. Definisi kebakaran menurut DEPNAKER yaitu suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api atau penyalaan. Tiga unsur penting dalam kebakaran antara lain:  Bahan bakar dalam jumlah yang cukup. Bahan bakar dengan bahan padat , cair atau uap /gas.  Zat pengoksidasi/oksigen dalam jumlah yang cukup.  Sumber nyala yang cukup untuk menyebabkan kebakaran.

B. KEBAKARAN RUMAH, GEDUNG, PASAR, DAN SEJENISNYA 1. Klasifikasi Kebakaran a)

Kebakaran Kelas A

Kebakaran ini disebabkan oleh bahan-bahan yang sifatnya mudah terbakar seperti kayu, kertas, kain dan sejenisnya. Alat pemadam api yang digunakan untuk tipe kebakaran ini dapat menggunakan fire extinguisher jenis dry chemical powder biasa ataupun fire extinguisher tipe CO2. Pemakaian air dapat memadamkan tipe kebakaran ini juga dan dinilai efektif. Tipe alat pemadam api dry chemical powder adalah fire extinguisher yang paling banyak ditemui dan paling umum digunakan. b)

Kebakaran Kelas B

Jenis kebakaran ini disebabkan oleh cairan yang mudah terbakar seperti minyak bumi, gas, lemak, lilin, thinner, pernis dan sejenisnya. Solusi mengatasi kebakaran tipe ini adalah dengan membatasi oksigen di area kebakaran. Jangan memakai air untuk memadamkan tipe kebakaran ini karena akan menyebabkan terjadinya penyebaran api. Penggunaan alat pemadam api tipe ABC powder atau tipe karbon dioksida (CO2) merupakan solusi pemadaman yang paling baik untuk memadamkan kebakaran cairan mudah terbakar dalam keadaan tertutup. Pada saat memadamkan kebakaran kelas B di ruangan tertutup, pastikan supply oksigen pada pernafasan anda terjamin, karena pada kebakaran, bukan hanya api saja yang berbahaya namun asap dari api juga dapat membahayakan kehidupan anda.

c)

Kebakaran Kelas C

Disebabkan oleh terjadinya hubungan arus listrik yang biasanya membakar kabel atau fitting dan area disekitarnya. Bisa juga disebabkan oleh peralatan listrik yang terbakar. Penggunaan gas cair BCF atau Bromo Chloro diFluoromethane

atau alat pemadam api tipe karbon dioksida (CO2)

merupakan pemadam paling efektif untuk memadamkan kebakaran kelas C. Hindari pemakaian air atau pemadam jenis busa untuk memadamkan pada kebakaran kelas C karena alat pemadam api yang berbasis air dapat menghantarkan arus listrik. Perlu diperhatikan juga jika menyemprotkan alat pemadam CO2, maka biasanya udara di sekitar area kebakaran akan mengembun dan jika jumlahnya banyak dapat berpotensi untuk menghantarkan arus listrik juga. d)

Kebakaran Kelas D

Kebakaran jenis ini disebabkan oleh logam tertentu yang mudah terbakar seperti Zinc, Magnesium, serbuk Aluminium, Sodium, Titanium dan lain-lain. Solusi untuk kebakaran jenis ini adalah pemakaian alat pemadam api jenis powder. Kebakaran tipe D paling jarang terjadi. e)

Kebakaran Kelas K

Pada kasus kebakaran kelas K yang biasanya terjadi di dapur, akibat minyak goreng yang dipanaskan terlalu lama, anda dapat menggunakan telur atau bahan-bahan masakan yang tidak mengandung air untuk segera memadamkannya, menggunakan air akan menyebabkan minyak panas meletup dan akan berbahaya bagi orang yang disekitarnya. Pada restoran-restoran dengan alat deep fryer, biasanya disediakan alat pemadam tipe wet chemical yang mengandung Potassium Acetate untuk mengatasi potensi kebakaran kelas K.

2. Penyebab Kebakaran a)

Kelalaian

Kelalaian merupakan penyebab terbanyak peristiwa kebakaran. Contoh dari kelalaian ini misalnya: lupa mematikan kompor, merokok di tempat yang tidak semestinya, menempatkan bahan bakar tidak pada tempatnya, mengganti alat pengaman dengan spesifikasi yang tidak tepat dan lain sebagainya.

b)

Kurang Pengetahuan

Kurang pengetahuan tentang pencegahan kebakaran merupakan salah satu penyebab kebakaran yang tidak boleh diabaikan. Contoh dari kekurang pengetahuan ini misalnya tidak mengerti akan jenis bahan bakar yang mudah menyala, tidak mengerti tanda-tanda bahaya kebakaran, tidak mengerti proses terjadinya api dan lain sebagainya. c)

Kesengajaan

Kebakaran bisa juga disebabkan oleh kesengajaan misalnya karena unsur sabotase, penghilangan jejak, mengharap pengganti dari asuransi dan lain sebagainya.

3. Proses Dan Tanda-Tanda Kebakaran Pembentukan dan penyebaran asap adalah hal yang tak dapat diabaikan demi keamanan kebakaran. Asap dapat menghalangi atau tidak memungkinkan orang menyelamatkan diri meninggalkan gedung yang terbakar karena terhalangnya pandangan. Asap juga dapat lebih mengobarkan api dan menimbukan panik. Regu pemadam kebakaran, dalam menunaikan tugasnya, pada umumnya telebih dahulu menilai keadaannya dan dengan sendirinya sambil menolong penyelamatan manusia dapat terhalang oleh asap. Pembentukan asap adalah persoalan bahan bangunan sedangkan penyebaran asap adalah persoalan konstruksi bangunan. Lubang ventilasi, tangga ke lantai lebih atas, dan sebagainya sangat mempengaruhi penyebaran asap. Tanda-tanda kebakaran antara lain terciu bau gas menyengat, adanya aktivitas manusia menggunakan api dirumah dan gedung sekitarnya, ditandai dengan adanya asap dan bau barang, plastik, atau zat kimia yang terbakar. Uadara juga terasa sangat panas dan menyesakkan sehingga sulit bernapas. Api dan asap juga terlihat membumbung di udara.

4. Dampak Kebakaran a) Kebakaran rumah dan gedung mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, hak milik perorangan, perusahaan maupun umum. Ini dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi

penduduk. Untuk rumah yang terbakar, tindak lanjut yang bisa digunakan antara lain: 1.

Merobohkan Rumah Di balik segala musibah akibat kebakaran ini, bisa jadi ada satu titik terang yang memberikan keuntungan untuk Anda dan keluarga. Salah satu caranya adalah dengan merobohkan rumah hingga rata dengan tanah kemudian menjualnya kembali. Anda pun dapat membagi tanahtersebut (split) menjadi beberapa bagian. Dibandingkan menjual tanah beserta rumah yang sudah rusak, cara ini ini akan sangat menguntungkan. Keuntungan yang mengalir akan semakin besar apabila lokasi tanah bekas rumah yang terbakar tersebut banyak diincar masyarakat. Semakin besar luas tanah, maka kemungkinan untuk membaginya pun akan semakin leluasa dilakukan.

2.

Menjual Rumah Melihat rumah tercinta dilalap si jago merah akan meninggalkan jejak di hati dan juga pikiran para penghuninya. Ada sebagian orang yang trauma berat dengan hal tersebut sehingga akhirnya memutuskan untuk menjual rumah. Tanpa melakukan perbaikan, rumah tersebut pun bisa dijual begitu saja. Penawaran harga dari calon pembeli bisa jadi tidak sesuai dengan pengharapan. Harga ini pasti akan jauh lebih murah dari saat Anda membelinya dulu. Wajar saja, untuk merehabilitasi rumah yang terbakar, diperlukan dana yang tidak sedikit. Terlebih lagi bila kerusakan rumah cukup banyak dan tidak menyisakan konstruksi sama sekali. Walau begitu jangan berkecil hati karena Anda dan keluarga tidak akan merasa tersiksa akibat kejadian yang telah lalu.

3.

Merobohkan Rumah Di balik segala musibah akibat kebakaran ini, bisa jadi ada satu titik terang yang memberikan keuntungan untuk Anda dan keluarga. Salah satu caranya adalah dengan merobohkan rumah hingga rata dengan tanah kemudian menjualnya

kembali. Anda pun dapat membagi tanah tersebut (split) menjadi beberapa bagian. Dibandingkan menjual tanah beserta rumah yang sudah rusak, cara ini ini akan sangat menguntungkan. Keuntungan yang mengalir akan semakin besar apabila lokasi tanah bekas rumah yang terbakar tersebut banyak diincar masyarakat. Semakin besar luas tanah, maka kemungkinan untuk membaginya pun akan semakin leluasa dilakukan. b) Manusia akan meninggal karena terbakar, sakit, luka, dan mengungsi. Prasarana umum, sosial dan ekonomi serta transportasi yang rusak terbakar, antara lain angkutan umum, sekolah, rumah, dan gedung ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, rumah sakit, fasilitas pemerintahan, industri, dan usaha jasa.

5. Upaya Pencegahan Mengingat semua material di permukiman padat banyak mengandung bahan yang mudah terbakar, dan tingkat Flash Point nya begitu cepat sekejap dalam hitungan detik, maka tindakan konkrit yang diharapkan oleh Institusi Kebakaran kepada para Satlakar, Masyarakat Profesi dan Forum komunikasi adalah sebagai berikut: a) Pra Kebakaran 1) Pengamanan terhadap kompor Gas Elpi dengan cara melepas regulator pada katup/valve tabung elpiji bila bepergian. 2) Waspada instalasi listrik yang sudah tua/uzur dan bila memungkinkan dilakukan peremajaan. 3) Lebih baik mematikan arus listrik apabila tidak ada kegiatan usaha 4) Pengamananterhadap berkas/peralatan/bahan-bahan yang dipandang mudah menyala dan rawan kebakaran

5) Amankan semua berkas dan dokumen penting dalam satu tas yang dapat segera dibawa pergi. 6) Larangan membakar sampah tanpa pengawasan langsung 7) Jangan tinggalkan anak-anak bermain sendiri di rumah tanpa pengawasan. 8) Larangan membuang puntung rokok pada alang-alang/lahan kosong yang kering 9) Untuk permukiman / tempat-tempat lingkungan yang dipasang pagar/portal, agar tetap ada kemudahan untuk akselerasi unit Mobil PMK 10) Tanggap bila terjadi kebakaran di sekitarnya (memberikan informasi yang akurat kepada PMK, Polisi terdekat dan membantu pemadaman secara gotong royong) 11) Siapkan alat pemadam api portable dan lakukan latihan penanggulangannya. APAR atau fire extinguishers atau racun api merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A, B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2 Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut ada yang dari bahan kimia kering, foam atau busa dan CO2, untuk Halon tidak diperkenankan dipakai di Indonesia. Secara singkat cara mengoperasikan APAR adalah sebagai berikut. 1) APAR Jenis Air Pada jenis ini media pemadamnya berupa air yang terletak pada tabung. Dibuat dalam dua konstruksi yaitu SPT dan GCT. Jarak jangkau pancaran sekitar 10 ft sampai 20 ft. Dan waktu pancaran sekitar satu menit untuk kapasitas 2,5 galon. Hanya direkomendasikan untuk kebakaran jenis A, dengan luas bidang jangkauan sekitar 2500 ft persegi, jarak penempatan setiap 50 ft.

2) APAR Jenis Busa Tabung utama berisi larutan sodium bikarbonat (ditambah dengan penstabil busa). Tabung sebelah dalam berisi larutan aluminium sulfat. Campuran dari kedua larutan tersebut akan menghasilkan busa dengan volume 10 kali lipat. Busa ini kemudian didorong oleh gas pendorong (biasanya CO2 ). 3) APAR Jenis Karbon Dioksida APAR jenis ini memadamkan dengan cara isolasi (smothering) di mana oksigen diupayakan terpisah dari apinya. Di samping itu CO2 juga mempunyai peranan dalam pendinginan. Material yang diselimuti oleh CO2 akan cenderung lebih dingin. 4) APAR Jenis Serbuk Kimia Kering (dry chemical powder) APAR jenis ini berisi tepung kering sodium bikarbonat dan tabung gas karbon dioksida atau gas nitrogen (di dalam cartridge) sebagai pendorongnya. Gas pendorong bisa ditempatkan dalam tabung atau di luar tabung. Tepung kimia kering bersifat cepat menutup material yang terbakar, dan mempunyai daya jangkau menutup permukaan yang cukup luas. 5) APAR Jenis Gas Halon dan Pasca Halon APAR jenis ini biasanya berisi gas halon yang terdiri dari unsur-unsur karbon, fluorine, bromide dan chlorine. Namun sejak diketemukan lubang pada lapisan ozon yang diduga disebabkan oleh salah satu unsur gas halon maka menurut perjanjian Montreal gas halon tidak boleh dipergunakan lagi, dan mulai 1 Januari 1994 gas halon tidak boleh diproduksi.

1.

Bila terjadi kebakaran awal, maka : - Jangan panik dan perhatikan jenis benda yang terbakar - Gunakan tabung kebakaran & perlengkapan kebakaran yang ada (pasir, karung dll) - Bila akan memadamkan dengan media air, pastikan tidak ada aliran listrik - Bila Api diperkirakan tak terkendali, hubungi secepatnya Pos PMK terdekat.

b) Saat Kebakaran 1) Pastikan jumlah anak, anggota keluarga, dan staf pekerja lengkap dan diketahui keberadaannya. 2) Pastikan semua anak, anggota keluarga, atau staf pekerja tidak berada di dalam rumah dan gedung atau ruang kerja. 3) Tinggalkan rumah dan gedung atau tempat kerja dan pergi ke tempat yang aman dari api dan asap. 4) Bawa pergi dan amankan semua berkas dan dokumen penting. 5) Melaporkan kejadian kebakaran dengan cepat tanpa menunggu api merambat besar dan tak terkendali. Pelayanan kebakaran tidak dipungut biaya. 6) Bantuan mamadamkan api pada tahap awal, karena bila upaya ini gagal api dapat membesar

7) Bantuan kelancaran jalan dengan cara : menepi dan memberi kelancaran akselerasi mobil PMK, membuka portal/penghalang jalan bagi unit mobil PMK dan unit bantuan dari instansi lain 8) Bantuan informasi mengenai obyek yang terbakar, asal api, adanya orang yang terperangkap api dan macam-macam benda yang terbakar 9) Membantu gelar selang kebakaran 10) Menunjukkan lokasi bila terdapat korban yang terjebak 11) Membantu evakuasi barang-barang 12) Bantuan memutuskan aliran listrik bersama-sama petugas PLN bila kebakaran membesar. 13) Jangan kembali ke rumah dan gedung, kantor atau pabrik yang terbakar sebelum api padam dan dinyatakan aman. c) Pasca Kebakaran 1) Pastikan kebakaran telah usai dan api telah dipadamkan serta dinyatakan aman. Pastikan rumah dan gedung yang baru terbakar aman untuk dimasuki. Lihat sekeliling rumah dan gedung dari luar. 2) Pada malam hari jangan nyalakan api atau lilin untuk penerangan pada tempat yang baru terbakar, gunakanlah lamu senter. 3) Jangan makan makanan yang tersisa di rumah atau gedung yang baru terbakar. 4) Membantu petugas PMK dalam melakukan mitigasi, mendukung pendataan lokasi, penghuni, korban, waktu dan dugaan sementara penyebab kebakaran 5) Bagi korban kebakaran yang tidak mempunyai tempat tinggal harus mematuhi Tim Tanggap Darurat dari Institusi Kebakaran atau terkait

6) Membantu Institusi Kebakaran atau Institusi terkait dalam melakukan investigasi atau penelitian sebelum dilakukannya rehabilitasi lingkungan 7) Memperhatikan sosialisasi mitigasi yang dilakukan oleh Institusi Kebakaran atau Institusi terkait 8) Membantu tetangga yang menderita luka bakar. Cara penanganan pertama luka bakar : 

Grade 1 (ringan) : terjadi pada kulit atas (epidermis). ciri-cirinya adalah warna kulit berubah menjadi kemerahan, tidak disertai dengan luka terbuka, tidak ada lepuhan-lepuhan. Cara penganan luka bakar ini adalah guyur dengan air yang mengalir selama 5 - 10 menit. Mengguyur dengan air mengalir ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang terjadi. Selanjutnya adalah kompres dengan handuk basah (jangan menggunakan es atau air dingin karena sifat dari es atau air dingin adalah membuat kulit semakin mengkerut). kemudian, apabila rasa nyeri sudah berkurang, barulah di olesi salep khusus luka bakar.



Grade 2 (sedang) : terjadi pada bagian kuliat tengah (dermis). ciri-cirinya adalah terjadi pelepuhan pada kulit. Lepuhan-lepuhan tersebut jangan di apaapakan, karena dibawah kuit yang melepuh tersebut mudah sekali terinfeksi kuman. Cara penanganannya adalah bersihkan dengan air yang mengalir selama 5 - 10 menit, lalu segera bawa ke dokter. Biasanya akan diolesi sendiri oleh dokter dengan salep antibiotik



Grade 3 (berat) : terjadi sampai lapisan kulit paling bawah (hipodermis). tanda-tanda luka bakar berat adalah melepuh, memerah, dan ada luka terbuka. Penanganan satu-satunya adalah segera bawa ke UGD.

Pada dasarnya, penanganan pada luka bakar baik ringan, sedang, maupun berat kita harus tau step-step penanganannya seperti apa, karena penanganan yang cepat tepat dan benar sebeleum di bawa ke petugas medis itu bisa meringankan derita korban lukar bakar. Ikhlas, Sabar dan tawakal. C. KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

1. Definisi Kebakaran Hutan Dan Lahan Bencana kebakaran hutan dan lahan akhir-akhir ini sudah semakin mengganggu, baik ditinjau dari sudut pandang sosial maupun ekonomi. Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan (Peraturan Menteri Kehutanan,2009). Kebakaran hutan adalah pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput,ranting/cabang pohon mati yang tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon (Raharjo, 2003). Kebakaran hutan atau juga kebakaran liar, kebakaran vegetasi, kebakaran rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumber daya pertanian. Setiap kebakaran yang bukan dilakukan secara sengaja pada areal-areal yang tidak direncanakan. Kebakaran hutan dibedakan dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan. Penyebab umum termasuk musim kemarau, petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran. Dampak kebakaran hutan dan lahan yang paling menonjol adalah terjadinya kabut asap yang sangat mengganggu kesehatan masyarakat dan sistem transportasi sungai, darat, laut, dan udara. Secara sektoral dampak kebakaran ini mencakup sektor perhubungan, kesehatan, ekonomi, ekologi dan sosial, termasuk citra bangsa di mata negara tetangga dan dunia (Hermawan, 2006). Dampak kebakaran terhadap produksi di sektor pertanian diduga tidak terlalu besar karena pembakaran dilakukan untuk penyiapan/pembersihan lahan, bukan dalam masa pertanaman, kecuali jika kebakaran menjalar secara tidak terkendali pada lahan yang sedang berproduksi. Peristiwa kebakaran hutan yang tidak terkendali bisa terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja. Di masa lalu membakar hutan merupakan suatu metode praktis untuk membuka lahan. Pada awalnya banyak dipraktekan oleh para peladang tradisional atau peladang berpindah. Namun karena biayanya murah praktek membakar hutan banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kehutanan dan perkebunan. Di lingkup ilmu kehutanan ada sedikit perbedaan antara istilah kebakaran

hutan dan pembakaran hutan. Pembakaran identik dengan kejadian yang disengaja pada satu lokasi dan luasan yang telah ditentukan. Gunanya untuk membuka lahan, meremajakan hutan atau mengendalikan hama. Sedangkan kebakaran hutan lebih pada kejadian yang tidak disengaja dan tak terkendali. Pada prakteknya proses pembakaran bisa menjadi tidak terkendali dan memicu kebakaran. Kebakaran hutan berskala besar cukup sulit untuk dipadamkan. Kadang-kadang membutuhkan waktu hingga bermingu-minggu agar semua titik api bisa padam. Pada kondisi tertentu, seperti tanah gambut, kebakaran masih terus berlangsung di dalam tanah meski api dipermukaan telah padam berhasil dipadamkan. Sehingga tanah tetap mengeluarkan asap pekat dan sewaktuwaktu api bisa meletup kembali ke permukaan. Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi. Bahkan menurut organisasi lingkungan, World Wild Fund, deforestasi akibat kebakaran hutan lebih besar dibanding konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging.

2. Jenis Kebakaran Hutan Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu faktor alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami antara lain oleh pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang berasal dari batubara yang muncul dipermukaan ataupun dari pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan (surface fire). Dua tipe kebakaran tersebut merusak semak belukar dan tumbuhan bawah hingga bahan organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus, gambut, akar pohon ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani kebakaran dapat terjadi meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown fire) dimana kebakaran ini merusak tajuk pohon. Akan tetapi tipe kebakaran terakhir ini dapat terjadi juga karena adanya sembaran petir. Jadi, jenis kebakaran hutan dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu Surface Fire, Crown Fire dan Ground Fire, dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Kebakaran permukaan (surface fire) Kebakaran permukaan membakar bahan-bahan yang tersebar pada permukan lantai hutan, misalnya serasah, cabang dan ranting mati yang gugur dan tumbuhan bawah. Dengan keberadaan O2 sangat melimpah terlebih dibantu adanya angin, kebakaran permukaan disertai nyala api cukup besar berbentuk agak lonjong. Api permukaan bergerak relatif cepat sehingga tidak membakar semua bahan yang ada, terutama humus. Kelembaban yang tinggi pada lapisan humus di bawah serasah kering menyebabkan kebakaran permukaan juga tidak meningkatkan suhu pada lapisan bahan organik dan horizon tanah dibawahnya, sehingga organisme renik di dalamnya tidak mati. Kenaikan suhu tinggi hanya terjadi pada bagian nyala api dan itupun tidak bertahan lama pada suatu titik tetentu, sehingga tidak mematikan jaringan batangbatang pohon hutan yang besar. Pada pohon-pohon kecil dan perdu, api permukaan dapat mematikan bagian kulit kayu dan bagian kayu masih tetap hidup. Tumbuhan dengan kerusakan semacam ini dapat bertunas dan tumbuh kembali setelah kebakaran permukaan berakhir, kecuali kebakaran terjadi berkali-kali. b) Kebakaran dalam tanah (ground fire) Kebakaran dalam tanah terjadi pada jenis tanah yang mempunyai lapisan bahan organik tebal, misalnya gambut. Bahan bakar berupa tumpukan bahan organik yang tebal ini pada musim kemarau dapat menurunkan kadar airnya sehingga mudah terbakar bila ada api. Kebakaran yang terjadi tidak disertai adanya nyala api, sehingga yang tampak hanya asap yang mengepul pada permukaan lapisan gambut. Proses kebakaran bergerak sangat lambat sehingga membakar seluruh bahan organik yang ada di atasnya. Kebakaran tanah mengakibatkan banyak hara yang hilang, mematikan organisme mikro dan hewan kecil yang hidup di dalam lapisan bahan organik. Akar-akar tumbuhan juga mati oleh kenaikan suhu yang tinggi. Kehilangan lapisan gambut dan bahan organik menyebabkan permukaan tanah tidak terlindung dan akan terjadi peningkatan aliran permukaan bila hujan turun. Aliran permukaan yang besar akan menyebabkan akibat lanjut berupa erosi, apalagi bila kelerengan cukup curam. c) Kebakaran tajuk (crown fire) Jenis lain kebakaran hutan adalah Crown Fire di mana mahkota pohon dan semak terbakar, seringkali ditopang oleh api permukaan. Kebakaran dapat terjadi pada lantai

hutan dengan lapisan tumbuhan bawah yang tebal dan kering, seringkali ditambah banyaknya sisa kayu penebangan atau mati lainnya. Kebakaran hutan ini akan dengan cepat dapat membakar bagian-bagian atas hutan, yang mengakibatkan kebakaran tajuk. Pada jenis tanaman berdaun jarum, kebakaran tajuk terjadi sangat mudah karena kandungan resin yang tinggi pada bagian-bagian pohonnya. Dengan kondisi oksigen yang melimpah, kebakaran menimbulkan nyala api yang besar dan dengan mudah bergerak dari satu tajuk ke tajuk di dekatnya. Panas yang ditimbulkan oleh nyala api yang besar dapat menurunkan kadar air bahan-bahan tumbuhan di dekatnya sehingga menambah kecepatan bagian-bagian tersebut terbakar, menjadi kebakaran berbentuk elips yang besar. Kebakaran tajuk mematikan pohon-pohon dan semak serta tumbuhan bawah termasuk lapisan bahan organik. 3. Faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan Penyebab dari masalah kebakaran hutan adalah karena kesalahan sistemik dalam pengelolaan hutan secara nasional di suatu negara. Dalam hal ini, adanya penggunaan metode pembukaan lahan yang tidak tepat yaitu menggunakan metode land clearing dengan cara membakar lahan yang akan dibuka, dan pekerja yang mereka sewa untuk melakukan pembakaran adalah penduduk masyarakat setempat. Ketidaktersediaan teknologi yang memadai membuat metode land clearing dengan cara membakar dinilai efisien. Dampak yang ditimbulkan dari penerapan metode ini terhadap lingkungan tidak sebanding dengan hasilnya. Faktor ekonomi menjadi latar belakang kenapa metode ini lazim dilakukan. Faktor kegiatan manusia yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan antara lain adanya kegiatan pembuatan api unggun di dalam hutan, namun bara bekas api unggun tersebut tidak dipadamkan. Adanya kegiatan pembukaan lahan dengan teknik tebang-tebas-bakar yang tidak terkontrol, biasa dilakukan oleh perusahaan dan peladang berpindah ataupun menetap. Pembakaran secara disengaja untuk mendapatkan lapangan penggembalaan atau tempat berburu, serta akibat membuang puntung rokok yang menyala secara sembarangan. Kebakaran hutan yang terjadi dapat disimpulkan penyebabnya sebagai berikut. Penyebab kebakaran hutan dapat dibagi menjadi 2 sumber, yaitu : 1. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh alam a. Gejala alam skala global : kondisi alam yang tidak mendukung, misalnya, bencana alam, musim kemarau panjang yang membuat areal kehutanan menjadi

begitu panas, sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang, aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi. b. Lahan gambut dapat menjadi bahan bakar yang relatif melimpah sebab, kekeringan telah menyebabkan air tanah menurun di rawarawa air tanah yang besar di pedalaman. Sehingga, lapisan gambut terpapar dan mengering. Pohon yang kebanyakan memiliki perakaran dangkal mengering dan tumbang. Baik gambut kering maupun kayu mati akhirnya merupakan bahan bakar yang efektif bagi penyebaran api pada permukaan dan di atas tanah. Api yang berkobar pada gambut dan batu bara di hutan rawa gambut akhirnya menyebar ke daerahdaerah hutan lainnya.

2. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia a. Alih fungsi hutan / pembukaan lahan untuk perkebunan, pertanian, pemukiman, transmigrasi dengan menggunakan api yang tidak terkendali. Ini merupakan penyebab utama dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan. Terutama karena kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya hutan bagi kehidupan. b. Kompleksitas

jaring

kemiskinan,

persoalan

pembangunan

dan

tata

kepemerintahan. Faktor tata laksana pemerintah yang kurang serasi serta potensi penyebab konflik ditengah masyarakat adalah ketidakadilan dalam alokasi hasil SDA yang dibagikan penduduk asli setempat, pendatang dan pabrik yang melakukan investasi di wilayah tersebut. Tidak jarang dilaporkan bahwa reaksi masyarakat terhadap ketidakadilan itu adalah melakukan pembakaran dengan sengaja dalam upaya mencapai hak mereka. c. Illegal logging yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang tidak bertanggung jawab merupakan salah satu penyebab kebakaran hutan. Karena sisa-sisa penebangan hutan tersebut dapat menjadi salah satu bahan bakar potensial yang memperpanjang usia kebakaran hutan yang terjadi. d. Titik api yang menyebar ke daerah yang sulit dijangkau manusia membuat penanganan kebakaran hutan menjadi lambat dan menyebar ke wilayah yang belum terbakar. Sistem pengelolaan hutan yang belum menyentuh akar

permasalahan ekologi, social dan ekonomi yang terjadi di kawasan hutan itu sendiri dan hal ini yang kurang dicermati oleh pihak masyarakat, pemerintah, ataupun lembaga internasional yang konsern terhadap kehutanan. e. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok secara sembarangan dan lupa mematikan api di perkemahan. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian baru.

4. Proses Terjadinya Kebakaran Hutan Kebakaran hutan dan lahan merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan dibawah permukaan, membakar bahan organik melalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar/pohon yang bagian atasnya terbakar. Dalam perkembangannya, api menjalar secara vertical dan horizontal membentuk kantong asap dengan pembakaran tidak menyala (soldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang tampak di atas permukaan. Mengingat peristiwa kebakaran terjadinya didalam tanah dan hanya asapnya saja yang muncul ke permukaan, maka kegiatan pemadaman akan mengalami banyak kesulitan. Tanda - tanda sebelum kebakaran hutan a. Terdapat bau asap b. Terjadinya akumulasi asap c. Adanya titik api (hot spot) d. Meluasnya kobaran api di lokasi kebakaran e. Adanya loncatan api dari permukaan membakar ranting ataupun tajuk, yang semakin besar.

Proses Kebakaran menurut De Bano et al. (1998), proses pembakaran terdiri dari lima fase yaitu: 1. Pre-ignition (Pra- Penyalaan) Dehidrasi/distilasi dan pirolisis merupakan proses-proses yang terjadi pada fase Pre-ignition. Karena bahan bakar berada di bagian depan nyala api, maka pemanasan melalui radiasi dan konveksi akan lebih dari 100◦C, sehingga uap air, bahan organik

yang tidak terbakar, dan zat ekstraktif berkumpul di permukaan bahan bakar dan dikeluarkan ke udara. 2. Flaming combustion (Penyalaan) Fase ini berupa reaksi eksotermik yang menyebabkan kenaikan suhu dari 300 500◦C. Pirolisis mempercepat proses oksidasi (flaming) dari gas-gas yang mudah terbakar. Akibatnya, gas-gas yang mudah terbakar dan uap hasil pirolisis bergerak ke atas bahan bakar, bersatu dengan O2 dan terbakar selama fase flaming. Panas yang di hasilkan dari reaksi flaming mempercepat laju pirolisis dan melepaskan jumlah yang besar dari gas-gas yang mudah terbakar. Api akan membesar dan sulit dikendalikan, terlebih jika ada angin. Pada fase ini dihasilkan berbagai produk pemabakaran seperti: air, CO2, sulfur oksida, gas nitrogen dan nitrogen oksida. Kemudian terjadi kodensasi dari tetesan ter dan soot < 1 urn membentuk asap (smoke) yang merupakan polutan udara yang penting. 3. Smoldering (Pembaraan) “Smoldering” adalah fase awal di dalam pembakaran untuk tipe bahan bakar “duff” dan tanah organic. Laju penjalaran api menurun karena bahan bakar tidak dapat mensuplai gas-gas yang mudah terbakar. Panas yang dilepaskan menurun dan suhunya pun menurun, gas-gas lebih terkondensasi ke dalam asap. 4. Glowing (Pemijaran) Fase glowing merupakan bagian akhir dari proses smoldering. Pada fase ini sebahagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang mengarang. Produk utama dari fase “glowing” adalah CO, CO2 dan abu sisa pembakaran. Pada fase ini temperature puncak dari pembakaran bahan bakar berkisar antara 300 – 600 0C. 5. Extinction Kebakaran akhirnya berhenti pada saat semua bahan bakar yang tersedia habis, atau pada saat panas yang dihasilkan dalam proses smoldering atau flaming tidak cukup untuk menguapkan sejumlah air dari bahan bakar yang basah. Panas yang diserap oleh air bahan bakar, udara sekitar, atau bahan inorganik (seperti batu-batuan dan tanah mineral) mengurangi jumlah panas yang tersedia untuk pembakaran, sehingga mempercepat proses extinction.

5. Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan

Kebakaran hutan yang terjadi akan menimbulkan sejumlah dampak maupun kerugian yang menyangkut beberapa aspek antara lain: 1. Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan terhadap ekologi dan lingkungan. a. Hilangnya sejumlah spesies. Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenisjenis pohon namun juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa yang ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar, karena api telah mengepung dari segala penjuru. b. Ancaman erosi. Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika pengikisan tanah terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor. b. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai penyaring karbondioksida, maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar, fungsi tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat diserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut. Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukan menjadi lahan-lahan perkebunan dan kalau pun tidak, maka hutan akan menjadi padang ilalang yang akan membutukan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula. c. Penurunan kualitas air. Kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk ke dalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di atas gunung atau pun di hulu sungai. d. Terganggunya ekosistem terumbu karang. Hal ini lebih disebabkan faktor asap. Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan.

Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan forosintesa. e. Sedimentasi di aliran sungai. Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan akibat erosi yang terus menerus. f. Deforestasi dan degradasi hutan. Dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan antara lain terjadinya penurunan jumlah hutan yang signifikan di dunia. g. Menipisnya lapisan ozon. Kebanyakan hutan yang terbakar adalah hutan di lahan gambut yang mempunyai kontribusi yang besar dalam pengurangan emisi karbon. Kebakaran lahan gambut dalam jumlah yang besar ini mengakibatkan peningkatan jumlah emisi karbon yang selanjutnya akan berdampak pada penipisan lapisan ozon.

2. Dampak yang dihasilkan dari kebakaran hutan terhadap sektor ekonomi domestik : a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dalam hutan maupun di lingkungan sekitar hutan itu sendiri. Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil hutan tersebut, seperti rotan, karet. b. Terganggunya aktivitas dan penurunan produktivitas. Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagian orang tidak dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari menembus udara yang penuh asap. Demikian pula terhadap banyak aktivitas yangmenuntut manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan mengurangi intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan. Munculnya asap juga menghalangi produktivitas manusia. Walaupun kita bisa keluar dengan menggunakan masker, tetapi sinar matahari dipagi hari tidak mampu menembus ketebalan asap yang ada. Secara otomatis waktu kerja seseorang pun berkurang karena harus menunggu sedikit lama agar matahari

mampu memberikan sinar terangnya. Ketebalan asap juga memaksa orang menggungakan masker yang sedikit banyak mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Hal tersebut di atas mengakibatkan berkurangnya pemasukan yang diterima oleh individu. c. Menurunnya

devisa

negara

Turunnya

produktivitas

secara

otomatis

mempengaruhi perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara. d. Dampak terhadap perhubungan dan pariwisata. Tebalnya asap juga mengganggu transportasi udara. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa mendarat di bandara tujuan karena tebalnya asap yang melingkupi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada di tempat yang dipenuhi asap. Hal ini akan mengakibatkan pendapatan di bisnis pariwisata akan menurun.

3. Dampak Kebakaran Hutan Terhadap aspek kesehatan dan sosial. a. Terganggunya kesehatan. Peningkatan jumlah asap secara signifikan menjadi penyebab utama munculnya penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan). Gejala ini biasanya ditandai dengan rasa sesak di dada dan mata agak berair. b. Peningkatan jumlah Hama. Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan aktivitasnya mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak “mencampuri” urusan produksi manusia maka ia akan tetap menjadi spesies sebagaimana spesies yang lain. Sejumlah spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada di hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai ekosistem tersebut. Dan dalam beberapa kasus spesies tersebut masuk dalam komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya. Hama itusendiri tidak harus berbentuk kecil. Gajah dan beberapa binatang bertubuh besar lainnya ‘harus’ memporak-porandakan kawasan yang dilaluinya dalam upaya menyelamatkan diri dan dalam upaya menemukan habitat barunya karena habitat lamanya telah musnah terbakar.

6. Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan Dan Lahan Penanggulangan kebakaran merupakan sebuah usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah, menyiagakan, memadamkan dan serta penaganan akibat kebakaran, dengan demikian penaggulangan kebakaran adalah suatu tindakan dimana kita melakukan persiapan sebelum bencana tersebut terjadi. BPBD juga berperan penting dalam melakukan penaggulangan kebaran yaitu dengan cara memberikan sosialisasi kepada masyarakat, dampak, bahaya, serta cara dalam menangani apabila kebakaran hutan terjadi, dan dengan menyebarluaskan informasi bencana kebakaran hutan dan lahan yang dapat berpotensi kabut asap serta kekeringan melalui media elektronik setempat. Peringatan dini lainnya yaitu dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebakaran hutan. Penyuluhan ini juga bisa dengan melakukan praktik langsung di lapangan untuk menangani apabila terjadi ancaman kebakaran, sehingga masyarakat dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan ketika terjadi adanya ancaman sebuah bencana kebakaran. Pencegahan kebakaran hutan dapat dilakukan dengan cara: a.

Pembentukan satuan petugas pemadam kebakaran

b. Pembuatan sekat kuning di area yang rawan akan kebakaran. c.

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebakaran hutan

d. Mengukur luasan area/lahan rawan kebakaran e.

Membuat peta area/lahan rawan kebakaran (Irwandi, Jumani, & Ismail, 2016). Kegiatan yang BPBD dalam melakukan penanggulangan bencana kebakaran

hutan dan lahan juga memiliki beberapa kegiatan-kegiatan lainnya seperti: a. Membuat tempat penampungan air. BPBD melakukan pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat tersebut bisa membuat tempat penampungan air di daerah dekat titik-titik rawan kebakaran hutan dan lahan . Dengan adanya tempat penampungan air tersebut harapannya adalah apabila terjadi kebakaran hutan dan lahan maka dapat diminimalisir dengan memadamkan kebakaran tersebut dari tempat penampungan air yang sudah disediakan. b. Melakukan pemetaan daerah rawan kebakaran. Dengan melakukan pemetaan di daerah yang rawan kebakaran diharapkan agar masyarakat lebih fokus dan

mengetahui titik mana saja yang sering terjadi kebakaran sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Hasil pemetaan nantinya akan dibuat sedetail mungkin agar lebih memudahkan masyarakat ataupun instansi untuk lebih waspada terhadap titik rawan kebakaran tersebut dan hasil dari pemetaan dapat juga digunakan sebagai pedoman oleh berbagai instansi dalam menjalankan kegiatannya di setiap unit kawasan atau daerah. c. Menyediakan sistem informasi kebakaran hutan yang cepat, terpadu dan akurat. Dengan menyediakan sistem informasi kebakaran hutan maka akan dapat membantu pihak yang terkait ataupun masyarakat dalam rangka mengantisipasi daerah-daerah yang tidak terdapat di dalam titik-titik rawan bencana. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa daerah-daerah yang tidak terdapat di titik rawan kebakaran nantinya sewaktu-waktu dapat mengalami kebakaran hutan dan lahan juga. Sehingga dibutuhkan lah sistem informasi kebakaran hutan dan lahan untuk selalu memberikan informasi yang cepat, terpadu dan akurat mengenai daerah yang ada dititik rawan bencana ataupun yang tidak ada di dalam titik rawan bencana. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menganalisis keadaan kondisi dari lingkungan daerah tersebut. d. Melakukan pemantauan cuaca dan kondisi udara. Pemantuan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana keadaan cuaca sebelum terjadinya ancaman bencana kebakaran hutan. Seperti contohnya apabila keadaan cuaca di Kabupaten Kotawaringin Barat menjadi panas dan kondisi udara menjadi tidak stabil maka dapat diketahui bahwa itu merupakan salah satu tanda akan terjadi adanya suatu ancaman kebakaran hutan dan lahan. Sehingga, apabila sewaktu-waktu terjadi tanda-tanda ancaman kebakaran hutan dan lahan maka BPBD dapat bertindak secara sigap dan cepat untuk menanggulangi kebakaran tersebut agar tidak menyebar secara luas dan pemantauan ini juga dilakukan untuk dapat mengontrol penyebaran polusi asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan pada tahap pra bencana yaitu : 1. Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan semak belukar. 2. Peningkatan kemampuan sumberdaya aparat pemerintah melalui pelatihan maupun pendidikan formal. Pembukaan program studi penanggulangan kebakaran hutan merupakan alternatif yang bisa ditawarkan. 3. Melengkapi fasilitas untuk menanggulagi kebakaran hutan, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya. a. Pengadaan alat - alat penunjang kegiatan pemadam kebakaran baik peralatan perorangan, maupun peralatan regu/kelompok; b. Persiapan alat - alat kebakaran pemadam kebakaran hutan. 4. Pembentukan kelompok – kelompok kecil pemadam kebakaran hutan 5. Koordinasi petugas kebakaran dan masyarakat sekitar. 6. Perumusan metode pemadaman kebakaran. 7. Penerapan sangsi hukum pada pelaku pelanggaran dibidang lingkungan khususnya yang memicu atau penyebab langsung terjadinya kebakaran.

Tidak hanya dari pemerintah daerah ataupun BPBD saja yang terlibat dan bertanggung jawab tetapi masyarakat juga harus ikut berperan dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan tersebut agar pencegahannya dapat dengan mudah teratasi karena dengan ikutnya masyarakat terhadap penaggulangan tersebut menjadikan masyarakat akan peduli terhadap lingkungan mereka sendiri. Tidak hanya dari pemerintah daerah, BPBD dan masyarakat saja yang dilibatkan dalam penanggulangan bencana, tetapi lembaga usaha juga mendapat kesempatan dalam berpartisipasi membantu menanggulangi kebakaran hutan dan lahan. Jadi, dapat diketahui bahwa antara pemerintah daerah, BPBD, masyarakat maupun lembaga usaha memiliki beberapa kegiatan yang hampir sama antara yang satu dengan yang lainnya. Dari kegiatan yang mereka lakukan pada tahap pra bencana, mereka mempunyai satu tujuan yang sama yaitu apa yang mereka lakukan dapat meminimalisir dan menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan. Oleh sebab itu antara pihak-pihak yang terkait harus bisa bekerjasama dengan baik dalam menanggulangi kebakaran hutan dan lahan. Agar setiap kegiatan yang mereka

lakukan dapat berjalan dengan lancar dan tujuan bersama untuk bisa menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan dan dengan melakukan kerja sama tersebut dapat memudahkan program pemerintah daerah dalam menanggulangi kebakaran hutan. Kegiatan pemerintah (Soemarsono, 1997) dalam penanggulangan bencana kebakaran hutan dan lahan pada saat bencana yaitu : a. Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II. b. Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaanperusahaan. c. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan. d. Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain. Kegiatan masyarakat dalam penanggulangan saat bencana kebakaran hutan atau lahan, yaitu : a. Jika rumah dekat dengan area kebakaran, tinggalkan rumah dengan memutus saluran listrik, melepas regulator gas, membawa surat-surat berharga. b. Setelah mengamankan barang berharga, segera hubungi petugas kebakaran. c. Gotong royong untuk memadamkan api. Pemadaman Tindakan pemadaman secepat mungkin harus dilakukan jika terjadi kebakaran hutan dan lahan. Adapun langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan kegiatan pemadaman, yaitu: 1. Penggalangan sumber daya manusia (SDM). Keterlibatan berbagai unsur masyarakat, LSM, instansi, dinas terkait, dll, dalam tindakan pemadaman sangat diperlukan mengingat dalam tindakan pemadaman dibutuhkan SDM yang cukup banyak. Keberadaan Tim Pemadam Kebakaran (Fire Brigade) akan sangat membantu

dalam tindakan pemadaman. Pada suatu kasus kebakaran, Tim Fire Brigade ini merupakan pagar betis pertama dalam tindakan pengendalian kebakaran, yang selanjutnya melakukan koordinasi dengan Satuan Pelaksana Pengendali Kebakaran Hutan dan Lahan (Satlakdalkarhutla) dan Satuan Tugas Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satgas PBP). 2. Sarana dan prasarana pendukung Pelaksanaan kegiatan penanggulangan kebakaran harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, diantaranya: Jaringan jalan; Menara api; Alat komunikasi; Teropong dan Kompas; Alat transportasi; Mobil pemadam kebakaran; Alat berat (Buldozer, traktor); Alat pemadam lain seperti : pemukul api, kampak, garuk, sekop, pompa punggung ; Perlengkapan tim pemadam (baju tahan api, sepatu bot, helm, sarung tangan, senter, golok, tempat minum); Klinik darurat, menyediakan sarana penanggulangan korban kebakaran 3. Identifikasi dan pemetaan sumber air Identifikasi dan pemetaan sumber air (surface water dan ground water) pada areal hutan dan lahan yang rawan terbakar perlu dilakukan. Identifikasi sebaiknya dilakukan pada saat musim kemarau sehingga pada saat terjadi kebakaran, sumbersumber air yang telah teridentifikasi diharapkan masih terisi oleh air. Selanjutnya dibuat laporannya dan lebih baik jika sumber air ini dipetakan sehingga memudahkan dalam pencarian sumber air pada saat operasi pemadaman. 4. Dukungan dana Dukungan dana pada waktu yang tepat sangat diperlukan dalam operasi kegiatan pemadaman. Dana ini dapat dimanfaatkan untuk penyediaan konsumsi tim pemadam lapangan, memobilisasi masyarakat untuk membantu kegiatan pemadaman, penambahan peralatan pemadaman serta pengadaan sarana pengobatan untuk korban kebakaran. Identifikasi daerah bebas asap Identifikasi daerah bebas asap diperlukan untuk memudahkan dalam mengevakuasi korban kebakaran. Mengingat asap yang dihasilkan dari kebakaran memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, menyebabkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), alergi kulit, asma, dll.

5. Pelaksanaan pemadaman Pelaksanaan pemadaman dilakukan dengan mengerahkan semua tenaga dan peralatan yang ada. Prosedur yang dapat dilaksanakan, yaitu: a.

Monitoring, Adanya informasi yang lengkap tentang bahaya kebakaran

(termasuk didalamnya lokasi kebakaran, sumber air) yang diterima oleh POSKO Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. POSKO kemudian memobilisasi satuan penanggulangan kebakaran hutan sesuai kebutuhan. b.

Persiapan, Persiapan pemadaman kebakaran harus dilakukan secermat

mungkin. Persiapan yang kurang akan menimbulkan kesulitan setelah berada di lapangan, bahkan dapat menimbulkan bahaya bagi orang yang terlibat dalam pemadaman kebakaran tersebut. Persiapan sebelum ke lokasi, meliputi pembagian personil dalam kelompok serta penyediaan alat transportasi, alat pemadam kebakaran, P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), alat komunikasi, dan peta lokasi. Persiapan di lokasi, dilakukan penyebaran masyarakat di tiap kelompok pengendali kebakaran. Pengarahan singkat tugas masingmasing kelompok dan diberikan peralatan pada tiap kelompok dimana minimal terdapat dua alat komunikasi pada tiap kelompok dan minimal satu orang menguasai lokasi. Pendirian POSKO dekat lokasi kebakaran untuk menyediakan konsumsi, transportasi dan pelayanan kesehatan darurat/kecelakaan. c.

Pengaturan strategi pemadaman kebakaran, Pemadaman kebakaran dapat

dilakukan dengan penyemprotan air ketempat kebakaran yang terjadi, pembuatan sekat bakar tidak permanen di depan arah pergerakan api, pembakaran terkendali mulai dari jalur sekat bakar untuk melawan pembakaran yang berbalik. d.

Pelaksanaan upaya pemadaman kebakaran, Upaya pemadaman dilaksanakan

secara terus menerus sampai api dapat dikuasai dan dipadamkan dengan tuntas. Tiap perkembangan yang terjadi selama upaya pemadaman harus dilaporkan ke POSKO Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Setelah api padam tetap dilakukan pengawasan untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebakaran kembali.

Tindakan pasca kebakaran a.

Rehabilitasi

Sebelum dilakukan tindakan rehabilitasi di lahan bekas terbakar perlu dilakukan survei untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh terhadap keberhasilan tindakan rehabilitasi (topografi, penutupan vegetasi, kondisi lahan atau hutan, , potensi permudaan dan bahan tanaman serta potensi sumber daya manusia) dan eksplorasi hambatan-hambatan yang kemungkinan terjadi. Melalui survei ini dapat ditentukan tindakan silvikultur yang tepat. b.

Upaya yuridikasi Investigasi pasca kejadian kebakaran harus segera dilakukan

untuk mengetahui siapa penyebab kejadian kebakaran, bagaimana prosesnya dan berapa besar kerugian yang diakibatkan dan selanjutnya melakukan upaya yuridikasi untuk menuntut si pelaku ke muka pengadilan. Dalam upaya yuridikasi ini perlu koordinasi yang terkait antara polisi, penyidik pegawai negeri sipil, LSM, dan para ahli. Para ahli kebakaran, tanah dan lingkungan dapat mendukung upaya penyidikan dalam pengumpulan bukti-bukti serta hasil-hasil analisa yang dapat mengungkapkan bahwa kebakaran yang terjadi berasal dari penggunaan api yang ceroboh atau kebakaran tersebut dilakukan secara sengaja untuk tujuan tertentu.

7. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Kebakaran Dan Data Yang Terkait Presentase Pengurangan hutan pada Tahun 2001 hingga 2017

sumber: global forest watch, 2017

Berdasarkan data yang dikutip dalam laman fire global forest watch, dari awal tahun 2018 hingga bulan Agustus ditemukan sebanyak 20.777 titik api di seluruh wilayah di Indonesia.

During this time period, there were 10,590 Fire Alerts D. TINDAKAN KESEHATAN PASCA BENCANA KEBAKARAN MITIGASI BENCANA Upaya mitigasi bencana kebakaran rumah dan gedung dan gedung dibagi menjadi dua bagian, yaitu: upaya mitigasi non-struktural (bukan upaya pembangunan fisik) dan upaya mitigasi struktural (upaya pembangunan fisik). 1. Mitigasi non-struktural 

Kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran rumah dan gedung dan gedung.



Jangan berbaring tiduran atau tidur bila:sedang masak pakai kompor BBM atau gas elpiji, menyalakan lilin, memasang setrika listrik, masak dengan oven listrik, merokok, atau ketika anak-anak bermain sendiri tanpa pengawasan.



Peningkatan masyarakat peduli kebakaran.



Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanggulangan dini kebakaran.



Pelatihan untuk mencegah kebakaran di rumah dan gedung dan cara-cara memadamkan kebakaran dengan berbagai alat pemadam kebakaran.

2. Mitigasi struktural 

Membangun rumah dan gedung dengan struktur bangunan yang dapat memperkecil terjadinya kebakaran.



Pemasangan kabel listrik rumah dan gedung tangga secara benar dengan memakai kabel listrik yang baik. Sebaiknya pemasangan instalasi listrik oleh petugas terlatih dan mempumyai sertifikat pemasang instalasi listrik.



Jangan memasang alat pembagi listrik yang melebihi daya.



Menyediakan alat pemadam kebakaran portable.



Pembangunan perumah dan gedungan yang tidak saling berhimpitan.



Pengelolaan bahan bakar, zat kimia dan bahan-bahan yang mudah terbakar secara baik, benar dan hati-hati untuk menghindari kebakaran rumah dan gedung dan pabrik.



Pemerintah atau masyarakat bersama-sama membeli mobil pemadam kebakaran dan menyiapkan petugas pemadam kebakaran dengan baik.



Membuat penampung air (reservoir) di atas gedung.



Menyiapkan jalan darurat di gedung bertingkat.



Jangan membuat teralis besi permanen di rumah-rumah yang menghambat orang keluar dari jendela bila terjadi kebakaran. Buatlah teralis yang bisa dan mudah dibuka.

3. Mitigasi bencana kebakaran hutan 

Peningkatan masyarakat peduli api.



Peningkatan penegakan hukum, misalnya bagi para penebang hutan liar.



Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini.



Pembuatan waduk di daerahnya untuk pemadaman api.



Pembuatan skat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian dengan hutan.



Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.



Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.



Melakukan pengawasan pembakaran lahan secara ketat.



Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen



Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.



Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar (pembuatan kompos, briket arang dll).



Kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.



Penyediaan dana tanggap darurat untuk penanggulangan kebakaran lahan dan hutan.



Pengelolaan bahan bakar secara intensif untuk menghindari kebakaran yang lebih luas.

Dampak dari kebakaran terhadap kesehatan masyarakat perlu perhatian serius, seperti kabut dan asap yang tebal sehingga menutupi jarak pandang, debu dengan ukuran partikel kecil, gas dan lain-lain. Semua bahan pencemar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain ISPA, Pneumonia, Asma, Iritasi Mata dan Iritasi Kulit. Dalam menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan disuatu daerah, Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan di daerah dan lintas sektor, dilakukan untuk mengantisipasi bencana dengan memberikan bantuan berupa: mendistribusikan bantuan masker kepada Dinas Kesehatan Provinsi melalui Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian, memantau perkembangan permasalahan kesehatan akibat kebakaran, menugaskan tim untuk melakukan Rapid Health Assessment (RHA). Sementara itu, Dinas Kesehatan Provinsi

melakukan upaya-upaya pengendalian kesehatan

diantaranya mensiagakan posko siaga darurat Dinas Kesehatan Provinsi, berkoordinasi dengan Lintas sektor terkait. Salah satu hasil dari koordinasi tersebut antara lain merekomendasikan pada Dinas Pendidikan untuk meliburkan siswa usia PAUD SD bila ISPU 150 dan meliburkan siswa tingkat SMP ke atas bila ISPU 200, memonitoring penyakit dampak bencana asap akibat Karlahut, yaitu penyakit ISPA, Asma, Pneumonia, Iritasi mata dan Iritasi kulit. Menyediakan kebutuhan logistik dengan PPKK Kemenkes, memberikan pembinaan dan mensosialisasikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dalam hal pengiriman data/laporan dan upaya penanggulangan krisis kesehatan oleh Dinkes Kabupaten/Kota, mendistribusikan masker ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan berkoordinasi dengan Dinkes Kota

Palangkaraya untuk mengantisipasi kejadian kabut asap setiap tahunnya dengan mengganggarkan penyediaan 30.000 masker. Upaya pencegahan primer misalnya : a.

Pertama dengan menghilangkan sumber asap kebakaran yang saat ini sedang diupayakan oleh pemerintah.

b.

Kedua, meminimalkan terpapar asap, bisa dilakukan dengan mengurangi aktivitas di luar, tutup jendela dan pintu rumah, kurangi merokok, tidak menyalakan lilin dan perapian yang bisa menambah polusi. Bila ada AC bisa diubah menjadi mode recirculate. Penggunaan purifier/air cleaner juga bermanfaat menurunkan kadar partikel dalam rumah sebesar 63-88%. Gunakan masker atau respirator untuk mengurangi masuknya partikel ke dalam saluran napas dan paru. Perhatikan cara penggunaan masker, jika penggunaan salah dan tidak tepat maka bisa mengurangi efektivitas proteksi memfilter atau menyaring partikel.

c.

Ketiga, warga bisa memantau kualitas udara untuk mengambil keputusan beraktivitas di luar rumah. Jika nilai Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di level 200-300 itu masuk kategori tidak sehat dan di atas 300 berbahaya. Diharapkan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.

d.

Keempat, melakukan pola hidup bersih dan sehat seperti makan bergizi, istirahat cukup, dan sering mencuci tangan setelah melakukan aktivitas umum.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan terjadinya suatu kebakaran. Kebakaran merupakan bencana yang paling sering dihadapi dan bisa digolongkan sebagai bencana jenis bencana non alam atau yang disebabkan oleh manusia. Tiga unsur penting dalam kebakaran antara lain: bahan bakar dalam jumlah yang cukup, zat pengoksidasi/oksigen dalam jumlah yang cukup, sumber nyala yang cukup untuk menyebabkan kebakaran. Kebakaran bisa terjadi dihutan, lahan dan bangunan. Kebakaran terjadi disebabkan oleh faktor alam dan perilaku manusia. Penanggulangan bencana kebakaran dilakukan oleh semua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Tindakan kesehatan pasca bencana kebakaran yaitu menghilangkan sumber asap kebakaran, mengurangi aktivitas diluar rumah, menggunakan masker jika aktivitas diluar rumah, melakukan pola hidup bersih dan sehat seperti makan bergizi, istirahat cukup, dan sering mencuci tangan setelah melakukan aktivitas umum.

DAFTAR PUSTAKA Adinugroho, Wahyu Catur. 2009. Bagaimana Kebakaran Hutan Terjadi. Bogor: Paper MK Kebakaran Hutan Adinugroho, Wahyu Catur dan INN Suryadiputra. 2003. Kebakaran Hutan dan Lahan. Bogor: Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut Bahri, Samsul. 2002. Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Kemungkinan Mengatasinya dengan TMC. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2, 2002, 99-104. Jakarta: Peneliti UPT Hujan Buatan BPP Teknologi Pasaribu, Sahat M. dan Supena Friyatno. 2008. Memahami Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan serta Upaya Penanggulangannya: Kasus di Provinsi Kalimantan Barat. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang Pertanian Tacconi, Luca. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi Kebijakan. Bogor: Center For International Forestry Research (CIFOR) Paper Chapter II. 2015. Tinjauan Pustaka: Kebakaran Hutan. Diakses pada tanggal 8 Juni 2015, dari repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24895/4/Chapter%20II.pdf Yuwono, Arief. 2014. Penanganan Kasus Dan Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan Dan

Lahan

(KARHUTLA)

KLH.

Diakese

pada

tanggal

9

Juni

2015,

darihttp://www.menlh.go.id/penanganan-kasus-dan-upaya-pengendalian-kebakaranhutan-dan-lahan-krhutla-klh/

Related Documents


More Documents from "Dhani Sandi"