Makalah Praktikum Mrpt-1-dikonversi.doc

  • Uploaded by: Yuanita A P
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Praktikum Mrpt-1-dikonversi.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,370
  • Pages: 11
MAKALAH MANAJEMEN PEMULIAAN TERNAK SISTEM PERKAWINAN PENGARUH SISTEM PERKAWINAN TERHADAP MUTU GENETIK KETURUNAN PADA SAPI

Oleh : Kelompok 11 C Nama Anggota

NIM

1. Restu Pamuji

D1A017052

2. Yuanita Adhelia Prawestry

D1A017070

3. Garin Alfi Pambudi

D1A017103

4. Miftah Laili Dwi Jatra

D1A017192

LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK TERAPAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2019

MAKALAH MANAJEMEN PEMULIAAN TERNAK SISTEM PERKAWINAN PENGARUH SISTEM PERKAWINAN TERHADAP MUTU GENETIK KETURUNAN PADA SAPI

Oleh : Kelompok 11 C Diterima dan disetujui Pada tanggal : ........................

Koordinator MRPT

Penanggungjawab Kelas C

Dimas Andriyansah NIM. D1A016213

Dipta Rilanda NIM. D1A01605

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan merupakan terjemahan langsung dari istilah bahasa Belanda : veredeling ; Inggris: breeding ) merupakan kegiatan manusia dalam memelihara tumbuhan atau hewan untuk menjaga kemurnian galur atau ras sekaligus memperbaiki produksi atau kualitasnya. Dalam kegiatannya, pemuliaan sejak abad ke-20 menerapkan banyak prinsip dan metode genetika serta ilmu-ilmu turunannya. Pemuliaan tidak persis sama dengan penangkaran. Dalam penangkaran,kegiatan pemeliharaan dilakukan untuk menghasilkan keturunan tanpa disertai dengan usaha memperbaiki populasi. Suatu program pemuliaan pasti mencakup aspek penangkaran, tetapi bukan sebaliknya. Penangkaran dilakukan dengantujuan menjaga kemurnian suatu galur, ras, atau kultivar, serta dalam menjaga kelestarian populasi hewan dan tumbuhan yang terancam punah di alam liar.Praktisi pemuliaan dan penangkaran masing-masing disebut sebagai pemulia dan penangkar. Kemampuan

genetik

tersebut

secara

sederhana

dapat

digambarkan

sebagailingkaran kecil yang terletak di dalam lingkaran yang lebih besar. Lingkaran yanglebih besar adalah gambaran pemunculan kemampuan genetik di bawah lingkungan seluas daerah antara dua lingkaran tersebut. Apabila lingkaran lingkungan kita perbesar pemunculan kemampuan genetik tidak akan dapat melampaui batas lingkaran besar. Hal ini disebabkan pemunculan kemampuan genetik itu ada batasnya, yang dikontrol oleh banyak faktor. Setiap individu memiliki gambaran lingkaran kecil dan besar yang berbeda. Apa yang dapat dilakukan ada dua hal, yakni mengontrol pewarisankemampuan genetik melalui seleksi dan sistem perkawinan. Selanjutnya diikuti dengan penyediaan factor lingkungan yang sesuai sampai tingkat yang sebaikmungkin dan masih menguntungkan secara ekonomis. Apa yang tidak mungkin dilakukan adalah memunculkan kemampuan genetik di luar batas yang dimungkinkan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dasar dalam pemuliaan ternak adalah untuk meningkatkan produksi dan produktifitas ternak melalui perbaikan atau

peningkatan mutu genetiknya. Cara atau metode yang digunakan terdiri dari sistem perkawinan dan sistim seleksi. Sistim perkawinan yang selalu dan sering digunakan untuk meningkatkan mutu genetic ternak inbreeding (silang dalam) dan out breeding. Biak dalam (inbreeding) adalah perkawinan antara ternak yang mempunyaihubungan kekerabatan. Out breeding adalah perkawinan antara ternak yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Perkawinan ini bisa satu bangsa ternak, atau beda bangsa. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana sistem perkawinan pada sapi ? 2. Bagaimana mutu genetik yang terjadi pada sapi setelah perkwawinan ? 3. Apa pengaruh Sistem Perkawinan terhadap sapi ? 1.3 Tujuan 1. Memenuhi tugas praktikum Manajemen Reproduksi dan Pemuliaan Ternak. 2. Memberikan informasi terkait manajemen perkawinan dan reproduksi yang baik dan tepat bagi peternak rakyat maupun swasta komersial. 3. Meningkatkan angka kebuntingan danpopulasi sapi potong dengan penerapan system perkawinan yang benar. 1.4 Manfaat 1. Mahasiswa akan menambah wawasan dan pengetahuan terkait sistem perkawinan sapi yang baik dan benar. 2.

Menjadi salah satu referensi dalam sistem pembelajaran mata kuliah Ilmu Pemuliaan Ternak.

3.

Menjadi referensi petunjuk teknis sistem perkawinan sapi yang sesuai dengan kondisi peternakan rakyat.

II. ISI 2.1 Sistem Perkawinan Perkawinan ternak sapi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu kawin alam dan Inseminasi Buatan (IB). Perkawinan harus dilakukan pada saat sapi betina birahi. Apabila tidak bunting dan tidak ada kelainan, sapi betina akan birahi setiap 18-21 hari (1 siklus). Saat perkawinan harus hindari perkawinan keluarga yaitu perkawinan antar induk dengan pejantan yang masih ada hubungan keturunan yang sama. Perkawinan keluarga dapat menghasilkan keturunan yang kurang baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Usman (2016), bahwa ternak sapi betina biasanya sudah menunjukkan gejala berahi untuk pertama kalinya pada umur 10-12 bulan, namun belum saatnya dikawinkan karena sapi betina baru mengalami dewasa kelamin tapi belum mencapai dewasa tubuh. Pejantan yang digunakan saat kawin alam berasal dari hasil seleksi sederhana antara lain penilaian performance tubuh dan kualitas semen yang baik. Kawin alam biasanya masih digunakan pada peternakan traisional yang peternaknya memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah. Sebenarnya kawin alam masih banyak terjadi kegagalan kebuntingan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudirman (2016), bahwa perkawinan alam diduga menghasilkan tingkat kebuntingan yang rendah karena berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol terhadap managemen estrus, ratio ternak jantan dan termak betina, pemilihan jantan untuk menghindari distokia dan pengontrolan penyakit. Kawin alam biasanya menghasilkan keturunan yang kurang baik, sedangkan dengan IB lebih menjanjikan karena sistem IB menggunakan sperma dari sapi pejantan unggul. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudirman (2016), bahwa perkawinan alam dengan inseminasi buatan (IB) merupakan teknologi yang dimodifikasi diharapkan memiliki peran besar dalam meningkatkan keberhasilan kebuntingan. Keuntungan utama inseminasi buatan adalah perbaikan genetik, mengontrol penyakit kelamin pada ternak (veneral diseases), adanya catatan perkawinan/inbreeding yang teliti dan menjaga kesehatan induk dari pejantan dalam satu kelompok (Hafez, 2000).

2.2 Mutu Genetik Nilai pemuliaan merupakan faktor yang penting dalam pemuliaan ternak karena nilai ini menunjukkan kemampuan atau potensi genetik yang dimiliki oleh seekor ternak dengan rataan populasinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Supartini (2014), bahwa sifat fenotipe keturunan pada suatu populasi dapat digunakan sebagai parameter penilaian mutu genetik. Penilaian mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya di dalam populasinya biasa dinyatakan sebagai nilai pemuliaan (breeding value). Suhada (2009) menyatakan bahwa nilai pemuliaan (NP) atau breeding value (BV) merupakan penilaian mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya didalam populasi. Seekor pejantan dapat dikawinkan dengan beberapa ekor betinadan dengan teknologi IB seekor pjantan dapat mengawini betina lebih banyak lagi. Selanjutnya seekor pejantan akan mewariskan setengah keunggulannya kepada keturunannya. Hal ini menunjukkan bahwa lebih besar dalam upaya peningkatan mut genetik pada populasi tersebut (Hardjosubroto, 1994). Perbaikan mutu genetik melalui seleksi yang baik member efektif dimana respon sifat roduksi yang diseleksi menjadi tinggi. Selain itu juga didukung adanya peningkatan jumlah populasi sebagai akibat dari variabilitas genetik yang semakin besar.

Hal

tersebut

sesuai

dengan

pendapat

Istiqomah

(2007),

bahwa

mempertahankan kemurnian ternak sekaligus meningkatkan forma genetik keturunannya perlu segera dilakukan perbaikan mutu genetik ternak dengan menerapkan metode pemuliaan ternak melaui perogram seleksi dan perkawinan. 2.3 Pengaruh Sistem Perkawinan Sitem perkawinan dibedakan menjadi dua, yaitu perkawinan alami dan buatan. Perkawinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesehatan ternak, jenis ternak, dll. Perkawinan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lokasi pengambilan sampel. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiatriningsih (2010) bahwa jenis kelamin dan lokasi pemeliharaan tidak berpengaruh nyata pada ukuran tubuh sapi ternak.

Sistem perkawinan buatan dapat dilakukan dengan cara

inseminasi buatan.

Inseminasi buatan dapat menghasilkan keturunan yang lebih baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi inseminasi buatan antara lain sistem pemeliharaan ternak, pengetahuan akan tanda-tanda birahi, dan kecepatan informasi kepada petugas. Hal tersebut sesuai dengan Sibagariang (2010) bahwa faktor yang mempengaruhi inseminasi buatan terdiri atas sistem pemeliharaan ternak, pengetahuan akan tandatanda birahi, dan kecepatan informasi kepada petugas tentang keadaan birahi ternak. Keturunan dari perkawinan alami dapat dilihat hasilnya pada keberhasilan kawin pertama. Keturunan pada perkawinan pertama baik, maka keturunan selanjutnya akan baik juga. Kawin pertama yang baik dipengaruhi oleh faktor antara lain waktu pelaksanaan, pejantan yang digunakan, petugas inseminasi, dan perkembangan keberhasilan kawin pertama. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Arandi (2014) bahwa perkawinan pertama dipengaruhi oleh faktor waktu pelaksanaan, pejantan yang digunakan, petugas inseminasi, dan perkembangan keberhasilan kawin pertama.

III. KESIMPULAN

Perkawinan ternak sapi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu kawin alam dan Inseminasi Buatan (IB). Kawin alam biasanya menghasilkan keturunan yang kurang baik, sedangkan dengan IB lebih menjanjikan karena sistem IB menggunakan sperma dari sapi pejantan unggul. Perbaikan mutu genetik melalui seleksi yang baik memberi efektif dimana respon sifat produksi yang diseleksi menjadi tinggi. Keturunan dari perkawinan alami dapat dilihat hasilnya pada keberhasilan kawin pertama. Keturunan pada perkawinan pertama baik, maka keturunan selanjutnya akan baik juga.

DAFTAR PUSTAKA Sudirman. 2016. Pengaruh Metode Perkawinan Terhadap Keberhasilan Kebuntingan

Sapi Donggala Di Kabupaten Sigi. E-Jurnal Mitra Sains. 4(3): 22-27. Hafez, E.Z. 2000. Reproduction In Farm Animal. Edition. Leafebiger. Philadelphia. Usman., M.W.T. Batseba., dan Pagiyanto. 2016. Karakteristik dan Sistem Perkawinan Sapi Potong terhadap Peternak di Kabupaten Keerom, Papua.

LAMPIRAN



Pembagian Tugas Pengerjaan Makalah

No Nama

NIM

Bagian

1.

Restu Pamuji

D1A017052

Pendahuluan

2.

Yuanita Adhelia P

D1A017070

Penutup, dapus, editting

3.

Garin Alfi Pambudi

D1A017103

4.

Miftah Laili Dwi Jatra

D1A017192

Isi Cover, lembar pengesahan, isi, lampiran

Related Documents


More Documents from "Pantom"