Penyakit Paru Obstruktif Kronis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible dan bersifat progresif (Depkes RI, 2004). Indikator diagnosis PPOK adalah penderita diatas usia 40 tahun, dengan sesak napas yang progresif, memburuk dengan aktivitas, persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik. Biasanya terdapat riwayat pejanan rokok, asap atau gas berbahaya didalam lingkungan kerja atau rumah. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan pada tahun 2002 PPOK telah menempati urutan kelima penyebab utama kematian setelah penyakit kardiovaskuler (WHO, 2002). Diperkirakan pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia. Menurut American Lung Association (ALA), PPOK merupakan penyebab utama keempat kematian di Amerika Serikat. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktur Jendral PPM & PL di 5 Rumah Sakit di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%) (Depkes RI, 2004). Berdasarkan sudut pandang farmakoterapi, PPOK menimbulkan berbagai tingkat gangguan yaitu impairment berupa nyeri dan sesak nafas, oedema, terjadinya perubahan pola pernapasan, rileksasi menurun, perubahan postur tubuh, functional limitation meliputi gangguan aktivitas sehari-hari karena keluhan-keluhan tersebut diatas dan pada tingkat participation retriction yaitu berat badan menjadi menurun. Modalitas fisioterapi dapat mengurangi bahkan mengatasi gangguan terutama yang berhubungan dengan gerak dan fungsi diantaranya mengurangi nyeri dada dengan menggunakan terapi latihan yang berupa breathing exercise akan mengurangi spasme otot pernafasan, membersihkan jalan napas, membuat menjadi nyaman, melegakan saluran pernapasan. Oleh karena itu penulis ingin mempelajari lebih lanjut tentang metode penanganan pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) .
Kelompok VII
1
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari makalah ini yaitu: 1. Apa definisi dari PPOK? 2. Bagaimana etiologi dari PPOK? 3. Bagaimana patofisiologi dari PPOK? 4. Apa saja klasifikasi dari PPOK? 5. Apa saja gejala klinis dari PPOK? 6. Bagaimana diagnostik dari PPOK? 7. Bagaimana penatalaksanaan terapi PPOK?
C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui apa definisi dari PPOK 2. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari PPOK 3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari PPOK 4. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari PPOK 5. Untuk mengetahui apa saja gejala klinis dari PPOK 6. Untuk mengetahui bagaimana diagnostik dari PPOK 7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan terapi PPOK
D. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan dari makalah ini yaitu: 1. Mahasiswa dapat mengetahui apa definisi dari PPOK 2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana etiologi dari PPOK 3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana patofisiologi dari PPOK 4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja klasifikasi dari PPOK 5. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja gejala klinis dari PPOK 6. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana diagnostik dari PPOK 7. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan terapi PPOK
Kelompok VII
2
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan. Riwayat PPOK ditandai dengan eksaserbasi berulang yang terkait dengan peningkatan gejala dan penurunan status kesehatan secara keseluruhan. Eksaserbasi didefinisikan sebagai perubahan gejala dasar pasien (dyspnea, batuk, atau produksi dahak) di luar variabilitas sehari-hari yang cukup untuk menjamin adanya perubahan (Dipiro et al, 2008).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah istilah umum yang di gunakan untuk mengggambarkan kondisi obstruksi ireversibel progresif aliran udara ekspirasi. individu dengan PPOK mengalami kesulitan bernafas, batuk produktif, dan intoleransi aktivitas. Kelainan utama yang tampak pada individu dengan ppok adalah bronchitis, emfisema dan asma (Asih dan Christantie, 2002). Faktor risiko dapat dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan (Tabel 1), dan umumnya, interaksi antara risiko ini mengarah pada ekspresi penyakit. Faktor host, seperti predisposisi genetik, mungkin tidak dapat dimodifikasi namun penting untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi terkena penyakit ini. Faktor lingkungan, seperti asap tembakau, debu dan bahan kimia kerja, merupakan faktor yang dapat dihindari, sehingga mengurangi risiko perkembangan penyakit. Paparan lingkungan yang terkait dengan PPOK adalah partikel yang dihirup oleh individu dan mengakibatkan peradangan serta cedera sel. Paparan beberapa racun lingkungan meningkatkan risiko PPOK (Dipiro et al, 2008).
Tabel 1. faktor risiko (Dipiro et al, 2008). Faktor Host
Kelompok VII
Predisposisi genetik (α1-antitrypsin) Keterlambatan tekanan udara Gangguan paru
3
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Faktor Lingkungan
Asap rokok Debu dan bahan kimia industri Polusi udara
B. Etiologi Meskipun merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi untuk perkembangan PPOK, penyakit ini dapat dikaitkan dengan kombinasi faktor risiko yang menyebabkan cedera paru-paru dan kerusakan jaringan. Perokok 12- sampai 13 kali lebih mungkin meninggal akibat PPOK daripada bukan perokok. Sedangkan untuk eksaserbasi akut kematian lebih tinggi untuk pasien yang di rawat di rumah sakit. angka kematian di rumah sakit adalah 6% sampai 8% (Dipiro et al, 2008).
Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. segabagian pesien memiliki asma kronik yang tidak terdiagnosis dan di obati (Davey, 2006).
Genetik : defisiensi α1- antitrypsin merupakan predisporsisi untuk berkembang nya PPOK dini (Davey, 2006).
C. Patofisiologi Eksaserbasi berulang, terutama yang memerlukan rawat inap, dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Ada keterbatasan data tentang patologi selama eksaserbasi karena sifat penyakit dan kondisi pasien. Namun, mediator inflamasi termasuk neutrofil dan eosinofil meningkat dalam dahak. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-α, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan biomarker stres oksidatif. Hiperinflasi paru-paru PPOK diperparah selama eksaserbasi
yang
berkontribusi pada memburuknya dispnea dan pertukaran gas yang buruk. Pada perubahan fisiologis akan berakibat memburuknya hasil gas darah pada arteri karena pertukaran gas yang buruk dan peningkatan kelelahan otot. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi parah, hipoksemia dan hiperkapnia hebat dapat disertai asidosis respiratorik dan gagal pernapasan (Dipiro et al, 2008).
Merokok menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronchial dan meningkatkan produksi mukus, menyebabkan batuk produktif, pada bronchitis kronik (batuk produktif > 3 bulan / tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang Kelompok VII
4
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
kecil. Terjadi dektruksi jaringan paru di sertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilanganya elastic recoil, hiperiflasi, terperangkapnya udara dan peningkatan
usaha
untuk
bernafas,
sehingga
terjadi
sesak
nafas.
Dengan
berkembangnya penyakit kadar CO2 ke hipoksemia, dorongan pernapasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal nafas (Davey, 2006).
D. Klasifikasi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi 3 bagian : 1. Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala yaitu, sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent) 2. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 dari 3 gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent) 3. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline (Dipiro et al, 2008).
E. Gejala Klinis Gejala Klinis dari PPOK eksaserbasi akut adalah memburuknya pernapasan, peningkatan jumlah sputum dan peningkatan purulen dahak. Manifestasi klinis tambahan dari kegagalan pernapasan termasuk kegelisahan, kebingungan, takikardia, diaforesis, sianosis, hipotensi, pernapasan tidak teratur, miosis, dan ketidaksadaran (Dipiro, 2008). Gejala yang dominan terjadi pada ppok adalah sesak nafas yang sering kali di mulai saat aktifitas. Seringkali terdapat batuk, yang mungkin produktif menghasilkan sputum, dan mengi. Gejala umum bersifat progresif dengan sesak nafas yang semakin berat dan berkurangnya toleransi olaraga. Terdapat ekserbasi, sering kali berhunbungan dengan infeksi, dimana terdapat sesak nafas yang semakin berat, batuk, mengi, dan produksi sputum. Biasanya terjadi pada usia 45 tahun (Gleadle, 2007).
Kelompok VII
5
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
F. Diagnotik Penyakit 1. Diagnosis kegagalan pernafasan akut didasarkan pada penurunan akut PaO2 10-15 mm Hg atau peningkatan akut pada PaCO2 yang menurunkan pH serum menjadi kurang dari atau sama dengan 7,3. 2. Manifestasi akut meliputi kegelisahan, kebingungan, takikardia, diaforesis, sianosis, hipotensi, pernapasan tidak teratur, miosis, dan ketidaksadaran. 3. Penyebab paling umum dari kegagalan pernafasan akut adalah eksaserbasi akut
bronkitis dengan peningkatan volume sputum dan viskositas. Hal ini memperburuk penyumbatan
dan
selanjutnya
mengganggu
ventilasi
alveolar,
sehingga
memperburuk hipoksemia dan hiperkapnia (Dipiro et al, 2008).
G. Penatalaksanaan Terapi Penataklaksanaan terapi PPOK mencangkup penghentian merokok, imunisasi terhadap influenza, vaksin, pneumokokus, pemberian antibiotik, bronkodilator, dan kkortikosteroid, terapi oksigen, pengontrolan sekresi, serta latihan dan rehabilitasi yang berupa latihan fisik, latihan napas khusus dan batuan psikis (Dijojodibroto, 2007). Tujuan terapi untuk pasien yang mengalami eksaserbasi PPOK adalah: 1. Pencegahan rawat inap atau pengurangan tinggal di rumah sakit, 2. Pencegahan kegagalan pernapasan akut dan kematian, dan 3. Resolusi gejala eksaserbasi dan kembalinya status klinis awal dan kualitas hidup. Eksaserbasi akut dapat berkisar dari ringan hingga berat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan, dan selanjutnya tingkat perawatan yang diperlukan, termasuk tingkat keparahan keterbatasan aliran udara, adanya komorbiditas dan riwayat eksaserbasi sebelumnya (Dipiro et al, 2008). Terapi farmakologis yang digunakan untuk pasien penderita PPOK eksaserbasi akut adalah: a) Bronkodilator Pada eksaserbasi bronkodilatol digunakan untuk penanganan yang cepat yaitu sering digunakan short-acting β2-agonists dosis tinggi dan dapat dikombinasi dengan antikolinergik. Bronkodilator digunakan dengan MDI atau dengan nebulasi untuk pasien dengan gejala sesak nafas yang parah (Dipiro et al, 2008)
Kelompok VII
6
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
b) Kortikosteroid Kortikosteroid oral atau intravena digunakan untuk terapi PPOK eksaserbasi akut dalam jangka yang pendek (9 hingga 14 hari) untuk meminimalkan risiko efek samping yang ditimbulkan. Dosis dapat diturunkan secara bertahap untuk pemakaian kortikosteroid lebih dari 2 minggu dan disesuaikan dengan kondisi klinis pasien (Dipiro et al, 2008).
c) Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin (Dipiro et al, 2008). d) Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol, erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronchitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin (Dipiro et al, 2008). e) Antibiotik Antibiotik diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini : a) Peningkatan sesak nafas b) Peningkatan jumlah sputum c) Sputum berubah menjadi purulen (perubahan warna sputum)
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda klinis infeksi saluran napas. Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat (Dipiro et al, 2008).
Kelompok VII
7
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Tabel 2. Pemilihan antibiotik pada PPOK eksaserbasi akut Penggunaan oral
Kelompok A
Pasien dengan
Alternatif pengobatan
Pengobatan
oral
parenteral
Β-lactam/ β-
Eksaserbasi
satu gejala
lactamase inhibitor
ringan
kardinal*
(co-amoksiklav)
Tidak memiliki
sebaiknya tidak
faktor risiko
mendapatkan
(azitromisin,
untuk prognosis
antibiotika
klaritromisin)
buruk***
Makrolid
Sefalosporin
Bila ada
generasi 2 dan 3
indikasi** dapat
(Seftriakson,
diberikan: β-
Seftazidim)
lactam (penisilin,
Ketolid
ampisilin,
(telitromisin)
amoksisilin) Tetrasiklin Trimetropim Sulfametoksasol
Kelompok B
Β-lactam/ β-
Flurokuinolon
Β-lactam/ β-
Ekserbasi sedang
lactamase
(gemifloksasin,
lactamase
Memiliki faktor
inhibitor (co-
levofloksasin,
inhibitor
risiko untuk
amoksiklav)
moksifloksasin)
(co-
prognosis
amoksiklav,
buruk****
ampisilin/sul baktam)
Sefalosporin generasi 2 dan 3
Kelompok VII
Fluorokuino 8
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
lon (siprofloksas in dosis tinggi)
Kelompok C
Pasien dengan risiko
Eksaserbasi berat
infeksi pseudomonas:
lon
Dengan faktor
(siprofloksasin dosis
(siprofloksas
risiko
tinggi)
in dosis
Fluorokuino
tinggi)
P.aeruginosa
Β-lactam dengan aktivitas P. aeruginosa
Kelompok VII
9
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
BAB III PEMBAHASAN
Kasus: Seorang pria 49 tahun dengan riwayat medis hipertensi, datang dengan keluhan sesak nafas sejak sekitar 3-4 tahun lalu, dengan gejala bertahap semakin memburuk. Sekarang ia tidak berjalan 100 meter tanpa harus berhenti dan beristirahat. Ia juga tiap hari mengalami batuk produktif di sertai dahak kekuningan. Ia merokok sekitar 1½ bungkus sehari dan telah merokok selama 30 tahun terakhir. Dia juga minum bir rata-rata 6-7 gelas sehari. Ia tidak terpapar secara signifikan oleh debu, gas, atau asap.
Riwayat kesehatan pasien: hipertensi selama 6 tahun, saat ini dapat di kendalikan Riwayat sosial: pasien bekerja sebagai akuntan; menikah dengan dua orang anak Riwayat keluarga: ayah penderita emfisema dan kanker paru-paru. Tidak ada keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2 atau penyakit jantung. Obat yang di konsumsi: Lisinopril 40 mg tablet sekali sehari Hydrochlorothiazide 25 mg tablet sekali sehari Tanda vital: tekanan darah 134/82 mmHg. Nadi 80 denyut per menit, tingkat pernapasan 20/menit, suhu 35,8ºC, berat 60 kg/ tinggi 163 cm, indeks massa tubuh 22,7 kg / m2. Pemeriksaan paru-paru: dada emfisematous (barel chest), membran mukosa lembab, suara pau-paru yang cukup jauh, ronki kering atau wheeing. x-ray dada: hiperlusensi dan hiperinflasi paru-paru, sugestif perubahan emphysematous.
Pertanyaan: a. Apa faktor risiko yang dimiliki pasien untuk CPOD/PPOK? b. PPOK pasien ini dapat diklasifikasikan sebagai tahap apa? c. Susunlah rencana perawatan untuk pasien ini, meliputi tujuan terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi?
Kelompok VII
10
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penyelesaian: A. Identitaspasien Nama
:-
Umur
: 49 tahun
Jenis kelamin
: Pria
B. Riwayat Pasien 1. RiwayatSosial : Ia merokok sekitar 1½ bungkus sehari dan telah merokok selama 30 tahun terakhir. Dia juga minum bir rata-rata 6-7 gelas sehari. Ia tidak terpapar secara signifikan oleh debu, gas, atau asap.Pasien bekerja sebagai akuntan; menikah dengan dua orang anak 2. RiwayatKeluarga
: Ayah penderita emfisema dan kanker paru-paru. Tidak ada keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2 atau penyakit jantung.
3. RiwayatKesehatan
:Hipertensi selama 6 tahun, saat ini dapat di kendalikan
4. RiwayatTerapi : Lisinopril 40 mg tablet sekali sehari Hydrochlorothiazide 25 mg tablet sekali sehari
C. PermasalahanPasien Sesak nafas sejak sekitar 3-4 tahun lalu, dengan gejala secara bertahap semakin memburuk. Sekarang ia tidak dapat berjalan 100 meter tanpa harus berhenti dan beristirahat. Ia juga tiap hari mengalami batuk produktif di sertai dahak kekuningan.
D. Pengukuran 1. Berat badan
: 60 kg
2. Tinggi badan
: 163 cm
3. Suhu
: 35,8ºC
Kelompok VII
11
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
4. Tekanan darah
: 134/82 mmHg
5. Nadi
: 80 denyut per menit
6. Tingkat pernapasan
: 20/menit
7. Indeks masa tubuh
: 22,7 kg / m2
8. Pemeriksaan paru
: dada emfisematous (barel chest), membran mukosa lembab, suara pau-paru yang cukup jauh, ronki kering atau wheezing.
9. X-ray dada
: hiperlusensi dan hiperinflasi paru-paru, sugestif perubahan emphysematous.
E. Faktor Resiko 1. Kebiasaan merokok 2. Mengkonsumsi alkohol 3. Predisposisi genetik
F. Klasifikasi PPOK Pasien Klasifikasi PPOK pasien termasuk dalam tipe I (eksaserbasi berat), dengan ciri-ciri seesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent).
G. Tata LaksanaTerapi 1. Tujuanterapi Mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, meperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, meningkatkan kualitas hidup penderita. 2. Diagnosis : -
PPOK eksaserbi berat
-
Ciri-ciri PPOK eksaserbasi akut adalah batuk berkepanjangan, betuk disertai produksi lendir yang berlebihan, sesak dada, sesak napas yang semakin parah saat beraktivitas fisik, berkurangnya ketahanan otot, perubahan warna lendir menjadi kuning, hijau, coklat atau berdarah.
3. Tata laksana
Kelompok VII
12
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
a. Non farmakologi (Lilyana, 2017) -
Berhenti merokok
-
Latihan dan rehabilitasi paru, berupa latihan fisik dan latihan napas khusus serta bantuan psikis
-
Asupan nutrisi yang adekuat
-
Menjaga pola makan yang sehat
-
Rutin berolahraga
b. Farmakologi -
Inhaler salbutamol 100 mcg/puff lag No I Sprn (saat serangan asma)
-
Prednisolon 30 mg/hari, 10-14 hari
-
Ambroksol 30 mg 3x1 (ekspektoran gol. Mukolitik)
-
Lisinopril 40 mg tablet sekali sehari
4. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) -
Menghindari paparan asap rokok
-
Menghindari minuman keras
-
Menghindari kelelahan
-
Mengkonsumsi makanan yang bergizi
-
Minum air yang cukup untuk menghindari dehidrasi.
Kelompok VII
13
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Definisi PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan. 2. Etiologi a) Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. segabagian pesien memiliki asma kronik yang tidak terdiagnosis dan di obati. b) Genetik : defisiensi α1- antitrypsin merupakan predisporsisi untuk berkembang nya PPOK dini 3. Patofisiologi Eksaserbasi berulang, terutama yang memerlukan rawat inap, dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Ada keterbatasan data tentang patologi selama eksaserbasi karena sifat penyakit dan kondisi pasien. Namun, mediator inflamasi termasuk neutrofil dan eosinofil meningkat dalam dahak. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-α, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan biomarker stres oksidatif. Hiperinflasi paru-paru PPOK diperparah selama eksaserbasi yang berkontribusi pada memburuknya dispnea dan pertukaran gas yang buruk. Pada perubahan fisiologis akan berakibat memburuknya hasil gas darah pada arteri karena pertukaran gas yang buruk dan peningkatan kelelahan otot. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi parah, hipoksemia dan hiperkapnia hebat dapat disertai asidosis respiratorik dan gagal pernapasan 4. Klasifikasi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi 3 bagian : a. Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala yaitu, sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent)
Kelompok VII
14
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 dari 3 gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent) b) Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline 5. Gejala Klinis Gejala Klinis dari PPOK eksaserbasi akut adalah memburuknya pernapasan, peningkatan jumlah sputum dan peningkatan purulen dahak. Manifestasi klinis tambahan dari kegagalan pernapasan termasuk kegelisahan, kebingungan, takikardia, diaforesis, sianosis, hipotensi, pernapasan tidak teratur, miosis, dan ketidaksadaran 6. Diagnostik a) Diagnosis kegagalan pernafasan akut didasarkan pada penurunan akut PaO2 1015 mm Hg atau peningkatan akut pada PaCO2 yang menurunkan pH serum menjadi kurang dari atau sama dengan 7,3. b) Manifestasi akut meliputi kegelisahan, kebingungan, takikardia, diaforesis, sianosis, hipotensi, pernapasan tidak teratur, miosis, dan ketidaksadaran. c) Penyebab paling umum dari kegagalan pernafasan akut adalah eksaserbasi akut bronkitis dengan peningkatan volume sputum dan viskositas. Hal ini memperburuk penyumbatan dan selanjutnya mengganggu ventilasi alveolar, sehingga memperburuk hipoksemia dan hiperkapnia 7. Penatalaksanaan Terapi Tujuan terapi untuk pasien yang mengalami eksaserbasi PPOK adalah: a) Pencegahan rawat inap atau pengurangan tinggal di rumah sakit, b) Pencegahan kegagalan pernapasan akut dan kematian, dan c) Resolusi gejala eksaserbasi dan kembalinya status klinis awal dan kualitas hidup.
Kelompok VII
15
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Terapi farmakologis yang digunakan untuk pasien penderita PPOK eksaserbasi akut adalah: a) Bronkodilator b) Kortikosteroid c) Antioksidan d) Mukolitik e) Antibiotik
B. Saran Diharapkan agar makalah ini dapat memperluas wawasan pembaca mengenai PPOK.
Kelompok VII
16
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
DAFTAR PUSTAKA
Asih. N. G. Y., 2002, Keperawatan Medical Bedah, Buku Kedokteran Egc : Jakarta. Davey. P., 2002, At A Glance Medicine, Erlangga Medical Series: Jakarta. Dijojodibroto. D., 2007, Respirologi, Buku Kedokteran Egc : Jakarta. Dipiro, J.T., Robert, L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M., Barbara, G.W., dan L. Michael, 2011 Pharmacoterapy a Pathofisiologic Approach 8th Edition, The mcGrow-Field Companies : USA. Gladle. J., 2007, At A Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Erlangga Medical Series: Jakarta. Lilyana, N.T.A., 2017, Managemen Nonfarmakoterapi Bagi Pasien PPOK, Jurnal Ners Lentera, Vol. 5(2).
Kelompok VII
17