BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a) Definisi Filsafat Istilah filsafat (falsafah) berasal dari bahasa Yunani, bangsa Yunani yang mulamula berfilsafat (filsuf) seperti lazimnya dewasa ini. Kata ini bersifat majemuk, dari philein dan 1ophia yang berarti mencintai hal-hal yang sifatnya sederhana. Sedangkan di lain pihak, bersifat majemuk dari philos dan sophid yang berarti teman dari kebijakanaan Sementara ahli ada yang menyatakan bahwa 1ophia arti yang lebih luas dari kebijaksanaan, arti 1ophia meliputi pula kerajinan sampai kebenaran pertama, 1ophia kadang kadang juga mengandung makna pengetahuan yang luas, kebijaksanaan, pertimbangan yang sehat, kecerdikan dalam memutuskan hal-hal yang praktis. b) Ciri-ciri Berfikir Kefilsafatan 1) Radikal: Berpikir hingga ke akar-akar suatu persoalan 2) Universal/Umum: Berpikir secara menyeluruh. Seorang filosof tidak hanya melihat dari sudut pandangnya saja namun juga dari sudut pandang orang lain 3) Sistematik: Berpikir logis serta berpikir step by step. 4) Spekulatif: Filosof selalu berpikir dengan unsur dugaan terhadap kebenaran, berupa melakukan uji coba dan memberi pertanyaan terkait kebenaran tersebut. Dari proses tersebut maka lahirlah berbagai ilmu pengetahuan c) Cabang Pokok Filsafat 1) Metafisika : Membahas hal-hal yang bereksistensi dibalik fisis, meliputi ontologi, kosmologi, dan antropologi 2) Epistemologi : Membahas persoalan hakikat pengetahuan 3) Metodologi : Membahas hakikat metode dalam ilmu pengetahuan 4) Logika : Membahas cara berfikir, yaitu rumus dan dalil berfikir yang benar 5) Etika : Berkaitan dengan moralitas dan tingkah laku manusia 6) Estetika : Membahas hakikat keindahan d) Aliran Filsafat 1) Aliran Materialisme: Mengajarkan bahwa makhluk hidup dan manusia itu adalah suatu materi 2) Aliran Idealisme/Spritualisme: Aliran ini mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menetukan hidup dan pengertian manusia 3) Aliran Realisme: Menggambarkan bahwa kedua aliran diatas yang bertentangan itu tidak sesuai kenyataan.
1
e) Definisi Filsafat Pancasila Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa. f) Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah pedoman bagi para pemimpin dan tokoh bangsa pada khususnya agar dalam menjalankan pemerintahan mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila Pancasila tidak hanya sebagai dasar filsafat negara kita namun juga sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia. Didalam sila-sila pancasila terkandung muatan yang mendalam dimana muatan tersebut harus kita aplikasikan didalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat agar kerukunan, kemajemukan, dan kesatuan dapat terjaga.
2
BAB II ANALISIS KASUS 2.1 Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Era Orde Baru yang diperintah oleh Sang Presiden, yakni Soeharto tidak bisa dipungkiri telah terjadi banyak penyimpangan, salah satunya adalah diterapkannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2013/11/131125_lapsus_suharto_kebija kankeamananorba
2.2 Analisis Kasus Pemerintahan Orde Baru (Orba) yang berada dibawah pimpinan dari Presiden Soeharto membuat panduan pengamalan pancasila yang lebih dikenal dengan sebutan Pedoman Peghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kondisi negara yang damai dan tentram yang ditandai dengan munculnya sifat toleransi, tenggang rasa dsb. Tujuan yang diharapkan pemerintah Orba ternyata dapat tercapai sehingga keadaan negara kala itu kurang lebih dapat terkondisikan dengan baik.
3
Namun dalam realisasi mengenai panduan pengamalan pancasila ini ternyata masih terdapat banyak kecacatan yang dilakukan oleh pemerintahan Orba. Salah satunya adalah dijadikannya Pancasila sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa Orde Baru. Misalnya, setiap kebijaksanaan penguasa kala itu mereka berlindung dibalik tirai yang dikenal ideology pancasila, sehingga rakyat yang menentang kebijaksanaan tersebut dianggap menentang ideologi pancasila. Hal berikutnya yang disalah artikan oleh penguasa kala itu ialah asas kekeluargaan yang terdapat dalam sila ke 5, yakni ditafsirkan oleh penguasa kala itu yakni Soeharto dan kawan-kawannya yang kurang lebih berisis bahwa setiap perusahaan besar ataupun hal-hal yang memiliki dampak besar/keuntungan yang besar asset dari perusahaan tersebut dikuasai oleh keluarga dari Presiden Soeharto yang kita kenal saat ini dengan sebuatan keluarga Cendana. Salah satu contohnya adalah Soeharto dulu mendirikan yayasan yang dideklarasikan sebagai lembaga sosial agar terbebes dari hal yang dinamakan pajak. Mulai dari situ Soeharto mencaplok perusahaan yang telah mapan dan bergerak dibidang strategis, seperti perbankan, konstruksi, dan makanan. 2.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah ini disusun berdasarkan pertanyaan saat diskusi di dalam kelas: a) Bagaimana sifat P4 kala pemerintahan Soeharto? b) Sejak kapan P4 diterapkan?
4
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pembahasan a) Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) kala Soeharto memimpin Indonesia bersifat doktriner, formalistik, doktrinisasi dsb. Jika dilihat dari sifat P4 itu maka P4 kala itu bersifat sukup keras dalam mendidik rakyat Indonesia. b) P4 diterapkan sekitar tahun 1978 dan murid dari jenjang SD, SMP, dan SMA wajib mengikuti penataran P4 ini. 3.2 Kesimpulan Melihat kasus P4 ini dapat ditarik kesimpulan bahwa P4 kala Orde Baru bersifat sangat memaksa dan tiap rakyat wajib mendapat pendidikan mengenai P4. Lalu jika ada orang yang tidak ikut P4 atau sifatnya tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam P4 maka orang tersebut akan dicap sebagai seorang yang tidak sejalan dengan Pancasila, padahal P4 sendiri dibuat supaya dapat melindungi pemerintahan Soeharto yang sudah sangat meyimpang dari apa yang terkandung didalam Pancasila.
5
BAB IV DAFTAR PUSTAKA https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2013/11/131125_lapsus_suharto_kebijakank eamananorba http://www.tribunnews.com/nasional/2017/06/09/pola-pendidikan-pancasila-seperti-p4-tidakboleh-terulang
Prof. Dr. H. Kaelan, MS., 2016, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Paradigma, Yogyakarta
6