Makalah Pp 4.docx

  • Uploaded by: Rahmad Ramadhan
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pp 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,801
  • Pages: 31
BAB I PENDAHULUAN 1.1

LATAR BELAKANG Setiap manusia memiliki tanggapan yang berbeda terhadap suatu hal yang

terjadi. Hal ini disebabkan karena perubahan emosi yang terjadi dalam dirinya. Emosi ini merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, atau suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Seperti yang telah kita ketahui bahwa psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga dapat dikatakan emosi juga merupakan pembahasan dari ilmu psikologi. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan sosial tidak dapat lepas dari perkembangan lainnya seperti fisik, mental, dan emosi. Ketiga faktor ini sangat erat kaitannya, sehingga dapat dikatakan emosi juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosial individu seperti kematangan emosionalnya yang dapat membentuk karakter diri seorang individu. Oleh karena itu, psikologi pendidikan emosi, perkembangan sosial, dan pembentukan karakter merupakan hal penting yang perlu dibahas karena dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari tiga hal tersebut. Bagi pendidik, hal ini sangat penting untuk dipelajari agar ia bisa paham dengan perubahan emosi siswa, mengerti perkembangan sosialnya dan karakter siswa. Tanpa adanya pemahaman terhadap emosi, perkembangan sosial, dan pembentukan karakter tersebut pendidik kemungkinan besar akan melakukan kesalahan dengan memberikan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kondisi siswa sebagai peserta didik.

1

1.2

RUMUSAN MASALAH 1. Jelaskan Pengertian Emosi Menurut Para Ahli ? 2. Bagaimana Timbulnya Suatu Emosi Serta Perkembangan Emosional Selama Pertumbuhan ? 3. Jelaskan Jenis Emosi Yang Khas dan Cara Mengontrolnya? 4. Bagaimana Upaya Perkembanagan Emosi Dan Implikasinya Bagi Pendidikan? 5. Apa Yang Dimaksud Dari Pengertian Pendidikan Karakter ? 6. Apa Saja Nilai-Nilai Dalam Pembentukan Karakter? 7. Bagaimana Pembinaan Karakter Anak Yang Dilakukan Oleh Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat ? 8. Jelaskan Pengertian Perkembangan Sosial Menurut Para Ahli? 9. Bagaimana Perkembangan Kesadaran Sosial Serta Pengalaman Sosial Remaja? 10. Jelaskan Teori Perkembangan Psikososial Oleh Ericson(8 Tingkatan Perkembangan)?

1.3

TUJUAN PENULISAN 1. Dapat Memahami Definisi Emosi Menurut Para Ahli. 2. Dapat Memahami Timbulnya Suatu Emosi Serta

Perkembangan

Emosional Selama Pertumbuhan. 3. Dapat Memahami Jenis Emosi Yang Khas Dan Cara Mengontrol. 4. Dapat Memahami Upaya Perkembanagan Emosi Dan Implikasinya Bagi Pendidikan. 5. Dapat Memahami Pengertian Pendidikan Karakter. 6. Dapat Memahami Nilai-Nilai Dalam Pembentukan Karakter. 7. Dapat Memahami Pembinaan Karakter Anak Yang Dilakukan Oleh Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat. 8. Dapat Memahami Pengertian Perkembangan Sosial Menurut Para Ahli. 9. Dapat Memahami Perkembangan Kesadaran Sosial Serta Pengalaman Sosial Remaja.

2

10. Dapat Memahami Teori Perkembangan Psikososial Oleh Ericson(8 Tingkatan Perkembangan).

3

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Emosi Menurut L. crow dan A. Crow, emosi adalah pengalaman afektif yang

disertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh dimana keadaan mental dan fisiologis sedang dalam kondisi yang meluap-luap juga dapat diperlihatkan dengan tingkah laku yang jelas dan nyata (Djaali,2015:37). Menurut Kaplan dan saddock, emosi adalah keadaan perasaan yang kompleks yang mengandung komponen kejiawaan, badan dan perilaku yang berkaitan dengan affect dan mood. Affect merupakan ekspresi sebagai tampak oleh orang lain dan affect dapat bervariasi sebagai respon terhadap perubahan emosi, sedangkan mood adalah suatu perasaan yang meluas, meresap, dan terus-menerus yang secara subjektif dialami dan dikatakan oleh individu dan juga dilihat oleh orang lain (Djaali,2015:37). Menurut Kamus The American Collage Dictionary, emosi adalah suatu keadaan afektif yang disadari dimana dialami perasaan seperti kegembiraan, kesedihan, takut, benci dan cinta (dibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan yang disadari) (Djaali,2015:37). Jadi, emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologi disertai dengan perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. 2.2

Timbulnya

Emosi

Dan

Perkembangan

Emosional

Selama

Pertumbuhan  Timbulnya Emosi a. Rangsangan yang menimbulkan emosi Emosi timbul dari rangsangan atau stimulus yang sama, stimulus yang sama mungkin dapat menimbulkan emosi yang berbeda-beda dan kadang-kadang

4

malah berlawanan. Adapun rangsangan dapat muncul dari dodrongan, keinginan atau minat yang terhalang, baik disebabkan oleh tidak atau kurangnya kemampuan individu untuk memenuhinya atau menyenangkan. Apabila semua keinginan dan minat tidak terhalang, dapat dikatakan bahwa secara emosional individu tersebut dalam keadaan stabil (Djaali, 2015:38). b. Perubahan fisik dan Fisiologis Perubahan fisik dan Fisiologis dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang menimbulkan emosi. Emosi ini menghasilkan berbagai perubahan yang mendalam yang akan mempengaruhi urat-urat kerangka dalam tubuhnya. Jenis perubahan secara fisik dapat dengan mudah kita amati pada diri seseorang selama tingkahlakunya dipengaruhi emosi, misalnya dalam keadaan marah, cemburu, bingung dll. Hal itulah yang biasanya disebut kerangka individu. Adapun secara fisiologis perubahan yang terjadi tidak tampak dari luar, biasanya dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes diagnosis dari para ahli ilmu jiwa. Perubahan fisiologis pada saat emosi umumnya meliputi fungsi pencernaan, aliran darah, pengurangan air liur (mulut terasa kering), pengeluaran kelenjar endokrin dll (Djaali, 2015:38).  Perkembangan Emosional Selama Pertumbuhan a. Selama masa awal Diketahui bahwa sifat perasaan emosi telah timbul selama masa bayi, bahkan sebagian ahli berpendapat bahwa masa bayi didalam kandungan sudah dipengaruhi oleh emosi. Akan tetapi, kita sendiri sering kali kurang mengerti apakah tanda-tanda seperti menangis, tertawa dll pada masa awal bayi disertai atau diikuti dengan intensitas perasaan atau tidak. Ketika bayi berusia delapan bulan ia mulai dapat memperlihatkan dengan sangat berbeda antara rasa marah dan rasa takut. Selama pertumbuhan, perubahan pada ekspresi emosi itu semakin lama akan semakin jelas dan berbeda. Sebagai contoh, bayi akan menyerang benda-benda disekitarnya untuk mengekspresikan kemarahannya, lambat laun ia mampu memusatkan ekspresi emosinya langsung kepada objek yang memang menimbulkan kemarahannya(Djaali, 2015:39).

5

b. Fase selanjutnya Perkembangan emosi pada masa pertumbuhan anak semakin lama semakin halus dalam mengekspresikannya sampai masa remaja. Peralihan ekspresi emosi yang tadinya kasar, karena terpengaruh latihan dan kontrol berangsur-angsur tingkah laku emosionalnya berubah. Misalnya anak anak yang menjerit- jerit saat senang, pada saat remaja akan memperhalus ekspresinya. Sebagai orang tua dan guru sebaiknya bisa menyadari bahwa ekspresi yang lebih lunak ini tidak berarti emosinya tidak lagi memainkan peranan yang penting pada kehidupan anak, karena sebenarnya ia masih membutuhkan stimulan yang positif bagi perkembangan emosional selanjutnya. Selama anak bertambah kekuatan fisik dan pengertianya, ia akan merespon dengan cara yang berbeda- beda terhadap segala sesuatunya, karena sudah terlebih dahulu dipertimbangkanya (Djaali, 2015:39). c. Pengembangan Akhir Pada akhirnya ia akan mencapai kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya sehubungan dengan apa yang terjadi pada dirinya. Semakin dewasa ia akan semakin dapat mengungkapkan dengan jelas emosinya, karena emosinya menjadi semakin mudah diklasifikasikan seperti rasa takut, marah, muak, dan benci juga apresinya terhadap nilai, keinginan, cita-cita, minat, dan reaksinya terhadap orang, lembaga, tanggung jawab, sudut pandang, dan gagasan orang lain (Djaali, 2015:40). 2.3

Jenis Emosi Khas Dan Cara Mengontrol

a.

Takut

Menurut J.B Watson melalui observasi yang dilakukanya, Ia mengatakan bahwa rasa takut seorang adalah hasil conditioning. ia memberi contoh seorang bayi yang baru lahir sebenarnya tidak takut terhadap api, ular, singa. Jenis stimulan yang mendatangkan rasa takut datang dari latihan atau pengalaman sebelumnya.

Menurut

Watson

faktor

ketidaknyamananlah

yang

memegangperanan penting untuk mendatangkan rasa takut. Apa yang dikatakan

6

rasa takut ini telah tampak pada masa bayi (5-6 bulan) selama pertumbuhan (Djaali, 2015:40). Banyak faktor yang setiap saat dapat menambah rasa takut dari pengalaman tertentu seperti tabrakan, naik fet coaster bisa juga disebabkan oleh ingatan terhadap tingkah laku yang dahulu pernah dilakukan ( tawuran). Perkembanagan rasa takut yang lain sebagai akibat dari pengajaran yang diterima dengan sengaja dari orang tua mereka, seperti harus takut kepada guru disekolah, polisi dan sebagainya. Kontrol atas rasa takut, peniadaan rasa takut sampai ke tingkat yang diinginkan adalah mustahil. Akan tetapi untuk membantu mengurangi sebanayak mungkin rasa takut dari kehidupan anak adalah sangat bermanfaat karena setiap rasa takut harus dihadapi dan diatasi oleh setiap anak. b. Marah Marah adalah jenis emosi lain yang dialami oleh ank-anak dan juga dewasa. Marah itu berbeda-beda menurut bentuk ekspresinya pada individu dan juga faktor umur. pada anak-anak, ledakan kemarahan dipergunakan untuk memperoleh tujuan yang diinginkan. Inilah penemuan mereka yang pertama atas penggunaan kemarahan sebagai alat untuk pemenuhan terhadap keinginanya. Nilai marah adalah beberapa nilai atau manfaat yang diberikan oleh rasa marah karena kemarahan dapat digunakan sebagai serangan balik dalam usahanya mengatasi rasa takut. Dengan menggunakan kemarahanya seseorang dapat dikejutkan dan dibangkitkan dari kelesuan dan kemalasanya. Kontrol atas kemarahanya dilakukan dengan cara mengalihkan stimulus sumber kemarahan. Jika anda ingin mengatasi kemarahan yang terjadi pada diri anda atau igin membantu orang lain untuk mengatasinya yang penting harus dapat mengalihkan perhatian yang diarahkan kepadastimulus yang berbeda dari stimulus yang akan menimbulkan emosi.(Djaali, 2015:42).

7

c. Afeksi Para psikolog menganjurkan agar anak sebaiknya diperlakukan secara objektif dan jangan membandingkan anak satu dengan anak yang lain. Para ahli di bidang anak menyarankan memberikan perhatian dengan penuh kasih sayang terhadap bayi karena bayi menerima kasih sayang (afeksi) yang murni dari orang lain. bisa menjadikan salah dsatu faktor penting dalam perkembangan anak selanjutnya. Ternyata selama perkembangan menuju dewasa, rasakasih sayang dari orang lain mendatangkan rasa aman tetap dibutuhkan. Sejak kanak-kanak dia sudah harus didorong untuk membentuk kekuasaan melakukan tindakan- tindakan yang menyenangkan hatinya serta menimbulkan kesenangan bagi orang lain terutama saudara kandung dan saudara dekatnya. Disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan untuk bersikap adil dan objektif dalam memberikan perilaku kepada anak-anaknya demikian juga untuk para guru hendaknya tidak menunjukan sikap pilih kasih (Djaali, 2015:43). d. Simpati Simpati adalah suatu ekspresi emosional yang sipergunakan imdividu dalam suatu usahanya menempatkan dirinya pada tempat dan pengalaman orang lain dimana perasaan terakhirnya mungkin berupa kesenangan atau kesusahan. Kemampuan menyatakan simpati ini tidak datamg secara alamiah, tetapi memerlukan proses latihan yang lama dalam kesadaran sosial, biasanya anka yang lebih tua atau dewasa dapat menunjukan perhatiannya dan simpatinya pada saat dewasa (Djaali, 2015:44). Para penelit menemukan detail psikologi tentang bagaimana emosi mempersiapkan tubuh untuk tiap jenis reaksi tertentu hal-hal berikut : 1. Anger. Rasa marah, ditandai dengan detak jantung meningkat hormon adrenalin meningkat dan mengalirkan energi untuk memukul, mengumpat dan lain-lain

8

2. Fear, Rasa Takut, ditandai dengan tubuh terasa membeku, reaksi waspada, wajah pucat, dan darah terasa mengalir ke otot rangka besar, misalnya kaki untuk dapat lari atau mata terasa awas untuk mengamati kondisi sekitarnya. 3. Happines. Kebahagiaan, ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas dipusat otak yang menghambat persaan negative dan menenangkan perasaan yang menimbulkan kerisauan. 4.

Love. Rasa cinta adalah perasaan kasih sayang serta pola simpatik yang merujuk

pada

seluruh

tubuh

yang

membangkitkan

keadaan

yang

menenangkan serta rasa puas untuk mempermudah kerja sama. 5. Surpise. Terkejut, ditandai dengan naiknya alis mata pada mata individu hal ini merupakan reaksi untuk suatu kemungkinan menerima lebih banyak informasi atau mencoba menyelami apayang sedang terjadi untuk merancang tindakan terbaik. 6. Disgust. Rasa jijik, menunjuk pada sikap bidang mengkerut atau ungkapan lain wajah rasa jijik, akibat rangsangan bau atau menyengat. 7. Sadness. Rasa sedih, ditandai dengan menurunya energi atau semangat hidup untuk melakukan kegiatan sehari-hari karena menyesuaikan diri akibat adanya kehilangan yang menyedihkan atau kekecewaan besar 2.4

Upaya Perkembanagan Emosi Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Keterampilan mengelola emosi sangatlah penting supaya dalam proses kehidupan remaja dapat lebih sehat secara emosional dan memiliki kecerdasan emosionalyang baik. Berikut adalah cara untuk mengembangkan dan mengelola emosi pada remaja yang dikemukakan oleh W.T. Grant Consortium dalam (Ali dan Asrori 2010:73-74) : a. Belajar mengembangkan kesadaran diri Caranya adalah mengamati sendiri dan mengenali perasaan sendiri, menghimpun kosakata untuk mengungkapkan perasaan, serta memahami hubungan antara pikiran, perasaan dan respons emosional. b. Belajar mengambil keputusan pribadi Caranya adalah mencermati tindakan-tindakan dan akibat-akibatnya, memahami apa yang menguasai keputusan, pikiran, atau perasaan, serta menerapkan pemahaman ini ke masalah-masalah yang cukup berat, seperti

9

masalah seks dan obat terlarang. c. Belajar mengelola perasaan Caranya adalah memantau pembicaraan sendiri untuk menangkap pesanpesan negatif yang terkandung di dalamnya, menyadari apa yang ada di balik perasaan (misalnya, sakit hati yang mendorong amarah), menemukan caracara menangani rasa takut , cemas, amarah, dan kesedihan. d. Belajar menangani stres Caranya adalah mempelajari pentingnya berolahraga, perenungan yang terarah dan metode relaksasi. e. Belajar berempati Caranya adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain, serta menghargai perbedaan perasaan orang lain mengenai sesuatu. f. Belajar berkomunikasi Caranya adalah berbicara mengenai perasaan yang secara efektif, yaitu belajar menjadi pendengar dan penanya yang baik, membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan seseorang dengan reaksi atau penilaian sendiri tentang sesuatu, serta mengirimkan pesan dengan sopan dan bukannya mengumpat. g. Belajar membuka diri Caranya adalah menghargai keterbukaaan dan membina kepercayaan dalam suatu hubungan serta mengetahui situasi yang aman untuk membicarakan tentang perasaan diri sendiri. h. Belajar menerima diri sendiri Caranya adalah merasa bangga dan memandang diri sendiri dari sisi positif, mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri, serta belajar mampu untuk menertawakan diri sendiri. i. Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi Caranya adalah belajar rela memikul tanggung jawab, mengenali akibatakibat dari keputusan dan tindakan pribadi, serta menindaklanjuti komitmen yang telah dibuat dan disepakati. j. Belajar mengembangkan ketegasan

10

Caranya adalah dengan mengungkapkan keprihatinan dan perasaan diri sendiri tanpa rasa marah atau berdiam diri. k. Mempelajari dinamika kelompok Caranya adalah mau bekerja sama, memahami kapan dan bagaimana memimpin, serta kapan harus mengikuti. l. Belajar menyelasaikan konflik Caranya adalah memahami bagaiamana melakukan konfrontasi secara jujur dengan orang lain, orang tua, guru serta memahami contoh penyelesaian untuk merundingkan atau menyelesaikan suatu perselisihan.

2.5

Pengertian pendidikan karakter Pendidikan berbasis karakter, Koesoema (2010: 135) mengemukakan

bahwa pendidikan karakter hanya akan menjadi sekadar wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan nasional kita. Bahkan, pendidikan karakter yang dipahami secara utuh dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat kontraproduktif bagi pembentukan karakter anak didik. Lebih lanjut, Koesoema (2010: 2) memberikan formula bahwa pendidikan karakter jika ingin efektif dan utuh harus menyertakan tiga basis desain dalam pemogramannya. 1. Desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang benar terjadi dalam konteks pengajaran ini, termasuk di dalamnya pula adalah ranah non instruksional, seperti manajemen kelas, yang membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman. 2. Desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampumembentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Untuk menanamkan nilai kejujuran tidak cukup

11

hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada anak didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran. 3. Desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Ketika lembaga negara lemah dalam penegakan hukum, ketika mereka yang bersalah tidak pernah mendapatkan sanksi yang setimpal, negara telah mendidik masyarakatnya untuk menjadi manusia yang tidak menghargai makna tatanan sosial bersama (Koesoema 2010: 138). Lickona mengatakan bahwa karakter pendidikan ialah suatu upaya yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga seseorang tersebut dapat melakukan nilai-nilai etika yang inti, memperhatikan dan memahaminya. Karakter pendidikan, membutuhkan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan bisa tercapai, Diantaranya metode pembelajaran yang sudah sesuai ialah metode pujian dan hukuman, metode pembiasaan, dan metode keteladanan. Jadi Pendidikan karakter bisa diartikan sebagai usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. (Koesoema 2010: 139). 2.6

Nilai-nilai dalam Pembentukan Karakter Karakter ialah perilaku nilai-nilai manusia yang berhubungan dengan

Tuhan Yang maha Esa, sesama manusia, lingkungan, diri sendiri, dan kebangsaan yang terwujud didalam adat istiadat, budaya, tata karma, hokum, pemikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama (Koesoema 2010: 140).

12

Pembentukan Karakter pendidikan harus melibatkan berbagai pihak, di keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat. Hal ini merupakan langkah utama yang harus dilakukan ialah menyambung kembali hubungan dan jaringan pendidikan yang nyaris putus diantara ketiga lingkungan pendidikan tersebut. Pembentukan sifat dan karakter pendidikan tidak akan pernah berhasil selama diantara

ketiga

lingkungan

pendidikan

tidak

ada

keharmonisan

dan

kesinambungan. Melihat kenyataan ini, membentuk karakter siswa yang berkualitas diperlukan pengaruh yang kuat dari keluarga, sekolah, dan mayarakat (Koesoema 2010: 141). Karakter yang mutlak dibutuhkan bukan hanya di lingkungan sekolah saja, tetapi di lingkungan sosial dan juga di lingkungan rumah. Bahkan sekarang ini pesertanya bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tapi juga meliputi usia dewasa. Di zaman ini kita akan berhadapan dengan persaingan termasuk rekanrekan diberbagai belahan negara di dunia. Bahkan kita pun yang masih berkarya di tahun ini pasti akan merasa perasaan yang sama. Tuntutan dari berbagai kualitas SDM pada tahun 2021 mendatang tentunya akan membutuhkan karakter yang baik. Karakter merupakan kunci dari salah satu keberhasilan individu. Berdasarkan penelitian bahwa 80% keberhasilan untuk seseorang di masyarakat ditentukan oleh (EQ). Karakter pendidikan telah menjadi pusat perhatian di berbagai belahan dunia dalam rangka menyiapkan generasi yang baik, tidak hanya untuk kepentingan individu warga negaranya saja tetapi untuk keseluruhan warga masyarakat. Pendidikan karakter merupakan langkah sangat penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru ( Koesoema 2010: 143). 2.7

Pembinaan karakter anak yang dilakukan oleh keluarga, sekolah dan

masyarakat. 1. Peran Keluarga Secara etimologi pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya, pemimpin, pengelola, membimbing. Oleh kerena itu mengasuh disini adalah mendidik dan memelihara anak itu, mengurus makan, minum, pakaiannya dan keberhasilannya

13

dari periode awal hingga dewasa. Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja (Koesoema 2010: 145). Dengan kata lain, tugas utama seorang anak dalam perkembangannya adalah mempelajari “aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini. Berbagai pola asuh orang tua dapat mempengaruhi kreativitas anak antara lain, lingkungan fisik, lingkungan sosial pendidikan internal dan eksternal. Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-dasar kreativitas diri, menunjukan adanya kebutuhan internal yaitu manakala anak masih membutuhkan banyak bantuan dari orang tua untuk memiiliki dan mengembangkan dasar- dasar kreativitas diri (berdasarkan naluri), berdasarkan nalar dan berdasarkan kata hati (Koesoema 2010: 145). Dari hasil penelitian bahwa bila orang tua berperan dalam pendidikan, anak akan menunjukan peningkatan prestasi belajar, diikuti dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio- emosional, kedisiplinan, serta aspirasi anak untuk belajar sampai ke jenjang paling tinggi, bahkan akan membantu anak ketika ia telah bekerja dan berkeluarga (Koesoema 2010: 146). 2. Peran Sekolah Jika dilingkungan rumah/ keluarga, anak dapat dikatakan “menerima apa adanya” dalam menerapkan sesuatu perbuatan, maka dilingkungan sekolah sesuatu hal menjadi “mutlak”adanya, sehingga kita sering mendengar anak mengatakan pada orang tuanya “Ma, Pa, kata Bu guru/ Pak guru begini bukan begitu “Ini menunjukkan bahwa pengaruh sekolah sangat besar dalam membentuk pola pikir dan karakter anak, namun hal ini pun bukanlah sesuatu yang mudah tercapai tanpa ada usaha yang dilakukan. Untuk menjadi ‘Bapak dan Ibu’ guru seperti dalam ilustrasi diatas butuh keteladanan dan konsistensi perilaku yang patut diteladani. Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan di sekolah: 1. Membiasakan siswa berbudaya salam, sapa dan senyum 2. Tiba di sekolah mengucap salam sambil salaman dan cium tangan guru.

14

3.Menyapa teman, satpam, penjual dikantin atau cleaning servis di sekolah 4.Menyapa dengan sopan tamu yang datang ke sekolah 5. Membiasakan siswa berbicara dengan bahasa yang baik dan santun 6. Mendidik siswa duduk dengan sopan di kelas 7.Mendidik siswa makan sambil duduk di tempat yang telah disediakan, tidak sambil jalan- jalan. 8. Membimbing dan membiasakan siswa shalat Dhuha dan shalat Dzuhur berjamaah di sekolah Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka. Seperti dikemukakan Fraenkel (1977: 1-2), sekolah tidaklah semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise) (Koesoema 2010: 150). Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) melalui sekolah merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggung jawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian. Menurut Koesoema (2010: 151), Usaha pembentukan watak melalui sekolah, secara berbarengan dapat pula dilakukan melalui pendidikan nilai dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, menerapkan pendekatan “modelling” atau “exemplary” atau “uswah hasanah”. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan. Setiap guru dan tenaga kependidikan lain di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang hidup (living exemplary) bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap

15

untuk mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut. Kedua, menjelaskan atau mengklarifkasikan kepada peserta didik secara terus menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk. Usaha ini bisa dibarengi pula dengan langkah-langkah; memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discouraging) berlakunya nilai-nilai yang buruk; menegaskan nilai-nilai yang baik dan buruk secara terbuka dan kontinu; memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih berbagai alternatif sikap dan tindakan berdasarkan nilai; melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang dalam-dalam berbagai konsekuensi dari setiap pilihan dan tindakan; membiasakan bersikap dan bertindak atas niat dan prasangka baik (husn al-zhan) dan tujuantujuan ideal; membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik yang diulangi secara terus menerus dan konsisten (Koesoema 2010: 153). Ketiga, menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character-based education). Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran nilai yang ada di samping matapelajaran-mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter, seperti pelajaran agama, pendidikan kewarganegaraan (PKn), sejarah, Pancasila dan sebagainya (Koesoema 2010: 154). Pembentukan watak dan pendidikan karakter melalui sekolah, dengan demikian, tidak bisa dilakukan semata-mata melalui pembelajaran pengetahuan, tetapi adalah melalui penanaman atau pendidikan nilai-nilai. Apakah nilai-nilai tersebut? Secara umum, kajian-kajian tentang nilai biasanya mencakup dua bidang pokok, estetika, dan etika (atau akhlak, moral, budi pekerti). Estetika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifkasi terhadap apa yang dipandang manusia sebagai “indah”, apa yang mereka senangi. Sedangkan etika mengacu kepada halhal tentang dan justifkasi terhadap tingkah laku yang pantas berdasarkan standarstandar yang berlaku dalam masyarakat, baik yang bersumber dari agama, adat istiadat, konvensi, dan sebagainya. Dan standar-standar itu adalah nilai-nilai moral

16

atau akhlak tentang tindakan mana yang baik dan mana yang buruk. (Koesoema 2010: 155). Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Karena kemajuan zaman, maka keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi anak terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu. Adapun Sulhan (2010: 15-16) mengemukakan tentang beberapa langkah yang dapat dikembangkan oleh madrasah dalam melakukan proses pembentukan karakter pada siswa. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memasukan konsep karakter pada setiap kegiatan pembelajaran dengan cara: a. Menambahkan nilai kebaikan kepada anak (knowing the good) b. Menggunakan cara yang dapat membuat anak memiliki alasan atau keinginan untuk berbuat baik (desiring the good) c.

Mengembangkan sikap mencintai untuk berbuat baik(loving the good)

2. Membuat slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkah laku masyarakat sekolah 3.Pemantauan secara kontinu. Pemantauan secara kontinu merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan karakter.Beberapa hal yang harus selalu dipantau diantaranya adalah: i. Kedisiplinan masuk kelas ii. Kebiasaan saat makan di kantin iii. Kebiasaan dalam berbicara iv. Kebiasaan ketika di masjid, dll

3. Peran Masyarakat Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan karakter anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan

17

masyarakat disini adalah orang yang lebih tua yang “ tidak dekat “, “ tidak dikenal “ tidak memiliki ikatan famili “ dengan anak tetapi saat itu ada di lingkungan sang anak atau melihat tingkah laku si anak. Orang-orang inilah yang dapat memberikan contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter (Koesoema 2010: 162). Peran serta Masyarakat (PSM) dalam pendidikan memang sangat erat sekali berkait dengan pengubahan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan. ini tentu saja bukan hal yang ,mudah untuk dilakukan. Akan tetapi apabila tidak dimulai dan dilakukan dari sekarang, kapan rasa memiliki kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat dengan tingkatan maksimal dapat diperolah dunia pendidikan. Ada bermacam-macam tingkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Yang biasa diklasifkasikan dalam, dimulai dari tingkat terendah ke tingkat lebih tinggi, yaitu; 1. Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Jenis ini adalah jenis tingkatan yang paling umum, pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk pendidikan anak. 2.

Peran serta secara pasif

Artinya, menyetujui dan menerima apa yang diputuskan lembaga pendidikan lain, kemudian menerima keputusan lembaga tersebut dan mematuhinya. 3. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada jenis ini, masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fsik sarana dan prasaranan pendidikan dengan menyumbangkan dana, barang atau tenaga, kegiatan belajar mengajar, misalnya membantu sekolah dalam bidang studi tertentu. 4. Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang didelegasikan

18

Sekolah meminta masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, dan lain-lain. 5. Peran serta dalam pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan anak, baik akademis maupun non akademis. Dan ikut dalam proses 2.8 Pengertian Perkembangan Sosial Menurut Elizabeth B.Hurlock,perkembangan sosial adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat. Hal ini akan banyak dipengaruhi oleh sifat pribadi setiap individu , yaitu sifat introvert atau ekstrovert (Djaali, 2015:49). Abu Ahmadi , berpendapat bahwa ada sebagian psikolog yang berargumentasi tentang perkembangan sosial yang telah dimulai sejak manusia itu lahir. Menurut Singgih D. Gunarsah,perkembangan sosial merupakan kegiatan manusia sejak lahir,dewasa,sampai akhir hidupnya akan terus melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya yang menyangkut norma-norma dan sosial budaya masyarakatnya (Djaali, 2015:49). Menurut Muhibinsyah, dikutip dari Bruno,perkembangan sosial merupakan proses pembentukan sosial ,yakni pribadi dalam keluarga ,budaya,bangsa dan negara. Jadi,dapat diartikan bahwa perkembangan sosial akan menekankan perhatiannya kepada pertumbuhan yang bersifat progresif (Djaali,2015:49) 2.9

Perkembangan kesadaran sosial serta Pengalaman Sosial Remaja

 Perkembangan kesadaran sosial Menurut (Djaali, 2015:50).Tidak ada satu pun tingkatan atau batas perkembangan anak yang dapat menjadi jaminan bahwa dia telah menyadari dunia sekelilingnya dan dirinya sendirisebagai bagian dari duniannya. Barulah mungkin diketahui kalau kesadaran ini mulai diarahkan terutama pada objek dari orang

19

yang

ada

disekitarnya.

kemudian

merupakan

alat

untuk

menjadikan

lingkungannya menjadi lebih luas, kemudian akan menjadi arah bagi dirinya dalam memasuki dunia sekitarnya. Tabel respon bayi terhadap orang dewasa No

Aktivitas

Usia (Bulan)

1.

Membalas pamdangan orang dewasa sepintas kadang-kadang denga semyuman.

2.

Merasa tenamg apabila dibelai

3.

Menangis bila orang dewasa yang menemaninya pergi

4.

1-2

2-3

Tampak tidak senang bila orang dewasa yang mengajaknya bergurau pergi meninggalkanya

5.

Menjadi tenang kembali kalau dibelai

6.

Tampak tidak senang bila dipandan oleh

3-4

orang asing 7.

Meminta perhatian dengan celoteh

8.

Mengapai-gapaikan tangannya ke arah orang dewasa yang ada di sekitarnya

9.

Berusaha menarik perhatian orang dewasa yang berada didekatnya

7-8

8-9

10. Menarik pakaian orang dewasa yang berada di dekatnya 11

Menirukan gerakan orang dewasa dengan

9-10

barang mainan 12

Menyusun atau mengatur aktivitas

10-11

permaianan

2. Pertumbuhan selama Prasekolah Anak secara berangsur-angsur menunjukan ciri khas dalam berinteraksi dengan orang lain atau objek lain (pengaruh lingkungan). Dalam masa ini kesadaran sosial berkembang dengan lamban. Anak nersikap peka terhadap

20

sikap orang lain terhadap dirinya. Dia akan merespon kepada orang yang menaruh perhatian dan menaruh pujian kepada dirinya. Akan tetapi, tingkah laku tersebut timbul untuk kepentinganya sendiri, bukan karena ia suka kepada pribadi yang memberikannya operhatian atau pujian, karena pada masa ini ia tinggal dalam alamnya yang sempit dimana pengalaman dan pemahaman masih sederhana (Djaali, 2015:52). 3. Pertumbuhan selama Taman Kanak-Kanak Pada saat ini ternyata anak memiliki kemampuan untuk memilih kawan bermainnya dan ia sudah dapat mentesuaikan tingkah lakunya bila bermain dengan teman yang berbeda jenis kelaminya. Akan tetapi biasanya mereka mencari teman bermain yang jenis keamin yang sama (Djaali, 2015:53). 4. Pertumbuhan pada masa sekolah dasar Permulaan pendidikan formal bukan hanya menambah kesempatan untuk meningkatakan perkembangan sosialaya, tetapi juga akan menimbulkan kemampuan untuk

menyesuaikan diri sehingga dapat mendorong untuk

bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat. Salah satu jalan pemecahannya terletak kepada bimbingan guru yang terampil.anak yang berumur 6-12 tahun biasanya menunjukan penyesuaian diri yang luar biasa terhadap lingkungan sosialnya yang selalu berubah. Dan sejak umur 11 -14 dikenal istilah gang yang dibentuk dalam kelompok dan yang masing masing diberi nama sandi, ada lencana kelompok, peraturan anggota, tempat bertemu tertentu, pimpinan yang diakui, dan tujuan yang spesifik atau kegiatan sosial yang bercorak kelompo sosial remaja. Dengan demikian rasa kesatuan kelompoknya semakin kuat (Djaali, 2015:54).  Pengalaman Sosial Remaja a. Penahapan Proses Sosialisasi Masa remaja juga disebut masa adolesensi yang berarti tumbuh ke arah dewasa. Masa remaja itu merupakan masa transisi, baik dari sudut biologis, psikologi sosial, maupun ekonomis. Masa remaja merupakan masa yang

21

penuh dengan gejolak dan keguncangan. Pada masa ini timbul minat pada lawan jenisnya dan secara biologis alat kelaminya sudah produktif. Pada umur antara 13-14 tahun terjadilah perubahan fisiologis (Djaali, 2015:55). b. Hubungan Anak Laki- Laki dan Perempuan Perbedaan pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan yang khas pada masa akhir anak-anak akan memperlihatkan tanda –tanda kesadaran akan perbedaan kelamin. Anak perempuan yang berumur 11- 12 tahun bila bermain dengan anak laki-laki, mungkin dapat dipanggil tomboy.sebaliknya anak lakilaki disebutsissay. Karena anak perempiuan lebih cepat matang baik secara fisik maupun sosial bila dibandingkan laki-laki maka anak perempuan pada masa praremaja akan lebih cepat menemukan laki-laki yang berkenaan di hatinya (Djaali, 2015:55). c. Memisahkan diri dari kelompok Ada sebagian kecil remaja yang tidak populer memilih memisahkan diri dari keompok. Biasanya seorang siswa yang tidak disukai bisa dijuluki pemalu, seorang yang canggung, kutu buku, seorang yang serba tahu, yang suka cemberut, seorang yang ketinggalan zaman, seorang penghambat, atsupun sebutan lain yang menyatakan sifat-sifat khas yang dimiliki remaja tersebut (Djaali, 2015:55). d. Hubungan Remaja dengan Keluarga Biasanya remaja mencintai keluarganya, namun sering tingkah lakunya sangat berlawanan dengan yang diingini oleh keluarganya (terutama ibunya) bagi kedua orang tua anaknya anak itu masih perlu diasuh, diawasi dan dilindungi. Adapun bagi remaja ia menganggap bahwa dirinya sudah dewasa dan ia perlu suatu kebebasan yang lebih agar ia dapat menggali lapangan kegiatan yang sebelunya tidak dikenal, memilih kawan sendiri, dan membuat keputusan sendiri (Djaali, 2015:56).

22

Menurut, I Nyoman surna (2014: 118) Tabel perkembangan sosial berdasarkan Perspective taking and theory of mind sesuai dengan tingkatan usia anak menurut Ormord (Ormord) Tingkatan

KARAKTERISTIK

Usia 

Kesadaran terjadinya proses berpikir .



Pemahaman adanya perbedaan pendapat dan proses berpikir yang berbeda daripada orang lain.

 K-2

Kemampuan memahami dan mengungkapkan perbedaan pilihan dalam berpikir, perasaan dan kecenderungan berperilaku orang lain, memahami secara sederhana perasaan

orang

lain—seperti

ungkapan

“sedih”.

Pemahaman tersebut sebagai akibat dari pengalaman masa lalu di dalam berinteraksi dengan sesamanya. 

Berkembangnya kemampuan anak untuk mengakui pandangan yang dibangun oleh orang lain .

 3 – 5 Tahun

Telah memiliki kemampuan untuk memahami apa yang terjadi di balik perasaan yang dipandang benar.



Mampu menghayati perasaan diri sendiri dibandingkan dengan perasaan orang lain,dan juga jika terjadi situasi konflik.



Berkembangnya perhatian terhadan pikiran dan perasaan orang lain.

6 – 8 Tahun



Mengakui bahwa orang lain memiliki jalan pikiran yang kompleks dan kemungkinan terjadi perbedaan pendapat.



Kemampuan memahami perbedaan pendapat orang lain dengan pikiranya sendiri.

 9 – 12 Tahun

Kemampuan memahami bahwa kepribadian dan perilaku orang

lain

yang

berbedadipengaruhi

oleh

faktor

lingkungan,pengalaman masa lalu, dan pula kondisi saat ini.

23



Kemampuan memahami mengapa seseorang berperilaku tertentu namun terkadan tidak selalu disadarinya.

2.10

Teori

perkembangan

psikososial

oleh

Ericson(8

tingkatan

perkembangan) Teori perkembangan psikososial oleh Ericson, adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut, teori Erikson membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras (Rifai, 2009 : 112-113).  Tahap 1.Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya) Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulanTingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup. Oleh karena itu perkembangan yang terjadi pada bayi sangat bergantung pada kualitas pengasuhannya oleh orang tua atau pengasuh, misalnya perkembangan dalam hal kepercayaan (I Nyoman surna, 2014: 122). Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak I (Nyoman surna, 2014: 122).

24

 Tahap 2 Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt) Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri. Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian (I Nyoman surna, 2014: 123). Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri (I Nyoman surna, 2014: 123).  Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt) Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.Selama masa usia prasekolah, anak mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan (I Nyoman surna, 2014: 124). Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa. Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas. Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil (I Nyoman surna, 2014: 125).  Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)

25

Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil. Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak,

mereka

mengarahkan

energi

mereka

menuju

penguasaan

pengetahuan dan keterampilan intelektual.Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif. Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak (I Nyoman surna, 2014: 126).  Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas) Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun. Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepekaan dirinya. Pada saat ini anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan). Anak juga dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa – pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus. Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai. Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela. Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini. Bagi mereka yang tidak yakin terhadap

26

kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya (I Nyoman surna, 2014: 127).  Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan) Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun. Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang (I Nyoman surna, 2014: 128).  Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan) Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini (I Nyoman surna, 2014: 129).  Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa) Tahap ini berhubungan dengan masa dewasa akhir (60an tahun). Orang tua merenungi kembali hidupnya, memikirkan hal-hal yang telah mereka lakukan (masa lalu). Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian ( I Nyoman surna, 2014: 129).

27

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 1. Emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologi disertai dengan perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respon demikian terjadi terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal. 2. Timbulnya Emosi a. Rangsangan yang menimbulkan emosi b. Perubahan fisik dan Fisiologis Perkembangan Emosional Selama Pertumbuhan a. Selama masa awal b. Fase selanjutnya c. Pengembangan Akhir 3. Jenis Emosi Khas Dan Cara Mengontrol a. Takut b. Marah c. Afeksi d. Simpati 4. Upaya Perkembanagan Emosi Dan Implikasinya Bagi Pendidikan a. Belajar mengembangkan kesadaran diri b. Belajar mengambil keputusan pribadi c. Belajar mengelola perasaan d. Belajar menangani stres e. Belajar berempati f. Belajar membuka diri g. Belajar mengembangkan pemahaman h. Belajar menerima diri sendiri i. Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi j. Belajar mengembangkan ketegasan

28

k. Mempelajari dinamika kelompok l. Belajar menyelasaikan konflik 5. Pengertian pendidikan karakter Pendidikan karakter bisa diartikan sebagai usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. 6.

Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter

Karakter ialah perilaku nilai-nilai manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang maha Esa, sesama manusia, lingkungan, diri sendiri, dan kebangsaan yang terwujud didalam adat istiadat, budaya, tata karma, hokum, pemikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama. 7. Pembinaan karakter anak yang dilakukan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat. a. Peran Keluarga Berbagai pola asuh orang tua dapat mempengaruhi kreativitas anak antara lain, lingkungan fisik, lingkungan sosial pendidikan internal dan eksternal. Dari hasil penelitian bahwa bila orang tua berperan dalam pendidikan, anak akan menunjukan peningkatan prestasi belajar, diikuti dengan perbaikan sikap, stabilitas sosio- emosional, kedisiplinan, serta aspirasi anak untuk belajar sampai ke jenjang paling tinggi, bahkan akan membantu anak ketika ia telah bekerja dan berkeluarga. b. Peran Sekolah Contoh-contoh perilaku yang dapat diterapkan di sekolah: 1. Membiasakan siswa berbudaya salam, sapa dan senyum 2. Tiba di sekolah mengucap salam sambil salaman dan cium tangan guru. 3.Menyapa teman, satpam, penjual dikantin atau cleaning servis di sekolah 4.Menyapa dengan sopan tamu yang datang ke sekolah

29

5. Membiasakan siswa berbicara dengan bahasa yang baik dan santun 6. Mendidik siswa duduk dengan sopan di kelas 7. Mendidik siswa makan sambil duduk di tempat yang telah disediakan, tidak sambil jalan- jalan. 8. Membimbing dan membiasakan siswa shalat Dhuha dan shalat Dzuhur berjamaah di sekolah c. Peran Masyarakat Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pembentukan karakter anak bangsa. Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. o Peran serta secara pasif o Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. o Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang o Peran serta dalam pengambilan keputusan. 8. Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial akan menekankan perhatiannya kepada pertumbuhan yang bersifat progresif. 9. Perkembangan kesadaran sosial serta Pengalaman Sosial Remaja  Perkembangan kesadaran sosial b. Pertumbuhan selama Prasekolah c. Pertumbuhan selama Taman Kanak-Kanak d. Pertumbuhan pada masa sekolah dasar  Pengalaman Sosial Remaja a. Penahapan Proses Sosialisasi b. Hubungan Anak Laki- Laki dan Perempuan c. Memisahkan diri dari kelompok e. Hubungan Remaja dengan Keluarga 10. Teori perkembangan psikososial oleh Ericson(8 tingkatan perkembangan) 1) Tahap 1.Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)

30

2) Tahap 2Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt) 3) Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt) 4) Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri) 5) Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas) 6) Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan) 7) Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan) 8) Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa) 3.2 Saran Mengenai perkembangan emosi, perkembangan sosial dan karakter, Pendidik diharuskan untuk

memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi

perubahan yang ada pada diri peserta didik.Sehingga peserta didik dapat mengemabangkan emosi perkembangan soaial dan pembentukan karakternya ke arah yang positif.

31

Related Documents

Makalah Pp 4.docx
April 2020 11
Makalah Pp Alat (2).docx
November 2019 13
Pp
April 2020 36
Pp
November 2019 46

More Documents from "joaofagulha"