Makalah Post. Op Orif Fr. Radius Sinistra - Copy (2).docx

  • Uploaded by: Beatrix Umbu Dondu
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Post. Op Orif Fr. Radius Sinistra - Copy (2).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,238
  • Pages: 13
POST. OPERASI ORIF FRAKTUR RADIUS SINISTRA A. Kajian teoritik 1. Tanda dan gejala Menurut Ningsih (2011), tanda dan gejalanya seperti adanya nyeri hebat, tidak mampu menggerakkan lengan/tangan, adanya spasme otot, perubahan bentuk/posisi berlebihan, kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh fragmen tulang, krepitasi jika digerakkan, perdarahan. Dan hematoma, keterbatasan mobilisasi. Tanda dan gejala dari fraktur antara lain (Smeltzer & Bare, 2002): a. Nyeri hebat di tempat fraktur Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum diimobilisasi. Nyeri ini timbul karena ketika tulang tersebut patah, otot akan mengalami spasme. b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah Pergeseran pada tulang yang fraktur menyebabkan tulang bergeser dan berubah bentuk (deformitas). Hal ini juga mengakibatkan tulang tidak dapat digerakan dari biasanya. c. Adanya pemendekan tulang Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah fraktur. d. Pembengkakan dan Perubahan Warna Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur, fragmen tulang yang patah akan turut melukai jaringaningan sekitarnya sehingga terjadi respon inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi pembuluh darah dan pelepasan mediator-mediator. 2. Penyebab Penyebab fraktur secara umum dapat disebabkan menjadi 2, yaitu : penyebab ekstrinsik dan intrinsik. Penyebab ekstinsik juga dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu penyebab fraktur akibat gangguan langsung yaitu berupa trauma yang merupakan penyebab utama terjadinya fraktur, misalnya kecelakaan, tertabrak, jatuh. Penyebab yang lainnya adalah fraktur akibat gangguan tidak langsung seperti perputaran, kompresi. Penyebab fraktur secara intrinsic dapat diakibatkan kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion fraktur, seperti fraktur yang sering terjadi pada hewan yang belum dewasa. Fraktur patologis adalah fraktur yang diakibatkan oleh penyakit sistemik seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia, osteoporosis, hiperparatyroidisme, osteomalasia. Tekanan yang berulang juga dapat menyebabkan fraktur. 3. Etiologi penyakit Penyebab paling umum fraktur adalah benturan/trauma langsung pada tulang antara lain kecelakaan lalu lintas/jatuh dan kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti seperti osteoporosis, kanker tulang yang bermetastase (Helmi, 2012).

4. Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur tulang radius sering terjadi akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. Setelah terjadi fraktur, kulit, jaringaningan saraf, pembuluh darah dan jaringaningan lunak yang membungkus tulang rusak. Kerusakan pada otot atau jaringaningan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan perubahan sumsum tulang (fragmentasi tulang) dan dapat menekan persyaratan di daerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringaningan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang. 5. Diagnosis Untuk mendiagnosa terjadinya fraktur pada bagian radius dan ulna yaitu melalui klinikal persentasi, inspeksi, palpasi, radiografi, laboratory findings, pemeriksaan fisik melalui tes. Teknik mendiagnosa fraktur os radius dan ulna melalui pengamatan history taking cukup efektif juga untuk mendiagnosa terjadinya fraktur pada tulang radius dan ulna, pasien yang mempunyai berat badan yang berlebih dan pernah mengalami fraktur tulang radius atau ulna cenderung akan mengalami fraktur kembali. Mendiagnosa fraktur dengan menggunakan pengamatan fisik (Physical examination) sangatlah efektif, karena bila terjadi fraktur pada tulang radius dan ulna, akan mengalami abnormalitas pada sistem tubuh yang lain. Perlakuan palpasi pada tulang yang mengalami trauma akan ditemukan krepitasi pada bagian yang mengalami trauma dan akan terasa sakit bila dilakukan palpasi pada daerah yang mengalami trauma. Pengamatan fraktur radius dan ulna dengan menggunakan radiografi adalah teknik diagnosa yang paling efektif karena fraktur yang terjadi akan terlihat dengan sangat jelas baik letak, bentuk dan jumlah patahannya. Pengambilan gambar radiografi dengan sudut pandang craniocaudal dan lateral (baik pandangan proximal dan distal dari sendi) pada pengamatan tulang radius dan ulna akan menghasilkan sudut anatomis yang bagus dan jelas. Pengamatan fraktur juga bisa dilakukan dengan mengevaluasi hasil laboratorium. Pengamatan laboratorium yang dilakukan seperti evaluasi kimia serum darah dan pengamatan jumlah sel darah bisa digunakan untuk mengevaluasi status fraktur.

6. Manajemen dan prevensi Tujuan terapi penderita fraktur adalah mencapai union tanpa deformitas dan pengembalian (restoration) fungsi sehingga penderita dapat kembali pada pekerjaan atau kegiatan seperti semula. Tujuan ini tidak selalu tercapai secara utuh yang diharapkan dan setiap tindakan untuk mencapai hal tersebut mempunyai resiko komplikasi. Sebagai contoh operasi pemasangan fiksasi dalam maka resiko terjadi infeksi dan lain sebagainya dapat terjadi. Oleh karena itu banyak variasi terjadi pada pengobatan fraktur akibat perbedaan interpretasi terhadap kondisi penderita. Energi yang menimbulkan fraktur selalu menyebabkan kerusakan jaringaningan lunak di sekitar fraktur. Tujuan utama dalam pengobatan kerusakan jaringaningan Iunak tersebut berhubungan erat dengan pengobatan fraktur itu sendiri yang dimulai dengan realignment pada fraktur yang mengalami pergeseran dan imobilisasi. Mengurangi edema seperti fastiotomi pada sindrom kompartemen guna meningkatkan perfusi ke jaringaningan yang mengalami kerusakan sehingga metabolisme sel tersebut aktif kembali. Periu diketahui bahwa edema tersebut akan berdampak pengurangan bahkan tidak ada sama sekali distribusi oksigen dan material-material nutrisi ke jaringaningan bagian distal lesi tersebut. Oleh karena itu pengobatan kerusakan jaringaningan Iunak merupakan tindakan awal dan proses penyambungan tulang. Manajemen fisioterapi Post operasi ORIF ini untuk tetap menjaga struktur anatomis pasien supaya tidak mengalami kelemahan terlebih lagi agar tidak terjadi kekakuan. Dengan cara pemberian modalitas dan latihan, latihan dilakukan untuk melatih pasien agar pasien tetap ada kontraksi terhadap pergerakan dari struktur anatomis, supaya tidak passive movement dan betujuan agar dapat melakukan aktivitas kembali seperti sebelum terjadinya fraktur. 7. Klasifikasi Fraktur dapat dibedakan berdasarkan tipe frakturnya yaitu menurut bentuk kerusakannya, menurut perpindahan fragmen fraktur, menurut keparahan fraktur, menurut arah patahan, menurut stabilitas fragmen fraktur, menurut lokasi fraktur. Menurut bentuk kerusakannya, fraktur dapat dibedakan menjadi 2 yaitu fraktur komplit dan fraktur inkomplit. Fraktur komplit adalah patah tulang yang menyebabkan tulang menjadi 2 fragmen dan biasaanya disertai dengan displasia dari fragmen tersebut, sedangkan pada fraktur inkomplita biasanya terjadi pada hewan muda dan ditandai dengan sebagian tulang masih menyambung dan jaringanang terjadi perpindahan tulang. Fraktur menurut perpindahan fragmen fraktur dapat dibagi menjadi 3 yaitu fraktur impact, fraktur distracted, dan fraktur depresi.  Fraktur impact : bagian patahan tulang dapat masuk ke bagian patahan tulang yang lain.  Fraktur distracted : patahan tulang yang memisah jauh karena adanya kontraksi otot.



Fraktur depresi : fragmen fraktur berpindah tempat dan menghasilkan rongga. Fraktur menurut keparahan fraktur dapat dibedakan menjadi 2 yaitu fraktur tertutup atau simpel dan compound atau terbuka. Pada fraktur terturup, tulang tidak akan keluar dan tidak menusuk otot sedangkan pada fraktur terbuka, tulang akan menusuk otot dan tulang akan terjulur keluar. Fraktur berdasarkan arahan patahannya :  Transversal : garis fraktur atau patahan tulang tegak lurus dengan sumbu tulang.  Obligue : garis fraktur membentuk garis diagonal terhadap sumbu tulang.  Spiral : garis pathan membentuk seperti spiral.  Comminuted : patahan membentuk minimal tiga fragmen fraktur tetapi masih dapat disambungkan.  Multiple : patahan membentuk tiga atau dua fragmen dan terjadi perlukaan pada jaringaningan lunak sekitar patahan.  Avulsion : bagian fragmen fraktur masuk (menusuk) ke dalam otot. Menurut stabilitas fragmen, fraktur yang terjadi dapat dibedakan menjadi :  Stabel fraktur : fragmen fraktur terfiksir setelah mengalami pengurangan kelebihan fraktur.  Instable fraktur : fragmen fraktur menjadi tidak stabil setelah mengalami pengurangna fragmen. Menurut lokasi fraktur :  Diaphysial fraktur : fraktur terjadi di tengah medial diaphysis.  Metaphysial fraktur : fraktur metaphysis anatomi dari tulang panjang.  Epiphysial fraktur : fraktur epiphysial yang terjadi pada hewan dewasa.  Condylar fraktur : fraktur condylus baik medial atau lateral atau keduanya.  Articular fraktur : fraktur yang terjadi subchondral tulang dan articular kartilago. 8. Penyembuhan fraktur a. Fase hematom  Pembuluh darah robek, hematoma sekitar & di dalam fraktur.  Tulang kedua fragmen mati 1 atau 2 mm.  Fibrinogen: darah beku (blood cload).  Keluar sel pembentuk tulang (osteoblast). b. Fase proliferasi  Delapan jam pasca fraktur: reaksi radang & proliferasi di bawah periosteum. Inflamasi berlangsung 1-2 minggu.  Absorpsi blood cload & muncul kapiler baru.

 Osteoblas masuk dalam hematom, keluar jaringan seluler berisi kartilago dari ujung fragmen.  Terbentuk jaringan granulasi.  Pada jaringan lunak & periosteum 4-10 hari.  Pada kedua ujung fragmen 21 hari (sirkulasi krg). c. Fase callus  Sel yang berkembang memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik; jika diberikan keadaan yang tepat, membentuk tulang dan kartilago.  Osteoklas yang dihasilkan pembuluh darah baru mulai membersihkan tulang yang mati.  Kalus pertama adalah antara jaringaningan lunak dan periosteum: external callus (penghubung kedua ujung fragmen).  Kalus antar endosteum: internal callus.  Kalus antar sumsum tulang: intermedium callus.  Tulang fibrosa yang imatur (woven bone/anyaman tulang) menjadi lebih padat.  Gerak pada tempat fraktur berkurang, pada 4 minggu pasca cedera, fraktur menyatu (union), walaupun masih ada rasa nyeri.  Sinar-x: garis fraktur masih jelas terlihat. d. Fase konsolidasi  Aktivitas osteoklas dan osteoblas berlanjut.  Woven bone menjadi lamelar bone.  Sel2 osteoklas masuk ke dalam kalus dan membentuk rongga pada sumsum tulang.  Osteoblas & kalsium meningkat, mengisi celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang baru.  Pengendapannya memperkuat seperti semula, terbentuk rongga di dalam tulang: cavum medullare.  Penyatuan sumsum tulang bagian proksimal & distal.  Penyambungan tulang penuh, tidak ada nyeri, tidak ada gerak, sinar-x: tidak tampak garis fraktur. e. Fase remodeling  Fraktur telah dijembatani suatu manset tulang padat.  Proses resorpsi & pembentukan tulang terjadi terus-menerus, mirip dengan bentuk dan struktur normalnya. 9. Prognosis Hasil jangka panjang setelah radius fraktur proksimal tergantung pada klasifikasi Mason dari fraktur dan rehabilitasi awal untuk melestarikan berbagai gerakan di siku . Dengan tipe II dan tipe III patah tulang radius proksimal , baik untuk hasil yang sangat baik diperoleh dengan ORIF di 90 % sampai 100 % dari individu . Untuk tipe III fraktur menerima kepala radial artroplasti , baik untuk hasil yang sangat baik dicapai dalam 70 % sampai 100

% dari individu , meskipun tingkat kegagalan implan mungkin setinggi 42 % (Rabin 2006). Dengan eksisi kepala radial berikut radius fraktur proksimal pengungsi, adil untuk hasil yang baik yang dicapai dalam hingga 90 % dari individu, meskipun berkepanjangan nyeri pasca operasi siku dan ketidakstabilan mungkin terjadi ( Herbertsson ) . Terlepas dari pendekatan pengobatan , mobilisasi dini sendi siku sangat penting jika stabilitas fraktur akan memungkinkan. 10. Epidemiologi Menurut Depkes RI (2007), kebanyakan kasus fraktur yang terjadi disebabkan olehcedera. Cedera tersebut berdasarkan berbagai hal yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintasdan trauma tajam/ tumpul. Pada 45.987 peristiwa terjatuh, terjadi fraktur sebanyak 1.775orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang(8,5 %). Sedangkan pada 14.127 kasus trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktursebanyak 236 orang (1,7%). Fraktur radius distal adalah salah satu fraktur yang paling umum dari ekstremitas atas.Lebih dari 450.000 terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Fraktur radius distal mewakili sekitar seperenam dari semua patah tulang yang dirawat di bagian gawat darurat. Insiden fraktur radius distal pada usia tua selalu berhubungan dengan osteopenia dan naik dalam insiden dengan bertambahnya usia, hampir secara paralel dengan peningkatan kejadian patah tulang pinggul. Fraktur radius distal yang terjadi pada usia muda, disebabkan oleh trauma. Baik karena kecelakaan lalu lintas ataupun terjatuh dari ketinggian. 11. Instrument pengukuran a. Goniometer Goniometer adalah alat ukur luas gerak sendi, atau biasa disebut alat ukur ROM. b. MMT (Manual Muscle Testing) Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui kekuatan otot atau kemampuan mengontraksikan otot secara volunteer dengan tujuan membantu menegakkan diagnosa. Adapun kriteria dari pemeriksaan MMT : 0 = otot tidak mampu berkontraksi (lumpuh total). 1 = otot sedikit berkontraksi , tanpa perubahan ROM, hanya muncul tonusnya saja. 2 = otot berkontraksi, tidak mampu melawan tahanan (gaya grafitasi) tetapi full ROM. 3 = mampu melawan tahanan, gaya grafitasi dan full ROM. 4 = mampu melawan tahanan (berupa manual) tetapi tidak maksimal dan full ROM. 5 = normal, otot mampu gerak aktif dengan full ROM dan mampu melawan tahanan maksimal. c. Pengukuran nyeri

Ada 3 metode yang umumnya digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri yaitu Verbal Rating Scale (VRS), Visual Analogue Scala (VAS), dan Numerical Rating Scale (NRS). VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, range dari “no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain). VRS merupakan alat pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa intensitas nyeri. VRS biasanya diskore dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas nyerinya. Sebagai contoh, dengan menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan skore “0”, mild (kurang nyeri) dengan skore “1”, moderate (nyeri yang sedang) dengan skore “2”, severe (nyeri keras) dengan skor “3”, very severe (nyeri yang sangat keras) dengan skore “4”. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS, kemudian digunakan untuk memberikan skore untuk intensitas nyeri pasien. VRS ini mempunyai keterbatasan didalam mengaplikasikannya. Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan. VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi tanda “bad pain” (nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaringanaknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah skorenya yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skore tersebut dicatat untuk melihat kemajuan pengobatan/terapi selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap intensitas nyeri daripada pengukuran lainnya seperti VRS skala 5-point karena responnya yang lebih terbatas. Begitu pula, VAS lebih sensitif terhadap perubahan pada nyeri kronik daripada nyeri akut (McGuire, 1984). Ada beberapa keterbatasan dari VAS yaitu pada beberapa pasien khususnya orang tua akan mengalami kesulitan merespon grafik VAS daripada skala verbal nyeri (VRS) (Kremer et.al, 1981). Beberapa pasien mungkin sulit untuk menilai nyerinya pada VAS karena sangat sulit dipahami skala VAS sehingga supervisi yang teliti dari dokter/terapis dapat meminimalkan kesempatan error (Jensen et.al, 1986). Dengan demikian, jika memilih VAS sebagai alat ukur maka penjelasan yang akurat terhadap pasien dan perhatian yang serius terhadap skore VAS adalah hal yang vital (Jensen & Karoly, 1992). Numeral Rating Scale adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau 100 berarti “severe pain” (nyeri hebat). Dengan skala NRS-101 dan

skala NRS-11 point, dokter/terapis dapat memperoleh data basic yang berarti dan kemudian digunakan skala tersebut pada setiap pengobatan berikutnya untuk memonitor apakah terjadi kemajuan. B. Rangkaian proses fisioterapi yang diobservasi 1. Anamnesa Dalam kasus fraktur os. Radius sinistra ini terapis menggunakan metode auto-anamnesis dan dapat diperoleh data sebagai berikut : a. Data yang diperoleh berupa identitas pasien yaitu nama Ny. Ade, usia 51 tahun, jenis kelamin perempuan, agama Islam, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. b. Keluhan utama yaitu tangan kiri pasien kaku, tidak bisa menggenggam, pasien mengeluhkan nyeri pada tangan kirinya, keterbatasan gerak tangan kiri untuk gerakan menekuk, keatas kebawah, kesamping kanan dan kiri, serta menengadah dan menelungkupkan tangan kirinya. c. Riwayat penyakit sekarang yaitu kurang lebih 6 bulan yang lalu, pasien jatuh dengan posisi lengan bawah yang terpuntir kedalam dan terbentur. Karena disarankan oleh dokter yang menangani operasi pemasangan ORIF berupa plate and screw itu untuk tidak menggerakan tangan dibantu dengan penggunaan mitela dalam waktu sementara sehingga penanganan oleh fisioterapi terlambat. Ditempat fisioterapi RS. Puri Cinere sebelum ke fisioterapi RS. Setia Mitra hanya diberikan latihan stretching untuk shoulder saja sehingga gerakan dari elbow joint (radioulnar joint) menjadi kaku atau terjadi keterbatasan gerak sendinya karena tidak pernah dilatih dengan alasan takut untuk menggerakan bagian regio siku karena adanya pemasangan plate and screw. Setelah tiga bulan di fisioterapi RS. Puri Cinere maka dirujuklah ke fisioterapi RS. Setia Mitra untuk melatih bagian regio dari sikunya. d. Riwayat penyakit penyerta (Tidak ada). 2. Pemeriksaan fisik a. Inspeksi Dari inspeksi statis didapatkan tampak tangan kiri dengan deviasi cubital valgus, warna tangan normal, dan tidak ada bengkak. Sedangkan secara dinamis didapatkan hasil tampak gerak fungsional tangan kiri pasien terbatas untuk fleksi elbow. b. Palpasi Didapatkan hasil teraba spasme otot, teraba nyeri tekan pada tangan kirinya, tidak ada teraba adanya oedema pada tangan kirinya, suhu tangan sama antara tangan kanan dan kiri. c. Perkusi dan auskultasi (tidak dilakukan). d. Pemeriksaan lingkup gerak sendi tangan kiri menggunakan Goniometer, pemeriksaan kekuatan otot menggunakan skala MMT, dan pemeriksaan aktifitas fungsional dengan Wrist and Hand Dissability Indeks (WDHI). 3. Penentuan masalah

4.

5.

6.

7.

Penentuan masalah yang dialami oleh Ny. Ade yang berusia 51 tahun, dapat dikaji berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah didapatkan, maka dari itu beberapa penentuan masalah yang didapat, yakni :  Adanya cubital angle yang membentuk valgus elbow pada sisi sinistra.  Adanya keterbatasan gerak shoulder flexi.  Adanya kelemahan otot-otot sekitar area patahan karena kurangnya aktivitas otot-otot yakni, pronator teres, brachioradialis, ekstensor carpi radialis longus, dan ekstensor carpi radialis brevis.  Adanya rasa parasthesia dibagian lengan bawah, yaitu nervus ulnaris.  Adanya nyeri sendi glenohumeral. Diagnose fisioterapi Berdasarkan anamnesa pemeriksaan fisik dan juga penentuan masalah yang ada pada pasien, maka dapat ditegakan diagnose bahwa pasien sedang dalam kondisi Post. Operasi ORIF Fraktur Radius sisi sinistra yang disertai dengan rasa paresthesia, muscle weakness, muscle tightness, dan kekakuan sendi. Perencanaan tindakan Perencanaa tindakan yang akan dilakukan adalah pengembalian gerak fungsional tangan kiri pasien yang terbatas dengan latihan Passive-active movement (assisted-restriktif) pada functional movement, mobilisasi gerak sendi, dan hold and contrac relax stretching untuk mengulur otot yang tightness atau spasme. Intervensi atau tindakan a. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) yang ditujukan untuk pain relief. b. Latihan Passive-active movement (assisted-restriktif) yang ditujukan untuk pengembalian functional movement dari tangan kiri. c. Hold and Contrac Relax Stretching yang ditujukan untuk mengulur otot yang tightness atau spasme. Evaluasi Untuk mengevaluasi hasil dari tindakan fisioterapi menggunakan Goniometer yang ditujukan untuk mengukur lingkup gerak sendinya atau ROM (Range of Motion). Dari hasil evaluasi didapat perbandingan nilai dari gerak sendi sikunya, yaitu :

ROM sebelum FT

ROM setelah FT

Fleksi = 30°

Fleksi = 130°

Ekstensi = 30°

Ekstensi = 0°

Pronasi = 25°

Pronasi = 90°

Supinasi = 30°

Supinasi = 80°

C. Anatomi, Fisiologi, dan Biomekanik Sendi Siku 1. Tulang pembentuk sendi siku Elbow atau siku dibentuk oleh tiga tulang yaitu distal humeri, proximal ulna dan proximal radius. a. Os. Humerus Merupakan tulang terpanjang pada anggota gerak atas. Ujung atas os humerus terdiri dari sebuah caput humeri yang membuat persendian dengan rongga glenoidalis scapula dan merupakan bagian dari persendian bahu. Di bagian bawah caput terdapat bagian yang ramping di sebut collum anatomicum dan di sebelah luar terdapat tuberositas mayor serta bagian dalam terdapat tuberositas minor. Di antara kedua tuberositas terdapat celah, yaitu sulcus intertubercularis. Pada Batang os humerus terdapat tuberositas deltoid, yaitu tempat melekatnya insersio otot deltoideus. Disebelah dorsal dari tuberositas deltoid terdapat sulcus yang membelit disebut sulcus nerve radialis. Ujung bawah os humerus terdapat permukaan sendi yang berhubungan dengan tulang lengan bawah. Trochlear yang terletak di sebelah sisi dalam tempat persendian os ulna dan sisi luar terdapat caspitulum yang bersendian dengan os radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah os humerus terdapat dua epicondylus, yaitu epicondilus lateral dan medial. b. Os. Radius Tulang radius terletak di sisi lateral pada lengan bawah. Merupakan tulang yang lebih pendek di bandingkan dengan os ulna. Mempunyai sebuah batang dan dua ujung atas, yaitu caput yang berbentuk kancing. Dibawah terdapat sebuah tuberositas radii. c. Os. Ulnaris Tulang ulna terletak di sisi medial pada lengan bawah yang terdiri atas sebuah batang dan dua ujung. Ujung os ulna masuk dalam persendian siku yang disebut processus olecranon. Processus ini menonjol keatas di sebelah posterior dan masuk ke dalam fosa olecrani os humerus. Processus coronoideus os ulna menonjol di depannya dan tempat masuk di dalam fosa coronoid os humerus, bila siku di bengkokkan. Batang os ulna semakin ke bawah semakin mengecil dan memberi kaitan pada otot yang mengendalikan gerak sendi pergelangan tangan dan jaringani-jaringani. Ujung bawah os ulna terdiri dari caput ulna yang bersendian dengan os radius dan processus styloideus yang menonjol ke bawah. 2. Ligamentum Sendi Siku

Untuk menghubungkan tulang humerus dengan tulang ulna dan radius, maka diperkuat oleh ligamentum-ligamentum yang terletak pada sendi siku. Ligamen-ligamen itu terdiri dari : • Ligamen collateral ulnare yaitu ligamen yang bersal dari epicondylus medial humerus dan memperkuat sendi humeroulnaris di sisi medial. • Ligamen collateral radial yaitu ligamen yang terbentang dari epicondylus lateral humeri ke ligamen anular radii menuju os ulna. Memperkuat sendi humeroradial di sisi lateral. • Ligamen anular radii yaitu ligamen yang bersama dengan ligamen collateral radial menahan capitulum humeri pada tempatnya. 3. Jaringaningan Otot dan Sendi Otot-otot yang berfungsi dalam gerakan sendi siku terdiri dari otot flexor-ekstensor, pronator dan supinator. a. Otot-otot flexor (1) Otot Biceps Brachialis. Origo : Caput brevis ujung procesus Coracoideus scapulae. Insersio : Tuberositas radii. Persarafan : N.Musculocutaneus (C5,C6). Fungsi Utama : Supinasi lengan bawah dan flexi siku (2) Otot Brachialis Origo : Proximal supracondylaris lateralis. Insersio : Tuberositas ulna. Persarafan : N.Musculocutaneus (C5,C6). Fungsi Utama : Flexi siku (3) Otot Brachioradialis Origo : Tuberculum infiaglenoidale scapula Insersio : Tuberositas radii. Persarafan : N. Radialis (C6,C7) Fungsi Utama : Flexi siku b. Otot-otot ekstensor (1) Otot triceps brachialis Origo : Caput longum pada tuberositas glenoidalis Caput medial pada septum intermuscular. Caput lateral melekat pada dorsal sulcus nervus radialis. Insersio : Proximal olecranon. Persarafan : N. Radialis (C6,C7) Fungsi Utama : Extensi siku (2) Otot Anconeus Origo : Epicondylus lateral humeri. Insersio : Permukaan posterior ulna. Persarafan : N. Radialis (C6,C7) Fungsi Utama : Extensi siku c. Otot-otot pronator dan supinator

(1) Otot Pronator Teres Origo : Epicondylus medialis humeri. Insersio : Permukaan lateral radius Persarafan : N. Medianus (C6,C7) Fungsi Utama : Pronasi siku (2) Otot Pronator Quadratus Origo : ¼ distal permukaan anterior ulna Insersio : ¼ distal permukaan anterior radius Persarafan : N. Medianus (C6,C7) Fungsi Utama : Pronasi siku 4. Sistem Saraf Fungsi saraf yaitu Irritability adalah menerima rangsangan dan Conductivity adalah penghantar rangsangan. Berikut ini adalah sistem persarafan daerah lengan atas sampai jaringani-jaringani berasal dari plexus brakhialis segmen C5-Th1. a. Nervus Musculocutaneus (C5 – C6) Muncul dari fasikulus lateralis pleksus brakhialis, nervus ini terletak disebelah lateral arteri axillaries menembus otot coracobrakhialis dan turun secara oblique disebelah lateral otot biceps dan brakhiali. b. Nervus Radialis (C5-Th1) Merupakan saraf paling sering cidera, terletak dibelakang tulang humerus dan sulcus muskulospiralis lateralis dan mencapai sisi antero lateral bagian bawah lengan atas. Nervus ini merupakan cabang terbesar pleksus brakhialis. c. Nervus Ulnaris Terletak di depan nervus radialis dan otot latisimus dorsi ke distal masuk ke sulcus bicipitalis yang berjalan di antara caput humeral dan ulna, d. Nervus Medianus (C6 – Th1) Dibentuk oleh kumpulan radiks dari fasikulus laterlis dan medialis, terletak di ventral dari arteri axillaris ke distal masuk sulcus bicipitalis terus ke cubiti di antara caput humeral dan caput ulna. 5. Sistem Vaskularisasi a. Arteri Brachialis Arteri brachialis adalah pemasok arteri utama untuk lengan atas. Arteri brachialis adalah lanjutan dari arteri axillaris, dimana arah perjalanan sesuai dengan satu garis pemukaan ulnaris. Bagian proximal arteri brachialis di sebelah medial dan otot-otot coracobrachialis serta cabang-cabangnya member nutrisi pada otot-otot di sekitarnya. b. Vena Cephalica Vena melintasi ke proksimal pada fescia superficialis, mengikuti tepi lateral pergelangan tangan dan pada permukaan antero lateral lengan bawah dan lengan atas. Disebelah proksimal vena cephalica melintasi antara musculus deltoideus dan musculus pectoralis dan memasuki trigonum delto pectrole, lalu bergabung dengan vena axilaris. c. Vena Basilica

Vena yang melintasi pada fascia superficialis disisi medialis lengan bawah dan bagian distal lengan atas. Vena basilica lalu menembus fascia superficialis dan melintasi ke dalam dan ke proksimal sampai lekuk ketiak untuk bergabung dengan vena brachialis, membentuk vena axilaris. d. Vena Media cubiti Vena ini merupakan pembuluh penghubung antara vena basilica dan vena cephalica sebelah depan daerah fossacubiti. 6. Biomekanik Sendi Siku Elbow joint terdiri atas 3 sendi yaitu : humeroulnar joint, humeroradial joint, dan proximal radioulnar joint. Ketiga sendi tersebut dibungkus oleh kapsul sendi yang sama. Tulang yang membentuk elbow dan forearm adalah os humerus bagian distal, os radius dan os ulna. Elbow joint diperkuat oleh ligamen collateral radial/lateral dan ligamen collateral ulnar/medial serta ligamen annulare. a. Artikulasio Humeroradialis Persendian ini di bentuk oleh capitulum humeri dan fovea capitulum radii. Gerakan yang terjadi adalah fleksi dan ekstensi sendi siku, terjadi pada bidang gerak sagital dengan axisnya frakturontal, serta mempunyai lingkup gerak sendi 0-145°. b. Artikulasio Humeroulnaris Humeroulnar joint merupakan sendi berbentuk hinge (engsel) dengan trochlea humeri yang ovular bersendi dengan fossa trochlearis ulna. Permukaan trochlea humeri menghadap kearah anterior dan bawah membentuk sudut dari shaft humeri. Fossa trochlearis ulna menghadap ke atas dan anterior membentuk sudut 45° dari ulna. Pada umunya, bagian posterior sulcus trochlearis Nampak berjalan vertical tetapi pada bagian posterior Nampak berjalan oblique sehingga pada saat extensi penuh akan terbentuk ke arah distal lateral carrying angle pada lengan (normal = 15°). Gerak utama pada sendi ini adalah fleksi-ekstensi (fossa yang konkaf slide dalam arah yang sama dengan gerak ulna). Sendi ini paling stabil pada close pack position ekstensi elbow.Untuk mencapai ROM penuh, maka gerak fleksi selalu disertai varus angulasi (lateral slide) & gerak ekstensi selalu disertai valgus angulasi (medial slide). Gerak arthrokinematika pada humeroulnar joint adalah gerak slide mengikuti gerak angular tulang. Gerakan yang terjadi adalah fleksi dan ekstensi sendi siku. Terjadi pada bidang gerak sagital dengan axisnya frakturontal, serta mempunyai lingkup gerak sendi 0-145°. c. Radioulnaris Persendian ini dibentuk oleh head of radius dengan ulna. Sendi ini bergerak secara simultan dengan proksimal radioulnar joint. Saat gerak pronasi-supinasi, fossa ulnaris radii yang konkaf bergerak slide dalam arah yang sama dengan gerak tulang.

Related Documents


More Documents from "puspita nur hapsari"