Kontraksi Berlebihan pada Otot Kaki Menyebabkan Kejang Otot Haswinanti Wilda 102012443 Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara no 6 Jakarta Barat 11510
[email protected]
Pendahuluan A. Latar Belakang Oleh karena itu manusia dalam beraktivitas atau melakukan pekerjaannya membutuhkan pergerakan. Pergerakan pada manusia disebakan karena adanya otot pada tubuh manusia. Gerak otot terjadi karena sitoplasma merubah bentuk. Pada sel-sel sitoplasma di dalam otot ini merupakan benang-benang halus yang panjang disebut myofibril. Jika sel otot yang mendapatkan rangsangan maka akan memendek, denga kata lain sel otot akan memendekan dirinya kearah tertentu (berkontraksi). Tetapi jika otot terlalu banyak berkontraksi karena aktivitas yang berat tanpa meregang kembali maka akan terjadi kejang pada otot sehingga terasa sakit pada orang tubuh dimana otot tersebut berada. Oleh karena itu jika Organ tubuh jika mengalami sakit maka akan menghambat aktivitas dari seseorang. Betapa sangat pentingnya otot manusia itu jika otot tersebut mengalami sakit atau masalah maka aktivitas dari seseorang dapat terganggu bahkan dapat terhenti. Dan agar dapat bergerak otot memerlukan energi, adanya impuls dari saraf pusat, dan beberapa senyawa otot lainnya.1 B. Rumusan Masalah Seorang anak perempuan berusia 16 tahun tengah berlatih renang untuk perlombaan. Tibatiba ia menjerit minta tolong. Seorang penjaga kolam renang datang dan segera menolong anak tersebut dan membawanya ke tepi kolam. Ternyata ia mengalami kejang pada betis kanannya. Degan sigap penjaga kolam memegang kaki kanan si anak dan mendorong telapak kaki kanannya ke arah dorsal selama 2 menit.
1
C. Tujuan Tujuan dari pembahasan ini adalah kita dapat mengetahui struktur makroskopis dan mikroskopis dari otot, pergerakan otot berupa kontraksi dan relaksasi, faktor yang mempegaruhi seperti penyediaan energi, impuls dari saraf pusat dan aktivitas yang berat.
Pembahasan A. Struktur Makroskopis Otot Otot merupakan jaringan terbanyak yang menyusun tubuh manusia, pada awal kelahiran mencapai 25% dari massa tubuh, lebih dari 40% ketika remaja, dan 30% ketika dewasa/tua. Sel-sel khusus jaringan otot memiliki bangunan khusus yang dikaitkan dengan aktivitas kontraksi.2 Berdasarkan bentuk serta bangunannya, sel sel otot disebut serabut otot (myofiber). Jaringan otot secara langsung mampu menghasilkan gerakan. Sel-sel jaringan lain dapat pula bergerak, tetapi gerakannya kurang terintegrasi. Hanya kumpulan sel-sel yang mampu menciptakan gerakan kuat melalui progres kontraksi dengan gerakan searah dilaksanakn oleh otot. Otot merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit dan rambut setelah mendapat rangsangan.3 Otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu :3 1. Kontraktibilitas yaitu kemampuan untuk berkontraksi / memendek 2. Ekstensibilitas yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan kebalikan dari gerakan yang ditimbulkan saat kontraksi 3. Elastisitas yaitu kemampuan otot untuk kembali pada ukuran semula setelah berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula otot disebut dalam keadaan relaksasi. Sifat kerja otot dibedakan menjadi dua, yaitu:3 a. Antagonis Otot antagonis adalah dua otot atau lebih yang tujuan kerjanya berlawanan. Jika otot pertama berkontraksi dan yang kedua berelaksasi, akan menyebabkan tulang tertarik atau terangkat. Sebaliknya, jika otot pertama berelaksasi dan yang kedua berkontraksi akan menyebabkan tulang kembali ke posisi semula. Contoh otot antagonis adalah otot bisep dan trisep. Otot bisep adalah otot yang memiliki dua ujung (dua tendon) yang melekat pada tulang dan terletak di lengan atas bagian depan. Otot trisep adalah otot yang memiliki tiga jung (tiga tendon) yang melekat pada tulang, terletak di lengan atas bagian belakang. Untuk mengangkat lengan bawah, otot bisep berkontraksi dan otot 2
trisep berelaksasi. Untuk menurunkan lengan bawah, otot trisep berkontraksi dan otot bisep berelaksasi. Antagonis juga adalah kerja otot yang kontraksinya menimbulkan efek gerak berlawanan, contohnya adalah: 1. Ekstensor ( meluruskan) dan fleksor (membengkokkan), misalnya otot trisep dan otot bisep. 2. Abduktor (menjauhi badan) dan adductor (mendekati badan) misalnya gerak tangan sejajar bahu dan sikap sempurna. 3. Depresor (ke bawah) dan adduktor ( ke atas), misalnya gerak kepala merunduk dan menengadah. 4.
Supinator (menengadah) dan pronator (menelungkup), misalnya gerak telapak tangan menengadah dan gerak telapak tangan menelungkup.
b. Sinergis Sinergis juga adalah otot-otot yang kontraksinya menimbulkan gerak searah. Contohnya pronator teres dan pronator kuadratus (Otot yang menyebabkan telapak tangan menengadah atau menelungkup). Otot sinergis adalah dua otot atau lebih yang bekerja bersama – sama dengan tujuan yang sama. Jadi, otot – otot itu berkontraksi bersama dan berelaksasi bersama. Misalnya, otot – otot antar tulang rusuk yang bekerja bersama ketika kita menarik napas, atau otot pronator, yaitu otot yang menyebabkan telapak tangan menengadah atau menelungkup. Gerakan pada bagian tubuh, umumnya melibatkan kerja otot, tulang, dan sendi. Apabila otot berkontraksi, maka otot akan menarik tulang yang dilekatinya sehingga tulang tersebut bergerak pada sendi yang dimilikinya. Otot yang sedang bekerja akan berkontraksi sehingga otot akan memendek, mengeras, dan bagian tengahnya menggembung. Karena memendek, tulang yang dilekati otot tersebut tertarik atau terangkat. Kontraksi satu macam otot hanya mampu untuk menggerakan tulang ke satu arah tertentu. Agar tulang dapat kembali ke posisi semula, otot tersebut harus mengadakan relaksasi. Namun relaksasi otot ini saja tidak cukup. Tulang harus ditarik ke posisi semula. Oleh karena itu, harus ada otot lain yang berkontraksi yang merupakan kebalikan dari kerja otot pertama. Jadi, untuk menggerakan tulang dari satu posisi ke posisi yang lain, kemudian kembali ke posisi semula, diperlukan paling sedikit dua macam otot dengan kerja berbeda. Pada bagian tungkai bawah terdapat otot-otot: m. gastrocnemius dan m. plantaris yang berfungsi sebagai plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki dan fleksi articulatio 3
genus, dan otot soleus yang berfungsi sebagai plantar fleksor yang kuat pada kaki agar dapat berjalan dan berlari.5 B. Sttruktur Mikroskopis Otot6 Berdasarkan struktur mikroskopisnya otot dibedakan menjadi otot polos, otot jantung dan otot lurik. Otot polos, dibawah mikroskop tampak berinti satu dan tidak tampak serabut dan garis-aris melintang serta berbentuk seperti kumparan. Otot polos berkerja di luar kesadaran kita (involunter), lambat dan tidak mudah lelah sehingga otot ini berada pada saluran pencernaan, pembuluh darah, saluran pernafasan, saluran genital, otot rambut dan kulit. Otot jantung terdapat serabut otot yang bercabangdan saling bertautan yang disebut sinsitium. Otot jantung bekerja diluar kesadaran kita (involunter), dan reaksi terhadap rangsangan lambat. Otot lurik terdiri dari sel-sel serabut otot yang dilindungi oleh membran yang dapat merangsang listrik disebut sarkolema. Sel serabut otot terdiri dari miofibril terdapat dalam sarkoplasma, selain itu terdapat juga glikogen yang merupakan bentuk tidak aktif dari glukosa yang disimpan di dalam otot, ATP dan keratin-P serta enzim-enzim glikolisis. Miofibril terdiri dari filamen tebal (pita A) yang terdiri dari miosin yang tersusun heksagonal, filamen tipis (pita I) yang menjorok masuk ke dalam pita A, bagian yang kurang gelap yang disebut daerah H, dan terdapat garis Z di tengah pita I yang disebut Zdisk. 1. Aktin: Aktin merupakan bagian filamen tipis. Terdapat 2 monomer aktin yaitu G-aktin yang berbentuk globuler dan F-aktin yang berbentuk fibrous. 2. Tropomiosin: berbentuk serat, terdiri dari 2 rantai yaitu alfa dan beta yang akan berikatan dengan aktin, dan bagian dari filamen tipis. 3. Troponin: terdiri dari 3 protein globuler yaitu Troponin I (inhibitor) yang akan menghambat F-aktin berikatan dengan miosin, Troponin Cyang mengikat ion Ca, dan troponin T yang akan berinteraksi dengan tropomiosin 4. Miosin: terdapat dalam filamen tebal, terdiri bagian fibrous dan globuler di kepala, dan memiliki aktivitas ATP ase. Miosin ini dapat dicerna oleh tripsin menjadi LMM (light meromyosin) yang tidak memiliki aktivitas ATP ase dan HMM (heavy meromyosin) yang memiliki aktivitas ATP ase dan mengikat F-aktin.
4
C. Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Berikut adalah mekanisme terjadinya kontraksi pada otot:6,7 1. Apabila ada rangsangan dari luar tubuh maka akan diterima oleh reseptor 2. Rangsangan tersebut di antar ke sistem saraf pusat menggunakan saraf afferent 3. Jika impuls dari saraf afferent sampai di ujung saraf pusat, maka asetilkolin yang di bawa oleh saraf efferent akan dilepaskan dan akan ditangkap oleh myoneural (pertemuan antara otot dan saraf) 4. Terjadi poensial aksi otot dan depolarisasi pada membran tubulus 5. Pelepasan ion Ca++ dari retikulum sarkoplasmik yang akan berikatan dengan troponin C di F-aktin sehingga tropomiosin bergeser untuk membuka penutup tempat pengikatan jempatan silang aktin 6. F-aktin dan akan berikatan pula dengan miosin sehingga ADP dilepas 7. Zona H memendek dengan cara filamen tipis masuk ke daerah filamen tebal 8. Kontraksi Berikut adalah mekanisme relaksasi pada otot:6,7 1. Repolarisasi pada membran tubulus 2. Ca++ diserap kembali oleh retikulum sarkoplasma 3. ATP diserap 4. Tidak akan terjadi interaksi antara aktin dan miosin karena troponin I mengikat aktin
Gambar 1. Mekanisme Kontraksi Otot
5
Agar dapat berkontraksi otot memerlukan energi, yaitu dari penguraian ATP. Apabila ATP sudah telah habis terpakai maka ATP akan dibentuk kembali dalam fase anaerob. Glukosa yang masuk dalam tubuh akan dirubah oleh hormon insulin menjadi glikogen yang akan disimpan sebagai cadangan makanan, apabila ATP sudah habis dipakai maka glikogen diubah menjadi laktosinogen yang terdiri dari asam laktat dan glukosa. Glukosa yang nanti akan dibakar menjadi energi untuk kontraksi melalui fase aerob.
D. Faktor yang Mempengaruhi Kejang otot Suatu potensial aksi disebuah serat otot hanya menghasilkan kedutan, namun dapat dihasilkan kontaksi dengan durasi lebih lama dan tegangan yang lebih besar oleh stimulasi berulang serat otot. Jika serat otot teah melemas sempurna sebelum potensial aksi berikutnya timbul, maka akan terbentuk kedutan kedutan kedua sama seperti yang pertama. Seriap kali akan menghaslkan kontraksi-relaksasi yang sama dan identik. Namun, jika serat otot dirangsang keduakalinya sebelum serat tersebut mengalami relaksasi sempurna dari kedutan pertama maka potensial aksi keduanya menyebabkan respons kontraksi kedua, yang ditambah diatas kedutan pertama. Kedua kedutan dari dua potensial aksi dijumlahkan untuk menghasilkan tegangan serat yang lebih besar daripada yang dihasilkan satu potensial aksi sehingga disebut penjumlahan kedutan.7 Jika serat otot dirangsang sedemikian cepat sehingga serat tersebut sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk melemas diantara rangsangan maka timbul kontraksi menetap dengan kedutan maksimal yang dikenal kejang.7
Kejang adalah hal yang sering terjadi di antara orang yang sehat, khususnya selama atau setelah olahraga yang keras. Orang tua dan setengah baya biasanya mengalami kram setelah olahraga ringan atau selama istirahat. Beberapa orang mengalami kram kaki selama tidur. Kram yang menyakitkan ini biasanya mempengaruhi otot betis dan kaki, menyebabkan kaki dan jari kaki menekuk ke dalam.
6
Gambar 2. Penjumlahan dan Tetanus7
Penutup A. Kesimpulan Dalam melakukan aktivitas sehari-hari kita memerlukan otot agar kita dapat bergerak karena otot merupakan alat penggerak tulang melaui cara kontraksi dan relaksasi. Yang juga memerlukan rangsangan dan impuls dari sistem saraf pusat, ernergi dan bagianbagian dari serat otot seperti aktin, miosin, tropomiosin dan troponin. Tetapi karena sering kali kita melakukan kegiatan yang berat maka otot dapat berkontraksi lebih cepat sehingga tidak ada masa relaksasi sehingga kita merasa kejang pada otot kaki.
Daftar Pustaka 1. Rachmadi, Agus. Perawatan gangguan sistem muskuloskeletal. Banjar Baru: AKPER Depkes. 1993 2. Doenges, Marilynn E. Rencana asuhan keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC. 1999 3. Nurachman, Elly. Buku saku prosedur keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC. 1989 4. Betrinova. Makalah struktur dan fungsi otot. Padang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Padang .2012 5. Snell S R. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta: EGC. 2006 6. Kindangen K, Salim D, Winata H, Sumadikarya K I, et all. Muskulosletal. Jakarta: FK UKRIDA. 2014 7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta: EGC. 2011
7