Makalah Peserta Didik Isi.docx

  • Uploaded by: Fahri Rulian
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Peserta Didik Isi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,360
  • Pages: 23
1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap Individu adalah unik, artinya setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai dari perbedaan fisik, pola berfikir dan cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Salah satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya peserta didik, Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat dimana anak tersebut berada. Sebagai peserta didik juga harus memahami hak dan kewajibanya serta melaksanakanya. Hak adalah sesuatu yang harus diterima oleh peserta didik, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh pserta didik. Namun, itu semua tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat di dalam diri peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga akan sulit mengenali potensi yang dimilikinya.

1.2 RUMUSAN MASALAH Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah tentang Peserta Didik diantaranya sebagai berikut. 1.2.1

Apakah definisi dari peserta didik?

1.2.2

Bagaimana karakteristik peserta didik?

1.2.3

Apakah hal-hal yang menjadi kebutuhan dari peserta didik dan pendekatan dalam meninjaunya?

2

1.2.4

Bagaimana fase-fase proses perkembangan peserta didik?

1.3 TUJUAN 1.3.1 Mengetahui definisi dari peserta didik. 1.3.2 Mengetahui keanekaragamn karakteristik peserta didik. 1.3.3 Mengetahui dan menyebutkan kebutuhan dari masing-masing peserta didik dan pendekatan-pendekatan dalam meninjau peserta didik. 1.3.4 Mengetahui fase-fase proses perkembangan peserta didik.

BAB 2 PEMBAHASAN

3

2.1 DEFINISI PESERTA DIDIK Siswa atau yang biasa disebut dengan peserta didik merupakan salah satu dari komponen pendidikan yang tidak bisa ditinggalkan, karena tanpa adanya peserta didik tidak akan mungkin proses pembelajaran dapat berjalan. Peserta didik merupakan komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar-mengajar. Didalam proses belajar mengajar, peserta didik sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Peserta didik merupakan suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Setiap dari peserta didik memiliki potensi masing-masing seperti bakat, minat, kebutuhan dan lain-lain. Oleh karena itu para peserta didik butuh dan perlu dikembangkan memalui pendidikan dan pengajaran, sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Menurut Oemar Hamalik (2012: 7) peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pesrta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidkan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar disekolah, dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Di dalam UUD Pendidikan No. 20 Tahun 2003 tentang peserta didik dalam pasal 12 menyatakan bahwa: A. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: 1. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; 2. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai

dengan bakat, minat,

dan kemampuannya; 3. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya yang tidak mampu membiayai pendidikannya;

4

4. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya; 5. Pindah keprogram pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain setara; 6. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing- masing dan tidak menympang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.; B. Setiap peserta didik berkewajiban: 1. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan kebrhasilan pendidikan. 2. Ikut menanggung biaya peyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah negara kesatuan repuplik indonesia. 4. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 adan ayat 3 diatur lebih lanjut dengan pereturan pemerintahan. Jadi, kedudukan peserta didik merupakan subjek yang menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Yang perlu anda pahami sebagai guru kelas SD adalah pemahaman dan perlakukan terhadap peserta didik sebagai suatu totalitas atau kesatuan. Menurut Semiawan, konsep peserta didik sebagai suatu totalitas sekurangnya mengandung tiga pengertian. Pertama, peserta didik adalah makhluk hidup (organisme) yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan aspek yang terdapat didalam dirinya. Aspek fisik dan psikis tersebut terdaat dalam diri peserta didik sabagai individu yang berarti tidakdapat dipisahkan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Kedua, keseluruhan aspek fisik dan psikis tersebut memiliki hubungan yang saling terjalin satu sama lain, jika salah satu aspek mengalami gangguan misalnya sakit gigi (aspek fisik), maka emosinya juga terganggu (rewel, cepat marah, dan lain- lain). Ketiga, peserta didik usia SD atau MI berbeda dari orang dewasa bukan sekedar secara fisik, tetapi juga secara keseluruhan. Anak bukanlah miniatur orang

5

dewasa, tetapi anak adalah manusia yang dalam keseluruhan aspek dirinya berbeda dengan manusia biasa. Sinolongan mengemukakan berarti menusia termasuk peserta didik yang merupakan : 1. Makhluk religius yang menerima dan mengakui kekuasaan tuhan atas dirinya dan alam lingkungan sekitarnya. 2. Makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berintegrasi dan saling mempengaruhi agar berkembang sebagai manusia. 3. Makhluk individual yangmemiliki keunikan (ciri khas, kelebihan, kekurangan, sifat dan kepribadian, dll), yang membedakannya dari individu lain. Jadi, dalam mempelajari dan memperlakukan peserta didik, termasuk peserta didik, usia SD/MI hendaknya dilakukan secar utuh, tidak terpisah-pisah. Kita harus melihat mereka sebagai suatu kesatuan yang unik, yang terkait satu dengan yang lainnya.

2.2 KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK Perbedaan individual di antara peserta didik merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, karena hampir tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu sendiri (Rohmalina Wahab, 2016: 65). Karenanya, perbedaan individual peserta didik cukup banyak, yang semuanya merupakan cirri kepribadian peserta didik sebagai individu. Menurut Suharsimi Arikunto dalam Rohmalina Wahab (2016: 65), melihat kepribadian anak didik itu mencakup aspek jasmani, agama, intelektual, sosial, etika, dan estetika, ke semua aspek tersebut tidak dimiliki oleh semua peserta didik. Karena itu setiap peserta didik memiliki keunikannya masing-masing. Setiap satuan kelas memiliki karakteristik yang berbeda. Heterogenitas kelas menjadi salah satu keniscayaan yang harus dihadapai guru. Sebagai pendesain pembelajaran guru harus menjadikan karakteristik siswa sebagai salah satu tolok ukur bagi perencaan dan pengelolaan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar di sekolah dasar memiliki corak yang berbeda dengan proses belajar mengajar di sekolah menengah. Karakteristik siswa itu sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa. Misalnya, keberhasilan dalam bidang akademik di sekolah dasar menjadi hal utama sebagai salah satu pencapaian keberhasilan seorang

6

siswa, oleh karenanya penghargaan terhadap mereka yang memiliki kemampuan akademis tinggi akan sangat dirasakan. Sebaliknya bagi mereka yang duduk di bangku sekolah menengah, mulai memiliki pergesaran paradigma terhadap makna keberhasilan belajar. Perkembangan siswa akan berjalan lurus dengan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh guru. Kenyataan lain yang juga harus dihadapi guru adalah meski mereka menghadapi kelompok kelas dengan umur yang relatif sama tetapi guru tidak bisa memperlakukan sama terhadap perbedaan karakteristik siswa. Setiap satuan kelas itu berbeda dalam hal motivasi belajar, kemampuan belajar, taraf pengetahuan, latar belakang, dan sosial ekonomi. Hal ini mengharuskan guru memperlakukan satuan kelas itu dengan pendekatan yang berbeda. Faktor keturunan yang memengaruhi karakteristik seorang individu. Begitu juga dengan tingkah laku yang diturunkan dapat mengalami modifikasi karena adanya pengaruh faktor lingkungan. Banyak faktor yang memengaruhi karakteristik dan kemampuan seseorang. Diantaranya adalah: 1. Faktor status sosial keluarga; 2. Faktor budaya; 3. Faktor praktek mendidik anak; 4. Faktor urutan kelahiran; 5. Latar belakang keluarga. Faktor-faktor inilah yang menimbulkan perbedaan individu, yang juga menyebabkan ketidaksamaan dalam berpikir, berperasaan, ataupun bertindak. Oleh karena itu, wajar jika mereka juga akan mengalamai persoalan beljar yang berbeda setiap individu. Mereka juga akan mengalami berbagai kesulitan belajar yang berbeda pula, sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-masing (Nini Subini, dkk , 2012: 25). Peserta didik yang datang juga dengan berbagai latar belakang yang berbeda dan tentu hal ini akan membawa karakter yang berbeda pula. Ada anak yang sensistif, tetapi yang suka jail dan tukang ramai tidak kalah banyaknya. Ada juga yang ‘ngantukan’ sehingga suka tidur di dalam kelas dan sebagainya. Dalam hal ini juga latar belakang keluarga. Apakah anak tersebut memiliki orang tua yang broken home atau tidak, pekerjaannya apa, berapa jumlah saudaranya, dan sebagainya. Semua watak dan kebiasaan anak,

7

pendidik harus mengetahuinya. Jangan sampai ada peristiwa ganjil satu pun yang terlewatkan oleh pendidik. Dalam aspek perkembangan individu, ada dua fakta yang menonjol, yaitu bahwa semua diri manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan di dalam pola yang bersifat umum (secara biologi dan sosial) tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaanperbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyaj bersifat kuanittaif dan bukan kualitatif. Pengertian perbedaan dan perbedaan individu menurut Lindgren dalam Nini Subini, dkk (2012: 26) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis antara lain sebagai berikut: 1. Perbedaan Latar Belakang Suatu kelompok pembelajaran berasal dari latar belakang yang berbeda jarang atau bahkan boleh dikatakan tidaktidak pernah ada kelas yang latar belakang keluarganya adalah sama. Semua anak pejabat dikelompokkan dalam satukelas tertentu, dan sebagainya. Perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan. Faktor latar belakang inilah yang membuat seseorang itu menjadi berbeda. Peserta didik yag dilahirkan dalam keluarga berada tentu akan berbeda dengan peserta didik yang kedua orang tuanya bercerai, atau keturunannya banyak, cara mendidik dalam keluarga, urutan kelahiran dalam keluarga, tentu hal ini dapat berpengaruh dalam menyumbangkan karakter pada anak. Interaksi sosial yang harmonis dan kesepahaman mengenai norma-norma pada diri ayah dan ibu akan berpengaruh pula terhadap kemauan belajar anak. Sebaliknya dalam suatu keluarga, jika salah satu atau kedua orang tua meninggal, bercerai, atau meninggalkan keluarga dalam waktu yang relatif cukup lama, jelas tidak dapat memperhatikan anak-anak dengan baik. Anak kurang mendapatkan kasih sayang yang selanjutnya akan berdampak pada motivasi dan hasil belajarnya di sekolah. 2. Perbedaan Kognitif Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap orang memiliki persepsi tentang hasil pengamatan atau penyerapan atas suatu objek. Berarti ia menguasai segala sesuatu

8

yang diketahui, dalam arti pada dirinya terbentuk suatu persepsi dan pengetahuan itu diorganisasikan secara sistematik untuk menjadi miliknya. 3. Perbedaan Kecakapan Bahasa Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematis. Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupan. Kemampuan berbahasa sangat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan serta faktor fisik serta (organ bicara). 4. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Tingkat kecerdasan dapat diaphami dari perbedaan skor IQ, yang dihasilkan dari tes kecerdasan. Seseorang yag memiliki skor kecerdasan di atas 130 biasa disebut gifted. Penemuan lain dari Terman, adalah bahwa anak-anak gifted menunjukkan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya. Sebagian besar dari mereka merasa lebih sukses dibandingkan anak-anak yang mempunyai kecerdasan rata-rata. Anak-anak gifted memiliki kemungkinan mengalami kesulitan serius di sekolahan. Bagi mereka yang mengalami kesulitan belajar, perlu untuk menggunakan strategi kompensasi, dapat meliputi teknologi dan komunikasi yang bervariasi. Siswa yang kesulitan dalam ingatan jangka pendek menggunakan strategi belajar untuk mengingat. 5. Perbedaan Kecakapan Motorik Kecakapan motorik atau kemampuan psiko-motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi gerakan saraf motorik yang dilakukan oleh saraf pusat untuk melakukan kegiatan. Hal ini yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik individual. Ada anak yang menyukai (aktif) dalam kegiatan tertentu. Namun, tak jarang juga yang memiih santai di rumah dengan membaca buku dan komik. 6. Perbedaan Bakat Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat. Sebaliknya bakat tidak berkembang dengan baik jika lingkungan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Dalam hal ini tidak ada

9

rangsangan dan pemupukan yang menyentuh bakatnya sehingga menjadi rapuh bahkan mati. 7. Perbedaan Kesiapan Belajar Perbedaan latar belakang, yang meliputi perbedaan sosio-ekonomi, sosio-kultural, amat penting artinya bagi perkembangan anak. Akibatnya anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh dari luar yang lebih luas. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika terdapat perbedaan dalam menerima materi yang diberikan oleh guru sebagai pendidik. 8. Perbedaan Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin lebih kea rah perbedaan biologi dari laki-laki dan perempuan. Biasanya kita memandang jenis kelamin seseorang sebagai predikator penting atas minat dan skill mereka, dan mengasumsikan jika mengetahui jenis kelaminnya maka kita tidak tahu banyak hal tentang mereka. Mengetahui jenis kelamin seseorang menunjukkan banyak hal tentang mereka sebatas dari sisi biologisnya saja, tetapi sangat sedikit tentang perihal lainnya. Jenis kelamin bukan predikator terbaik untuk mengukur kemampuan akademik, minat, ataupun karakteristik emosional peserta didik. Kalau perbedaan jenis kelamin lebih ke arah perbedaan biologis, lain halnya dengan gender lebih cenderung ke sisi psikososialnya. Tabel berikut merupakan perbedaan gender dalam beberapa aspek yang berkaitan dengan kemampuan akademik. 9. Perbedaan Gaya Belajar Gaya belajar dapat menjelaskan perbedaan belajar di antara peserta didik dalam setting pembelajaran yang sama. Menurut Sarasin, gaya belajar adalah pola perilaku spesifik dalam menerima informasi baru dan mengembangkan keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi atau keterampilan baru. Gaya belajar bukanlah sesuatu yang statis. Gaya belajar dapat berubah tergantung pada aktivitas belajar atau perubahan pengalaman. Sebagian peserta didik mungkin menggunakan gaya belajar berbeda dalam situasi dan kondisi yang tidak sama. Sesuatu gaya belajar mungkin lebih efektif atau kurang efektif dalam suatu situasi tertentu.

10

2.3 KEBUTUHAN DAN PENDEKATAN PADA PESERTA DIDIK Dalam tahap-tahap perkembangan individu peserta didik, dan satu aspek yang paling menonjol ialah adanya bermacam ragam kebutuhan yang yang meminta kepuasan. Beberapa ahli telah mengadakan analisis tentang jenis-jenis kebutuhan peserta didik, antara lain: Prescott, mengadakan klarifikasi kebutuhan sebagai berikut. 1) Kebutuhan-kebutuhan fisiologis : bahan-bahan dan keadaan yang esensial, kegiatan dan istirahat. 2) Kebutuhan-kebutuhan sosial atau status : menerima dan diterima, dan menyukai orang lain. 3) Kebutuhan-kebutuhan ego atau integratif : kontak dengan kenyataan; simbolis progresif, menambah kematangan diri sendiri, keseimbangan antara berhasil dan gagal, menemukan individualitasnya sendiri. Maslow, menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan fisiologi akan timbul setelah kebutuhan-kebutuhan psikologis terpenuhi. Ia mengadakan klasifikasi kebutuhan dasar sebagai berikut. 1) Kebutuhan-kebutuhan akan keselamatan (safety needs) Kebutuhan keselamatan timbul setelah kebutuhan fisiologis. Misalnya tiap orang berusaha menjaga keselamatan dan keamanan dirinya dari gangguan luar, atau situasi-situasi yang tidak menyenangkan. Rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan peserta didik, terutama rasa aman di dalam kelas dan sekolah. Setiap siswa yang datang ke sekolah sangat mendambakan suasana sekolah atau kelas yang aman, nyaman, dan teratur, serta terhindar dari kebisingan dan berbagai situasi yang mengancam. Hilangnya rasa aman di kalangan peserta didik juga dapat menyebabkan rusaknya hubungan interpersonalnya dengan orang lain, membangkitkan rasa benci terhadap orang-orang yang menjadi penyebab hilangnya rasa aman dalam dirinya. Lebih dari itu, perasaan tidak aman juga akan mempengaruhi motivasi belajar siswa di sekolah. 2) Kebutuhan-kebutuhan memiliki dan mencintai (belongingness and love needs)

11

Semua peserta didik sangat membutuhkan kasih sayang, baik dari orangtua, guru, teman-teman sekolah, dan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Peserta didik yang mendapatkan kasih saying akan senang, betah, dan bahagia berada di dalam kelas, serta memiliki motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebaliknya, peserta didik yang merasa kurang mendapatkan kasih sayang akan merasa terisolasi, rendah diri, merasa tidak nyaman, sedih, gelisah, bahkan mungkin akan mengalami kesulitan belajar, serta memicu munculnya tingkah laku maladaptif. Kondisi demikian pada gilirannya akan melemahkan motivasi belajar mereka. 3) Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) Kebutuhan akan penghargaan, ialah keinginan seseorang untuk penilaian yang baik dari orang lain, ingin dihormati, merasa mampu, percaya atas kemampuannya menghadapin dunia ini. Kebutuhan akan penghargaan terlihat dari kecenderungan peserta didik untuk diakui dan diperlakukan sebagai orang yang berharga diri. Mereka ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin diakui keberadaaannya di tengah-tengah orang lain. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan dirinya dan gembira, pandangan dan sikap mereka terhadap dirinya dan orang lain akanpositif. Sebaliknya, apabila peserta didik merasa diremehkan, kurang diperhatikan, atau tidak kurang mendapat tanggapan yang positif atas sesuatu yang dikerjakannya, maka sikapnya terhadap dirinya dan lingkungannya menjadi negatif. Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan rasa berharga di kalangan peserta didik, guru dituntut untuk: a. Menghargai anak sebagai pribadi yang utuh; b. Menghargai pendapat dan pilihan siswa c. Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan mereka dalam kelompok secara tepat berdasarkan pilihan masing-masing, tanpa adanya paksaan dari guru. Dalam proses pembelajaran, guru harus menunjukkan kemampuan secara maksimal dan penuh percaya diri di hadapan peserta didiknya Secara terus-menerus guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang

12

positif, menyadarkan siswa akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliknya Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Artinya, guru harus mampu menilai perkembangan diri peserta didik secara menyeluruh dan bersifat psikologis, tidak semata-mata bersifat matematis 4) Kebutuhan-kebutuhan untuk menonjolkan diri (self actualizing needs) Kebutuhan self aktualisasi adalah kebutuhan yang tertinggi, ingin dianggap orang yang terbaik, ingin menjadi orang ideal, dan lain-lain Menurut Oemar Hamalik (2012, 7) peserta didik pada masa remaja memiliki kebutuhan tertentu yang perlu mendapat pemuasan melalui pendidikan sekolah. Hasil penelitiannya mengenai kebutuhan pendidikan pada siswa remaja menunjukkan, bahwa ada sepuluh kelompok kebutuhan sebagai berikut. 1. Belajar dan suskes di sekolah; 2. Pertumbuhan dan perkembangan kesehatan; 3. Kemampuan sosial; 4. Hubungan antara laki-laki dan perempuan; 5. Penyesuaian jabatan; 6. Menemukan filsafat hidup; 7. Perkawinan dan kehidupan keluarga; 8. Persoalan keuangan, pengeluaran, dan keamanan; 9. Pengertian dan perdamaian dunia; 10. Pengertian atas bangsa sendiri dan warga negara yang aktif. Pemuasan kebutuhan ini tentu saja tidak dilakukan sekaligus, melainkan secara bertahap

dan

berbarengan

dengan

perkembangan

dalam

aspek-aspek

perkembangan lainnya. Maslow yakin, bahwa ada hubungan dalam pemuasan kebutuhan dan berjalan secara sistematis. Misalnya : setelah kebutuhan lapar dipenuhi baru timbul kebutuhan senang akan makanan. Selain tersebut diatas Rama Yulis (2008:77) mengklasifikasikan kebutuhan peserta didik menjadi lima, yaitu: 1. Kebutuhan Sosial

13

Kebutuhan sosial adalah: sebuah kebutuhan akan interaksi dengan masyarakat tempat peserta didik berada agar bisa diterima dimasyarakat. 2. Kebutuhan untuk mendapatkan status Kebutuhan untuk mendapatkan status adalah : sebuah kebutuhan dimana peserta didik bisa berguna bagi masyarakat. kebutuhan untuk mengetahui tentang kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai ideal. 3. Kebutuhan untuk mandiri Kebutuhan untuk mandiri adalah:kebutuhan mengarahkan diri dan lepas dari orang tua. 4. Kebutuhan untuk curhat Kebutuhan untuk curhat adalah:sebuah kebutuhan dimana seseorang (peserta didik) dapat dipahami ide-ide permasalahan yang di hadapi. 5. Kebutuhan memiliki filsafat Kebutuhan memiliki filsafat adalah: sebuah kebutuhan untuk mengetahui tentang kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai ideal. Menurut Oemar Hamalik (2012: 7), sebagai suatu komponen pendidikan, peserta didik dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: 1. Pendekatan Sosial Peserta didik adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Sebagai anggota masyarakat, dia berada dalam lingkungan keluarga, masyarakat sekitarnya, dan masyarakat yang lebih luas. Peserta didik perlu disiapkan agar pada waktunya mampu melaksanakan perannya dalam dunia kerja dan dapat menyesuaikan diri dari masyarakat. Kehidupan bermasyarakat itu dimulai dari lingkungan keluarga dan dilanjutkan di dalam lingkungan masyarakat sekolah. Dalam konteks inilah, peserta didik melakukan interaksi dengan rekan sesamanya, guru-guru, dan masyarakat yang berhubungan dengan sekolah. Dalam situasi inilah nilai-nilai sosial yang terbaik dapat ditanamkan secara bertahap melalui proses pembelajaran dan pengalaman langsung. 2. Pendekatan Psikologis Peserta didik adalah suatu organism yang sedang tumbuh dan berkembang. Peserta didik memiliki berbagai potensi manusiawi, seperti: bakat, minat,

14

kebutuhan, sosial-emosional-personal, dan kemampuan jasmaniah. Potensipotensi itu perlu dikembangkan melalui proses pendidikan dan pembelajran di sekolah, sehingga terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia seutuhnya. Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan abilitas dalam diri seseorang, yakni adanya perubahan struktur, kapasitas, fungsi dan efisiensi. Perkembangan itu bersifat keseluruhan, misalnya perkembangan intelegensi, sosial, emosional, spiritual, yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. 3. Pendekatan Edukatif atau Pedagogis Pendekatan pendidikan menempatkan peserta didik sebagai unsur terpenting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, setiap pesertadidik pada suatu satuan pendidikan memiliki hak-hak berikut; a. Mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; b. Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah di bakukan; c. Mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku; d. Pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak di masuki; e. Memperoleh penilaian hasil belajarnya; f. Menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan; g. Mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat. Berdasarkan penjelasan tersebut, tampak jelas bagaimana tingkat pengakukan terhadap peserta didik, yang tentunya harus dilaksanakan pula dalam praktik di sekolah.

2.4 FASE-FASE PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK Para ahli psikologi perkembangan mempelajari perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sejak masa konsepsi sampai akhir hayat manusia. Walaupun

15

kebanyakan di antara mereka fokus penelitiannya pada periode yang dilalui anak sampai masa adolesen (masa remaja). Isu-isu yang ditelaah tentang perkembangan ada tiga. Nature dan nurture, yang mempertanyakan tentang penyebab atau sumber terjadinya perubahan dalam perkembangan itu dibawa sejak lahir atau karena pengaruh lingkungan. Continuity dan discontinuity, yaitu isu yang mempertanyakan apakah pola perkembangan itu menetap? Apakah karakteristik terdahulu dapat memperkirakan karakteristik berikutnya. Normative dan idiographic, yang mempertanyakan dan membicarakan bahwa perkembangan itu didasari oleh proses internal biologis yang terjadi secara umum dan bahwa perkembangan berlangsung dari suatu langkah ke langkah berikutnya (normatif); atau berpusat pada seorang individu anak yang berbeda dari anak lainnya Setiap peserta didik berkembang dengan karakteristik tersendiri. Hampir sepanjang waktu perhatian kita tertuju pada keunikan masing-masing. Sebagian peserta didik, berkembang melalui tahap-tahap yang umum. Misalnya mulai belajar berjalan pada usia satu tahun, tenggelam pada permainan fantasi pada masa kanak-kanak dan belajar mandiri pada usia remaja. Sebagaimana pengertian di atas dalam perkembangan terdapat pertumbuhan. Pola gerakan itu kompleks karena merupakan hasil (produk) dari beberapa proses, yaitu proses biologis, proses kognitif, dan proses sosial. Proses-proses biologis meliputi perubahan-perubahan fisik individu. Gen yang diwarisi dari orang tua, perkembangan otak, penambahan tinggi dan berat, keterampilan motorik, dan perubahan-perubahan hormon pada masa puber mencerminkan peranan proses-proses biologis dalam perkembangan. Proses kognitif meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada individu mengenai pemikiran, kecerdasan, dan bahasa. Mengamati gerakan mainan bayi yang digantung, menghubungkan dua kata menjadi kalimat, menghafal puisi dan memecahkan soal-soal matematik, mencerminkan peranan prosesproses kognitif dalam perkembangan anak. Proses-proses sosial meliputi perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan individu dengan orang lain, perubahan-perubahan dalam emosi dan perubahanperubahan dalam kepribadian. Senyuman bayi sebagai respon terhadap sentuhan ibunya, sikap agresif anak laki-laki terhadap teman mainnya, kewaspadaan

16

seorang gadis terhadap lingkungannya mencerminkan peranan proses sosial dalam perkembangan anak. Untuk memudahkan pemahaman tentang perkembangan maka dilakukan pembagian berdasarkan waktu-waktu yang dilalui manusia dengan sebutan fase. Santrok dan Yussen membaginya atas lima yaitu: fase pranatal (saat dalam kandungan), fase bayi, fase kanak-kanak awal, fase anak akhir, dan fase remaja. Perkiraan waktu ditentukan pada setiap fase untuk memperoleh gambaran waktu suatu fase itu dimulai dan berakhir. 1. Fase pranatal (saat dalam kandungan), adalah waktu yang terletak antara masa pembuahan dan masa kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel menjadi satu organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan berperilaku, dihasilkan dalam waktu lebih kurang sembilan bulan. 2. Fase bayi, adalah saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai 18 atau 24 bulan. Masa ini adalah masa yang sangat bergantung kepada orang tua. Banyak kegiatan-kegiatan psikologis yang baru dimulai misalnya; bahasa, koordinasi sensori motor dan sosialisasi. Di samping itu bayi dilatih pula untuk mengetahui waktu dan tempat untuk buang air besar dan buang air kecil dengan istilah “toilet training”. Adapun caranya ialah dengan melatih mereka untuk buang air kecil sebelum tidur dan buang air kecil pula segera setelah bangun. Hal ini akan menghindari anak “mengompol”. 3. Fase kanak-kanak awal, adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai 5 atau 6 tahun, kadang-kadang disebut masa pra sekolah. Selama fase ini mereka belajar melakukan sendiri banyak hal dan berkembang keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan kesiapan untuk bersekolah dan memanfaatkan waktu selama beberapa jam untuk bermain sendiri ataupun dengan temannya. Pada fase ini kanak-kanak berusaha pula berlatih untuk terampil berbicara, sehingga akan didapati mereka melakukan monolog atau berbicara sendiri yang seolah-olah sedang berbicara dengan orang lain. Memasuki kelas satu sekolah dasar menandai berakhirnya fase ini. 4. Fase kanak-kanak tengah dan akhir, adalah fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur 6 sampai 11 tahun, sama dengan masa usia sekolah dasar. Anak-anak menguasai keterampilan-keterampilan dasar

17

membaca, menulis, dan berhitung. Secara formal mereka mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan pengendalian diri sendiri bertambah pula. 5. Fase remaja, adalah masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal, yang dimulai kira-kira umur 10 sampai 12 tahun dan berakhir kira-kira umur 18 sampai 22 tahun. Remaja mengalami perubahan-perubahan fisik yang sangat cepat, perubahan perbandingan ukuran bagian-bagian

badan,

berkembangnya

karakteristik

seksual

seperti

membesarnya payudara, tumbuhnya rambut pada bagian tertentu, dan perubahan suara. Pada fase ini dilakukan upaya-upaya untuk mandiri dan pencarian identitas diri. Pemikirannya lebih logis, abstrak, dan idealis. Semakin lama banyak waktu dimanfaatkan di luar keluarga. Awal masa remaja pada anak laki-laki dimulai dengan “mimpi” yang dalam kehidupan nyata ditandai dengan ngompol. Wasty Soemanto (1983: 177) masa perkembangan penting untuk dikenal karena member kepada anak masalah-masalah khusus, pengalaman-pengalaman tertentu dan kesiapan untuk memiliki keterampilan dan penguasaan-penguasaan yang berguna bagi masa perkembangan berikutnya. Masa-masa perkembangan peserta didik menurutnya sebagai berikut. 1. Masa 0-3 tahun a. Pertumbuhan

berlangsung

dengan

pesat,

terutama

pertumbuhan

jasmaninya. b. Jiwani, masa ini merupakan masa pembentukan pola atau tipe kepribadian, pola kebiasaan dan sikap yang diperolehnya dengan penanaman kebiasaan atau peniruan dari orang tua (transfer), dari sikap, perasaan atau suasana hari. c. Rohani, konsep tentang Tuhan diperolehnya dari orang tua. Konsep ini telah dimiliki anak sebelum ia dapat bercakap-cakap. Biasanya konsep ini berhubungan atau sejajar dengan konsep anak tentang orang tuanya (baik, buruk, adil, penuh kasih, jahat, dingin , dan lain-lain). Konsep yang pertama ini dilengkapi dengan pengalaman naka, dari contoh yang ditiru anak seperti sholat dan bersedia ikut misa di hari minggu.

18

Anak seolah-olah mempunyai intuisi untuk menangkap suasana, dari cara orang tua bergaul dan memuja Tuhan, anak dapat merasakan keberadaan Tuhan itu. Jadi, konsep tentang Tuhan pada anak ditanamkan oleh orang tua, diperjelas oleh pengalaman, cerita-cerita dan dari penjelasan-penjelasan yang diterima dan dimasak menurut kemampuan anak. 2. Masa 3-5 tahun: Masa Pemain Kecil a. Jasmani, anak terus-menerus aktif atau bergerak, terutama dengan alat-alat motoriknya. Pada masa itu ia harus berusaha memperoleh keterampilan dengan otot-ototnya, hanya saja ia lekas lelah. b. Rohani, ia ingin belajar, ingin mengetahui segala sesuatu; ia belajar dari berbuat. Anak mempunyai fantasi yang kuat dan senang menirukan. Konsep tentang Tuhan langsung diperoleh dari cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman. Biasanya Tuhan digambarkan dalam bentuk manusia. Fantasi anak dan pengalaman-pengalamannya memperlengkapi konsep ini. 3. Masa 6-12 tahun: Masa Sekolah Dasar Masa ini terkenal oleh perkembangan jasmani secara mamanjang. Pada segi jiwani, masa ini ditandai oleh perkembangan intelegensi yang pesat. Anak ingin mengetahui segala sesuatu dan berpikir secara logis. Keinginan untuk mengetahui dan mencintai kebenaran yang diterapkannya pula pada segi kerohanian. A. Masa 6-7 tahun 

Jasmani, anak menunjukkan kegiatan yang mengarah atau bertujuan. Meskipun sudah bergiat dalam kelompok, sikapnya masih memusat pada diri sendiri (self centered). Kegiatannya pada masa ini sudah tidak sepenuhnya spontan (sendirinya).



Jiwani, pada masa ini anak banyak melihat dan bertanya. Fantasinya hidup dan sellau dihubugkan dengan kehidupan yang nyata. Juga tampak bahwa anak makin berpikir secara logis.

B. Masa 8-10 tahun 

Jasmani, masa ini merupakan masa anak mengadakan konsolidasi, sehingga

perkembangan

anak

berjalan

secara

lambat.

perkembangannya ke memperoleh penguasaan dan keterampilan.

Arah

19

C. Masa 10-12 tahun 

Jasmani, kegiatan dilakukan terutama di antara dan dengan jenis kelamin atau seks sendiri. anak mempunyai semangat kompetensi di samping rasa persekutuan yang masih terbatas diantara sekse sendiri, sedangkan terhadap sekse lain mereka bersikap bermusuhan.



Jiwani, ingatan anak pada masa ini kuat tumbuh pula pemikiran secara kritis dan mendalam. Timbulnya kesadaran akan kehidupan batinnya menyebabkan anak bersikap membatasi diri terhadap orang dewasa: anak menunjukkan keinginan untuk mengambil inisiatif dan bertanggung jawab.

4. Masa 13-19 tahun ke atas: Masa Adolesensi (Pubertas) a. Jasmani, perubahan dan pertumbuhan yang begitu cepat menimbulkan kebingungan dan keakuan anak di dalam mengambil sikap atau tingkah laku. Masa ini juga ditandai oleh matangnya alat-alat kelamin dan mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar yang menimbulkan dorongan tertentu. Pertumbuhan atau kemasakan ini lebih cepat pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Disamping perkembangan intelegensi ( dan berpikir logis), fantasi mereka menjadi sangat kuat, sehingga sering terjadi pertetangan dengan pemikiran kritis atau logis. Anak sering berfantasi atau berkhayal. Pikiran anak penuh dengan ide-ide baru dengan kreasi. Anak meilih dan menyeleksi dan membuat konsep (yang sebagian dibuang dan yang lainnya dimasak lebih lanjut). Anak penuh dengan cita-cita, ide-ide, disamping juga ia mencari kenyataan, mencari kebenaran, dan mencari tujuan hidup. b. Emosi, kehidupan emosi anak mengalami pergolakan hebat sebagai akibat dari adanya perubahan-perubhan baik pada aspek jasmani maupun jiwani, misalnya dalam sikap dan pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dan barang-barang di sekitarnya. Di samping itu, keharusan dan keinginan untuk menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan sikap dan pandangan tersebut, juga ia menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru. Tekanan-tekanan dan penekanan sering menimbulkan ketegangan, dan untuk itu dibutuhkan kemampuan dan

20

keberanian untuk menghadapi perubahan dan pergolakan ini; perubahan dn pergolakan ini sering menyebabkan anak kehilangan keseimbangan jiwa. Pada masa ini, berbeda dengan masa sebelumnya, karena anak merasa tertarik pada sekse yang lain. Juga solidaritas atau geng menguat. Menurut Harvighust setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek-aspek lainnya, yaitu fisik, psikis, serta emosional, moral dan sosial.

Ada dua alasan mengapa tugas-tugas perkembangan ini penting bagi

pendidik. Pertama, membantu memperjelas tujuan yang akan dicapai sekolah. Pendidikan dapat dimengerti sebagai usaha masyarakat, melalui sekolah, dalam membantu individu mencapai tugas-tugas perkembangan tertentu. Kedua, konsep ini dapat dipergunakan sebagai pedoman waktu untuk melaksanakan usaha-usaha pendidikan. Bila individu telah mencapai kematangan, siap untuk mencapai tahap tugas tertentu serta sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa saat untuk mengajar individu yang bersangkutan (the teachable moment) telah tiba. Bila mengajarnya pada saat yang tepat maka hasil pembelajaran yang optimal dapat dicapai.

BAB 3 PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Perbedaan individual di antara peserta didik merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, karena hampir tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu sendiri. Karenanya, perbedaan individual peserta didik cukup

21

banyak, yang semuanya merupakan cirri kepribadian peserta didik sebagai individu. Menurut Suharsimi Arikunto dalam, melihat kepribadian anak didik itu mencakup aspek jasmani, agama, intelektual, sosial, etika, dan estetika, ke semua aspek tersebut tidak dimiliki oleh semua peserta didik. Karena itu setiap peserta didik memiliki keunikannya masing-masing. Dalam tahap-tahap perkembangan individu peserta didik, dan satu aspek yang paling menonjol ialah adanya bermacam ragam kebutuhan yang yang meminta kepuasan. Beberapa ahli telah mengadakan analisis tentang jenis-jenis kebutuhan peserta didik, antara lain: Prescott, mengadakan klarifikasi kebutuhan sebagai berikut. 1) Kebutuhan-kebutuhan fisiologis; 2) Kebutuhan-kebutuhan sosial atau status; 3) Kebutuhan-kebutuhan ego atau integrative. Setiap peserta didik berkembang dengan karakteristik tersendiri. Hampir sepanjang waktu perhatian kita tertuju pada keunikan masing-masing. Sebagian peserta didik, berkembang melalui tahap-tahap yang umum. Misalnya mulai belajar berjalan pada usia satu tahun, tenggelam pada permainan fantasi pada masa kanak-kanak dan belajar mandiri pada usia remaja. Sebagaimana pengertian di atas dalam perkembangan terdapat pertumbuhan. Pola gerakan itu kompleks karena merupakan hasil (produk) dari beberapa proses, yaitu proses biologis, proses kognitif, dan proses sosial. Untuk memudahkan pemahaman tentang perkembangan maka dilakukan pembagian berdasarkan waktu-waktu yang dilalui manusia dengan sebutan fase. Santrok dan Yussen membaginya atas lima yaitu: fase pranatal (saat dalam kandungan), fase bayi, fase kanak-kanak awal, fase anak akhir, dan fase remaja. Perkiraan waktu ditentukan pada setiap fase untuk memperoleh gambaran waktu suatu fase itu dimulai dan berakhir.

2.2 SARAN Sebagai calon guru, diharapkan agar kita mengetahui karakter masing-masing peserta didik dan dapat memahami bahwa setiap peserta didik mempunyai potensi

22

yang berbeda.Sehingga sebagai calon guru nantinya kita dapat meningkatkan potensi yang ada pada peserta didik.

DAFTAR ISI

Yulis, Rama. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Hamalik, Oemar. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. Wahab, Rohmalina.2016. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada. Santrock, W. John. 2011. Educational Psychology: Psikologi Pendidikan. Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh Diana Angelica. Jakarta: Salemba Humanika. Subini, Nini, DKK. 2012. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta.:Mentari Pustaka. Soemanto, Wasty. 1983. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Malang: Rineka Cipta.

23

Saputra, M. Indra. (2015). Hakekat Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 6, 231-251. Sit, Masganti. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Medan. Perdana Publishing.

Related Documents


More Documents from "denni"