Makalah Perdarahan Pada Kehamilan Dibawah 2 Minggu.docx

  • Uploaded by: Fajar Al Afif
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Perdarahan Pada Kehamilan Dibawah 2 Minggu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,329
  • Pages: 32
BAB II ABORTUS A. DEFINISI Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli ada usia sebelum 16 minggu dan 28 minggu dan memiliki BB 400-100 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah 400 gram itu diangggap keajaiban karna semakin tinggi BB anak waktu lahir Makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Amru Sofian, 2015). Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (prawirohardjo, 2010). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (Mansjoer,dkk, 2000). Abortus adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obatobatan atau bedah, (Morgan, 2011). Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut abortus.Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu.Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak yang kurang dari 500 gram. Jika anak yang lahir beratnya antara 500 – 999 gram disebut juga dengan immature.Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau belum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diuar kandungan, (prawirohardjo, 2010). Dari definisi diatas kelompok menyimpulkan bahwa abortus merupak suatu keadaan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar dengan

usia

kurang dari 20 minggu (Kelompok, 2019). B. ETIOLOGI 1.

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan muda. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah : 1)

Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X

Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk abortus dini dan kejadian ini kerap kali disebabkan oleh cacat kromosom. Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks. 2)

Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna. Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehinga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.Endometrium belum siap untuk menerima implasi hasil konsepsi. Bisa juga karena gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.

3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan tembakau dan alcohol.Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya. 2. Kelainan

pada

plasenta,

misalnya

endarteritis

vili

korialis

karena

hipertensimenahun.Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta tidak dapat berfungsi.Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada diabetes melitus. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah palsenta sehingga menimbulkan keguguran. 3. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat : penyakit menyangkut infeksi virus akut, panas tinggi dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi terhadap penyakit cacar . nefritis kronis dan gagal jantung dapat mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada metabolisme asam folat yang diperlukan untuk perkembangan janin akan mengakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat sitotoksik akan mengganggu proses normal pembelahan sel yang cepat. Prostaglandin akan menyebabkan abortus dengan merangsang kontraksi uterus. Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya.Toksin, bakteri, virus, atau

plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus. Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama.selain itu juga hipotiroidism dapat meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidism yang nyata. 4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus. Abnoramalitas uterus yang mengakibatkan kalinan kavum uteri atau halangan terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid, malformasi kongenital, prolapsus atau retroversio uteri.Kerusakan pada servik akibat robekan yang dalam pada saat melahirkan atau akibat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi). Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkatus, uterus septus, retrofleksi uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum. 5.

Trauma. Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri.Hubungan seksual khususnya kalau terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat keguguran yang berkali-kali.

6.

Faktor-faktor hormonal. Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih funngsi korpus luteum dalam produksi hormon.

7.

Sebab-sebab psikosomatik. Stress dan emosi yang kat diketahui dapat mempengarhi fungsi uterus lewat hipotalamus-hipofise.

8.

Penyebab dari segi Maternal

1) Penyebab secara umum: (1) Infeksi a.

Virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.

b.

Infeksibakteri, misalnya streptokokus.

c.

Parasit, misalnya malaria

(2) Infeksi kronis a.

Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.

b.

Tuberkulosis paru aktif.

c.

Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.

d.

Penyakit kronis, misalnya : Hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat,

penyakit jantung, toxemia gravidarum e.

Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.

f.

Trauma fisik.

2) Penyebab yang bersifat lokal: (1) Fibroid, inkompetensia serviks. (2) Radang pelvis kronis, endometrtis. (3) Retroversikronis. (4) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus. 9.

Penyebab dari segi Janin

1) Kematian janin akibat kelainan bawaan. 2) Mola hidatidosa. 3) Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi. 4) Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin. 5) Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. 6)

Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan

implantasi dengan adekuat. C. KLASIFIKASI Klafikasi abortus menurrut (Cunningham, 2013) dibagi menjadi dua yaitu : 1. Abortus Spontan : Yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage). Keguguran adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan sebelum janin dapat bertahan. Sebuah keguguran secara medis disebut sebagai aborsi spontan. WHO mendefenisikan tidak dapat bertahan hidup sebagai embrio atau

janin seberat 500 gram atau kurang, yang biasanya sesuai dengan usia janin (usia kehamilan) dari 20 hingga 22 minggu atau kurang. Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi lima subkelompok, yaitu: a. Threatened Miscarriage (Abortus Iminens) Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada usia kehamilan 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis : nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis. b. Inevitable Miscarriage (Abortus Tidak Terhindarkan) Yaitu Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah ketuban yang nyata disertai pembukaan serviks. b.Incomplete Miscarriage (Abortus tidak lengkap)

Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasentabiasanya keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila seluruh atau sebagian plasenta tertahan di uterus, cepat atau lambatakan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkomplet. c. Missed Abortion

Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah meninggal in utero selama 8 minggu. Setelah janin meninggal, mungkin terjadi perdarahan pervaginam atau gejala lain yang mengisyaratkan abortus iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya tidak mengalami perubahan ukuran, tetapi perubahanperubahan pada payudara biasanya kembali seperti semula. d. Recurrent Miscarriage atau Abortus Habitualis (Abortus Berulang)

g. Keadaan ini didefinisikan menurut berbagai kriteria jumlah dan urutan, tetapi definisi yang paling luas diterima adalah abortus spontan yang terjadi berturutturut selama tiga kali atau lebih b. Keadaan ini didefinisikan menurut berbagai kriteria jumlah dan urutan, tetapi

definisi yang paling luas diterima adalah abortus spontan yang terjadi berturutturut selama tiga kali atau lebih. 2. Abortus Provokatus (abortus yang sengaja dibuat) : Yaitu menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu.

Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup di luar kandungan apabila kehamilan belum mencapai 100 gram, walaupun terdapat kasus bayi dibawah 100 gram bisa hidup di luar tubuh. Abortus ini dibagi 2 yaitu : a. Abortus medisinalis Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli. b. Abortus kriminalis Yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyisembunyi oleh tenaga tradisional.

D. PATHWAYS

E. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala secara umum pada abortus imminen adalah : 1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu 2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat 3. Perdarahan pervagina mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi 4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus 5. Pemeriksaan ginekologi : a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervagina ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri d. Hasil pemeriksaan kehamilan masih positif F. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 2017) adalah: 1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan. 2. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti. 3. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan

kematian, sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera. 4. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin. 5. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis. 6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan waktu. 7. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan pengaliran arus listrik. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus 2. Pemeriksaan doopler atau USG untuk menentukkan apakah janin masih hidup 3. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion H. PENATALAKSAAN Penatalaksanaan abortus imminens menurut varney 2001 adalah : 1. Trimester pertama dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram : a.

Tirah

baring

untuk

meningkatkan

aliran

darah

ke

rahim

dan

mengurangirangsangan mekanis, terutama bagi yang pernah abortus sampai perdarahan benar – benar berhenti b. Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan irigasi atau memasukkan sesuatu ke dalam vagina) c. Tidak melakukan aktifitas seksual yang menimbulkan orgasme 2. Pemeriksaan pada hari berikutnya di rumah sakit : a. Evaluasi tanda – tanda vital b. Pemeriksaan selanjutnya dengan spekulum : merupakan skrining vaginitis dan servisistis : observasi pembukaan serviks, tonjolan kantong ketuban, bekuan darah, atau bagian – bagian janin

c. Pemeriksaan bimanual : ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, effacement, serta kondisi ketuban 3. Jika

pemeriksaan,

negatif

dapat

dilakukan

pemeriksaan

ultrasonografi

untukmenentukkan kelangsungan hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan wanita 4. Jika pemeriksaan fisik dan ultrasonografi negatif, tenangkan ibu, kaji ulang gejala bahaya dan pertahankan nilai normal 5. Konsultasikan ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram meningkat, atau hasil pemeriksaan fisik dan ultrasonogrfi menunjukkan hasil abnormal Terapi yang diberikan menurut Masjoer (2001) adalah sedativa ringan seperti phenobarbital 3 x 30 mg dan menurut Manuaba (2007) diberikan terapi hormonal yaitu progesteron, misalnya premaston hingga perdarahan berhenti.

BAB III KET (KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU) A. DEFINISI KET atau Kehamilan Ektopik Terganggu adalah setiap implantasi yang telah dibuahi diluar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah dituba falopi. (Murria, 2002) Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur dibuahi berimplamentasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri.(Ilmu Kebidanan, 2002:323) B. KLASIFIKASI Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain pada:  Tuba falopi  Pars-interstisialis  Isthmus  Ampula  Infundibulum  Fimbrae  Uterus  Kanalis servikalis  Difertikulum  Kornu  Tanduk rudimeneter  Ovarium  Intraligameneter  Abdominal  Primer  Skunder  Kombinasi kehamilan dalam uterus  Kombinasi kehamilan luar uterus (Prawirohadjo,1999) 1. Kehamilan tuba Fertilisasi yakni penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampulla tuba. Dari

sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat yang terakhir ini mengadakan implantasi terjadi pada endosalping. Selanjutnya ada kemungkinan pula bahwa kelainan pada ovum yang dibuahi memberi predisposisi untuk implantasi diluar kavum uteri, akan tetapi hal ini kiranya tidak banyak terjadi. (Prawirohardjo, Sarwono 2005) 2. Kehamilan heterotipik Kehamilan ektopikdi sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterine. kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu decade yang lalu insidens kehamilan heterotipik adalah 1 dalam 30.000 kehamilan, namun dikatakan bahwa insidennya sekarang telah meningkat menjadi 1 dalam 70000, bahkan 1 dalam 900 kehamilan, berkat perkembangan teknik-teknik reproduksi. 3. Kehamilan ovarial Kehamilan ovarial sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni : a. tuba pada sisi kehamilan harus normal b. kantong janin harus berlokasi pada ovarium c. ovarium di hubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary propium d. histopatologis ditemukan jarinagn ovarium di dalam dinding kantong janin 4. Kehamilan servikal kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. 5. Kehamilan abdominal Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi kira-kira 1 diantar 1.500 kehamilan. Kehamilan abdominal ada 2 macam yaitu : a. Kehamilan abdominal primer, terjadi bila telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut b. Kehamilan abdominal sekunder, berasal dari kehamilan tuba dan setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal. (UN-OAD, 2005) c.

C. ETIOLOGI Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Gangguan pada lumen tuba  Infeksi menimbulkan pelekatan endosalting sehingga menyempitkan lumen  Hipoplasia tuba sehingga lumennya menyempit  Operasi plastik pada tuba(rekonstruksi) atau melepaskan perlekatan dan tetap menyempitkan tuba.

2. Gangguan diluar tuba  Terdapat endometriosis tuba sehingga memperbesar kemungkinan implantasi  Terdapat divertikel pada lumen tuba  Terdapat perlekatan sekitar tuba sehingga memperkecil lumen tuba  Kemungkinan migrasi eksternal, sehingga hasil konsepsi mencapai tuba dalam keadaan blastula Dengan terjadinya implantasi didalam lumen tuba dapat terjadi beberapa kemungkinan: a. Hasil konsepsi mati dini  Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan tumbuh kembang hasil konsepsi mati secara dini  Karena kecilnya kemungkinan diresorbsi b. Terjadi abortus  Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil konsepsi mati dan tepat dalam lumen  Lepasnya hasil konsepsi menimbulkan pendarahan dalam lumen tuba atau keluar lumen tuba serta membentuk timbulnya darah  Tuba tampak berwarna biru pada saat dilakukan operasi c. Tuba falopi pecah  Karena tidak berkembang dengan baik maka tuba dapat pecah  Jonjot villi menembus tuba, sehingga terjadi ruptura yang menimbulkan timbunan darah kedalam ruangan abdomen

 Ruptura tuba menyebabkan hasil konsepsi terlempar keluar dan kemungkinan untuk melakukan implantasi menjadi kehamilan abdominal skunder  Kehamilan abdominal dapat mencapai cukup besar

D. PATOFISIOLOGI Faktor dalam Lumen tuba

Lumen tuba menyempit

Faktor dalam dinding tuba

Faktor luar dinding tuba

Implantasi telur dalam tuba

Menghambat perjalanan telur

Faktor lain

Perjalanan telur diperpanjang ke uterus

Bernidasi secara kolumner interkolumner

Kurang vaskularisasi Desidua tidak tumbuh dengan sempurna

Ovum mati

diresorbsi Pendarahan sedikit (terlambat haid)

Tropoblast dan villi korialis menembus lapisan pseudokapsularis

Tropoblast dan villi korialis menembus lapisan muskularis dan peritonium

Pembesaran tuba (hematosalping)

Mengalir ke rongga peritonium

Perdarahan ke rongga peritonium

Berkumpul di cavum doglasi

MK : Nyeri Hematokele retrouterina

(Pengaruh hormon) Uterus lembek, membesar

Pembetukan desidua

Janin mati

Perdarahan lebih banyak

MK : Kurang volume cairan, Perubahan perfusi jaringan, Kelemahan

1. Penjelasan Patofisiologi Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janintumbuh secara utuh seperti dalam uterus. E. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis dengan kehmilan ektopik adalah sebagai berikut : 1. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada umumnya ibu menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit diperut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal , uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual

2. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. 3. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagan bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk kedalam syok. 4. Perdarahan per vagina merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada kehamilan ektopik terganggu(KET). Hal ini menunjukkan kematian janin. 5. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenore tergantug pada kehidupan janin sehingga dapat bervariasi. F. PENATALAKSANAAN Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu sebagai berikut: 1. Kondisi ibu pada saat itu 2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya 3. Lokasi kehamilan ektopik 4. Kondisi anatomis organ pelvis 5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter 6. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat

G. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian  Menstruasi terakhir  Adanya bercak darah yang berasal dari vagina  Nyeri abdomen : kejang, tumpul  Jenis kontrasepsi  Riwayat gangguan tuba sebelumnya  Tanda-tanda vital  Tes laboratorium: Ht dan Hb menurun 2. Diagnosa Keperawatan Kemungkinan diagnosa yang muncul adalah:  Defisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.

 Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, perdarahan intraperitoneal.  Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak mengenal sumber-sumber informasi. 3. Intervensi Keperawatan a. Diagnosa 1: defisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur lokasi implantasi sebagai efek dari pembedahan. Kriteria hasil: ibu menunjukkan kestabilan /perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, serta frekuensi dan berat jenis urine adekuat. INTERVENSI

RASIONAL

1. Evaluasi, laporkan, serta catat 1. Perkirakan

kehilangan

darah

jumlah dan sifat kehilangan

membantu membedakan diagnosis.

darah, lakukan perhitungan

Setiap

pembalut, kemudian timbang

pembalut sama dengan kehilangan

pembalut.

kira-kira 1 ml darah

2. Lakukan

tirah

intruksikan

gram

peningkatan

berat

baring, 2. Perdarahan dapat berhenti dengan

ibu

untuk

reduksi ktifitas. Peningkatan tekanan

menghindari valsava manuver

abdomen

atau

orgasme

dan koitus.

merangsang perdarahan

dapat

3. Posisikan ibu dengan tepat, 3. Menjamin kedekuatan darah yang telentang

dengan

panggul

tersedia

untuk

otak,

peninggian

ditinggikan atau posisi semi

panggul menghindari kompresi vena

fowler

kaya.

4. Catat

vital,

memungkinkan

pengisian kapiler pada dasar

sebagai tampon

pupu,

tanda-tanda

Posisi

warna

membran 4. Membantu

semi janin

menentukan

fowler betindak

beratnya

mukosa atau kulit dan suhu.

kehilangan darah, meskipun sianosis

Ukur tekanan vena sentral

dan perubahan pada tekanan darah

bila ada.

dan nadi adalah tanda-tanda lanjut

5. Pantau aktifitas uterus, status

dari kehilangan volume sirkulasi

janin, dan adanya nyeri tekan 5. Membantu pada abdomen 6. Hindari pemeriksaan rektal

menentukan

sifat

hemoragi dan kemungkinan akibat dari peristiwa hemoragi

atau vagina 7. Pantau

6. Dapat meningkatkan hemoragi masukan

keluaran

cairan.

atau 7. Menentukan

Dapatkan

cairan

sampel urin setiap jam, ukur

ginjal

berat jenis

luasnya

dan

menunjukkan

ketidaktepatan

9. Simpan jaringan atau hasil

pergantian

konsepsi yang keluar

9. Doter

10. Dapatkan pemeriksaan darah HDL

jenis

dan

pencocokan silang, titer Rh, kadar

perfusi

8. Bunyi nafas adventitus menunjukkan

8. Auskultasi bunyi nafas

cepat:

kehilangan

fibrinogen,

atau

perlu

kelebihan

mengevaluasi

kemungkinan

retensi

jaringan,

pemeriksaan

histologi

mungkin

diperlukan

hitung 10. Menentukan

jumlah

dan

dapat

darah

yang

trombosit, APTT, dan kadar

hilang

LCC.

informasi mengenai penyebab harus

11. Pasang kateter

dipertahankan

12. Berikan laruan intra vena,

mendukung transport oksigen dan

ekspander

plasma,

darah

diatas

memberikan

30%

untuk

nutrien

lengkap, atau sel-sel kemasan 11. Haluaran kurang dari 30 ml/jam sesuai indikasi.

menandakan penurunan perfusi ginjal dan kemungkinan terjadinya nekrosis tubuler. ditentukan

Keluaran oleh

yang derajat

tepat defisit

individual dan kecepatan penggantian 12. Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok

b. Diagnosa 2: nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, perdarahan intraperitoneal. Kriteria hasil: ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan ibu tidak meringis. INTERVENSI

RASIONAL

1. Tentukan sifat, lokasi dan 1. Membantu dalam mendiagnosis dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus hemoragi atau nyeri

menentukan tindakan yang akan dilakukan.

tekan abdomen 2. Kaji

stress

psikologi

ibu/pasangan dari respons emosional

terhadap

3. Berikan lingkungan yang terang dan aktivitas untuk mnurunkan

rasa

nyeri,

instruksikan klien untuk menggunakan

metode

relaksasi, misalnya, nafas dalam,

visualisasi dan

jelaskan

karena kontraksi uterus yang

narkotik

atau

sedative berikut obat-obat preoperative bila prosedur pembedahan diindikasikan 5. Siapkan prosedur bedah bila terdapat indikasi

oksotoksin. Rupture kehamilan ektopik mengakibatkan nyeri hebat, karena hemorogy tersembunyi saat tuba fallupi rupture ke dalam abdomen. 2. Ansietas sebagai respons terhadap situasi darurat dapat memperberat ketidaknyamanan

karena

sindrom

ketegangan, katakutan, dan nyeri

prosedurnya 4. Berikan

aborsi spontan dan molahidatidosa

mungkin diprberat oleh infuse

kejadian

distraksi,

Ketidaknyamanan dihubungkan dengan

3. Dapat membantu dalam menurunkan tingkat

ansietas

dan

karenanya

mereduksi ketidaknyamanan 4. Meningkatkan menuunkan

kenyamanan resiko

komplikasi

pembedahan 5. Tindakan

terhadap

penyimpangan

dasar akan menghilangkan nyeri

c. Diagnosis 3 : Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman dan tidak mengenal sumber-sumber informasi. Tujuan : ibu berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan dalam istilah sederhana, mengenai patofisiologi dan implikassi linik INTERVENSI 1. Menjelaskan dan

RASIONAL

tindakan 1. Memberikan

rasional

yang

menjelaskan

kesalahan konsep pemikiran ibu mengenai

ditentukan untuk kondisi

prosedur

hemoragia

menurunkan

2. Berikan kesempatan bagi

informasi,

yang

akan

sters

dilakukan,

yang

dan

berhubungan

dengan prosedur yang diberikan

ibu untuk mengajukan 2. Memberikan klarifikasi dari konsep yang pertanyaan

dan

salah, identifikasi masalah-masalah dan

mengungkapkan

kesempatan

untuk

kesalahan konsep

mengembangkan ketrampilan penyesuaian

3. Diskusikan kemungkinan 3. Memberikan

informasi

implikasi jangka pendek

kemungkinan

pada

meningkatkan

ibu/janin

dari

keadaan perdarahan

memulai

tentang

komplikasi harapan

realitas

dan dan

kerjasama dengan aturan tindakan

4. Tinjau ulang implikasi 4. Ibu dengan kehamilan ektopik dapat jangka pangjang terhadap

memahami

situasi yang memerlukan

setelah pegangkatan tuba/ovarium yang

evaluasi

sakit

dan

tindakan

kesulitan

mempertahankan

tambahan

4. Implementasi Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat. Dan bukan atas petunjuk data petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan didasarkan oleh hasil keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi Evaluasi merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujua yang hendak dicapai.

BAB IV MOLA HIDATIDOSA A. PENGERTIAN Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339). Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104). Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. B. ETIOLOGI Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah: 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. Imunoselektif dari tropoblast. 3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah. 4. Paritas tinggie 5. Kekurangan protein 6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. (Mochtar, Rustam ,1998 : 23) Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi.

Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya mola adalah: 1. Status sosial-ekonomi yang rendah 2. Diet rendah protein, asam folat dan karotin. C. PATOFISIOLOGI Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi : a. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. b. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin. Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast : 1. Teori missed abortion Mudigah (Calon Janin) mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. 2. Teori neoplasma dari Park Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung. 3. Studi dari Hertig Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467) Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic kadangkadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias : a. Proliferasi dari trofoblas

b. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma D. MANIFESTASI KLINIS 1. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola : a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS. b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar). c. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. d. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni). e. Amenore dan tanda-tanda kehamilan f. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola. g. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266) 2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : a. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial b. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal. c. Foto rontgen : pada mola ada gambaram emboli udara E. PENATALAKSANAAN MEDIS Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah : 1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.

2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson. 3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera. 4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus). 5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi. F. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MOLA HIDATIDOSA 1. Pengkajian a. Pengkajian Data Subjetif Pengkajian

adalah

pendekatan

sistematis

untuk

mengumpulkan

data

dan

menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

1) Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat. 2) Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang. 3) Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :  Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.  Riwayat kesehatan masa lalu  Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung. 4) Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami

oleh

klien

misalnya

DM,

jantung,

hipertensi,

masalah

ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya. 5) Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga. 6) Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya. 7) Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. 8) Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya. 9) Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. 10) Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

b. Pengkajian Data Objektif 1) TTV: ada tidaknya demam, takikardi, hipotensi, frekuensi nafas 2) Status Gizi: Berat Badan meningkat/menurun 3) Status Kardiovaskuler: Bunyi jantung, karakter nadi 4) Status Respirasi: Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan 5) Status Hidrasi: Edema, derajat kelembaban 6) Keadaan Integumen: Observasi kulit terhadap warna, lesi, laserasi, bekas luka operasi, kontraksi dinding perut 7) Genital: nyeri kostovertebral dan suprapubik, perdarahan yang abnormal 8) Status Eliminasi: Perubahan konstipasi feses, konstipasi dan perubahan frekuensi berkemih 9) Keadaan Muskoloskeletal: Bahasa tubuh, pergerakan, tegangan otot, ketut lutut 10) Keadaan janin: Pemeriksaan DJJ, TFU, dan perkembangan janin (apakah sesuai dengan usia kehamilan) 2. Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. 2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. 3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri. 4) Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. 5) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan 3. Intervensi a. Diagnosa Keperawatan I Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang Kriteria Hasil :  Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang  TTV dalam batas normal Intervensi : 1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat. 1) Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam

Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien. 2) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan. 3) Beri posisi yang nyaman Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri. 4) Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan. b. Diagnosa Keperawatan II Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri Kriteria Hasil :  Kebutuhan personal hygiene terpenuhi  Klien nampak rapi dan bersih. Intervensi : 1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya. 2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari Rasional

:

Kebutuhan

hygiene

klien

terpenuhi

tanpa

membuat

klien

ketergantungan pada perawat 3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien. Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri. c. Diagnosa Keperawatan III Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu Kriteria Hasil :  Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.  Konjungtiva tidak anemis. Intervensi : 1) Kaji pola tidur Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya. 2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat. 3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur. 4) Batasi jumlah penjaga klien Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat. 5) Memberlakukan jam besuk Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat. 6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur. d. Diagnosa Keperawatan IV Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas Kriteria Hasil :

 Tanda-tanda vital dalam batas normal  Klien tidak mengalami komplikasi. Intervensi : 1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa. 2) Pantau suhu lingkungan Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal. 3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam. 4) Berikan kompres hangat Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh. 5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus. e. Diagnosa Keperawatan V Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang Kriteria Hasil :  Ekspresi wajah tenang  Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya. Intervensi : 6) Kaji tingkat kecemasan klien Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien. 7) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan. 8) Mendengarkan keluhan klien dengan empati Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan

merasa diperhatikan. 9) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya. 10) Beri dorongan spiritual/support Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang. 4. Evaluasi Keperawatan a. Nyeri berkurang b. Dapat melakukan aktivitas secara mandiri c. Pola tidur tidak terganggu d. Tidak menimbulkan demam e. Kecemasan berkurang

Related Documents


More Documents from "Ning Runingsih"