Makalah Perawatan Gtc Pada Lansia.docx

  • Uploaded by: Dimas Anggayuno
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Perawatan Gtc Pada Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,208
  • Pages: 18
PERAWATAN GIGI TIRUAN CEKAT (GTC) PADA PASIEN LANJUT USIA MAKALAH GERODONTOLOGI

Oleh : Zuelkevin 18/435734/PKG/01296 Dimas Anggayuno Dwi Prabowo 18/435729/PKG/01291

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROGRAM STUDI PROSTHODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2018

DAFTAR ISI Daftar Isi I. II III IV V VI VII

Halaman Definisi Gigi Tiruan Cekat ..................................................... Prinsip Perawatan Gigi Tiruan Cekat .................................... Perubahan Struktur Oral pada Lanjut Usia ............................ Gigi Tiruan Cekat pada Lanjut Usia ...................................... Rencana Perawatan Gigi Tiruan Cekat pada Lanjut Usia ...... Kenyamanan Pengunyahan Subjektif .................................... Preparasi Gigi Tiruan Cekat pada Gigi dengan Pelemahan Periodontal ............................................................................. Post-Therapy Maintenance ....................................................

1 5 6 8 11 12

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

16

VIII

12 15

i

I.

Definisi Gigi Tiruan Cekat Gigi tiruan cekat (GTC) merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan . (Arifin dkk., 2000) Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor, dan abutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut : A. Pontik. Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan fungsi kunyah dan bicara, estetis, kenyamanan dan mempertahankan hubungan dengan gigi tetangga, mencegah migrasi / hubungan dengan gigi lawannya ektrusi. Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan menjadi : 1.Pontik logam. Pontik logam biasanya dibuat untuk daerahdaerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior. 2.Pontik porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. 3.Pontik Akrilik. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja. 4.Kombinasi logam dan porselen. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior maupun posterior. 5.Kombinasi logam dan akrilik Berdasarkan hubungan dengan jaringan lunak, pontik dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Sanitary Pontic

Gambar 1. Sanitary Pontic Dasar pontik tidak berkotak dengan linggir alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm). Permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuannya agar sisa-sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Pontik ini kurang estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik posterior rahang bawah. 1

2. Ridge Lap Pontic

Gambar 2. Ridge Lap Pontic Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan posterior. 3. Conical Root Pontic

Gambar 3. Conical Root Pontic Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2 mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan ini tidak menggunakan restorasi provisional B. Retainer. Adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan semen pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi. Retainer diklasifikasikan menjadi ekstrakoronal dan intrakoronal. 1.Retensi Ekstrakoronal. retainer yang retensinya berada dipermukaan luar mahkota gigi penyangga a. Full Veneer Crown. Indikasinya adalah : i. Tekanan kunyah normal / besar ii. Gigi-geligi yang pendek iii. Intermediate abutment pasca perawatan periodontal iv. Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang. Keuntungannya adalah :

2

i. Indikasi luas ii. Memberikan retensi dan resistensi yang baik iii. Memberikan efek splinting yang baik. Kerugiannya adalah : i. Jaringan gigi yangdiasah lebih banyak ii. Estetik kurang optimal terutama bila terbuat dari all metal. b. Partial Veneer Crown. Indikasinya adalah : i. Gigi tiruan jembatan yang pendek ii. Tekanan kunyah ringan / normal iii. Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal iv. Salah satu gigi penyangga miring Keuntungannya adalah : i. Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit ii. Estetis lebih baik Kerugiannya adalah : i. Indikasi terbatas ii. Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit iii. Pembuatannya sulit 2.Retensi Intrakoronal. Retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota gigi penyangga. Bentuk : Inlay MO/DO/MOD dan Onlay. a. Indikasi: i. Gigi tiruan jembatan pendek ii. Tekanan kunyah ringan atau normal iii. Gigi penyangga dengan karies kelas II besar iv. Gigi penyangga mempunyai bentuk / besar yang normal b. Keuntungan i. Jaringan gigi yang diasah sedikit ii. Preparasi lebih mudah iii. Estetika cukup baik c. Kerugian i. Indikasi Terbatas ii. Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi iii. Mudah lepas / patah 3. Retainer Dowel Crown. Retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna. a. Indikasi

3

i.

Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf ii. Gigi tiruan jembatan yang pendek iii. Tekanan kunyah ringan iv. Gigi penyangga perlu perbaikan posisi / inklinasi b. Keuntungan i. Estetika baik ii. Posisi yang dapat disesuaikan c. Kerugian i. Sering terjadi fraktur akar C. Konektor. Merupakan bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus dapat mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi. Konektor diklasifikasikan menjadi konektor rigid dan konektor nonrigid. 1.Konektor Rigid. Konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC. 2.Konektor Nonrigid. Merupakan konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada komponen GTC. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti beberapa gigi yang hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan dan perbaikan (repair) GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female. D. Abutment. Merupakan gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta jumlah akar. Abutment diklasifikasikan menjadi : 1. Single abutment : penyangga.

hanya

mempergunakan

satu

gigi

2. Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga. 3. Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga. 4. Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari diastema. 5. Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak diantara dua diastema (pontics).

4

6. Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi diastema 7. Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi diastema (Arifin dkk., 2000) II.

Prinsip Perawatan Gigi Tiruan Cekat Jaringan periodontal yang sehat merupakan persyaratan semua jenis gigi tiruan cekat. Luas permukaan akar gigi abutment juga harus dipertimbangkan ketika merencanakan perawatan GTC. Hukum Ante dapat digunakan untuk menentukannya dimana hukum ini berbunyi “total permukaan perisemental gigi abutmen pada GTC harus setidaknya sama dengan total permukaan perisemental gigi yang akan digantikan”.Hukum Ante dapat digunakan untuk menentukan prognosis GTC.(Rosenstiel et al., 2006) Perawatan GTC juga harus mempertimbangkan kemampuan gigi untuk menerima gaya yang diberikan kepadanya tanpa menyebabkan kegoyahan ataupun perubahan tempat. Kelainan parafungsional seperti clenching atau bruxism harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum perawatan dimulai. (Rosenstiel et al., 2006) Konstruksi GTC harus diperhatikan. Semakin panjang gigi tiruan cekat maka semakin besar gaya defleksinya. Oleh karena itu, pada GTC yang panjang, pontik dan konektor harus tebal agar memiliki ketegaran sehingga tidak mengganggu gingiva. (Rosenstiel et al., 2006) Prognosis perawatan GTC dipengaruhi oleh jumlah gigi yang digantikan. Perawatan GTC untuk menggantian tiga gigi posterior, terutama pada rahang mandibula, memiliki prognosis yang rendah. Perawatan yang dianjurkan untuk kondisi kehilangan tiga gigi posterior atau lebih adalah implant atau gigi tiruan sebagian lepasan.(Rosenstiel et al., 2006; Shillingburg et al., 1997)

5

Preparasi GTC harus mempertimbangkan aspek biologis, mekanis dan estetik. Preparasi gigi yang berhasil harus mempertimbangkan semua tiga aspek tersebut. Peningkatan salah satu aspek saja akan memperburuk aspek lainnya sehingga menyebabkan kegagalan.(Rosenstiel et al., 2006)

Gambar 4. Sebuah restorasi yang optimum harus memenuhi persyaratan biologis, mekanis dan estetik (Rosenstiel et al., 2006)

III.

Perubahan Struktur Oral pada Lansia Mukosa oral memiliki fungsi utama sebagai pertahanan untuk melindungi struktur-struktur dibawahnya dari kekeringan, bahan kimiawi, trauma, stres termal dan infeksi. Mukosa oral melindungi kavitas oral dan berperan dalam mengunyah, berbicara dan menelan. Perubahan pada mukosa oral sering terjadi pada proses penuaan, sebagaimana perubahan yang terjadi pada kulit. Epitelium pada mukosa dan kulit menjadi lebih tipis, lebih kering dan lebih rentan terhadap jejas. (Lamster and Northridge, 2008)

6

Dehidrasi merupakan salah satu risiko pada orang tua karena pengaruh penyakit spesifik dan pengaruh usia. Gangguan kognitif dan gangguan fungsional dapat memengaruhi akses individu terhadap air. Seiring bertambahnya usia akan memengaruhi pengalaman dan respons terhadap rasa haus. Pengaruh obat- obatan golongan diuretik untuk perawatan hipertensi dan gagal jantung kongestif juga dapat menyebabkan dehidrasi. (Lamster and Northridge, 2008) Saliva merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga integritas gigi dan menghindari karies akar yang sangat rentan terjadi pada lanjut usia. Pada individu yang sehat dan tidak mengonsumsi obat rutin, kelenjar saliva mayor mengalami penurunan sel acinar, akan tetapi jumlah saliva yang diproduksi normal atau tidak mengalami penurunan yang signifikan. Banyak individu lanjut usia yang mgonsumsi obat-obatan antikolinergik yang dapat menyebabkan penurunan fungsi saliva pada keadaan istirahat. Penurunan output saliva menyebabkan mukosa menjadi kering dan akan terjadi fisura, abrasi dan lesi traumatik. Selain itu akan meyebabkan karies akar maupun koronal pada lanjut usia. (Lamster and Northridge, 2008) Gigi pada lanjut usia, selain karies akar, juga sering mengalami abrasi. Sensitivitas gigi pada lansia mengalami penurunan karena penyumbatan pada tubulus dentinalis di dentin dan penurunan vaskularisasi pulpa. Dentin pada gigi lanjut usia mengalami penurunan kemampuan regenerasi.(Lamster and Northridge, 2008) Sensitivitas taktil kavitas oral pada individu lanjut usia cenderung rendah. Kondisi tersebut memengaruhi kapasitas adaptasi pasien terhadap gigi tiruan baru. Sehingga untuk mengurangi risiko adaptasi yang lemah, sangatlah penting untuk menggunakan desain gigi tiruan sebelumnya sebagai panduan dalam mendesain gigi tiruan baru. (Lamster and Northridge, 2008a) Efektivitas mastikasi juga dipengaruhi oleh faktor usia. Penurunan mastikasi terjadi berupa menurunnya pengurangan ukuran partikel serta durasi 7

pengunyahan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi performa mastikasi yaitu kekuatan gigit, tingkat keparahan maloklusi, area kontak oklusal dan ukuran tubuh, dan fungsi motorik oral. Disfungsi lain berhubungan dengan jumlah saliva yang mempengaruhi proses mastikasi karena sulitnya pembentukan bolus sebelum menelan. (Riadiani dkk., 2014) Penuaan juga memiliki efek terhadap jaringan periodontal. Gingiva pada lanjut usia mengalami penipisan jaringan yang tidak berkeratin, penurunan vaskularisasi dan migrasi ke arah apikal. Ligamen periodontal mengalami pelebaran sehingga elastisitas berkurang. Tulang alveolar dapat mengalami osteoporosis, penuruanan vaskularisasi, penurunan kecepatan penyembuhan dan peningkatan aktivitas resorpsisehingga tampak puncak tulang alveolar pada lanjut usia cenderung datar dan tipis.(Lamster and Northridge, 2008) IV.

Gigi Tiruan Cekat Pada Lanjut Usia Gigi tiruan cekat meningkatkan kenyamanan mengunyah dan memberikan akses kebersihan mulut yang lebih daripada gigi tiruan lepasan. Gigi tiruan cekat harus didesain agar individu yang memakainya dapat mempersihkan plak secara efektif (Holm-Pedersen and Loe, 1996). Pengguna gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) memiliki risiko karies enam kali lebih tinggi daripada pengguna gigi tiruan cekat (Holm-Pedersen and Loe, 1996). Pernyataan tersebut dibuktikan melalui penelitian yang membandingkan jumlah bakteri saliva pada 11 pengguna GTSL dan 11 GTC dengan periode kontrol tiga tahun. Hasi penelitian menunjukan bahwa jumlah hitung bakteri pada pengguna gigi tiruan lepasan lebih tinggi daripada pengguna gigi tiruan cekat, sehingga disimpulkan bahwa gigi tiruan cekat bersifat kurang kariogenik dibandingkan dengan gigi tiruan lepasan (Tanaka et al., 2009). Hasil penelitian lain menunjukan bahwa pada periode follow up lima tahun pada 364 pengguna gigi tiruan di Helsinki , jumlah mikroba dalam saliva dan karies akar pada pengguna GTSL lebih tinggi daripada individu

8

dengan gigi asli. Peneliti kemudian menyimpulkan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa pada individu lanjut usia lebih baik menggunakan gigi tiruan cekat dibandingkan gigi tiruan sebagian lepasan (Nevalainen et al., 2004). Gigi tiruan cekat adalah pilihan perawatan yang tepat untuk pasien dengan lengkung gigi yang memendek disertai kebutuhan dukungan tambahan molar dan premolar. Dua pilihan tipe gigi tiruan cekat yang dapat digunakan adalah GTC kantiveler ekstensi (extension cantilever fixed partial denture) atau GTC dukungan implant (Lamster and Northridge, 2008a). A. Small Cantilever / Extension FPD Extension / Cantilever bridge merupakan alternatif terhadap gigi tiruan lepasan pada lanjut usia, terutama pada rencana perawatan untuk mengembalikan gigi secara terbatas. Gigi tiruan cekat ini pada awalnya diindikasikan untuk pasien lanjut usia dengan kondisi edentulous pada maksila dan gigi yang tersisa pada mandibula kurang dari 10 gigi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan oklusi premolar yang stabil dan fungsional. Desain ini dapat tercapai tujuannya apabila pada rahang atas dengan gigi tiruan lengkap dan rahang bawah dengan GTC kantilever. (Holm-Pedersen and Loe, 1996; Lamster and Northridge, 2008) Beberapa kegagalan teknis yang dapat terjadi pada GTC kantilever / ekstensi : 1. Fraktur semen luting. Solusinya adalah preparasi gigi abutment dengan retensi optimal. 2. Fraktur pada konektor. Jarang terjadi pada GTC kantilever yang berantagonis dengan gigi tiruan lengkap. 3. Fraktur akar. Risiko kejadian akan lebih tinggi pada bridge yang sudah kendur tetapi tidak terdiagnosis, gigi pasca perawatan saluran akar dan pasak. 9

(Holm-Pedersen and Loe, 1996; Lamster and Northridge, 2008)

Gambar 5. Tiga gigi tiruan cekat tipe jembatan, menggunakan satu abutmen yang memanjang ke distal dan mesial untuk memberikan oklusi yang stabil dengan gigi tiruan lengkap rahang atas. (Lamster and Northridge, 2008)

Gambar 6. Gigi tiruan cekat pada implan gigi 46 dan 47 dengan unit kantilever pada 45. (Lamster and Northridge, 2008) B. Small cantilever bonded to the enamel / Acid-etched compositebonded bridge Perawatan GTC kantilever kecil yang direkatkan pada enamel (enamel bonded small cantilever FPD) dapat berupa alternatif yang menguntungkan untuk GTSL pada pasien lansia apabila gaya oklusal dapat dikontrol / gaya oklusal yang kecil dan gigi abutment vital. Desain GTC ini dapat menguntungkan pada pasien geriatrik karena mengurangi waktu perawatan di kursi gigi (chairside time) dan harga yang lebih murah. Abutment harus bebas karies bebas dari restorasi.(Holm-Pedersen and Loe, 1996; Lamster and Northridge, 2008).

10

V.

Rencana Perawatan Gigi Tiruan Cekat pada Lanjut Usia Faktor utama yang harus dipertimbangkan pada pasien lanjut usia adalah aktivitas karies dan penyakit periodontal. Individu lanjut usia memiliki risiko karies akar yang tinggi dan gigi menjadi mudah patah. Pasien lanjut usia yang masih memiliki gigi dapat diprediksi memiliki jaringan periodontal dengan prognosis yang lumayan baik. Prediktor yang dapat digunakan untuk memprediksi gigi yang akan hilang akibat gangguan periodontal adalah jumlah gigi yang tertinggal sedikit, tingginya gigi yang perlu dicabut akibat penyakit periodontal, riwayat merokok dan asupan asam askorbat yang rendah. Meskipun demikian progres penyakit periodontal pada lanjut usia dapat dikontrol menggunakan terapi konservatif, terapi periodontal bedah dan peningkatan kebersihkan oral.(Lamster and Northridge, 2008) Perawatan pada individu lansia harus didahului dengan riwayat medis dan dental yang detail. Langkah – langkah yang dibutuhkan untuk perawatan yang berhasil : A. Radiografi intraoral full – mouth B. Status periodontal yang lengkap C. Pemeriksaan aktivitas, prevalensi, insidensi dan riwayat karies terutama karies akar D. Evaluasi vitalitas pulpa semua gigi E. Analisis oklusi dan fungsi mastikasi, termasuk kriteria subjektif dan objektif fungsi mastikasi optimal. Sangat penting untuk mengetahui motivasi pasien untuk perawatan dan keinginan mempertahankan gigi, dan persepsi tentang kenyamanan mengunyah dan estetika. Rencana perawatan untuk pasien lansia harus melalui empat tahapan yaitu : A. Systemic phase. Pada pasien kompromisasi medis, lakukan pertimbangan terhadap risiko perawatan kepada pasien dan operator. Lakukan konsultasi dengan dokter yang merawat. 11

B. Hygienic phase. Tujuan dari tahapan ini untuk mencapai kecersihan mulut yang optimal. Lakukan instruksi kebersihan mulut, memotivasi pasien, scaling dan root planing menyeluruh dan pencabutan gigi yang “hopeless”. C. Corrective phase. Perawatan periodontal lanjut, perawatan endodontik dan restorasi gigi, terapi oklusal, splint, perawatan ortodontik dan lain-lain D. Maintenance phase. Kontrol rutin pasien setiap 3 – 4 bulan. Rencana perawatan untuk fungsi yang optimal harus dipertimbangkan terbatas berdasarkan individual daripada secara ideal.(Holm-Pedersen and Loe, 1996) VI.

Kenyamanan pengunyahan subjektif Pada oklusi yang normal dengan gigi yang lengkap, fungsi mastikatori dikatakan cukup / baik apabila terdapat 14 unit oklusi yang berantagonis. Akan tetapi, terdapat penelitian yang menunjukan bahwa individu dapat beradaptasi dengan lengkung gigi yang memendek (lengkung dengan minimal empat gigi premolar bilateral yang berantagonis, disebut juga oklusi premolar/ Shortened Dental Arch) dengan fungsi oklusi yang optimum. Banyak individu yang mentoleransi oklusi premolar dari segi estetika. Hal ini harus dipertimbangkan terutama pada pasien lanjut usia, disertai pertimbangan individu, fungsi optimal, kebutuhan subjektif pasien untuk penambahan unit oklusi dan tingkat kepuasan pasien dengan kondisi saat ini.(Holm-Pedersen and Loe, 1996)

VII.

Preparasi GTC pada Gigi yang Mengalami Pelemahan Periodontal Modifikasi preparasi perlu dilakukan pada gigi yang telah mengalami penurunan ketinggian gingiva. Tipe dan lokasi finish line akan berkontribusi terhadap keberhasilan sebuah restorasi. Lokasi finish line yang optimal adalah pada enamel dan supragingiva, akan tetapi, batas restorasi sering dibuat lebih apikal untuk menutup permukaan akar yang telah dipengaruhi oleh karies atau erosi.(Shillingburg et al., 1997)

12

Jenis finish line yang akan digunakan bergantung pada pemilihan bahan yang akan digunakan untuk restorasi crown. Finish line yang digunakan untuk bahan all-ceramic adalah shoulder. Lokasi finish line shoulder yang mencapai permukaan akar akan memberikan prognosis yang rendah. Hal tersebut diakibatkan oleh preparasi shoulder harus merata 1 mm pada permukaan aksial akar, sedangkan diameter akar gigi kecil. Kondisi tersebut akan membahayakan pulpa dan melemahkan struktur gigi sehingga meningkatkan resiko fraktur gigi. Finish line bahan metal-ceramic yang sering digunakan adalah chamfer. Pengurangan permukaan aksial akar yang berlebih juga terjadi pada finish line chamfer. Ekstensi ceramic veneer pada margin gingiva akan menyebabkan overcontour.(Shillingburg et al., 1997) Preparasi yang lebih apikal menyebabkan proksimitas finish line dengan furkasi. Gigi molar pada umumnya memiliki kontavitas antara akar atau furkasi yang disebut furcation flute (Gambar 7). Furcation flute pada umumnya ditemukan pada gigi molar mandibular, jarang ditemukan pada molar maksila. Lokasi furcation line pada gigi molar mandibula umumnya berjarak 3 – 4 mm dari cemento-enamel junction, sedangkan pada maksila adalah 3,6mm, 4,2mm, dan 4,8mm pada mesial, fasial dan distal. Furcation line yang tampak secara klinis menunjukan resesi gingiva yang berat. Pada kondisi perparasi dengan proksimitas furkasi tersebut, bentuk preparasi dan bentuk restorasi akhir mahkota tidak bisa mengikuti aturan seperti awamnya, melainkan harus mengikuti bentuk kontur dari furcation flute dengan tujuan agar ketebalan restorasi akhir tidak menganggu konkavitas vertikal (Gambar 8 dan Gambar 9). Apabila pada permukaan fasial atau lingual restorasi crown terdapat ridge horizontal yang menutup konkavitas, maka akan terbentuk area untuk retensi plak.(Shillingburg et al., 1997)

13

Gambar 7. Furkasi fasial untuk gigi molar maksila (A) dan mandibular (B). Bagian dari furkasi yang menghadap apikal atau tulang disebut vault (vt) atau roof. Konkavitas vertikal pada furkasi akar disebut konkavitas vertikal

Gambar 8. Konkavitas vertikal pada dinding aksial dari preparasi gigi (bagian yang ditunjuk panah) memanjang ke arah oklusal.

Gambar 9. Groove anatomis fasial menyatu dengan konkavitas vertikal yang memangjang dari furcation flute (kiri). Ridge Horizontal pada sepertiga gingival permukaan fasial mahkota akan membentuk area retensi plak yang akan susah dibersihkan (Kanan).

14

VIII.

Posttherapy Maintenance Jangka waktu kontrol untuk pasien lanjut usia yang menjalankan perawatan komprehensif periodontal dan endodontik adalah tidak melebihi 3 – 4 bulan. Ketika kontrol harus diperiksa kembali restorasi GTC, vitalitas pulpa dan keperluan pasien untuk perawatan fluoride. Status periodontal harus diperiksa di awal kunjungan kontrol. (Holm-Pedersen and Loe, 1996)

15

DAFTAR PUSTAKA Arifin, M., Raharjo W., Roselani., 2000. Diktat Prostodonsia : Ilmu Gigi Tiruan Cekat (Teori dan Klinik), Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta. Riadiani, B., Dewi, R.S., Ariani, N., Gita, F., 2014, Tooth Loss and Perceived Masticatory Ability in Post-Menopausal Women, Journal of Dentistry Indonesia, 21(1). Holm-Pedersen, P., Loe, H., 1996. Textbook of Geriatric Dentistry, Second. ed. Munksgaard, Copenhagen. Lamster, I.B., Northridge, M.E., 2008. Improving Oral Health for the Elderly. Springer Science + Business Media, LLC, New York. Nevalainen, M., Narhi, T., Ainamo, H., 2004. A 5-year follow-up study on the prosthetic rehabilitation of the elderly in Helsinki, Finland. J. Oral Rehabil. 31, 647–652. Rosenstiel, Land, Fujimoto, 2006. Contemporary FIxed Prosthodontics, Fourht. ed. Mosby Elsevier, China. Shillingburg, H.T., Hobo, S., Whitsett, L.D., Jacobi, R., Brackett, S.E., 1997. Fundamentals of fixed prosthodontics, fourth edition, Third. ed, Quintessence Publishing. Quintessence Publishing, USA. Tanaka, J., Tanaka, M., Kawazoe, T., 2009. Longitudinal research on the oral environment of elderly wearing fixed or removable prostheses. J. Prosthodont.

16

Related Documents


More Documents from "farida"