MAKALAH PENYAKIT PADA SISTEM PENGIDERAAN OTITIS MEDIA PURULENTA AKUT
DOSEN PENGAMPU : MASTA HARO NAMA : RONAULI SELINA, 1752004
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D-III
I.
DEFINISI Otitis Media Akut adalah peradangan akut ada telinga bagian tengah yang
berlangsung selama 3 minggu atau lebih. (Donaldson, 2010) Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba eustachii, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulubulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. OMA terjadi akibat tidak berfungsinya sistem pelindung tadi. Sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media (Husni T.R, 2011). II.
ETIOLOGI Otitis Media Akut sering terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau Staphylococcus aureus. Otitis media akut juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus. Imaturitas system imun atau penyakit refluks gastroesofagus pada anak kecil juga dapat menjadi penyebabnya. Otitis media akut terjadi ketika tuba eustachius yang secara normal mengalirkan sekresi telinga tengah ke tenggorokan menjadi tersubat atau penuh sehingga menyebabkan penimbunan sekresi telingan tengahdan cairan. Ketika tuba eustachius terbuka kembali, tekanan di telinga yang mengalami kongesti tersebut dapat menarik sekresi hidung yang terkontaminasi melalui tuba eustachius untuk masuk ke telinga tengah sehingga terjadi infeksi. (Corwin, 2009:384) Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogeik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan di sekitarnya (mis: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis: rhinitis alergika). Bakteria yang umum ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapa masuk ke telinga tengah bila ada perforasi menbran timpani. Eksudat purulen
biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif. (Smeltzer, 2001: 2050) III.
MANIFESTASI KLINIS Gejala otitis media bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi perforasi spontan membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi (insisi membrana timpani). Gejala lain dapat berupa keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditoris eksternus sering tampak normal, dan tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan. Membrana timpani tampak merah dan sering menggelembung. Nyeri di telinga yang terkena adalah gejala tersering otitis media akut. Pada bayi / todler, demam, rewel, dan menari-narik telinga dapat menandakan otitis media akut. Anoreksia, muntah, dan diare dapat menyertai otitis media akut. Rasa penuh yang tidak enak di telinga sering terjadi pada otitis media dengan efusi. Secara umum gejala anak dengan OMA, yaitu : 1. Nyeri telinga 2. Keluarnya cairan dari telinga 3. Berkurangnya pendengaran 4. Demam 5. Sulit makan 6. Mual dan muntah 7. Riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi Selain itu, keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, yaitu : 1. Otorrhea, bila terjadi ruptur membran timpani 2. Keluhan nyeri telinga (otalgia) 3. Demam 4. Anoreksia 5. Limfadenopati servikal anterior 6. Otitis media serosa
7. Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba Eustachius berusaha membuka. 8. Membran timpani merah, atau tampak kusam (warna kuning redup sampai abuabu pada otoskopi pneumatik) sering menggelembung tanpa tonjolan tulang (dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah), dan tidak bergerak pada otoskopi pneumatik (pemberian tekanan positif atau negatif pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop), dan dapat mengalami perforasi.
IV.
PATOFISIOLOGI Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya
faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
V.
KLASIFIKASI Otitis media dapat dibagi menjadi 4 yaitu : 1. Otitis media supuratif 1. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut 2. Otitis media supuratif kronik 2. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa 1. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis) 2. Otitis media serosa kronik (glue ear)
3. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa 4. Otitis media adhesiva Sedangkan untuk stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya adalah :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi. 2. Stadium Hiperemis (Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat. 3. Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema ynag hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.
4. Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. 5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. (Mansjoer, 2001: 79-80) VI.
FAKTOR RESIKO Berikut factor resiko terjadinya Otitis Media Akut: 1. Usia (Bayi dan Anak-anak) 2. Konsumsi ASI yang menurun 3. Alergi 4. Kongenital 5. Trauma atau cedera
VII.
KOMPLIKASI
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini menjadi dua yaitu : A. Komplikasi intrakranial meliputi: 1. Meningitis Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform, atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal. 2. Abses subdural Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis interna. Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap keadaan gawat darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan pembedahan segera untuk mencegah kematian. 3. Abses ekstradural Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses ekstradural jika tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak (lobus temporal atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena. 4. Trombosis sinus lateralis Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah sinus cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi. 5. Abses otak Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung infeksi telinga atau tromboflebitis. 6. Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
B. Komplikasi intratemporal meliputi : 1. Facial paralisis 2. Labirintitis 3. Abses Subperiosteal
VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PEMERIKSAAN PENUNJANG Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan: 1. Penyakit muncul secara mendadak (akut) 2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang keluar dari telinga. 3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda: kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan: Otoskopi Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga Otoskop Pneumatic Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau
timpanosklerosis.
Pemeriksaan
ini
meningkatkan
sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
Timpanometri Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan
konfirmasi
penting
terdapatnya
cairan
di
telinga
tengah.Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah. Timpanosintesis Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah, bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik. Uji Rinne Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga pasien. Langkah: Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-) Uji Webber Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Langkah: Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).
Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi Uji Swabach Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Langkah: Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan
pada
prosesus
mastoideus
telinga
pemeriksa
yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
memendek,
bila
pemeriksa
tidak
dapat
mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa. IX.
PENATALAKSAAN Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. 1) Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik. 2) Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak
diberikan
ampisilin
4x50-100
mg/KgBB,
amoksisilin
4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari. 3) Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang. 4) Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari. 5) Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis. X.
ASUHAN KEPERAWATAN Diagnosa : 1. Nyeri akut b.d cedera fisik 2. Resiko infeksi b.d kurang pengetahuan akan pajanan patogen 3. Defisiensi pengetahuan b.d kurang nya pengetahuan perihal penyakit yang diderita
NO 1.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Nyeri
akut
b.d Setelah
agens cidera fisik
Intervensi
dilakukan MANDIRI
tindakan
keperawatan Manajemen Nyeri :
selama
1x24
jam,
masalah
nyeri
dapat
1. Gali bersama pasien faktor-faktor
yang
teratasi.
dapat
menurunkan
Kriteria hasil :
atau
memperberat
1. Klien
tidak
nyeri
meringis
2. Kendalikan
faktor
kesakitan
lingkungan
yang
2. Klien
tidak
mengeluh nyeri
dapat mempengaruhi respon terhadap
pasien
ketidaknyamanan 3. Dukung
istirahat
yang adekuat untuk menurunkan nyeri KOLABORASI: Kolaborasi dengan dokter untuk
memilih
dan
mengimplementasikan tindakan
penurun
nyeri
(obat analgesik)
2.
Resiko infeksi d.d Setelah
dilakukan MANDIRI
kurang
tindakan
pengetahuan
selama
keperawatan Perawatan Telinga jam,
1. Monitor
terhadap pajanan masalah resiko infeksi
auditori
pathogen
3x24
fungsi
dapat teratasi.
2. Monitor
struktur
Kriteria hasil :
anatomi
telinga
1. Tidak ada kotoran telinga
berlebih
pada telinga 2. Tidak
batuk, pilek, dan demam
merah,
menggelembung tidak
mengalami perforasi 4. TTV dalam batas normal
dan
gejala infeksi tes
pendengaran dengan tepat 4. Bersihkan
3. Membran timpani
dan
tanda
3. Lakukan
terdapat
tidak
untuk
luar
telinga
menggunakan
washlap 5. Monitor
tumpahan
kotoran telinga yang berlebihan 6. Pertimbangkan irigasi telinga untuk mengangkat kotoran telinga berlebih 7. Instruksikan
klien
untuk
tidak
menggunakan objek-objek
asing,
misalnya
ujung
cotton bud, jepitan rambut, dan benda lainnya)
untuk
pengorekan kotoran telinga KOLABORASI 2
Pemberian
obat
tetes
telinga, jika diperlukan
3.
Defisiensi pengetahuan
Setelah
dilakukan
b.d tindakan
kurangnya
selama
pengetahuan
masalah
perihal
keperawatan 1x24
defisiensi
penyakit pengetahuan
yang diderita
jam,
dapat
teratasi.
MANDIRI 1. Perawat menjelaskan cara
perawatan
telinga
yang
benar
Kriteria hasil : 1. Klien
2. Anjurkan
klien
untuk
tidak
mengetahui
menggunakan
mengapa bisa
benda asing atau
Ketajaman
tajam ke telinga
pendengarann ya menurun 2. Klien
3. Jelaskan kepada pasien
dan
keluarga
memahami
bagaimana
cara
penyakit
otitis
perawatan
media
dapat
telinga
terjadi.
benar
yang
Referensi : https://www.academia.edu/18780540/ASKEP_OTITIS_MEDIA https://www.academia.edu/33318261/Makalah_Otitis_Media_Akut_OMA_
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jilid 3, Pricilla LeMone