MAKALAH PENGARUH KETERSEDIAAN DAN HARGA DOMESTIK KOMODITI GULA PASIR TERHADAP KEBIJAKAN TARIF IMPOR
OLEH: SABILIL HAKIMI A.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang berperan sebgai pemanis dan sumber kalori dalam struktur konsumsi masyarakat selain bahan pangan. Pentingnya gula bagi masyarakat Indonesia terlihat dari kebijakan pemerintah yang menetapkan bahwa gula pasir adalah salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan rakyat secara global. Sebagai komoditi strategis, gula senantiasa dicermati oleh pemerintah terutama dalam hal harga dan ketersediaan pasokan gula untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pada tahun 1930 Indonesia berhasil meraih prestasi dalam swasembada gula, yakni menduduki peringkat kedua dunia sebagai negara pengekspor gula terbesar di dunia setelah Cuba. Namun berbeda dengan kondisi perdagangan gula di Indonesia dalam lima tahun terkahir ini yang justru terus mengimpor gula hingga Indonesia menjadi importir terbesar pertama di Asia dan terbesar kedua dunia setelah Rusia. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan terdapat beberapa masalah pokok yang menyebababkan Indonesia menjadi importir gula setiap tahunnya, yakni karena permasalahan produktifitas pabrik gula yang rendah serta manajemen pabrik gula yang tidak efisien. Rendahnya produktifitas pabrik gula disebabkan oleh menurunnya luas areal tanam tebu dan produktifitas tebu. Hal tersebut dapat diihat pada tabel di bawah ini yang memuat luas areal tanam tebu pada tahun 2009-2013: 500.0 400.0
300.0 Luas Tanaman Perkebunan Tebu Tahun 2009-2013
200.0 100.0 0.0 2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 1 Luas Tanaman Perkebunan Tebu Tahun 2009-2013 Berdasarkan data pada grafik di atas dapat dilihat bahwa luas areal tanam untuk tanaman tebu mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2010 ke 2011. Luas lahan perkebunan tebu semakin menipis karena alih fungsi lahan dan pergantian jenis tanaman. Secara berurutan luas lahan perkebunan tebu Indonesia pada tahun 2009 hingga 2012 mengalami penurunan, mulai dari 422,9 hektar, 436,6 hektar, 192,5 hektar hingga 194,9 hektar (sumber: BPS 2014). Alih fungsi
2
lahan perkebunan tebu digunakan untuk pembangunan perumahan yang kian marak setiap tahunnya. Berkurangnya luas lahan perkebunan tebu berdampak pada rendahnya produktifitas gula dan tebu serta meningkatkan volume impor Indonesia untuk komoditi gula. Ketergantungan impor gula yang tinggi dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Hal tersebut dapat dijelaskan pada tabel laju impor komoditi gula Indonesia pada tahun 2009-2014: Tabel 1 Impor Komoditi Gula Indonesia Tahun 2009-2014 (ton) Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Trend Sumber: Kementerian Perdagangan 2015
Jumlah 1.252,8 1,900,3 1.884,9 1.983,2 3.566,0 32.5 %
Tabel di atas memperlihatkan volume impor gula di Indonesia pada tahun 2009-2014. Dalam tabel diperlihatkan bahwa impor gula megalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2012 laju impor gula dapat sedikit ditekan meskipun pada tahun 2013 impor gula kembali mengalami peningkatan. Adapun pada tahun 2014 impor gula meningkatcukup signifikan yaitu sebesar 80% penurunan impor. Salah satu hal yang menyebabkan laju impor gula di Indonesia terus meningkat adalah rendahnya harga gula dunia. Disaat harga gula dunia terus menurun, biaya produksi gula domestik terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Biaya produksi gula di Thailand berkisar pada harga Rp 4000/ kg, sementara biaya produksi gula di Indonesia mencapai harga Rp 8.791/ kg. Hal tersebut menunjukan tidak efisiennya pabrik-pabrik penghasil gula di Indonesia. Selain karena rendahnya harga gula dunia, tingginya jumlah penduduk Indonesia berimplikasi pada meningkatnya permintaan gula. Ketika biaya produksi gula semakin mahal, pasokan gula domestik akan semakin berkurang sementara permintaan gula terus meningkat. Maka langkah yang diambil pemerintah untuk memenuhi kebutuhan gula ketika produksi dalam negeri tidak mampu mencukupi permintaan adalah dengan melakukan impor. Menghadapi tingginya laju impor gula di Indonesia membuat pemerintah meregulasi perdagangan komoditas gula dengan membentuk dan mengimplementasikan kebijakan perdagangan komoditas gula guna melindungi pabrik gula domestik, melindungi petani tebu, meningkatkan produktifitas tebu dan pabrik gula di Indonesia yang akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Kebijakan atau regulasi yang digunakan untuk melindungi produsen gula domestik adalah kebijakan tarif impor gula. Kebijakan 3
ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan gula dan kestabilan harga yang berkeadilan sehingga tidak merugikan produsen gula domestik karena kalah dalam hal biaya produsi namun juga memperhatikan daya beli konsumen sehingga konsumen gula juga tidak merasa dirugikan pula. Rumusan Masalah Pada tahun 2014, volume impor gula pasir putih mengalami penurunan sebesar 20% dari volume impor tahun 2013. Adanya penurunan impor ini diduga karena meningkatnya ketersediaan atau produksi gula domestik akibat dari peningkatan tarif impor. Di lain sisi hal ini juga bisa disebabkan meningkatnya daya saing perusahaan dula domestik sehingga harag gula domestik sudah dapat bersaing dengan harga gula dunia. Dari uraian latar belakang di atas, maka kami dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini, diantaranya: 1. Bagaimanadampak kebijakan kenaikkan tarif impor terhadap ketersediaan gula produksi domestik padatahun 2014? 2. Bagaimana dampak kebijakan kenaikkan tarif impor terhadap harga gula produksi domestik pada tahun 2014? Tujuan Berdasarkan latar belakang diatas, maka penyusunan makalah ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dampak kebijakan kenaikkan tarif impor terhadap ketersediaan gula produksi domestik pada tahun 2014? 2. Mengidentifikasi dampak kebijakan kenaikkan tarif impor terhadap harga gula produksi domestik pada tahun 2014?
4
TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Tarif Impor Gula Terdapat beberapa instrumen kebijakan perdagangan yang dapat digunakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan impor. Salah satu kebijakan perdagangan tersebut diantaranya adalah tarif. Ada beberapa tujuan yang dapat dicapai dengan dikeluarkannya kebijakan tarif diantaranya adalah sebagai sumber penerimaan pemerintah dan untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri (Krugman and Obstfeld, 2000). Dalam kebijakan perdagangan, tarif pada dasarnya adalah sejenis pajak yang sifatnya diskriminatif yang dikenakan hanya pada barang yang memasuki daerah pabean tertentu (custom area). Pada umumnya tarif dikenakan terhadap barang-barang yang diimpor dan jarang digunakan untuk barang ekspor karena akan menghambat ekspor (Fariyanti, 2007). Penentuan besarnya tarif dapat didasarkan pada tarif spesifik dan tarif ad valorem. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap atas unit barang yang diimpor, atau setiap rupiah per unit dari nilai barang. Sedangkan tarif ad valorem dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari nilai barang. Kedua jenis tarif tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tarif ad valorem lebih adil dibandingkan tarif spesifik, karena semakin tinggi kualitas barang maka semakin mahal harganya dan semakin tinggi tarifnya. Sedangkan penentuan tarif spesifik mengenakan tarif yang sama besarnya pada barang yang kualitasnya tinggi maupun rendah. Oleh karena itu sangat penting mempunyai tenaga ahli yang khusus mengawasi kualitas barang jika akan mengenakan tarif ad valorem. Adanya penetapan tarif dapat mempengaruhi besarnya harga di negara importir maupun negara eksportir. Di negara importir, tarif akan menyebabkan peningkatan harga barang dan sebaliknya di negara eksportir, tarif akan menyebabkan harga barang menurun. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan tarif impor khususnya pada impor bahan baku gula (raw sugar) dan produk gula putih (refined sugar). Kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melindungi industri gula dalam negeri dari desakan gula impor yang harganya lebih murah dibandingkan harga gula dalam negeri yang ditetapkan oleh pemerintah. Adanya kebijakan tarif impor gula akan mempengaruhi pasar gula di Indonesia. Dampak pemberlakuan tarif impor gula di negara importir, seperti Indonesia, dapat dianalisis dengan menggunakan Gambar 2. Pada waktu belum diberlakukan tarif impor gula, menunjukkan harga gula adalah sebesar Pw. Selanjutnya dengan diberlakukannya tarif impor gula sebesar t0 menyebabkan harga gula di negara importir meningkat menjadi Pdt0. Adanya penetapan tarif impor gula menyebabkan harga gula menjadi lebih tinggi, sehingga produsen akan meningkatkan jumlah penawaran gula domestik dari Q0 menjadi Q1, sedangkan konsumen akan menurunkan jumlah konsumsi gula dari 5
Q3 menjadi Q2. Adapun pengaruh tarif gula terhadap impor gula menunjukkan bahwa jumlah impor gula akan mengalami penurunan dari Q0Q3 menjadi Q1Q2. Berdasarkan Gambar 2 secara statik perhitungan dampak penerapan tarif impor gula terhadap distribusi kesejahteraan masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2 Dampak Peningkatan Tarif Impor Gula di Negara Importir Keterangan : S = Kurva Penawaran Gula D = Kurva Permintaan Gula Pw = Harga Gula Dunia Pdt0 = Harga Gula Domestik setelah ada Tarif Impor Gula sebesar t0 Pdt1 = Harga Gula Domestik setelah peningkatan Tarif Impor Gula dari t0 menjadi t1 Q0 = Jumlah Penawaran Gula Awal Q1 = Jumlah Penawaran Gula setelah Tarif Impor Gula sebesar t0 Q2 = Jumlah Permintaan Gula setelah Tarif Impor Gula sebesar t0 Q3 = Jumlah Permintaan Awal Q0 - Q3 = Jumlah Impor Gula sebelum Tarif Impor Gula Q1 - Q2 = Jumlah Impor Gula setelah Tarif Impor Gula sebesar t0
1. Dampak terhadap konsumen Terjadi penurunan kesejahteraan konsumen (consumer loss) sebesar luasan –(a+b+c+d), apabila tarif impor dinaikkan menjadi t1 maka konsumen akan kehilangan kesejahteraan lagi sebesar luasan –(e+f+g+h). 2. Dampak terhadap produsen Terjadi peningkatan kesejahteraan produsen (produsen gain) sebesar luasan (a), kemudian jika tarif impor dinaikkan dari t0 enjadi t1 maka kesejahteraan prodesen menjadi sebesar luasan (a+e). 3. Dampak terhadap penerimaan pemerintah akibat tarif impor sebesar t0 sebesar luasan (c), dengan pemberlakuan tarif impor baru menjadi t1 maka penerimaan pemerintah menjadi meningkat sebesar (g). 4. Dead Weight Loss sebesar luasan (b+d) pada tarif t0 dan meningkat sebesar (f+h) jika tarif impor dinaikkan menjadi t1.
6
METODOLOGI Kerangka Pemikiran Krugman and Obstfeld (2000) menjelaskan bahwa dengan adanya tarif impor menyebabkan kesejahteraan masyarakat akan mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi adanya perdagangan bebas. Penurunan kesejahteraan masyarakat tersebut dapat dilihat dengan adanya kehilangan atau Dead Weight Loss (DWL) baik dari produksi maupun konsumsi. Lebih lanjut dapat ditentukan ukuran-ukuran terhadap perubahan kesejahteraan produsen, konsumen, pemerintah dan perekonomian secara keseluruhan yang diakibatkan oleh peningkatan tarif impor. Ukuran-ukuran tersebut dapat dilihat pada uraian berikut : 1. Perubahan produksi akibat penetapan tarif impor sebesar t0: Εs = (ΔQs/ΔP)(P/Qs) ΔQs = Εs Qs ΔP/P ΔQs = Εs Qs ( Pdt0- Pw)/P 2. Perubahan konsumsi akibat penetapan tarif impor sebesar t0: Εd = (ΔQd/ΔP)(P/Qd) ΔQd = Εd Qd ΔP/P ΔQd = Εd Qd ( Pdt0- Pw)/P 3. Perubahan surplus produsen akibat penetapan tarif impor sebesar t0 sebesar wilayah a yang dapat diukur sebagai berikut : Q0 (Pdt0- Pw) + 0.5 (Q1- Q0 )( Pdt0- Pw) 4. Perubahan surplus konsumen akibat penetapan tarif impor sebesar t0 sebesar wilayah abcd yang dapat diukur sebagai berikut : Q3(Pdt0- Pw) - 0.5 (Q3- Q2)( Pdt0- Pw) 5. Penerimaan pemerintah sebesar wilayah c diukur sebagai berikut : (Q3- Q2)( Pdt0- Pw) dimana : Εs = Elastisitas penawaran Εd = Elastisitas permintaan ΔQs = Q0Q1 = Perubahan penawaran ΔQd = Q2Q3 = Perubahan permintaan Sumber Data Data yang digunakan dalam analisis merupakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber diantaranya adalah Badan Pusat Statistik (BPS), Pusdatin Kementan (2014), Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Kemendag (2014) dan Peragi (2014). Data sekunder yang digunakan tahun 2014 dan mencakup harga gula CIF, harga gula produsen, konsumsi gula, produksi gula, jumlah impor gula, dan tarif impor gula putih. Data tahun 2014 akan
7
dijadikan sebagai data dasar dalam analisis. Selain itu dalam melakukan analisis terhadap dampak kebijakan tarif impor gula, penulis menggunakan angka elastisitas permintaan dan penawaran gula dari penelitian terdahulu yaitu Hadi dan Nuryanti (2005) dan Abidin (2000). Analisis dampak kebijakan tarif impor gula dilakukan dengan menghitung distribusi manfaat (gains) dan kerugian (losses) yang diperoleh produsen, konsumen, pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Adapun teknik perhitungan yang digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan tarif impor gula terhadap produsen, konsumen, pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tulisan ini, analisis dampak kebijakan peningkatan tarif impor gula putih dengan menggunakan dua skenario yaitu sebagai berikut : 1. Skenario 1 dengan tarif impor gula putih sebesar Rp. 700/kg. 2. Skenario 2 dengan peningkatan tarif impor gula putih sebesar 25% dari harga gula CIF/dunia. Tabel 2 Pengukuran Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula Putih
Variabel Harga CIF (Rp/kg) Tarifimpor (Rp/kg) Hargagula (Rp/kg) Konsumsigula (Ribu ton) Produksigula (Ribu ton) Imporgula (Ribu ton) Elastisitaspermintaan Elastisitaspenawaran Peningkatanhargaguladengantarifbaru (Rp/kg) Penambahanproduksi (Ribu ton) Kehilangankonsumsi (Ribu ton) Produksisetelahtarifimpor (Ribu ton) Konsumsisetelahtarifimpor (Ribu ton) Imporsetelahtarifimpor (Ribu ton) Perubahan surplus konsumen (Rptriliun) Perubahan surplus produsen (Rptriliun) Penerimaanpemerintahdaritarif (Rptriliun) Efekkesejahteraanbersih (Rptriliun)
Notasidan Formula P T P’ Qc Qp Qc- Qp Ed Es P’ – P ΔQp = EsQp (P’ – P)/P ΔQc = Ed Qc(P’ – P)/P Qp’ = Qp+ ΔQp Qc’ = Qc+ ΔQc Qc’- Qp’ Qc(P’ – P) - 0.5 (P’ – P)(Qc - Qc’) Qp(P’ – P) + 0.5 (P’ – P)( Qp’- Qp) (P’ – P)(Qc’-Qp’) 0.5(P’– P)(Qp’-Qp)+ 0.5 (P’ – P)(Qc-Qc’)
Sumber: Fariyanti (2007) Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengukuran pada Tabel 1 diantaranya sebagai berikut : 1. Harga CIF gula sudah dikonversi dari nilai US$/ton menjadi Rp/kg dengan menggunakan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 13.500/US $. 2. Angka elastisitas permintaan gula didasarkan pada hasil penelitian Abidin (2000) bahwa elastisitas permintaan gula oleh rumahtangga terhadap harga gula di tingkat pengecer sebesar – 0,7859. 3. Angka elastisitas penawaran gula didasarkan pada hasil penelitian Hadi dan Nuryanti (2005) bahwa elastisitas penawaran gula terhadap harga gula di tingkat produsen sebesar 0,2987. 4. Harga gula yang digunakan merupakan harga gula di tingkat produsen. 5. Efek kesejahteraan bersih menunjukkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan selain diukur seperti pada Tabel 1, juga dapat diukur dengan menjumlahkan perubahan surplus konsumen (ΔSK), perubahan surplus produsen (ΔSP) dan penerimaan pemerintah (PP) atau dituliskan sebagai berikut : ΔSK + ΔSP + PP
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula Kebijakan tarif impor gula yang ditetapkan oleh pemerintah akan berpengaruh terhadap kesejahteraan produsen, konsumen, pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengaruh kebijakan peningkatan tarif impor gula terhadap masing-masing pelaku dengan dua skenario yaitu skenario 1 dengan tarif impor gula putih sebesar Rp. 700/kg dan skenario 2 dengan tarif impor gula putih sebesar25% dari harga gula CIF/dunia. Sebagai kondisi awal digunakan data pada tahun 2014, selanjutnya dilihat perubahan yang terjadi setelah diberlakukan kebijakan tarif impor gula. Dampak kebijakan peningkatan tarif impor gula dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil Analisis Dampak Kebijakan Tarif Impor Gula Variabel Skenario 1 Skenario 2 Harga CIF gula (US$/ton) 56t 370 NilaiTukar (Rp/US$) 13.500 13.500 Harga CIF (Rp/kg ) 4.995 4.995 Tarifimporgula (Rp/kg) 700 1.250 Hargagula di tingkatprodusen (Rp/kg) 5.895 6.640 Produksigula (000 Ton) 2.580 2.580 Konsumsigula (000 Ton) 5.700 5.700 Imporgula (000 Ton) 3.120 3.120 Elastisitaspermintaan -0.7859 -0.7859 Elastisitaspenawaran 0.2987 0.2987 Peningkatanhargaprodusendengantarifbaru 900 1.645 (Rp/kg) Penambahanproduksi (000 ton) 138,855 253,796 Produksigulasetelahtarif (000 ton) 2.718,855 2833,796 Kehilangankonsumsi (000 ton) -807,141 -1.475,274 Konsumsigulasetelahtarif (000 ton) 4.892,859 4.224,726 Imporgulasetelahtarif (000 ton) 2.174,004 1.390,930 Perubahan surplus produsen (Rptriliun) 2,385 4,453 Perubahan surplus konsumen (Rptriliun) -4,766 -8,163 Penerimaanpemerintahdaritarif (Rptriliun) 1,956 2,286 Efekkesejahteraanbersih (Rptriliun) -0,425 -1,423 Keterangan :
Skenario 1 : Kebijakan tarif impor gula Rp. 700/Kg Skenario 2 : Kebijakan tarif impor gula 25% dari harga gula CIF/dunia
9
Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula terhadap Ketersediaan Gula Domestik Pada tahun 2014, produksi gula domestik yang besarnya sekitar 2.580 ribu ton tidak mampu memenuhi konsumsi gula yang besarnya sekitar 5.700 ribu ton. Kondisi tersebut mendorong pemerintah melakukan impor gula untuk memenuhi konsumsi gula nasional. Jumlah impor gula pada waktu tersebut mencapai 3.120 ribu ton. Impor gula yang terus meningkat dari waktu ke waktu mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg. Penetapan tarif impor merupakan alternatif yang diusulkan berbagai pihak untuk melindungi industri gula nasional. Dengan adanya kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg akan mendorong produsen gula di Indonesia, dalam hal ini industri gula dan petani tebu, untuk meningkatkan produksi gula domestik. Jika diasumsikan bahwa elastisitas penawaran gula domestik terhadap harga gula sebesar 0,29868 maka kebijakan penetapan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg mampu meningkatkan produksi gula domestik sebesar 5.38 persen (138,855 ribu ton) sehingga produksi gula domestik meningkat dari 2.580 ribu ton menjadi 2718,855 ribu ton. Selain produksi gula mengalami peningkatan, kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg memberikan pengaruh pada peningkatan surplus produsen sebesar Rp. 2,385 triliun. Terkait dengan wacana kebijakan pemerintah untuk meningkatkan tarif impor gula putih dari Rp. 700/kg dengan peningkatan sebesar25% dari harga gula CIF/dunia menjadi Rp. 1.250/kg maka jika kebijakan tersebut diterapkan akan menyebabkan produksi gula domestik akan semakin meningkat. Peningkatan tarif impor tersebut akan menyebabkan produksi gula meningkat sebesar 9.83 persen (253,796 ribu ton) sehingga produksi gula menjadi 2833,793 ribu ton. Selain hal itu, peningkatan tarif impor akan meningkatkan kesejahteraan produsen yaitu terjadi peningkatan surplus produsen sebesar Rp. 4,453 triliun. Berdasarkan hasil analisis, jika tarif impor gula menggunakan skenario 1, impor gula akan menurun sebesar 945,996 ribu ton, menjadi 2174,004 ton. Jika dijumlahkan dengan produksi gula domestik nasional dalam skenario 1, jumlah gula yang akan beredar di masyarakan sebesar 4892,859 ribu ton. Sedangkan jika tarif impor gula menggunakan skenario 2, impor gula akan menurun sebesar 1729,07 ribu ton, menjadi 1390,93 ton. Jika dijumlahkan dengan produksi gula domestik nasional dalam skenario 2, jumlah gula yang akan beredar di masyarakat sebesar 4224,726 ton. Peningkatan tarif impor gula akan menyebabkan peningkatan harga gula domestik, sehingga permintaan masyarakat terhadap gula akan menurun. Oleh karena itu, jumlah gula yang beredar di masyarakat akan menurun jika tarif impor gula diterapkan oleh pemerintah.
10
Dampak Kebijakan Peningkatan Tarif Impor Gula Terhadap Harga Gula Domestik Peningkatan produksi gula dan surplus produsen terjadi karena dengan adanya tarif impor gula menyebabkan harga gula mengalami peningkatan sehingga mendorong produsen untuk meningkatkan produksi gula. Berdasarkan hasil analisis, kebijakan tarif impor sebesar Rp. 700/kg memberikan pengaruh terhadap kenaikkan harga domestik gula nasional. Kenaikkan harga tersebut bergerak dari harga awal yaitu harga gula internasional yang diimpor ke Indonesia yaitu sebesar Rp. 4995/kg menjadi Rp. 5895/kg sebagai harga gula domestik pada tarif impor sebesar Rp. 700/ kg.Semakin tinggi tarif impor yang diterapkan akan semakin tinggi harga gula sehingga semakin memacu produsen untuk meningkatkan produksi gula domestik dan kesejahteraan produsen semakin meningkat. Selanjutnya dengan adanya wacana pemerintah untuk meningkatkan tarif impor gula pasir dari Rp. 700/kg menjadi Rp. 1250/kg maka jika kenaikkan ini diterapkan akan menyebabkan harga gula domestik dengan tarif impor sebesar Rp. 1250/kg meningkat menjadi Rp. 6640/kg. Peningkatan harga ini akan menguntungkan bagi para produsen gula domestik. Sehingga dapat dijelaskan bahwa kebijakan peningkatan tarif impor akan meningkatkan harga gula domestik di tingkat produsen gula. Namun disisi lain, kebijakan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg memberikan pengaruh yang buruk bagi konsumen. Jika diasumsikan elastisitas permintaan gula terhadap harga gula sebesar -0,7859 maka kebijakan penetapan tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg menyebabkan konsumsi gula mengalami penurunan sebesar 14.15 persen (807,141ribu ton) sehingga konsumsi gula menurun dari 5.700 ribu ton menjadi 4.892,859 ribu ton. Selain kondisi tersebut, ternyata dengan adanya tarif impor gula sebesar Rp. 700/kg akan menurunkan kesejahteraan konsumen. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan surplus konsumen sebesar Rp. 4,766 triliun. Penurunan konsumsi gula dan kesejahteraan konsumen terjadi karena dengan adanya tarif impor gula akan menyebabkan konsumen akan menerima harga gula yang lebih tinggi dari sebelumnya. Selanjutnya jika pemerintah meningkatkan tarif impor gula dari Rp. 700/kg menjadi Rp. 1.250/kg, maka harga gula di dalam negeri akan semakin tinggi. Jika kebijakan tersebut diterapkan akan menyebabkan konsumen semakin menurunkan permintaan gula sebesar 25.8 persen (1.475,274 ribu ton) sehingga konsumsi gula menjadi 4.224,726 ribu ton. Kebijakan tersebut akan menyebabkan kesejahteraan konsumen semakin menurun yang ditunjukkan oleh penurunan surplus konsumen sebesar Rp. 8,163 triliun.
11
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dampak kebijakan tarif impor gula putih sebesar Rp. 700/kg pada tahun 2014 akan meningkatkan kesejahteraan produsen yaitu dengan meningkatnya ketersediaan/produksi gula domestik dan harga dula domestik di tingkat produsen gula yang mengakibatkan bertambahnya surplus produsen. Namun demikian kebijakan tersebut menyebabkan kesejahteraan konsumen mengalami penurunan yang terlihat dari menurunnya surplus konsumen. Selanjutnya kebijakan peningkatan tarif impor gula menjadi Rp. 1.250/kg menyebabkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan semakin menurun. Dengan demikian kebijakan peningkatan tarif impor gula tersebut sangat tidak efisien, sehingga pemerintah tidak perlu melakukan peningkatan tarif impor gula seperti yang menjadi wacana pemerintah itu sendiri. Saran Untuk jangka waktu tertentu (pendek), perlindungan terhadap industri gula (apabila dipaksakan untuk dilakukan) maka kebijakan tarif impor dapat dilakukan ditunjang dengan kebijakan produksi gula, seperti teknologi pada budidaya tebu dan produksi gula. Aternatif tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing industri gula dan petani tebu terhadap gula pasir impor sehingga produksi gula dan tebu dapat meningkat efisiensinya. Namun demikian kebijakan harga gula yang terjangkau oleh konsumen perlu menjadi pertimbangan pemerintah.
12
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2000. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Gula Indonesia : Suatu Analisis Kebijakan. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Hadi, P.U dan S. Nuryanti. 2005. Dampak Proteksi terhadap Ekonomi Gula Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23(1) : 82-99. Fariyanti, A. 2007. Dampak Kebijakan Tarif Impor terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian 1(2) : 13-23. Krugman, P.R and M. Obstfeld. 2000. International Economics. Theory and Policy. Addison Wesley Publishing Company. USA. [Peragi] Perhimpunan Agronomi Indonesia. 2013. Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula [internet]. [diakses 2015 Desember 18]. Tersedia di:https://www.peragi.org/wp-content/uploads/2013/11/ProgramPeningkatan-Produksi-dan-Produktivitas-Gula.pdf Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri.
2014. Analisis Monitoring
Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok. Kementrian Perdagangan. Jakarta Pusdatin. 2014. Statistik Pertanian 2014. Kementrian Pertanian. Jakarta Pusdatin. 2015. Analisis Harga Internasional Komoditas Pertanian. Kementrian Pertanian. Jakarta PTPN X. 2015. 2015, Indoneia Masih Berlakukan Tarif Impor Gula. http:// http://ptpn10.co.id. Akses 22 Desember 2015.
13