BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, banyak sekali ditemukan tanda-tanda bahwa pemahaman tentang agama mulai luntur. Hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita. Contohnya, banyak di antara kita mulai meninggalkan atau menunda-nunda ibadah. Selain itu, banyak di antara kita mulai mengabaikan pertauran-peraturan dalam kehidupan beragama. Oleh karena itu, diperlukan pegangan yang kuat tentang agama khususnya Islam, supaya dalam praktiknya kita dapat memahami betul tentang kehidupan beragama. Untuk memahami tentang kehidupan beragama Islam, diperlukan tiga fondasi utama dalam islam yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Aqidah sebagai sistem kepercayaan yg bermuatan elemenelemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat agama. Sementara, syariah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan, akhlak sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai agama. Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat sehingga mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan pada Allah. Sehingga tergambar akhlak yang terpuji pada dirinya. Dalam praktiknya, dikenal istilah HAM, KAM, dan etos kerja. HAM adalah hak yang dimiliki manusia sejak lahir karena semata-mata ia adalah manusia. Islam menempatkan HAM sebagai konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban terhadap Allah. Sedangkan KAM adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap manusia sebagai makhluk hidup. Di dalam Islam KAM dapat diwujudkan dengan menjalankan perintah-perintah Allah SWT. Selain itu, Agama Islam juga mengajarkan umatnya untuk selalu berdoa dan berusaha untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini dapat terwujud dengan adanya etos kerja yang dimiliki manusia.
1
1.2. Pengertian HAM, KAM, dan Etos Kerja HAM (Hak Asasi Manusia) adalah Hak-hak yang dimiliki Oleh seseorang sejak ia dalam kandungan. Dalam Penerapannya HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar Hukum HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan Juga Telah tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti tertuang pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1. Islam memandang HAM sebagai konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban terhadap Allah.
KAM (Kewajiban Asasi Manusia) sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap manusia sebagai makhluk hidup. Dalam islam hal ini selalu ditekankan. Contohnya, aturan-aturan yang berisi larangan dan perintah dalam Islam dan kewajiban mentaati perintah-perintah Allah SWT. Etos Kerja dapat diartikan sebagai sikap dan semangat yang ada pada individu atau kelompok tentang atau terhadap kerja. Etos kerja menyangkut masalah mentalitas orang, kelompok atau bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “etos” adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Sedangkan etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau kelompok. Dalam agama Islam kita diajarkan untuk selalu berdoa dan berusaha untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini dapat terwujud dengan adanya etos kerja yang dimiliki manusia. 1.3. Batasan Uraian Agar pembahasan makalah ini lebih terfokus, terarah, dan tidak melebar penulis akan menguraikan beberapa ruang lingkup pembahasannya, yaitu sebagai berikut ini: a. HAM (Hak Asasi Manusia) 1) Sejarah dan pengertian HAM 2) Perbedaan HAM menurut islam dan faham barat 3) Pengaturan HAM dalam Islam 4) HAM dalam hukum islam
b. KAM (Kewajiban Asasi Manusia) c. Etos kerja 1) Pengertian Etos Kerja 2) Etos Kerja dalam Islam 2
3) Prinsip Etos Kerja Islam 4) Karakteristik Enterpreneur Islam 1.4. Tujuan a.
Materi HAM, KAM 1) Menjelaskan pengertian HAM, KAM serta sejarah yang melatarbelakanginya.. 2) Menjelaskan perbedaan faham HAM dalam islam dan dunia barat. 3) Menjelaskan karakteristik HAM KAM Islam. 4) Menjelaskan HAM KAM dalam hukum Islam.
b.
Materi Etos Kerja 1) Menjelaskan pengertian etos kerja dan keluasan makna etos kerja dalam Islam. 2) Menjelaskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam tentang etos kerja. 3) Menjelaskan karakteristik entrepreneurship Islam.
3
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Hak Asasi Manusia(HAM) 2.1.1. Pengertian dan Sejarah HAM Istilah hak-hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah drots de I’homme dalam bahasa Prancis, yang berarti, hak manusia, atau dalam bahasa Inggrisnya, human right. Jan Materson dari Komisi HAM PBB dalam Teaching Human Right United Nations, menegaskan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang ada pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak asasi manusia (HAM) menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sedangkan al-Quran, di mana lebih dari 1400 tahun yang lalu diwahyukan Allah swt kepada seluruh umat manusia melalui rasul dan utusannya, Nabi Muhammad saw, merupakan pencerminan nilai-nilai asasi bagi manusia. Pada intinya, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dipunyai manusia sematamata karena ia manusia. Sebagai manusia, ia merupakan makhluk Tuhan yang mempunyai martabat tinggi. Karena HAM itu ada dan melekat pada setiap manusia, dengan demikian HAM bersifat universal, artinya berlaku di mana saja, untuk siapa saja, dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan untuk setiap manusia untuk melindungi dirinya dan menjaga martabat kemanusiaannya. Begitu juga HAM dapat menjadi bantalan moral dalam bergaul dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Seperti yang dikemukakan di depan bahwa Islam menempatkan hak-hak manusia sebagai konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban terhadap Allah. Berbeda dengan Islam, HAM menurut pandangan Barat Sekuler1 adalah ekspresi dari kebebasan manusia yang terlepas dari ketentuan Tuhan, agama, moral, atau kewajiban lainnya. Ekspresi kebebasan manusia dalam Islam harus ditempatkan dalam kerangka keadilan, kasih sayang, dan persamaan kedudukan di hadapan Allah. Al-Qur’an sangat menaruh perhatian pada pemenuhan hak keadilan dan tanggung jawab pelaksanaannya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah:8
4 1.
Sekuler : bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekalikali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Maidah:8) Dalam Al-Qur’an telah ditegaskan bahwa jaminan bagi kebebasan manusia tercermin dalam ketetapan Tuhan, bahwa tiada seorangpun yang dapat membatasi kebebasan manusia kecuali hanyalah Allah. Allah berfirman dalam Q.S. Asy-Syuura ayat 21:
Artinya: Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orangorang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (Q.S. Asy-Syuura:21) 2.1.2. Prinsip Ajaran Islam Mengenai Hak Asasi Manusia Dalam pandangan konvensional dijelaskan bahwa terdapat lima prinsip ajaran Islam mengenai HAM, yakni: a. Perlindungan Agama (Hifdl Ad-Din) Dalam istilah HAM dapat dijabarkan: 1) Hak untuk memilih agama 2) Hak untuk memeluk agama 3) Hak untuk pindah agama, atau 4) Hak untuk tidak beragama (?). b. Perlindungan diri (Hifdl Al-Hayatawannas) Perlindungan diri meliputi: 1) Hak untuk hidup 2) Hak untuk bebas dari perbudakan dan penghambaan 3) Hak bebas dari penyiksaan 4) Hak atas keamanan 5) Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan 6) Hak untuk mendapatkan makanan (kebutuhan dasar). c. Perlindungan Akal (Hifdl Al-Aql) Perlindungan akal meliputi: 1) Hak untuk berpendapat 2) Hak untuk mengembangkan pemikiran 3) Hak atas pendidikan 5
4) Hak untuk berhimpun dan berserikat 5) Hak untuk mendapatkan informasi yang benar d. Perlindungan atas Harta (Hifdl Al-Maal) Perlindungan atas harta meliputi: 1) Hak atas kekayaan 2) Hak untuk mendapatkan pekerjaan 3) Hak untuk memperoleh upah yang layak 4) Hak untuk membentuk serikat buruh. e. Perlindungan atas Keluarga (Hifdl An-Nasl) Perlindungan atas keluarga meliputi: 1) Hak untuk menikah dan membentuk keluarga 2) Hak untuk memperoleh orang tua yang memelihara dan melindungi. 2.1.3. Perbedaan Hak Asasi Manusia menurut Islam dan Barat a. HAM Menurut Konsep Barat Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis2 berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia. Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948. Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia. Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua: 1) Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja. 2) Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak. Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya : 1) Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat. 6 2.
Borjuis : kelas masyarakat dari golongan menengah ke atas
2) Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. 3) Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatanikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya. Dapat dimengerti bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial. b. HAM Menurut Konsep Islam Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan nonmuslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman: "Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4) Jaminan Hak Pribadi Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-Qur’an: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya... dst." (QS. 24: 27-28) Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau 7
melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda. Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi dalam RiyadusShalihin menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan kalian." Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya mencari-cari kesalahan yang dilarang agama. Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran. Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak buktibuktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama. Perbedaan Terdapat perbedaan prinsip antara Hak Asasi Manusia dalam Islam dan dalam pandangan Barat. Hak Asasi Manusia menurut Barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat pada manusia. Dengan demikian, manusia sangat dipentingkan. Sebaliknya Hak Asasi Manusia dalam pandangan Islam bersifat teosentris, artinya segala sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan demikian, Tuhan sangat dipentingkan. Dalam hubungan ini A.K. Brohi menyatakan; “Berbeda dengan pendekatan Barat, strategi dalam Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan kemerdekaan dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan yang terpatri dalam hati, pikiran, dan jiwa penganut-penganutnya. Perspektif Islam sungguh-sungguh bersifat teosentris.” Dalam uraian di atas, sepintas lalu nampak bahwa seakan-akan dalam Islam tidak mempunyai hak-hak asasi. Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah karena ia harus memenuhi hukum-Nya. Namun secara paradoks3, di dalam tugas-tugas inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Menurut ajaran Islam, manusia mengakui hak-hak dari manusia yang lain, karena hal ini merupakan sebuah kewjiaban yang dibebankan oleh hukum agama untuk mematuhi aturan Allah. Oleh karena itu, HAM dalam Islam tidak semata-mata menekankan pada hak asasi manusia saja, tetapi hak-hak
8 3.
Paradoks: pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum
itu dilandasi kewajiban asasi manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai penciptanya. Dengan demikian, perbedaan prinsip HAM versi Barat Sekuler dan Islam adalah HAM Barat lebih bersifat antroposentris4 sedangkan HAM dalam perspektif Islam bersifat teosentris5. 2.1.4. Nash Al-Qur’an dan Sunnah tentang Hak Asasi Manusia Meskipun dalam Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain: Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi ayat 29 :"Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18: 29) Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orangorang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl6, qisth7 dan qishas8. Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar dua puluh ayat. Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS. 49: 13) Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar keturunan. Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).
4. 5. 6. 7. 8.
9 Antroposentris : berpusat kepada manusia Teosentris : Islam yang berakar kepada ajaran Allah ‘adl : menegakkan kebenaran tanpa penganiyaan Qisth : menyangkut keadilan yang terinderawi maupun tidak Qishah :pembalasan yang setimpal
2.1.5. Rumusan Hak Asasi Manusia dalam Islam Apa yang disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat) yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia. Nabi saw telah menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang kecil, wahay rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya sebatang kayu arak." (HR. Muslim). Islam berbeda dengan sistem lain dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan bergantung kepada penguasa dan undangundangnya. Tetapi semua harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267). a. Hak-hak Alamiah Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195). 1) Hak Hidup Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari). 2) Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99). Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan 10
memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya. Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan dalam masalah sipil dan kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang. Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika mereka tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli. Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim, sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang yang beriman ." (QS.5: 7). 3) Hak Bekerja Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). b. Hak Hidup Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah : 1) Hak Pemilikan Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan 11
berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi saw: "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah) Islam juga melarang pencabutan hak milik yang didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah, maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan. 2) Hak Berkeluarga Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu. Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama."Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf9, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228) 3) Hak Keamanan Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4). Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar 12 9.
Ma’ruf : kebaikan
jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke petugas BaitulMaal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah. Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak dilakukan. Sabda nabi saw: "Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR. Ibnu Majah). Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang aman baginya." (QS. 9: 6). 4) Hak Keadilan Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148). Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim). Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya. Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya pihak yang benar memiliki pembelaan."(HR. Al-Khamsah). Seorang muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap sesama muslim yang mempertahankan hak. 5) Hak Saling Membela dan Mendukung Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. 13
Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari). 6) Hak Keadilan dan Persamaan Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim). Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..." Juga kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi akhirnya memenangkan perkara. Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu, dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas keadilanmu." 2.2. Kewajiban Asasi Manusia (KAM) 2.2.1. Pengertian Kewajiban Hak dan kewajiban merupakan ketentuan yang pasti dan melekat sebagai satu ciptaan, satu realita yang sudah ada dan pasti ada. Masalah kewajiban memegang peranan penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan bahwa kewajiban disini pun bukan merupakan keharusan fisik, tetapi berwajib yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan, karena hak yang merupakan sebab timbulnya kewajiban itu berdasarkan kemanusiaan. Di dalam Islam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu sesuatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa. Dengan kata lain, bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah. Misalnya kewajiban mengerjakan shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan dan lain-lain.
14
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang, dan kewajiban merupakan tandingan terhadap hak. 2.2.2. Keseimbangan HAM dan KAM Dalam kaitannya dengan pemerolehan hak ada dua teori yaitu teori McCloskey dan teori Joel Feinberg. Menurut teori McCloskey dinyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, atau sudah dilakukan. Sedangkan dalam teori Joel Feinberg dinyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan kewajiban). Dengan demikian keuntungan dapat diperoleh dari pelaksanaan hak apabila disertai dengan pelaksanaan kewajiban. Hal itu, berarti antara hak dan kewajiban merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perwujudannya. Karena itu ketika seseorang menuntut hak juga harus melakukan kewajiban. ( Q.S. 31;22) Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. Itulah mengapa Rasulullah mengajarkan umatnya untuk melakukan kewajiban karena Allah akan memberikan hak yang muncul karenanya. Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan terjadi sepeninggalku sifat monopoli (mementingkan diri sendiri) dan beberapa kemungkaran.” Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pesan tuan kepada kami menghadapi hal itu?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikanlah kewajibanmu dan mintalah kepada Allah untuk mendapatkan hakmu.”( HR. Bukhari-Muslim) Hadits ini dengan sangat jelas menerangkan, sepeninggal Rasulullah akan muncul sifat egois (mementingkan diri sendiri, yatu menuntut hak) dengan berbagai kemungkaran. Mengutamakan kepentingan diri dengan mendahulukan hak tanpa ingat pada kewajiban. Artinya, manusia sebagai individu muslim, hanya diperkenankan melihat sisi kehidupan ini dari sisi pandang kewajiban. Apa kewajiban yang harus dilakukan, sesuai fungsi yang melekat pada dirinya sebagai makhluk individu sekaligus kewajibannya kepada orang lain sebagai makhluk sosial, sebagai perwujudan ketaqwaan manusia sebagai individu kepada Allah SWT. 2.2.3. Macam-Macam KAM dalam Islam 15
a. Kewajiban Manusia Menjadi Khalifah di Bumi Allah
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q.S Al Baqarah : 30) Dalam ayat di atas dengan sangat jelas bahwa Allah Swt. menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Khalifah memiliki makna, yaitu menggantikan atau mewakili. Makna menggantikan dapat kita lihat pada ayat 30 Surah al-Baqarah ini. Manusia ditunjuk Allah Swt. sebagai pengganti Allah Swt. dalam mengolah bumi sekaligus memakmurkannya. Manusia diberi tugas dan tanggung jawab untuk menggali potensi-potensi yang terdapat di bumi ini, mengolahnya, dan menggunakannya dengan baik sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah Swt. Manusia menempati kedudukan istimewa di muka bumi ini. Bukan berarti manusia diistimewakan kemudian boleh berbuat semaunya, melainkan sebaliknya. Kedudukan istimewa manusia menuntut kearifan dan tanggung jawab besar terhadap alam dan masyarakatnya. Amanah ini merupakan tugas bagi semua manusia. Dengan demikian, setiap manusia harus melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya. Melakukan tindakan yang dapat merusak alam menyebabkan manusia lalai terhadap tugas yang diembannya. b. Kewajiban Muslim untuk Beribadah
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS.Az-Zariyat:56) Allah menegaskan dalam QS. az-Zariyat ayat 56 bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepadaNya. Beribadah dalam arti menyembah, mengabdi, menghamba, tunduk, tata dan patuh terhadap segala yang dikehendaki-Nya. Ketundukan, ketaatan dan 16
kepatuhan dalam kerangka ibadah tersebut harus menyeluruh dan total, baik lahir maupun batin. Tujuan ibadah adalah untuk mencari ridha Allah Swt. c. Kewajiban Manusia terhadap Pribadi (Diri Sendiri)
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya.” (QS. Al Mulk: 15).
''Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.'' (QS.Al-A’raf :26)
d. Kewajiban Manusia kepada Ibu dan Ayah
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah 17
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra’ ayat 23) e. Kewajiban Suami kepada Isteri Firman Allah dalam QS. An Nisa’ ayat 21:
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. “ Pada dasarnya kewajiban utama suami terhadap isterinya selain mempergaulinya dengan patut (ma’ruf) adalah mendidik isteri untuk kebaikan hidup dalam rumah tangga tentang pelaksanaan ajaran agama sebagai persiapan di kemudian hari atau masa pada saat telah memiliki keturunan (anak-anak). f. Kewajiban Orang Tua kepada Anak “Setiap anak dilahirkan atas fitrah, maka kedua bapak- ibunyalah yang meyahudikan atau menasranikan atau memajusikannya.” – H.R. Al Bukhari Muslim. “Pada hari Kiamat kalian akan dipanggil dengan nama kalian. Oleh sebab itu berilah nama yang baik.” – H.R. Abu Daud. g. Kewajiban Manusia kepada Tetangga “Bukanlah orang beriman, yang dia itu kenyang, sedangkan tetangganya lapar”. -H.R. Al Bukhari dan Ibnu Zubair. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah ia memuliakan tetanngganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, hendaklah berkata yang baik atau diam.” – H.R. Al Bukhari dari Abi Syarikh Al-Huza’i. h. Kewajiban Manusia kepada Famili (Kerabat) a) Memberi harta yang dicintainya kepada karib kerabat membutuhkannya b) Memberikan bantuan kepada anak yatim c) Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan 18
yang
d) Memberi harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta e) Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya f) Menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya g) Menepati janji bagi mereka yang mengadakan perjanjian. i. Kewajiban Manusia kepada orang lain (Masyarakat)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. “ (QS Ali Imran ayat 159). j. Kewajiban manusia untuk bekerja. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). k. Kewajiban Majikan kepada Pekerja "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah). “Tunaikanlah kewajibanmu mendapatkan hakmu.”
dan mintalah kepada Allah untuk
“Tidak beriman seseorang dari kalian hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” 2.3. Etos Kerja 2.3.1. Pengertian Etos Kerja “Etos Kerja” dapat diartikan sebagai sikap dan semangat yang ada pada individu atau kelompok tentang atau terhadap kerja. Etos kerja menyangkut masalah mentalitas orang, kelompok atau bangsa. Jadi kalau dikatakan “Etos kerja nasional”, berarti sifat karakter suatu bangsa yang mencakup pandangan, sikapm dan penilaian bangsa tersebut terhadap makna kerja. 19
Dari tulisan “Etos Kerja” dapat dipisah menjadi dua kata yaitu “Etos” dan “Kerja”. Berikut beberapa pengertian dari berbagai sumber, a. “Etos” adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Sedangkan, etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok (KBBI) b. Etos berasal dari bahasa Yunani; akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau menunjukkan karakter moral. Dalam bahasa Yunani kuno dan modern, etos punya arti sebagai keberadaan diri, jiwa, dan pikiran yang membentuk seseorang (Wikipedia,2016). c. Pada Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter; sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika. Etos kerja menyangkut semangat hidup, semangat bekerja, semangat menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan agar dapat membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. Seseorang tidak akan mampu meningkatkan taraf hidupnya, tanpa semangat kerja, tanpa ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Demikian pula suatu pekerjaan tidak akan berlangsung dan berhasil dengan baik bila para pekerjanya tidak memiliki etos kerja dan keterampilan yang baik. Besar kecilnya hasil yang diperoleh seorang pekerja atau pegawai sangat erat kaitanya dengan etos kerja serta keterampilan yang dimiliki dalam pelaksanaan pekerjaan. Jadi dapat disimpulkan, etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance). Sedangkan , “Etos Kerja Muslim” dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur. 2.3.2. Etos kerja dalam Islam Sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan dalam kehidupannya. Seorang muslim haruslah menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Tidak semata hanya berorientasi pada kehidupan akhirat saja, melainkan juga harus memikirkan kepentingan 20
kehidupannya di dunia. Untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, wajiblah seorang muslim untuk bekerja. Agama Islam mengajarkan, agar umatnya selalu berdoa dan berusaha untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat serta terhindar kesengsaraan siksa neraka. Untuk memperoleh kebahagiaan dunia , tentu saja orang harus berupaya bekerja dengan baik dan untuk memperoleh kebahagiaan akhirat orang harus berupaya beribadah dengan baik. Sedangkan, untuk terhindar dari kesengsaraan dunia dan akhirat orang harus menghindari kemalasan, kemaksiatan, dan kejahatan. Dalam al-Qur’an maupun hadis, ditemukan banyak literatur yang memerintahkan seorang muslim untuk bekerja dalam rangka memenuhi dan melengkapi kebutuhan duniawinya. Salah satu perintah Allah Swt. Kepada umat- Nya untuk bekerja termaktub dalam Q.S. at-Taubah/9:105 berikut ini;
Dalam Quran Surah At-Taubah ayat 105 disebutkan bahwa Allah meminta kita untuk bekerja dengan penuh semangat. Yang mana dalam hal ini dapat diartikan bekerja untuk melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt. dengan membawa amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Dalam surah tersebut disebutkan bahwa Allah S.W.T akan membalas semua amal yang kita kerjakan. Balasan ini bisa saja dalam bentuk pahala/ ganjaran atau surga Allah S.W.T. Hal ini adalah penegasan Allah S.W.T bahwa motivasi atau niat bekerja itu harus benar. 21
Ayat ini pun berisi peringatan bahwa perbuatan mereka itu pun nantinya akan diperlihatkan kelak di hari kiamat. Dengan demikian, akan terlihatlah kebajikan dan kejahatan yang mereka lakukan sesuai amal perbuatannya. Bahkan, di dunia ini pun sudah sering kita saksikan, bagaimana gambaran orang-orang yang berbuat jahat seperti pencuri, penipu, koruptor, dan lain sebagainya. Banyaknya berita tentang korupsi, dan bagaimana seorang koruptor dipertontonkan di ruang publik. Ini menandakan bahwa di dunia pun perbuatan kita sudah bisa dipertontonkan. Apalagi kelak di akhirat yang pasti sangat nyata dan tidak bisa ditutup-tutupi. Dalam hadist juga disebutkan tentang hal yang terkait dengan etos kerja. Hadist tersebut berbunyi,
\
Dalam hadist tersebut, dapat kita lihat bahwa usaha atau kerja keras yang kita lakukan sendiri akan lebih baik daripada memakan hasil usaha orang lain. Contohnya, usaha kita untuk belajar dengan giat dan tidak mencontek akan lebih baik hasilnya daripada kita mengambil jawaban dari orang lain.
2.3.3. Cerminan Etos Kerja dalam Islam Agama Islam mengajarkan, agar umatnya selalu berdoa dan berusaha untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat serta terhindar dari siksa api neraka. Untuk mendapat kebahagiaan dunia, orang harus bekerja dengan baik. Sedangkan, untuk mendapat kebahagiaan akhirat orang harus beribadah dengan baik. Dan untuk meninggalkan siksa dunia dan akhirat seseorang harus menghindari kemalasan, kemaksiatan, dan kejahatan. Jika dilihat, maka etos kerja dalam pandangan islam harus mencerminkan beberapa hal berikut ini. a.
Mementingkan produktivitas dalam bekerja 22
Dalam bekerja seseorang harus memilik niat yang sungguh-sungguh. Mereka yang memiliki niat yang sungguh-sungguh pasti akan bekerja secara produktiv dan meningkatkan produktivitas mereka. Mereka yang bekerja secara produktif akan memanfaatkan peluang atau celah yang kecil untuk memaksimalkan pekerjaan mereka. Bekerja secara produktif juga terdapat dalam hadist berikut ini, “ Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Nabi SAW telah bersabda: Siapa yang memiliki tanah maka hendaknya menanaminya atau menyerahkan (untuk ditanami) kepada saudaranya, jika tidak mau maka (pemerintah) boleh menahanya. (Mutaffaq Alaih).
b.
Bekerja penuh kegigihan dan kerja keras dan maksimal Seseorang yang memahami betul apa arti sebuah etos kerja akan
bekerja dengan penuh kegigihan dan kerja keras. Mereka akan menerapkan prinsip “jangan mudah menyerah”. Mereka akan bekerja yang terbaik dalam melakukan kegiatan usaha, memberikan kesenangan serta tidak merugikan dan mengganggu orang lain.
c.
Memiliki dorongan dari dalam atau motivasi untuk mandiri Dalam hal ini rasullullah juga memberikan motivasi untuk bekerja
cukup signifikan, “ Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda : Jika seorang itu pergi mencari kayu bakar , lalu dipikulkan kayu itu diatas punggungnya (untuk dijual di pasar), maka itu lebih baik baginya daripada minta kepada seseorang yang kadang-kadang di beri , kadang-kadang ditolak (Mutaffaq Alaih). d.
Sikap hidup hemat atau tidak boros Boros adalah akhlak tercela yang harus dihindari oleh kaum mu’min,
karena hal tersebut pada akhirnya akan merugikan diri sendiri. Kriteria boros di sini merujuk kepada sifat membelanjakan hartanya melebihi kebutuhannya. Hal ini bertentangan dengan seseorang yang faham betul tentang arti etos kerja.
23
Seseorang yang faham akan arti sebuah etos kerja akan menggunakan hartanya sebaik mungkin untuk sebuah kebaikan. e.
Tangguh, tahan uji , dan tidak lemah Orang seperti ini akan bekerja sekuat tenaga sebelum akhirnya
mengembalikan semua ikhtiarnya kepada Allah SWT. Ketangguhan seorang mu’mi dapat diketahui dari kekuatan mereka secara fisik, psikis, maupun moral dan mental yang tahan banting , tidak mudah menyerah. Orang seperti ini akan lebih mampu memikul amanah sebagai khalifah10 di muka bumi dan merekalah yang memiliki kemungkinan untuk dapat memikul taklif11. 2.3.4. Prinsip Etos Kerja dalam Islam Dalam al-quran terdapat 360 ayat yang berbicara tentang “al-amal” ,109 ayat tentang “al-fi’il”, belum lagi tentang “al-kasab” sebanyak 67 ayat. Semua ayat tersebut mengandung hukum yang berkaitan dengan kerja, menetapkan sikap-sikap terhadap pekerjaan, memberi arahan, dan memotivasi, bahkan contoh-contoh konkrit tentang tanggungjawab kerja.
a. Islam mendorong kita untuk memiliki semangat kerja, beramal, serta menjauhkan diri dari sifat malas Hal ini sesuai sabda Rasulullah S.A.W,
“ Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, kikir. Hilang kesadaran, terlilit utang, dan dikendalikan orang lain. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati.” (HR Bukhari dan Muslim) “Carilah oleh kalian semua rezaki di muka bumi.” (HR Tharbani)
b. Meninggalkan perbuatan yang melahirkan kemalasan dan digantinya dengan amalan produktif . Hal ini sesuai sabda rasulullah dalam hadist berikut ini, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, Sebaik-baik islamnya seorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.”(HR Tirmidzi) 24 10. Khalifah : pemimpin orang yang beriman 11. Taklif : penyerahan beban (pekerjaan, tugas, dan sebagainya) yang berat (kepada seseorang)
c. Bekerja dalam rangka mendapatkan rezeki yang halal dan memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat merupakan bagian dari ibadahnya kepada Allah SWT. d. Karena bekerja dan berusaha merupakan bagian dari ibadah, maka aplikasi dan implementasi dari bekerja perlu ddikat dan dilandasi oleh akhlak/etika, yang sering disebut dengan etika profesi. Etika profesi itu antara lain tercermin dari kata-kata “SIFAT”, yaitu Shidiq12, Istiqomah13, Fathanah14, Amanah15, dan tabliq16. 2.3.5. Karakteristik enterpreneur muslim Nabi Muhammad S.A.W adalah uswah hasanah bagi umat Islam. Sejak masa mudanya, beliau telah melakukan kegiatan wirausaha. Bersama pamanya Abu Thalib, beliau berwirausaha di bidang perdagangan, tidak saja di daerah Makkah, tetapi sampai ke luar daerah bahkan ke beberapa negeri lain. Beliau dikenal sebagai seorang pedagang yang profesional, jujur , dan terpercaya. Sehingga, mitra bisnisnya merasa puas dan saling memperoleh keuntungan.
Sebagai enterpreneur muslim seharusnya selalu berusaha meneledani sifat, sikap, dan karakter beliau dalam kehidupan sehari-hari, tidak saja dalam beribdah, tetapi juga dalam berwirausaha. Beberapa ciri khas yang harus dimiliki oleh setiap enterpreneur muslim, yang akan membedakan dengan enterpreneur lainya, adalah sebagai berikut:
12. 13. 14. 15. 16.
a.
Selalu menjaga nilai-nilai Agama
b.
Selalu senang memberi manfaat pada orang lain
c.
Selalu bersikap adil dalam berbisnis
d.
Selalu inovatif dan kreatif dalam berbisnis
e.
Selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya
f.
Selalu mejalin kerjasama dengan pihak lain
Shidiq : Benar Istiqomah : Terus menerus Fathanah : Cerdas Amanah : Dapat dipercaya Tabliq : Menyampaikan
25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan dari pembahasan tersebut adalah bahwa Islam mengatur hak-hak asasi manusia yang timbul karena adanya kewajiban-kewajiban manusia. Dalam pelaksanaannya, hak dan kewajiban harus seimbang. Kita harus memeuhi kewajiban kita untuk mendapatkan hak-hak kita. Islam juga memerintahkan umatnya untuk senantiasa bekerja dengan sungguhsungguh dan memiliki etos kerja yang tinggi. Semoga dengan bimbingan Al-Qur’an kita senantiasa berusaha untuk menjalankan perintah-Nya salah satunya dengan menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM), melaksanakan Kewajiban Asasi Manusia (KAM), dan memiliki etos kerja yang tinggi. Aamiin.
26
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama R.I. 2014. Al-Mumayyaz: Al-Qur’an Tajwid Warna, Transliterasi per Kata, Terjemah per Kata. Bekasi: Cipta bagus Segara. Anwarudin, M.A., Drs., Abu Tholhah, Drs., M.Pd., Muhammad Syukur, S.Ag., M.A. 2018. Modul Mata Kuliah Pendidikan Agama. Jakarta: STIS. Malaka, Zuman. 2009. HAM dan Demokrasi dalam Dunia Islam. https://www.kompasiana.com/baniaziz/552ab6406ea8346f2d552d36/hak-dan-kewajibandalam-islam https://www.academia.edu/33373767/Implementasi_TeoriTeori_Hak_Asasi_Manusia_di_Indonesia_Studi_Kasus_Problematika_Industrialisasi_Pabrik _Semen_di_Kabupaten_Rembang_ https://tafsirq.com http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html https://www.zonareferensi.com/pengertian-hak-asasi-manusia/ https://www.researchgate.net/publication/316925641_ETOS_KERJA_DALAM_PERSPEKT IF_ISLAM http://makalahaccomputindo.blogspot.com/2015/02/makalah-etos-kerja-dalam-islam.html https://www.kompasiana.com/canepen/54f93c40a333110a068b4903/pengertian-aqidahsyariah-dan-akhlak-dalam-islam https://www.kanalinfo.web.id/2016/03/pengertian-kewajiban-asasi-manusia.html
27